Pesantren
telah lama menjadi lembaga yang memiliki kontribusi penting dalam ikut
serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia,serta
besarnya jumlah santri pada tiap pesantren menjadikan lembaga ini layak
diperhitungkan dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa di bidang dan
moral.
Pesantren
merupakan lembaga pendidikan yang unik. Tidak saja karena keberadaannya
yang sudah sangat lama, tetapi juga karena kultur, metode, dan jaringan
yang diterapkan oleh lembaga agama tersebut. G. Geertz menyebutnya sebagai sub kultur
masyarakat Indonesia (khususnya Jawa). Pada zaman penjajahan, pesantren
menjadi basis perjuangan kaum nasionalis-pribumi. Banyak perlawanan terhadap
kaum kolonial yang berbasis pada dunia pesantren.
Pesantren
sebagai tempat pendidikan agama memiliki basis social yang jelas, karena
keberadaannya menyatu dengan masyarakat. Pada umumnya, pesantren hidup
dari, oleh, dan untuk masyarakat. Visi ini menuntut adanya peran dan fungsi
pondok pesantren yang sejalan dengan situasi dan ondisimasyaraat., bangsa
dan Negara yang terus berkembang. Sementara itu sebagai omunitas, pesantren
dapat berperan menjadi penggerak
bagi upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat mengingat pesantren merupakan kekuatan social yang
cukup besar. Secara umum, akumulasi tata nilai dan kehidupan spiritual di pondok
pesantren pada dasarnya adalah lembaga tafaquh fid din yang mengemban untuk meneruskan risalah Nabi
Muhammad saw sekaligus melestarikan ajaran Islam.
Ketika
menapak abad ke-20, yang sering disebut sebagai jaman modernisme dan nasionalisme, peranan pesantren mulai
mengalami pergeseran secara signifikan. Sebagian pengamat mengatakan bahwa
semakin mundurnya peran pesantren di masyarakat disebabkan adanya dan begitu
besarnya faktor politik Hindia Belanda (Aqib Suminto : 1985). Sehingga
fungsi dan peran pesantren menjadi bergeser dari sebelumnya. Tapi,
penjelasan di atas kiranya cukup untuk menyatakan bahwa pra abad ke-20 atau
sebelum datangnya modernisme dan nasionalisme, pesantren merupakan lembaga
pendidikan mana pun. Dan hal itu sampai sekarang masih tetap dipertahankan.
Seiring
dengan keinginan dan niat yang luhur dalam membina dan mengembangkan
masyarakat, dengan kemandiriannya, pesantren secara terus menerus melakukan
upaya pengembangan dan penguatan diri. Walaupun terlihat berjalan secara
lamban, kemandirian yang didukung keyakinan yang kuat, ternyata pesantren
mampu mengembangkan kelembagaan dan eksistensi dirinya secara
berkelanjutan.
Menurut
Sayid Agil Siraj (2007), ada tiga hal yang belum dikuatkan dalam pesantren.
Pertama, tamaddun yaitu memajukan pesantren. Banyak pesantren yang dikelola
penuh kesederhanaan. Manajemen dan administrasinya masih bersifat
kekelurgaan dan semuanya ditangani oleh klainnya. Namun seiring keterbukaan
pesantren menerima berbagai saran dan kritik hal tersebut makin banyak
pesantren yang berbenah memperbaiki manajemen. Kedua, tsaqafah, yaitu
bagaimana memberikan pencerahan kepada ummat Islam agar kreatif-produktif,
dengan tidak melupakan orisinalitas ajaran Islam. Salah satu satu ontoh
para santri masih setia dengan tradisi kepesantrenannya. Tetapi mereka juga
harus akrab dengan komputer dan berbagai ilmu pengetahuan serta sains
modern lainnya. Ketiga, hadharah, yaitu membangun budaya yang dijiwai dan
tradisi Islam. Di sini pesantren diharapkan mampu mengembangkan dan
mempengaruhi tradisi yang bersemangat islam di tengah hembusan dan pengaruh
dahsyat globalisasi yang berupaya menyeragamkan budaya melalui produk
tekhnologi dan informasi.
Namun
demikian pesantren akan tetap eksis mencetak manusia-manusia unggul.
Prinsip pesantren adalah al muhafadzah ‘ala al qadim al shalih, wa al
akhdzu bi al jaded al ashlah, yaitu tetap memegang tradisi yang positif,
dan mengimbangi dengan mengambil hal-hal baru yang positif.
Persoalan-persoalan yang terpaut dengan civic values akan bias dibenahi
melalui prinsip-prinsip yang dipegang pesantren selama ini dan tentunya
dengan perombakan yang efektif, berdaya guna, serta mampu memberikan
kesejajaran sebagai umat manusia (al musawah bain al nas).
Pada
periode awal pembanguna negara ini
telah trjadi perdebatan sengit antara Dr. Sutomo dengan S.T. Alisysahbana
tentang arah pembangunan negaa Republik Indonesia. Bagi yang pertama negara
ini di bangun berdasarkan khasanah
budaya bangsa ini, sedangkan yang kedua bagi negara ini dapat maju
hanya dengan meniru sepenuhnya negara barat. Yang pertama memanggakan
pendidikan pesantren yang kedua mengagungkan penidikan sekuler ala barat,
dengan argument masing – masing. Meskipun argumentasi Dr.Sutomo cukup kuat
dan rasional, namun pemikiran S.T Alihsyahbana sejatinya mewakili arus
pemikiran para pengambil kebijakan pendidikan saat itu. Yang menarik disini
bukan argumentasi mereka masing – masing, tapi implikasi bahwausaha
meletakan pendidikan sekuler barat memang telah lama wujud.
Memang
pondok atau pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang selalu
berhadapan secaa vis a vis dengan pendidikan sekuler yang di bawa oleh
penjajah. Buka hanya itu, keberadaan sejak awal telah menunjukan anti
penjajah dan mendukung kemerdekaan negara Republik Inonesia. Tak pelak lagi
ia kemudian sangat di curigai penjajah.
Keberadaan
kyai atau ulama sebagai tokoh otoritas,peserta didik, asrama dan saran
pendidikan, pendidkan agama islam dan masjid sebagai pusat kependidikan
adalah unsur – unsur penting pendidikan pesantren yang sejatinya adalah
juga unsure pendidikan islam. Keempat unsure yang melingkupi santri ini di
anggap sebaai catur – catur pendidikan. Ini lebih lengkap di banding
ri-pusat pendidikan ( sekolah, masyarakat, keluarga ), yang terdapat pada
system sekolah pada pendidikan umum.
Karakter
pendidikan perasntren adalah menyeluruh. Artinya seluruh potensi pikr dan
zikir, rasa dan karsa, jiwa dan raga di kembangkan melalui berbagia median
pendidikan yang terbentuk dalam suatu komunitas yang sengaja didesain seara
integral untuk tujuan pendidikan. Didalam system sekolah pusat–pusat
pendidikannya terpisah-pisah dan hamper tidak saling berhubungan. Di dalam
kelas atau di dalam masjid para santri di ajar ilmu pengetahuan konigtif.
Dan di luar itu ia memeperoleh bimbingan serta menyaksikan suri tauladan
dari kyai atau gurunya serta kawan – kawannya.Jadi kehidupandi daslam
pondok sudah merupakan pelajaran penting bagi santri seerti yang di ajarkan
oleh islam itu sendiri. Doktrin tentang keimanan dalam teks, dilengkapi
dengan ajaan etika,ilmu, kemasyarakatan, pendidikan dal lailn – lain diluar
kelas. Pengertian kurikulum bagi pendidikan pesantren tidak terbaas pada
pelajaran atau kitab-kitab yang di pakai, tetapi keseluruhan kegiatan di
dalam asrama atau pondok.
Dengan
demikian tujuan pendidikan seperti halnya tujuan manusia didunia ini adalah
ibadah, yang sepektrumnya seluas pengetian ibadah itu sndiri. Dengan
atur-pusat pendidikan psantren berfungsi sebagai ‘’ melting pot ‘’, yaitu
tempat untuk mengolah potensi – potensi dalam diri santri agar dapat
berproses menjadi manusia seutuhnya ( insane kamil ). Santri tidak hanya
disipakan untuk mengajar kehidupan dunia tapi juga mempersiapkan kehidupan
akherat. Tidak untuk menjadi manusia berguna bagi masyarakat , tapi menjadi
manusia seutuhnya yang taat kepada Tuhannya. Pengolahan potensi diri ini di
dukung oleh bangunan sepiritual, system nilai dan jiwa kedisiplinan yang
kuat yang dapat klasifikasikan sedikitnya menjadi lima, yaitu keihlaan,
kesederhanaan, ukhuwah islamiyah, kemandirian dan kebebesan.
Peran Pesantren
Seperti
di singgung di atas wujud pesantren hamper bersamaan denga datangnya umat
islam dalam memebangunkan negeri ini. Karenanya peran pesantren dalam
membangun negeri ini sebenarnya sama dengan peran islam itu sendiri. Peran
islam dalam membangun dunia melayu sudah terbukti seara histories. Dalam
teori Prof. Naquib al-attas tentang Islamisasi tentang msyarakat melayu.
Islam datang dengan membawa panangan hidup baru yang di tandai oleh
munculnya semangat rasionalisme dan intelektualisme. Pandangan hidup baru
ini kemudian merubah pandangan hidup melayu-indonesian yang sebelumnya di
kuasai oleh dunia mitologi yang rapuh. ( lihat al Atlas, preliminary
statement on A general theory of the malai-indonesian archipelago, dewan
bahasa dan pustaka, kuala Lumpur, 1969 ).
Menurut
snouck Hurgronje, agama hindu tidak mempunyai peran dalam pembinan
sepiritual masyarakat awam yang kebanyakan dari kasta rendah. Di Sumatra,
yang pernah di kenal sebagai pusat perkumpulannya para pemikir hindu,
misalnya, pandangan hidup hindu hamper tidak mempengaruhi masyarakat waktu
itu. Oleh karena itu pada masa kekuasaan kerajaan hindu banyak anggota
masyarakat yang tertarik pada pandangan hidup islam.
Namun,
perdagangan hidup islam tidak serta merta di pahami masyarakat dengan hanya
membaca syahadat. Ia memerlukan proses transformasi konsep – konsep ke
dalam pikiran masyarakat ; dan pemahaman suatu konsep hanya efektif
dilakukan mrlalui proses belajar mengajar.
Pesantren
dalam hal ini berperan aktif dalam transformasi konsep – konsep penting
dalam islam ke engah – tengah masyarakat waktu itu. Peran islam dalam
merubah pandangan hidup yang statis kepada yang dinamis, dan teratur inilah
yang di sebut dengan proses islamisasi, kebalikan dari ‘’ akulturalisasi ‘’
( penyesuaian agama dengan kultur setempat ).
Jadi islam masuk ke Indonesia dan di
sebarkan melalui pendidikan pesantren dalam bentuk padangan hidup, dan
bukan sebagai gerakan politik seerti yang diasumsikan prof. ssartono kartodirdja. Terbukti raja
– raja di jawa dan luar jawa masuk islam tanpa peperangan. Sebagi pndangan hidup islam memebaawa
konsep bar tentang TuhanYang Maha Esa, tentang manusia, tentang hidup, watu
dunia, dan akherat, bermasyarakat, keadilan, harta dan lain – lain.
Selain
itu dengan gerakan hijrah keplosok – plosok pedesaan, pesanren
menggembangkan masyarakat Muslim yang solid, yang pada gilirannya berperan
sebagai guru pertahanan rakyat dalam melwan penjajah. Peran para kyai dalam
melawan penjajah tidak perliu ditanyakan lagi. Rafles sendiri dalam bukunya
The history Of java mengakui bahaya para kyai terhadap kepentingan belanda.
Sebab, menututnya, banyak sekali kyai yang aktif dalam berbagi pemerontakan.
Di
zaman pergerakan pra-kemerdekaan para pesantren juga sangat menonjol, lagi
– lagi para alumninya. HOS Cokroaminoto pendiri gerakan syariat Islam dan
guru pertama suekarno I Surabaya, adalah, juga alumni pesantren. KH. Mas mansur,
KH. Hasim as’ari, KH. Ahmad dahlan Ki gus hardikusumo, KH.Kahar muzakir, (
untuk menyebut beerapa nama ) adalah alumni pesantren yang menjadi tokoh
masyarakatyang sangat berpengaruh. Di tengah masyarkat mereka adalah guru
bangsa, tempat merujuk segala persoalan di masyarakat. Di tengah percaturan
politik menjelang kemerdekaan Republik Indonesia peran mereka tidak
diragukan lagi.
Ketika
jepang memobilisir tentara PETA ( Pembela Tanah Air ) guna melawan Belanda,
para kyai dan santri mendirikan tentara Hizbullah. Di balik itu dalam
pikiran mereka adalah konsep jihad melawan ke zaliman, konsep ukhuwah untuk
mebela sesame saudara seagama dan konsep kebebasan yang menolak segala
bentuk penindasan. Itu semua tidak lepas dari pengaruh pandangan hidup
islam.
Sesudah
kemerdekaan, alumni – alumni pesantren terus memainkan perannya dalam
mengisi kmerdekaan. Moh. Rasidi, alumni
pondok Jamsaren adalah Mentri
Negara RI pertama, mohammad natsir alumni pesantren persis, menjadi perdana
Mentri, KH. Wahsb Hasim, alumni pondok tebuireng, KH.kahar Muzakir dan lain
– lain menjadi panitia persiapan kemerdekaan; KH.Muslih purwokerto daan KH. Zarkasi alumni jamsaren menjadi
angota Dewan Perancang Nasional; KH.Idam Halid menjadi wakil perdana mentri
dan ketua MPRS. Singkatnya di awal – awal kemerdekaan RI para kyai dan
alumni berpartisipasi hampir di setiap lini perjuangan bangsa. Perlu di
catat bahwa jabatan – jabatan itu bukan diraih bukan unuk tujusn politik
sesat, tapi untuk sarana membela dan memperjuangkan agama, negara dan
bangsa.
Ketika
terjadi upaya konvergensi ilmu pengetahuan aama dan umum di pesantren,
medan distriusi alumni pesantren menjadi sangat luas. Penyebrangan santri
ke perguruan tinggi umum menjadi sesuatu yang tak terhindarkan. Para santri
ini kemudian mengembangkan kajian – kajian agama secara informl dan
intensif yang melibatkan mahasiswa –mahasiswa yang tidak memeiliki
background agama. Kini peran pesantren tidak lagi langsung di mainkan para
alumni tpi oleh alumninya, tapi oleh murid – murid alumninya. Pergerakan
mahasiswa seperti HMI, PMII, IMM yang mark pada dekade 70-an dan 80-an, dan
juga gerakan LDK, unsure – unsure dan intersifikasi aktifitas masjid kampus
dan lain – lain tidak dapat di pisahkan dari peran dan kontribusi alumni –
alumni pesantren.
Kini
di zaman reformasi telah muncul sejumlah nama tokoh yang tidak lepas dari
peran pendidikan pesantren, baik langsung maupun tidak langsung. Amin rais,
Abdurrahman wahib, Hidayat nur wahib, Hsim Muzadi, , Nurcholis Madjid ,
adalah eberapa nama tokoh yang tidak lepas dari dunia pesantren. Hal ini
tidak hanya menunjukan kualitas pendidikan pesantren dalam mencetak
pemimpin dan tokoh – tokoh bangsa tapi membuktikan besarnya kepedulian
santri terhadap problematika yang dimiliki bangsa ini.
|