PENDAHULUAN
Teologi,
sebagaimana diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama.
Setiap orang ingin menyelami seluk-beluk agamanya secara mendalam, perlu
mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang dianutnya. Mempelajari
teologi akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada
landasan kuat, yang tidak mudah diombang-ambingkan oleh peredaran zaman.
Dalam
istilah Arab ajaran-ajaran dasar itu disebut Usul al Din dan oleh karena
itu buku yang membahas soal-soal teologi dalam islam selau diberi nama
Kitab Usul al Din oleh para pengarangnya. Ajaran-ajaran dasar itu disebut
juga ‘aqa’id, credos atau keyakinan-keyakinan dan buku yang mengupas
keyakin-keyakinan it diberi judul al-‘aqa’id seperti al-‘Aqa’id al-Nasafiah
dan Al-‘Aqa’id al-‘Adudiah.
Teologi
dalam islam disebut juga ‘ilm al-tauhid. Kata tauhid mengandung arti satu
atau esa dan keesaan dalam pandangan islam, sebagai agama monoteisme,
merupakan sifat yang terpenting diantara sifat-sifat Tuhan. Selanjutnya
teologi islam disebut juga ‘ilm al-kalam. Kalam adalah kata-kata.
Kalau
yang dimaksud dengan kalam ialah kata-kata manusia, maka teologi dalam
islam disebut ‘ilm al-kalam, karena kaum teolog islam bersifat dengan
kata-kata delam mempertatahankan pendapat dan pendirian masing-masing.
Teolog dalam islam memang diberi nama mutakallim yaitu ahli debat yang
pintar memakai kata-kata.
Teologi
islam diajarkan di Indonesia pada umumnya adalah teologi dalam bentuk ilmu
tauhid. Ilmu tauhid biasanya kurang mendalam dalam pembahasan dan kurang
bersifat filosofis. Selanjutnya ilmu tauhid biasanya memberi pembahsan
sepihak dan tidak mengemukakan pendapat dan paham dari aliran-aliran atau
golongan lain yang ada dalam teologi islam. Dan ilmu tauahid yang diajarkan
dan dikenal di Indonesia pada umumnya ialah ilmu tauhid menurut aliran
Asy’ariah.
Dalam
Islam sebenarnya terdapat lebih dari satu aliran teologi. Ada aliran yang
bersifat liberal, ada yang bersifat tradisional, dan ada pula yang mempunyai
sifat antara liberal dan tradisional. Hal ini mungkin ada hikmahnya. Bagi
orang yang bersifat tradisional mungkin lebih sesuai dengan jiwanya teologi
tradisional, sedangkan orang yang bersifat liberal dalam pemikirannya lebih
dapat menerima ajaran-ajaran teologi liberal. Dalam soal fatalisme dan free
will, umpamanya, orang yang bersifat liberal tidak dapat menerima paham
fatalisme. Baginya Free will yang terdapat dalam teologi liberal lebih
sesuai dengan jiwanya.
Kedua
corak teologi ini, liberal dan tradisional, tidak bertentangan dengan
ajaran-ajaran dasar islam. Dengan demikian orang yang memilih mana saja
dari aliran-aliran itu sebagai teologi yang dianutnya, tidaklah pula
menyebabkan ia menjadi keluar dari islam.
PEMBAHASAN
Sejarah Teologi Islam
Pada
awalnya nabi dan umat islam memahami al-Qur’an sebagai ”Paradigma moral
etik”, yang ditujukan untuk kebutuhan praktis dalam rangka membangun
masyarakat yang bermoral, mengabdi pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan
(rahman, 1979:85). Pemahaman terhadap al- Qur’an yang seperti itu terus
berlanjut, sampai masuknya hellenisasi dalam dunia islam. Meskipun
demikian,pada masa sesudah nabi,perlahan-lahan telah terjadi pergeseran
aksentuasi ke arah lahan politik, yang mencapai klimaknya sehubungan dengan
persoalan kholifah dan peristiwa pembunuhan politik kholifah dengan segala
rentetannya. Sejak peristiwa inilah, kalamullah (firman allah) menjadi alat
justifikasi dalam melegitimasi keputusan-keputusan, bukannya badan
arbitrase tentang problema kemanusiaan yang ada.
Pembunuhan
politik terhadap usman merupakan perselisihan yang berlarut-larut, bahkan
menjadi pemicu perang saudara sesama muslim. Kejadian ini menimbulkan
penilaian yang saling bertentengan tentang berbagai persoalan, tergantung
sudut atau kepentingan masing-masing. Penilaian tersebut terfokus pada
perbuatan dosa sebagai akibat “pembunuhan pollitik, yang dapat
diklasifikasikan kedalam dosa besar, dosa kecil dan kafir. Wajar saja bila
kemudian persoalan-persoalan ini memenuhi wacana keislaman dalam berbagai
buku keagamaan saat itu. Pada gilirannya, timbul permasalahan yang
mengambil bentuk pertanyaan, “ dari manakah sumber perbuatan manusia,
tuhankah atau manusia itu sendiri?” Dari sini, lahirlah golonagan jabariyah
dan Qodariyah. Keseluruhan ilustrasi tersebut merupakan faktor-faotor yang
melahirkan ilmu kalam, yang semula di bangun oleh dua sekte yang ekstrem, yaitu syi’ah dan Khawarij.
Kemudian
pada awal abad VIII M., pemikiran teologi mengalami proses “pembaratan”
lewat hellenisasi didalam proses ini, daullah Abbasiyah menjadi tempat
pertemuan pertama antara islam dengan barat. Dengan demikian filsafat
yunani mulai dipergiunakan sebagai landasan pemikiran dalam pembahasan
dogma islam, yang pada awalnya dielaborasiakan dalam ilmu kalam. Semenjak
masa inilah pemikiran yunani mempengaruhi sebagian besar pemikiran dunia
islam terkemuka.
Dalam
upaya melihat perspektif teologi islam masa kini,hal ini dapat diuji lewat
beberapa fenomena yang dihadapi oleh kaum muslimin sebelum dan sesudah
proses hellenisasi. pertama, dari aspek bahan baku pembentuk teologi ( pra
abad VIII M). Dari sisi ini terlihat bahwa peristiwa politik yang empirit
dan konkrit merupakan bahan ramuan bagi penemuan teologi, yang kemudian
didialogkan dengan al-qur’an, sehingga teologi menemukan posturnya yang
khas yakni kalam. Namun trend itu telah berubah menjadi lebih supraempirit
dan metafisik serta logika sentris, karena pengaruh hellenisasi.
Kecenderungan baru yang demikian mewarnai pemikiran islam yang bercorak
logosentris hingga kini berdampak menimbulkan ketegangan terus-menerus
antara kecenderunagan tradisionalis dan esoterik.
Kedua,
dari segi terminologis, awalnya terdapat integralisme al-qur’an yang
digambarkan dan dilihat dari hipostatika yang terdiri dari ad-din (syara’)
dan kalam (teologi). Perkembangan kalam menjadi ushuluddin, ilmu tauhid,
ilmu aqidah dan ilmu syari’ah dilain pihak, secara tajam mengandung
pemikiran-pemikiran yang dengan paradigmanya masing-masing, melahirkan
kesimpulan yang kontradiktif dan antagonistik.
Terakhir,
dari sudut ilmu objek teologi memiliki keterkaitan terhadap
peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang konkrit (peristiwa pembunuhan
politi).peristiwa ini kemudian ditransformasikan kedalam al-Qur’an. Oleh
karena itu, teologi berangkat dari kenyataan empirik. Begitu hellenisasi
berlangsung berkembanglah fenomena yang berbeda. Sementara itu teologi
mengalami marginalisi dari urusan praktis dan konkret keurusan metafisik.
Aliran-aliran dalam berkembangnya teologi
Khawarij
Kata
khawarij adalah golongan yang memisahkan diri dari kelompok ‘Ali ibn Abi
al-Thalib sesudah terjadinya tahkim pada waktu perang siffin. Dalam
perkembangannya, aliran ini terpecah menjadi beberapa sekte. Setiap dekte
hampir sepakat mengatakan bahwa orang yang berbeda pendapat dengan mereka
adalah kafir.
Diantara
sekte Khawarij yang terkenal adalah al-Muhakkim. Menurut sekte ini, hukum
yang benar hanyalah hukum allah. Maka dari itu, mereka berpendapat bahwa
‘Ali, Mu’awiyah, ‘Amr ibn ‘Ash, dan Abu Musa al-Asy’ari telah berbuat salah
karena telah membuat keputusan diluar ketentuan alquran. Golongan ini
sangat gencar mempertahankan keyakinan mereka sehinga membunuh siapa saja
yang memjadi penentangnya. Mereka melakukan pembunuhan sampai mereka
sendiri terbunuh pula.
Selain
itu, terdapat sekte al-Azariyah yang dipelopori oleh Nafi’ ibn Azraq. Sekte
ini adalah yang paling besar diantara sekte yang ada. Keadaan ini terbukti
pada waktu terjadi perang antara ‘Abdullah ibn Zubayr dengan orang-orang
Mu’awiyah. Karena banyaknya pengikut sekte ini, ‘Abdullah ibn Zubayr
tepaksa menggunakan tentara sampai puluhan ribu orang. Akhirnya, semua
pengikut al-Azariqah yang ditemukan dibunuh.
Selain
itu, dalam khawarij tedapat pula sekte al-Najdah. Pada mulanya sekte ini
termasuk sekte al-Azariqah. Lalu, kelompok ini memisahkan diri dari sekte
al-Azariqah atas inisiatif Abu Fudayl dan pengikutnya kerena perbedaan
pendapat tetang hokum membunuh anak dan istri orang musyik. Sekte al-Najdah
inilah yang paling moderat kerena menurut mereka membunuh anak dan istri
orang kafir tidak dibolehkan.
Sekte
lain yang moderat pula adalah al-‘Ajaridah. Menurut sekte ini, hijrah
kewilayah kaum khawarij bukan kewajiban seperti yang dikatakan Nafi’,
tetapi adalah kebajikan dan harta musuh tidak semuanya boleh diambil
sebagai rampasan. Yanh boleh dirampas hanyalah harta musuh yang sudah mati.
Murjiah
Kata
Murjiah diambil dari kata arja’a yang berarti menunda, melambatkan, dan
mengemudiankan. Menurut Al-Syahrastani, kata arja’a juga berarti
mengharapkan . jadi murjiah bisa berarti aliran yang mengemudiankan amal
dari iman dan ada juga yang menunda persoalan dosa itu sampai hari kiaat.
Bisa pula Murjiah berarti suatu mazhab kalam yang mengharapkan agar
dosa-dosa itu diampuni dan ditukar oleh Tuhan dengan kebaikan.
Seperti
Khawarij, Murjiah juga muncul karena persoalan politik. Seteleh peristiwa
tahkim, pengikut ‘Ali tepecah menjadi dua golongan Syi’ah yang kuat
mendukung ‘Ali. Meski bermusuhan, kedua golongan ini sama-sama menentang
kekuasaan Bani Umayyah. Namun, jika khawarij menentang Mu’awiyah karena dia
dan pengikutnya telah menyimpan dari hokum allah, Syi’ah menentang
Mu’awiyah. Karena telah merampas kekuasaan ‘Ali.
Dalam
suasana pertentangan ini, lahirlah Murjiah sebagai golongan yang ingin
bersikap netral dan tidak mau ikut dalam kafir-mengkafirkan seperti yang
dilakukan kelompok yang bertentangan itu. Bagi Murjiah, kelompok ‘Ali, dan
Mu’awiyah masih dapat dipercaya. Oleh sebab itu, golongan ini tidak mau
mengeluarkan pendapat tentang siapa yang salah atau yang benar dan menunda
penyelesainnya pada hari kiammat.Golongan Murjiah dibagi ke dalam dua
kelompok besar, yaitu golongan moderat dan ekstrim
Jabbariyah
Kata
Jabbariyah berasal dari jabara yang berarti memaksa. Ali Mudhafir
mengartikan jabbara dengan alzamahu fi fi’lih, berkewajiban dalam
pekerjaan. Bila dilihat kedudukan sebagai ciptaan Tuhan orang itu tidak
mempunyai wewenang apa-apa. Ia berbuat hanya mengikuti perintah Tuhan.
Inilah yang disebut sikap pasrah(jabr).
Dalam
sejarah, aliran Jabbariyah dimunculkan pertama sekali oleh Ja’d ibn Dirham,
dan dikembangkan oleh Jahm ibn Shafwan. Bibit aliran ini sudah ada semenjak
masa sahabat , tetapi berkembang pada masa tabiin. Aliran ini ada yang
bersifat ekstrim dan ada yang moderat.
Qadariyyah
Kata
Qadariyyah berasal dari qadara yang berarti berkuasa. Maksud berkuasa
adalah mempunyai kekuasaan (qudrah). Tuhan disebut qadir karena Dia
mempunyai qudrah yang sangat besar dan dahsyat. Manusia bisa berbuat karena
dalam dirinya juga terdapat qudrah.
Seperti
Jabbariyah, Qadariyah juga mencurahkan perhatian kepada perbuatan Allah dan
perbuatan manusia. Tidak banyak diketahui, kapan dan bagaimana Qadariyah
muncul di dunia islam.Menurut pendapat sebagian ahli ilmu kalam, orang
pertama membawa paham Qadariyah adalahMa’bad al-Juhani (w. 80 H /899 M) dan
Ghaylan al-Dimasyqi (w. 105 H /722 M).
Menurut
dua tokoh ini, manusia berkuasa atas perbuatannya, mempunyai kebebasan
dalam menentukan perjalanan hidupnya, dan mempunyai kekuatan sendiri untuk
mewujudkan perbuatannya. Jadi disini tidak ada campur tangan Tuhan pada
waktu manusia berbuat atau memilih untuk tidak berbuat, tidak terdapat
paham bahwa nasib manusia telah ditentukan telebih dahulu, dan manusia
bertindak menurut aturan yang ditentukan semenjak azali. Tetapi paham yang
ada ialah manusia merdeka dalam tingkah lakunya, berbuat atas kehendak dan
kemauan sendiri.
Mu’tazilah
Kata
Mu’tazilah berasal dari kata i’tazala dengan makna (naha’an) yang berarti
menjauhkan atau memisahkan diri dari sesuatu. Kata ini kemudian menjadi
nama suatu aliran dalam ilmu kalam yang umumnya para sarjana menyebutnya
sebagai Mu’tazilah berdasarkan peristiwa yang terjadi antara Washil ibn ‘Atha’ (80 H/699 M-131 H/748
M) dan ‘Amr ibn ‘Ubayd dengan al-Hasan al-Bashri. Dalam majelis pengajian
al-Hasan al-Bashri muncul pertanyaan tentang kedudukan orang yang berdosa
besar. Ketika al-Hasan al-Bashri berpikir, Washil berkata bahwa orang yang
berdosa besar bukan;ah mukmin dan juga bukan kafir, tetapi berada diantara
dua posisi yang istilahnya al-manzilah bayn al-manzilatayn.
Dari
Uraian diatas dapat dipahami bahwa pemimpin tertua yang mengembangkan paham
Mu’tazilah adalah Washil ibn ‘Atha’
Asy’ariyyah
Aliran
Asy’ariyyah muncul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah. Banyak alasan
yang dikemukakan orang, mengapa al-Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah. Alasan
paling kuat adalah karena al-Asy’ari memperhatikan kepentingan umat yang
saat itu sudah pecah. Akibat dari mihnah, dilanjutkan dengan pembatalan
Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara, kebanyakan muslim tidak lagi
menganggap Mu’tazilah, keadaan sekarang menjadi tebalik. Ibn Hanbal dan
pengikutnya menjadi lebih dekat dengan penguasa, sedangkan Mu’tazilah
menjadi jauh dari penguasa. Aliran Mu’tazilah yang minoritas dan telah
ditinggalkan oleh penganutnya tidak mungkin lagi dipertahankan oleh
al-Asy’ari. Padahal, saat itu tidak ada lagi aliran teologi islam lainn
yang teratur sebagai ganti pegangan umat. Kiranya inilah motivasi
al-Asy’ari untuk membentuk teologi islam baru setelah puluhan tahun
menganut paham Mu’tazilah.
Jadi
al-Asy’ari adalah peletak dasar aliran Asy’ariyah, tetapi aliran ini
berkembang ditangan murid-muridnya. Salah satu muridnya yang terkenal
adalah Muhammad ibn Thayyib ibn Muhammad Abu Bakr al-Baqillani (w. 403
H/1013 M). Ia tidak belajar langsung kepada al-Asy’ari. Pemikiran
al-Asy’ari dipelajari dan diambilnya dari al-Bahili dan ibn Mujahid.
Maturdiyyah
Seperti
Asy’ariyah, Maturdiyah juga muncul sebagai reaksi terhadap pemikiran
Mu’tazilah. Sebenarnya aliran ini terdiri atas dua kelompok, yaitu
maturdiyyah yang berkembang di Samarkkand yang dibawa oleh Abu Mansyur
al-Maturidi (w. 333 H/944 M), dan Maturidiyyah yang berkembang di Bukhara
yang dibawa oleh al-Bazdawi (421-493 H). Seperti Asy’ariyah, aliran ini
juga banyak memakai Alquran dan sunah nabi sebagai argumen dalam pemikiran
kalam mereka. Oleh sebeb itu, ketiga golongan ini (Asy’ariyyah, Maturdiyyah
Samarkand dan Maturdiyyah Bukhara) disebut sebagai aliran Ahl al-Sunnah wa
al-Jama’ah.
Sains medern dan al-qur’an menuju rekonstruksi
teologi sosial.
Al-Qur’an
merupakan objek pembahasan sains dikalangan muslim yang melahirkan ilmu
kalam. Kelahiran ilmu ini berpangkal pada kerangka pemikiran (logika)
deduktif dari teks al-qur’an, yang berada ditengah-tengah perbedaan tajam
antara pemikiran yang meletakkan alquran sebagai makhluk (empirisisme
klasik) dan pemikiran yang diletakkan pada logika bahwa alqur’an bukan
makhluk (normativisme klasik). Teologi lahir dari kenyataan empirik yakni
pembunuhan politik yang membentuk situasi pada saat itu dikaitkan dengan
teks al-qur’an. Teks alqur’an dalam kesadaran modern berbeda dengan
interpretasi klasik, karena penafsiran terhadap alqur’an pada hakekatnya
merupakan penyingkapan sebuah maksud yang lebih substansial dalam
menjembatani distansi dan perbedaan-perbedaan realitas budaya.
Al-qur’an
dilihat dari susunan bahasanya sebenarnya sebagai sebuah pengungkapan makna
substansi ajaran dari Allah tetapi dipergunakan susunan bahasa yang
dimengerti oleh masyarakat arab yang bersifat relatif dan sederhana situasi
pada saat itu. Proses penafsiran ilmiayah yang dari teks ke realitas sosial
tidak dapat dilepaskan dari proses berteologi dibantu dengan ilmu atau
sains modern. Hubungan teologi dengan sains dilihat dalam kerangka
distingsi (antara dunia manusiawi dengan dunia illahi). Dengan kata lain
berteologi adalah suatu proses penafsiran yang datang dari kesadaran yang
bercorak apriori sehingga mampu menalarkan secara empirik dan konkrit dalam
situasi kemanusiaan yang ada.
Teologi
sebagai ilmu yang membahas soal ketuhanan dan kewajiban-kewajiban manusia
terhadap tuhan, memakai akal dan wahyu dalam proses pengetahuan tentang
kedua soal tersebut. Akal sebagai daya berpikir yang ada dalam diri
manusia, berusaha keras untuk sampai kepada diri tuhan, dan wahyu sebagai
pengkhabaran dari alam metafisika turun kepada manjusia dengan keterangan
tentang tuhan dan kewajiban manusia terhadap tuhan.
Allah
menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, dengan memberikan
fitrah untuk berma’rifatullah ( mengenal allah). Seperti yang terkandung
pada ayat al-qur’an dalam surat Ar-rum ayat 30. yang artinya: itulah fitrah
allah yang telah Dia ciptakan manusia atas dasar fitrah itu dan tidak
mungkin mengalami perubahan bagi Allah.
Selaras dengan penjelasan sebelumnya bahwa
tauhid kepada allah sebagai pengaruh mutlak dan berperan besar dalam
pembinaan umat manusia. Karena itu alqur’an menyampaikannya dengan ungkapan
yang beragam sehingga dapat dipahami secara benar. Diantaranya ialah bahwa
setiap kejadian dialam ini terwujud dengan izin, masyi’ah, kehendak, qodho,
qodar dan keadilan allah.
Kajian Teologi
Akal dan Wahyu
Akal
dan Wahyu merupakan dasar dan menjadi tolak ukur dalam menganalisa dan
menilai setiap persoalan kalam. Dalam teologi islam, akal dan wahyu
dihubungkan dengan persoalan mengetahui Tuhan dsan persoalan baik dan
jahat. Persoalan pertama berkembang menjadi mengetahui Tuhan dan wajibnya
mengetahui Tuhan. Persoalan kedua berkembang menjadi mengetahui baik dan
jahat dan mengetahui wajib mengerjakan yang baik dan menjauhi yang jahat.
Iman Dan Kufur
Iman
dan kufur adalah dua istilah yang berlainan. Bila iman diartikan dengan
kepercayaan, kufur berarti ketidakpercayaa. Dalam Alqaran kata iman dan
kufur cukup banyak dijumpai dan sebagian ayat itu menunjukkan tanda apakah
seorang itu sudah beriman dengan benara atau tidak. Yang ditekankan dalam
pembahasan ini adalah bukan kepada siapa yang beriman dan siapa yang tidak
beriman. Tetapi ditekankan kepada apa konsep iman bagi masing-masing mazhab
teologi islam.
Sifat-Sifat Tuhan
Dalam
berbagai buku tentang teologi islam, pembicaraan tentang sifat-sifat Tuhan
banyak melibatkan aliran Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan Maturdiniyyah.
Perbedaan pendapat antara aliran tersebut sangat tajam. Di satu sisi,
Mu’tazilah mengatakan bahwa Tuhan tidak bersifat.Di sisi lain, Asy’ariyah
dan Maturdiniyyah mengatakan bahwa Tuhan niscaya bersifat.
Perbuatan Allah dan Perbuatan Manusia
Umat
islam meyakini bahwa alam ini adalah ciptaan tuhan. keyakinan ini merupakan
suatu penjelmaan dari ketundukan manusia kepada tuhan bahwa tiada pencipta
selain allah (la khaliqa illa Allah). Semua ini ada hanya karena dia.
Perenyataan ini menunjukkan bahwa Allah mahakuasa. Dia juga maha kuasa
dalam berkehendak dalam melaksanakan perbuatan manusia. Namun disisi lain,
manusia juga mempunyai kehendak dan kemampuan untuk mewujudkan perbuatannya
sendiri.
PENUTUP
Pertama, Secara harfiyah, ilmju teologi berarti
ilmu tentang Tuhan. Arti istilah ini adalah “mengetahui” Tuhan dengan akal
secara teoritik dan sistematik. Kedua, Setelah timbulnya persoalan khilafah
yang kemudian berkembang menjadi persoalan agama lahirlah berbagai mazhab
kalam dengan latar belakang yang berbeda. Diantaranya Khawarij,
Murjiah,Jabbariyyah, Qadariyyah, Mu’tazilah, Asy’ariyyah, Maturidiyyah.
Ketiga, Sains modern dan Al-Qur’an menuju
rekonstruksi teologi soaial diantaranya membahas tentang akal, wahyu,
ketauhidan, qadha,qadhar dan keadilan Allah. Keempat, Dalam kajian teologi
membahas akal dan wahyu, iman dan kufur, sifat-sifat tuhan, dan perbuatan
Allah dan perbuatan manusia.
PUSTAKA
Rusyd, Ibnu
,Perdebatan Utama Teologi Islam, Jakarta: Erlangga, 2006
Nasution, Harun ,Teologi Islam, Jakarta:
Universitas Indonesia, 2002 Machasin,
Islam Teologi Aplikatif, Yogyakarta: Pustaka Alif, 2003 Chumaidi
Syarif Romas, Teologi Islam Kontemporer, Yogyakarta: Pt. Tiara Wacana
Yogya, 2000
|