A. Pengertian
Produksi
Dr.
Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam bahasa
Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu
sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi
istikhdami muzayyajin min ‘anashir alintaj dhamina itharu zamanin
muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan
pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang
terbatas).
Produksi
menurut Kahf mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam
sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik
materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan
hidup sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia dan
akhirat.
Dari
dua pengertian diatas produksi dimaksudkan untuk mewujudkan suatu barang
dan jasa yang digunakan tidak hanya untuk kebutuhan fisik tetapi juga untuk
memenuhi kebutuhan non fisik, dalam artian yang lain produksi dimaksudkan
untuk menciptakan mashlahah bukan hanya menciptakan materi.
Produksi
adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah
bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya,
sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia
dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat
dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli
dan mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif).
Memindahkannya
dari tempat yang tidak membutuhkan ke tempat yang membutuhkannya, atau
menjaganya dengan cara menyimpan agar bisa dimanfaatkan di masa yang akan
datang atau mengolahnya dengan memasukkan bahan-bahan tertentu, menutupi
kebutuhan tertentu, atau mengubahnya dari satu bentuk menjadi bentuk yang
lainnya dengan melakukan sterilisasi, pemintalan, pengukiran, atau
penggilingan, dan sebagainya. Atau mencampurnya dengan cara tertentu agar menjadi
sesuatu yang baru.
Tujuan Produksi
Dalam
konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk
memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam
ekonomi konvensional, tujuan produksi dalam islam yaitu memberikan
Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
Walaupun
dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah,
memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan
hukum islam. Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan keuntungan ditambah
dengan berkah.
Keuntungan
bagi seorang produsen biasannya adalah laba (profit), yang diperoleh
setelah dikurangi oleh faktor-faktor produksi. Sedangkan berkah berwujud
segala hal yang memberikan kebaikan dan manfaat bagi rodusen sendiri dan
manusia secara keseluruhan.
Keberkahan
ini dapat dicapai jika produsen menerapkan prinsip dan nilai islam dalam
kegiatan produksinnya. Dalam upaya mencari berkah dalam jangka pendek akan
menurunkan keuntungan (karena adannya biaya berkah), tetapi dalam jangka
panjang kemungkinan justru akan meningkatkan keuntungan, kerena meningkatnya
permintaan.
Berkah
merupakan komponen penting dalam mashlahah. Oleh karena itu, bagaimanapun
dan seperti apapun pengklasifikasiannya, berkah harus dimasukkan dalam
input produksi, sebab berkah mempunyai andil (share) nyata dalam membentuk
output.
Berkah
yang dimasukkan dalam input produksi meliputi bahan baku yang dipergunakan
untuk proses produksi harus memiliki kebaikan dan manfaat baik dimasa
sekarang maupun dimasa mendatang. Penggunaan bahan baku yang ilegal (tanpa
izin) baik itu dari hasil illegal logging, maupun penggunaan bahan baku
yang tanpa batas dalam penggunaannya dalam jangka waktu pendek mungkin akan
memiliki nilai manfaat yang baik(pendistribusian baik), tetapi dalam jangka
waktu panjang akan menimbulkan masalah. Sebagai contoh penggunaan bahan
baku dari ilegal logging dalam jangka panjang akan menimbulkan berbagai
bencana, dan akan memberikan nilai mudharat kepada para penerus generasi
selanjutnya.
B. Faktor
Produksi
Dalam
pandangan Baqir Sadr (1979), ilmu ekonomi dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu:
Perbedaan
ekonomi islam dengan ekonomi konvesional terletak pada filosofi ekonomi,
bukan pada ilmu ekonominya. Filosofi ekonomi memberikan pemikiran dengan
nilai-nilai islam dan batasan-batasan syariah, sedangkan ilmu ekonomi berisi
alat-alat analisis ekonomi yang dapat digunakan.
Dengan
kata lain, factor produksi ekonomi islam dengan ekonomi konvesional
tidakberbeda, yang secara umum dapat dinyatakan dalam :
a.
|
Faktor produksi tenaga kerja
|
b.
|
Faktor produksi bahan baku dan bahan penolong
|
c.
|
Faktor produksi modal
|
Di
antara ketiga factor produksi, factor produksi modal yang memerlukan
perhatian khusus karena dalam ekonomi konvesional diberlakukan system
bunga. Pengenaan bunga terhadap modal ternyata membawa dampak yang luas
bagi tingkat efisiansi produksi. ‘Abdul-Mannan mengeluarkan modal dari
faktor produksi perbedaan ini timbul karena salah satu da antara dua
persoalan berikut ini: ketidakjelasan anttara faktor-faktor yang terakhir
dan faktor-faktor antara, atau apakah kita menganggap modal sebagai buruh
yang diakumulasikan, perbedaan ini semakin tajam karena kegagalan dalam
memadukan larangan bunga(riba) dalam islam dengan peran besar yang
dimainkan oleh modal dalam produksi.
Kegagalan
ini disebabkan oleh adannya prakonseps kapitalis yang menyatakan bahwa
bunga adalah harga modal yang ada dibalik pikiran sejumlah penulis. Negara
merupakan faktor penting dalam produksi, yakni melalui pembelanjaannya yang
akan mampu meningkatkan produksi dan melalui pajaknya akan dapat melemahkan
produksi.
Pemerintah
akan membangun pasar terbesar untuk barang dan jasa yang merupakan sumber
utama bagi semua pembangunan. Penurunan belanja negara tidak hanya
menyebabkan kegiatan usaha menjadi sepi dan menurunnya keuntungan, tetapi
juga mengakibatkan penurunan dalam penerimaan pajak. Semakin besar belanja
pemerintah, semakin baik perekonomian karena belanja yang tinggi
memungkinkan pemerintah untuk melakukan hal-hal yang dibutuhkan bagi
penduduk dan menjamin stabilitas hukum, peraturan, dan politik. Oleh karena
itu, untuk mempercepat pembangunan kota, pemerintah harus berada dekat
dengan masyarakat dan mensubsidi modal bagi mereka seperti layaknya air
sungai yang membuat hijau dan mengaliri tanah di sekitarnya, sementara di
kejauhan segalanya tetap kering.
Faktor
terpenting untuk prospek usaha adalah meringankan seringan mungkin beban
pajak bagi pengusaha untuk menggairahkan kegiatan bisnis dengan menjamin
keuntungan yang lebih besar (setelah pajak). Pajak dan bea cukai yang
ringan akan membuat rakyat memiliki dorongan untuk lebih aktif berusaha
sehingga bisnis akan mengalami kemajuan. Pajak yang rendah akan membawa
kepuasan yang lebih besar bagi rakyat dan berdampak kepada penerimaan pajak
yang meningkat secara total dari keseluruhan penghitungan pajak.
Produksi
Dengan Tekhnologi Konstan
Konsep
produksi yang sesuai dengan nilai islam adalah konsep yang menganggap bahwa
tekhnologi berproduksi adalah konstan, tekhnologi yang memanfaatkan
sumberdaya manusia sedemikian rupa sehingga manusia mampu meningkatkan
harkat kemanusiaannya. Permasalahan produksi bukanlah mencari tekhnologi
berproduksi sedemikian rupa sehingga memberikan keuntungan maksimum,
melainkan mencari jenis output apa, dari berbagai kebutuhan manusia, yang
bisa di produksi dengan tekhnologi yang sudah ada sehinga memperoleh
mashlahah maksimum.
C. Pola
Produksi
Berdasarkan
pertimbangan kemashlahatan (altruistic considerations) itulah, menurut
Muhammad Abdul Mannan, pertimbangan perilaku produksi tidak semata-mata
didasarkan pada permintaan pasar (given demand conditions). Kurva
permintaan pasar tidak dapat memberikan data sebagai landasan bagi suatu
perusahaan dalam mengambil keputusan tentang kuantitas produksi. Sebaliknya
dalam sistem konvensional, perusalas arikan kebebasan untuk berproduksi,
namun cenderung terkonsentrasi pada output yang menjadi permintaan pasar
(effective demand), sehingga dapat menjadikan kebutuhan riil masyarakat
terabaikan.
Dari
sudut pandang fungsional, produksi atau proses pabrikasi (manufacturing)
merupakan suatu aktivitas fungsional yang dilakukan oleh setiap perusahaan
untuk menciptakan suatu barang atau jasa sehingga dapat mencapai nilai
tambah (value added). Dari fungsinya demikian, produksi meliputi aktivitas
produksi sebagai berikut; apa yang diproduksi, berapa kuantitas produksi,
kapan produksi dilakukan, mengapa suatu produk diproduksi, bagaimana proses
produksi dilakukan dan siapa yang memproduksi?
Berikut
akan dijelaskan sekilas mengenai ketujuh aktivitas produksi.
1.
|
Apa yang diproduksi
|
|
Terdapat dua pertimbangan yang mendasari
pilihan jenis dan macam suatu produk yang akan diproduksi; ada kebutuhan
yang harus dipenuhi masyarakat (primer, sekunder, tertier) dan ada
manfaat positif bagi perusahan dan masyarakat (harus memenuhi kategori
etis dan ekonomi)
|
2.
|
Berapa kuantitas yang diproduksi; bergantung
kepada motif dan resiko
|
3.
|
Jumlah produksi di pengaruhi dua faktor;
intern dan ekstern; faktor intern meliputi sarana dan prasarana yang
dimiliki perusahan, faktor modal, faktor SDM, faktor sumber daya lainnya.
Adapun faktor ekstern meliputi adanya jumlah kebutuhan masyarakat,
kebutuhan ekonomi, market share yang dimasuki dan dikuasai, pembatasan
hukum dan regulasi.
|
|
|
3. Kapan
produksi dilakukan Penetapan waktu produksi, apakah akan mengatasi
kebutuhan eksternal atau menunggu tingkat kesiapan perusahaan.
4. Mengapa
suatu produk diproduksi
1.
|
Alasan ekonomi
|
2.
|
Alasan kemanusiaan
|
3.
|
Alasan politik
|
5. Dimana
produksi itu dilakukan
1.
|
Kemudahan memperoleh suplier bahan - alat-alat
produksi
|
2.
|
Murahnya sumber-sumber ekonomi
|
3.
|
Akses pasar yang efektif dan efisien
|
4.
|
Biaya-biaya lainnya yang efisien
|
6. Bagaimana
proses produksi dilakukan: input- proses – out put - out come
7. Siapa
yang memproduksi; negara, kelompok masyarakat, indovidu
Dengan
demikian masalah barang apa yang harus diproduksi (what), berapa jumlahnya
(how much), bagaimana memproduksi (how), untuk siapa produksi tersebut (for
whom), yang merupakan pertanyaan umum dalam teori produksi tentu saja
merujuk pada motifasi-motifasi Islam dalam produksi.
D. Etika
Produksi
Etika
sebagai praktis berarti : nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh
dipraktikan atau justru tidak dipraktikan, walaupun seharusnya
dipraktikkan. Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika
sebagai refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya
tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Secara
filosofi etika memiliki arti yang luas sebagai pengkajian moralitas.
Terdapat tiga bidang dengan fungsi dan perwujudannya yaitu etika deskriptif
(descriptive ethics), dalam konteks ini secara normatif menjelaskan
pengalaman moral secara deskriptif berusaha untuk mengetahui motivasi,
kemauan dan tujuan sesuatu tindakan dalam tingkah laku manusia. Kedua,
etika normatif (normative ethics), yang berusaha menjelaskan mengapa
manusia bertindak seperti yang mereka lakukan, dan apakah prinsip-prinsip
dari kehidupan manusia. Ketiga, metaetika (metaethics), yang berusaha untuk
memberikan arti istilah dan bahasa yang dipakai dalam pembicaraan etika,
serta cara berfikir yang dipakai untuk membenarkan pernyataan-pernyataan
etika. Metaetika mempertanyakan makna yang dikandung oleh istilah-istilah
kesusilaan yang dipakai untuk membuat tanggapan-tanggapan kesusilaan.
Apa
yang mendasari para pengambil keputusan yang berperan untuk pengambilan
keputusan yang tak pantas dalam bekerja? Para manajer menunjuk pada tingkah
laku dari atasan-atasan mereka dan sifat alami kebijakan organisasi
mengenai pelanggaran etika atau moral. Karenanya kita berasumsi bahwa suatu
organisasi etis, merasa terikat dan dapat mendirikan beberapa struktur yang
memeriksa prosedur untuk mendorong oragnisasi ke arah etika dan moral
bisnis. Organisasi memiliki kode-kode sebagai alat etika perusahaan secara
umum. Tetapi timbul pertanyaan: dapatkah suatu organisasi mendorong tingkah
laku etis pada pihak manajerial-manajerial pembuat keputusan.
Jika
kita berbicara tentang nilai dan akhlak dalam ekonomi dan mu’amalah Islam,
maka tampak secara jelas di hadapan kita empat nilai utama,yaitu:
Rabbaniyah (Ketuhanan), Akhlak, Kemanusiaan dan Pertengahan. Nilai-nilai
ini menggambarkan kekhasan (keunikan) yang utama bagi ekonomi Islam, bahkan
dalam kenyataannya merupakan kekhasan yang bersifat menyeluruh yang tampak
jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran Islam. Makna dan
nilai-nilai pokok yang empat ini memiliki cabang, buah, dan dampak bagi
seluruh segi ekonomi dan muamalah Islamiah di bidang harta berupa produksi,
konsumsi, sirkulasi, dan distribusi10. Raafik Isaa Beekun dalam bukunya
yang berjudul Islamic Bussines Ethics menyebutkan paling tidak ada sejumlah
parameter kunci system etika Islam yang dapat dirangkum sbb:
a.
|
Berbagai tindakan ataupun keputusan disebut
etis bergantung pada niat individu yang melakukannya. Allah Maha Kuasa an
mengetahui apapun niat kita sepenuhnya secara sempurna.
|
b.
|
Niat baik yang diikuti tindakan yang baik akan
dihitung sebagai ibadah. Niat yang halal tidak dapat mengubah tindakan
yang haram menjadi halal.
|
c.
|
Islammemberikan kebebasan kepada individu
untuk percaya dan bertindakberdasarkan apapun keinginannya, namun tidak
dalam hal tanggungjawab keadilan.
|
d.
|
Percaya kepada Allah SWT memberi individu
kebebasan sepenuhnya dari hal apapun atau siapapun kecuali Allah.
|
e.
|
Keputusan yang menguntungkan kelompok
mamyoritas ataupun minoritas secara langsung bersifat etis dalam
dirinya.etis bukanlahpermainan mengenai jumlah.
|
f.
|
Islam mempergunakan pendekatan terbuka
terhadap etika, bukan sebagai system yang tertutup, dan berorientasi diri
sendiri.Egoisme tidak mendapat tempat dalam ajaran Islam.
|
g.
|
Keputusan etis harus didasarkan pada pembacaan
secara bersama-sama antara Al-Qur’an danalam semesta.
|
h.
|
Tidak seperti system etika yang diyakini
banyak agama lain, Islam mendorong umat manusia untuk melaksanakan
tazkiyah melalui partisipasi aktif dalam kehidupan ini. Dengan berprilaku
secara etis di tengah godaan ujian dunia, kaum Muslim harus mampu
membuktikan ketaatannya kepada Allah SWT.
|
|
|
KESIMPULAN
Produksi
adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan materi. Maksudnya adalah
bahwa manusia mengolah materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya,
sehingga materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia
dalam “memproduksi” tidak sampai pada merubah substansi benda. Yang dapat
dilakukan manusia berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli
dan mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif).
Dalam
konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk
memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam
ekonomi konvensional, tujuan produksi dalam islam yaitu memberikan
Mashlahah yang maksimum bagi konsumen.
Walaupun
dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah,
memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan
hukum islam. Dalam konsep mashlahah dirumuskan dengan keuntungan ditambah
dengan berkah.
|