Sejarah dan karomah
Hijrah
atau berkelana bisa jadi merupakan sarana paling efektif untuk menemukan
jati diri. Tak terkecuali Imam Syadzili. Orang yang lebih dikenal sebagai
sufi agung pendiri thariqah Syadziliyah ini juga menapaki masa hijrah dan
berkelana.
Asal
muasal beliau ingin mencari jalan thariqah adalah ketika masuk negara Tunis
sufi besar ini ingin bertemu dengan para syekh yang ada di negeri itu. Di
antara Syekh-syekh yang bisa membuat hatinya mantap dan berkenan adalah Syekh
Abi Said al-Baji. Keistimewaan syekh ini adalah sebelum Abu al-Hasan
berbicara mengutarakannya, dia telah mengetahui isi hatinya. Akhirnya Abu
al-Hasan mantap bahwa dia adalah seorang wali. Selanjutnya dia berguru dan
menimba ilmu darinya. Dari situ, mulailah Syekh Abu al-Hasan menekuni ilmu
thariqah.
Beliau
pernah berguru pada Syeikh Ibnu Basyisy dan kemudian mendirikan tarekat
yang dikenal dengan Tariqat Syaziliyyah di Mesir.
Untuk
menekuni tekad ini, beliau bertandang ke berbagai negara, baik negara
kawasan timur maupun negara kawasan barat. Setiap derap langkahnya, hatinya
selalu bertanya, Di tempat mana aku bisa menjumpai seorang syekh
(mursyid)?. Memang benar, seorang murid dalam langkahnya untuk sampai dekat
kepada Allah itu bagaikan kapal yang mengarungi lautan luas. Apakah kapal
tersebut bisa berjalan dengan baik tanpa seorang nahkoda (mursyid). Dan
inilah yang dialami oleh syekh Abu al-Hasan.
Dalam
pengembaraannya Imam Syadzili akhirnya sampai di Iraq, yaitu kawasan
orang-orang sufi dan orang-orang shalih. Di Iraq beliau bertemu dengan
Syekh Shalih Abi al-Fath al-Wasithi, yaitu syekh yang paling berkesan dalam
hatinya dibandingkan dengan syekh di Iraq lainnya. Syekh Abu al-Fath
berkata kepada Syekh Abu al-Hasan, Hai Abu al-Hasan engkau ini mencari Wali
Qutb di sini, padahal dia berada di negaramu? kembalilah, maka kamu akan
menemukannya.
Akhirnya,
beliau kembali lagi ke Maroko, dan bertemu denganSyekh al-Shiddiq al-Qutb
al-Ghauts Abi Muhammad Abdussalam bin Masyisy al-Syarif al-Hasani. Syekh tersebut
tinggal di puncak gunung.
Sebelum
menemuinya, beliau membersihkan badan (mandi) di bawah gunung dan beliau
datang laksana orang hina dina dan penuh dosa. Sebelum beliau naik gunung
ternyata Syekh Abdussalam telah turun menemuinya dan berkata, Selamat
datang wahai Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar. Begitu sambutan syekh
tersebut sembari menuturkan nasabnya sampai Rasulullah SAW. Kemudia dia
berkata, Kamu datang kepadaku laksana orang yang hina dina dan merasa tidak
mempunyai amal baik, maka bersamaku kamu akan memperoleh kekayaan dunia dan
akhirat.
Akhirnya
beliau tinggal bersamanya untuk beberapa hari, sampai hatinya mendapatkan
pancaran ilahi. Selama bersama Syekh Abdussalam, beliau melihat beberapa
keramat yang dimilikinya. Pertemuan antara Syekh Abdussalam dan Syekh Abu
al-Hasan benar-benar merupakan pertemuan antara mursyid dan murid, atau
antara muwarrits dan waarits. Banyak sekali futuhat ilahiyyah yang
diperoleh Syekh Abu al-Hasan dari guru agung ini.
Di
antara wasiat Syekh Abdussalam kepada Syadzili adalah, Pertajam penglihatan
keimanan, maka kamu akan menemukan Allah pada setiap sesuatu.
Tentang nama Syadzili
Kalau
dirunut nasab maupun tempat kelahiran syekh agung ini, tidak didapati
sebuah nama yang memungkinkan ia dinamakan Syadzali. Dan memang, nama
tersebut adalah nama yang dia peroleh dalam perjalanan ruhaniah.
Dalam
hal ini Abul Hasan sendiri bercerita : Ketika saya duduk di hadapan Syekh,
di dalam ruang kecil, di sampingku ada anak kecil. Di dalam hatiku
terbersit ingin tanya kepada Syekh tentang nama Allah. Akan tetapi, anak
kecil tadi mendatangiku dan tangannya memegang kerah bajuku, lalu berkata,
Wahai, Abu alHasan, kamu ingin bertanya kepada Syekh tentang nama Allah,
padahal sesungguhnya kamu adalah nama yang kamu cari, maksudnya nama Allah
telah berada dalam hatimu. Akhirnya Syekh tersenyum dan berkata, Dia telah
menjawab pertanyaanmu.
Selanjutnya
Syekh Abdussalam memerintahkan Abu al-Hasan untuk pergi ke daerah
Afriqiyyah tepatnya di daerah bernama Syadzilah, karena Allah akan
menyebutnya dengan nama Syadzili padahal pada waktu itu Abu al-Hasan belum
di kenal dengan nama tersebut-.
Sebelum
berangkat Abu al-Hasan meminta wasiat kepada Syekh, kemudian dia berkata,
Ingatlah Allah, bersihkan lidah dan hatimu dari segala yang mengotori nama
Allah, jagalah anggota badanmu dari maksiat, kerjakanlah amal wajib, maka
kamu akan memperoleh derajat kewalian. Ingatlah akan kewajibanmu terhadap
Allah, maka kamu akan memperoleh derajat orang yang wara. Kemudian
berdoalah kepada Allah dengan doa, Allahumma arihnii min dzikrihim wa minal
awaaridhi min qibalihim wanajjinii min syarrihim wa aghninii bi khairika an
khairihim wa tawallanii bil khushuushiyyati min bainihim innaka alaa kulli
syaiin qadiir.
Selanjutnya
sesuai petunjuk tersebut, Syekh Abu al-Hasan berangkat ke daerah tersebut
untuk mengetahui rahasia yang telah dikatakan kepadanya. Dalam perjalanan
ruhaniah kali ini dia banyak mendapat cobaan sebagaimana cobaan yang telah
dialami oleh para wali-wali pilihan. Akan tetapi dengan cobaan tersebut
justru semakin menambah tingkat keimanannya dan hatinya semakin jernih.
Sesampainya
di Syadzilah, yaitu daerah dekat Tunis, dia bersama kawan-kawan dan
muridnya menuju gua yang berada di Gunung Zafaran untuk munajat dan
beribadah kepada Allah SWT. Selama beribadah di tempat tersebut salah satu
muridnya mengetahui bahwa Syekh Abu al-Hasan banyak memiliki keramat dan
tingkat ibadahnya sudah mencapai tingkatan yang tinggi.
Pada
akhir munajat-nya ada bisikan suara , Wahai Abu al-Hasan turunlah dan
bergaul-lah bersama orang-orang, maka mereka akan dapat mengambil manfaat
darimu, kemudian beliau berkata: Ya Allah, mengapa Engkau perintahkan aku
untuk bergaul bersama mereka, saya tidak mampu kemudian dijawab: Sudahlah,
turun Insya Allah kamu akan selamat dan kamu tidak akan mendapat celaan
dari mereka kemudian beliau berkata lagi: Kalau aku bersama mereka, apakah
aku nanti makan dari dirham mereka? Suara itu kembali menjawab :
Bekerjalah, Aku Maha Kaya, kamu akan memperoleh rizik dari usahamu juga dari
rizki yang Aku berikan secara gaib.
Dalam
dialog ilahiyah ini, dia bertanya kepada Allah, kenapa dia dinamakan
syadzili padahal dia bukan berasal dari syadzilah, kemudian Allah menjawab:
Aku tidak mnyebutmu dengan syadzili akan tetapi kamu adalah syadzdzuli,
artinya orang yang mengasingkan untuk ber-khidmat dan mencintaiku.
Imam Syadzali
menyebarkan Tariqah Syadzaliyyah
Dialog
ilahiyah yang sarat makna dan misi ini membuatnya semakin mantap menapaki
dunia tasawuf. Tugas selanjutnya adalah bergaul bersama masyarakat, berbaur
dengan kehidupan mereka, membimbing dan menyebarkan ajaran-ajaran Islam dan
ketenangan hidup. Dan Tunis adalah tempat yang dituju wali agung ini.
Di
Tunis Abul Hasan tinggal di Masjid al-Bilath. Di sekitar tempat tersebut
banyak para ulama dan para sufi. Di antara mereka adalah karibnya yang
bernama al-Jalil Sayyidi Abu al-Azaim, Syekh Abu al-Hasan al-Shaqli dan Abu
Abdillah al-Shabuni.
Popularitas
Syekh Abu al-Hasan semerbak harum di mana-mana. Aromanya sampai terdengar
di telinga Qadhi al-Jamaah Abu al-Qasim bin Barra. Namun aroma ini perlahan
membuatnya sesak dan gerah. Rasa iri dan hasud muncul di dalam hatinya. Dia
berusaha memadamkan popularitas sufi agung ini. Dia melaporkan kepada
Sultan Abi Zakaria, dengan tuduhan bahwa dia berasal dari golongan Fathimi.
Sultan
meresponnya dengan mengadakan pertemuan dan menghadirkan Syekh Abu al-Hasan
dan Qadhi Abul Qosim. Hadir di situ juga para pakar fiqh. Pertemuan
tersebut untuk menguji seberapa kemampuan Syekh Abu al-Hasan.
Banyak
pertanyaan yang dilontarkan demi menjatuhkan dan mempermalukan Abul Hasan
di depan umum. Namun, sebagaimana kata-kata mutiara Imam SyafiI, dalam
ujian, orang akan terhina atau bertambah mulia. Dan nyatanya bukan kehinaan
yang menimpa wali besar. Kemuliaan, keharuman nama justru semakin semerbak
memenuhi berbagai lapisan masyarakat.
Qadhi
Abul Qosim menjadi tersentak dan tertunduk malu. Bukan hanya karena
jawaban-jawaban as-Syadzili yang tepat dan bisa menepis semua tuduhan, tapi
pengakuan Sultan bahwa Syekh Abu al-Hasan adalah termasuk pemuka para wali.
Rasa iri dan dengki si Qadhi terhadap Syekh Abu al-Hasan semakin bertambah,
kemudian dia berusaha membujuk Sultan dan berkata: Jika tuan membiarkan
dia, maka penduduk Tunis akan menurunkanmu dari singgasana.
Ada
pengakuan kebenaran dalam hati, ada juga kekhawatiran akan lengser dari
singgasana. Sultan demi mementingkan urusan pribadi, menyuruh para ulama
fikih untuk keluar dari balairung dan menahan Syekh Abu al-Hasan untuk
dipenjara dalam istana.
Kabar
penahanan Syekh Abul Hasan mendorong salah seorang sahabatnya untuk
menjenguknya. Dengan penuh rasa prihatin si karib berkata, Orang-orang
membicarakanmu bahwa kamu telah melakukan ini dan itu. Sahabat tadi
menangis di depan Syekh Abu al-Hasan lalu dengan percaya diri dan
kemantapan yang tinggi, Syekh tersenyum manis dan berkata, Demi Allah,
andaikata aku tidak menggunakan adab syara maka aku akan keluar dari sini
seraya mengisyaratkan dengan jarinya-. Setiap jarinya mengisyaratkan ke
dinding maka dinding tersebut langsung terbelah, kemudian Syekh berkata
kepadaku: Ambilkan aku satu teko air, sajadah dan sampaikan salamku kepada
kawan-kawan. Katakan kepada mereka bahwa hanya sehari saja kita tidak
bertemu dan ketika shalat maghrib nanti kita akan bertemu lagi.
Al-Syeikh as-Syadzali
tiba di Mesir
Tunis,
kendatipun bisa dikatakan cikal bakal as-Syadzili menancapkan thariqah
Syadziliyah namun itu bukan persinggahan terakhirnya. Dari Tunis, Syekh Abu
al-Hasan menuju negara kawasan timur yaitu Iskandariah. Di sana dia bertemu
dengan Syekh Abi al-Abbas al-Mursi. Pertemuan dua Syekh tadi memang
benar-benar mencerminkan antara seorang mursyid dan murid.
Adapun
sebab mengapa Syekh pindah ke Mesir, beliau sendiri mengatakan, Aku
bermimpi bertemu baginda Nabi, beliau bersabda padaku : Hai Ali pergilah ke
Mesir untuk mendidik 40 orang yang benar-benar takut kepadaku.
Di
Iskandariah beliau menikah lalu dikarunia lima anak, tiga laki-laki, dan
dua perempuan. Semasa di Mesir beliau sangat membawa banyak berkah. Di sana
banyak ulama yang mengambil ilmu dari Syekh agung ini. Di antara mereka
adalah hakim tenar Izzuddin bin Abdus-Salam, Ibnu Daqiq al-Iid , Al-hafidz
al-Mundziri, Ibnu al-Hajib, Ibnu Sholah, Ibnu Usfur, dan yang lain-lain di
Madrasah al-Kamiliyyah yang terletak di jalan Al-muiz li Dinillah.
Diantara Karamah Imam
Syadzali
Pada
suatu ketika, Sultan Abi Zakaria dikejutkan dengan berita bahwa budak
perempuan yang paling disenangi dan paling dibanggakan terserang penyakit
langsung meninggal. Ketika mereka sedang sibuk memandikan budak itu untuk
kemudian dishalati, mereka lupa bara api yang masih menyala di dalam
gedung. Tanpa ampun bara api tadi melalap pakaian, perhiasan, harta
kekayaan, karpet dan kekayaan lainnya yang tidak bisa terhitung nilainya.
Sembari
merenung dan mengevaluasi kesalahan masa lalu, Sultan yang pernah menahan
Syekh Syadzili karena hasudan qadhi Abul Qosim tersadar bahwa
kejadian-kejadian ini karena sikap dia terhadap Syekh Abu al-Hasan. Dan
demi melepaskan kutukan ini saudara Sultan yang termasuk pengikut Syekh Abu
al-Hasan meminta maaf kepada Syekh, atas perlakuan Sultan kepadanya. Cerita
yang sama juga dialami Ibnu al-Barra. Ketika mati ia juga banyak mengalami
cobaan baik harta maupun agamanya.
Di
antara karomahnya adalah, Abul Hasan berkata, Ketika dalam suatu perjalanan
aku berkata, Wahai Tuhanku, kapankah aku bisa menjadi hamba yang banyak
bersyukur kepada-Mu?, kemudian beliau mendengar suara , Yaitu apabila kamu
berpendapat tidak ada orang yang diberi nikmat oleh Allah kecuali hanya
dirimu. Karena belum tahu maksud ungkapan itu aku bertanya, Wahai Tuhanku,
bagaimana saya bisa berpendapat seperti itu, padahal Engkau telah
memberikan nikmat-Mu kepada para Nabi, ulama dan para penguasa.
Suara
itu berkata kepadaku, Andaikata tidak ada para Nabi, maka kamu tidak akan
mendapat petunjuk, andaikata tidak ada para ulama, maka kamu tidak akan
menjadi orang yang taat dan andaikata tidak ada para penguasa, maka kamu
tidak akan memperoleh keamanan. Ketahuilah, semua itu nikmat yang Aku
berikan untukmu.
Di
antara karomah sudi agung ini adalah, ketika sebagian para pakar fiqh
menentang Hizib Bahr, Syekh Syadzili berkata, Demi Allah, saya mengambil
hizib tersebut langsung dari Rasulullah saw harfan bi harfin (setiap
huruf).
Di
antara karomah Syekh Syadzili adalah, pada suatu ketika dalam satu majlis
beliau menerangkan bab zuhud. Beliau waktu itu memakai pakaian yang bagus.
Ketika itu ada seorang miskin ikut dalam majlis tersebut dengan memakai
pakaian yang jelek. Dalam hati si miskin berkata, Bagaimana seorang Syekh
menerangkan bab zuhud sedangkan dia memakai pakaian seperti ini?,
sebenarnya sayalah orang yang zuhud di dunia.
Tiba-tiba
Syekh berpaling ke arah si miskin dan berkata, Pakaian kamu ini adalah
pakaian untuk menarik simpatik orang lain. Dengan pakaianmu itu orang akan
memanggilmu dengan panggilan orang miskin dan menaruh iba padamu.
Sebaliknya pakaianku ini akan disebut orang lain dengan pakaian orang kaya
dan terjaga dari meminta-minta.
Sadar
akan kekhilafannya, si miskin tadi beranjak berlari menuju Syekh Syadzili
seraya berkata, Demi Allah, saya mengatakan tadi hanya dalam hatiku saja
dan saya bertaubat kepada Allah, ampuni saya Syekh. Rupanya hati Syekh
terharu dan memberikan pakaian yang bagus kepada si miskin itu dan
menunjukkannya ke seorang guru yang bernama Ibnu ad Dahan. Kemudian syekh
berkata, Semoga Allah memberikan kasih sayang-Nya kepadamu melalui hati
orang-orang pilihan. Dan semoga hidupmu berkah dan mendapatkan khusnul
khatimah.
Imam Syadzali dan
kelimuan
Di
kota kelahirannya itu Syadzili pertama kali menghafal Alquran dan menerima
pelajaran ilmi-ilmu agama, termasuk mempelajari fikih madzhab Imam Malik.
Beliau berhasil memperoleh ilmu yang bersumber pada Alquran dan Sunnah
demikian juga ilmu yang bersumber dari akal yang jernih. Berkat ilmu yang
dimilikinya, banyak para ulama yang berguru kepadanya. Sebagian mereka ada
yang ingin menguji kepandaian Syekh Abu al-Hasan. Setelah diadakan dialog
ilmiah akhirnya mereka mengakui bahwa beliau mempunyai ilmu yang luas,
sehingga untuk menguras ilmunya seakan-akan merupakan hal yang cukup susah.
Memang sebelum beliau menjalani ilmu thariqah, ia telah membekali dirinya
dengan ilmu syariat yang memadahi.
Sayyidina
Syeikh Abul Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar Asy Syadzili Al
Maghribi Al-Hasani Al Idrisi lahir di Ghamarah, desa dekat Sabtah, Maroko,
Afrika Utara pada tahun 591 H / 1195 M. Sebutan Asy Syadzili itu sendiri,
menurut sebagian ulama adalah daerah tempat dimana beliau banyak menimba
ilmu saat mudanya.
Beliau
secara nasab bersambung hingga Rasulullah SAW melalui puterinya Sayyidatuna
Fatimah Az-Zahrah. Keistimewaan nasab ini tampak dalam budi pekerti beliau
yang indah lagi terpuji dan mengagumkan banyak orang, sehingga mereka
banyak mengambil pelajaran dan hikmah dari beliau.
Pada
masa kecilnya, beliau sudah dibekali oleh orang tuanya dasar-dasar ajaran
agama, kemudian berguru kepada ulama dan sufi besar pada masa itu, yakni
Syeikh Abdul Salam bin Masyisyi. Dari gurunya ini pula, kemudian beliau
dikirim kepada ulama besar yang tinggal di Syazilia, Tunisia.
Keberangkatan
beliau ke Syazilia ini merupakan awal dari pengembaraan sufistiknya. Hingga
setelah mendapatkan banyak ilmu dari gurunya di Syazilia, beliau ditugaskan
gurunya untuk mengembangkan ilmunya di Iskandaria, Mesir.
Sebelum
pindah untuk berguru ke Syazilia, nama Syekh Abul hasan Asy Syazili sudah
demikian harumnya; karena itu berita kedatangan beliau telah mengundang
perhatian masyarakat, sehingga mereka menantikan kedatangan beliau. Demi
mendengar hal itu, maka dengan ditemani oleh Syekh Abu Muhammad Abdullah
bin Salamah, beliau memilih jalur lain dab mengasingkan diri di Pegunungan
Zagwan untuk bisa berhubungan secara sembunyi-sembunyi dengan gurunya di
Syazilia.
Begitulah
setelah lama berkhalwat di Zagwan; pada akhirnya beliau diperintahkan
gurunya agar turun gunung dan berdakwah di masyarakat. Sudah barang tentu
masyarakat yang ingin melihat dan berguru kepadanya datang berduyun-duyun,
bahkan diantara mereka banyak para pejabat Negara yang hadir. Setelah itu
beliau diutus gurunya ke Iskandaria. Dan rupanya kota ini menjadi akhir
dari pengembaraan beliau, sebab disitu pula; setelah lama membimbing
masyarakat, beliau akhirnya wafat dan dimakamkan disana.
Selama
berada di Tunisia, beliau bersahabat dan banyak berdiskusi dengan para
Ulama dan kaum Sufi besar disana. Di antara mereka terdapat :
Syekh
Abul Hasan Ali bin Makhluf As Syazili
Abu
Abdullah Al Shabuni
Abu
Muhammad Abdul Aziz Al-Paituni
Abu
Abdillah Al Binai Al Hayah
Abu
Abdillah Al-Jarihi
Sedangkan
diantara murud-murid beliau di Tunisia, dimana sebagian mereka adalah para
Ulama kenamaan yaitu :
Izzudin
bin Abdul Salam
Taqiyudin
bin Daqiqiid
Abul
Adhim Al-Munziri
Ibnu
Shaleh
Ibnu
Hajib
Jamaluddin
Usfur
Nabiuddin
bin Auf
Muhyiddin
bin Suraqah
Ibnu
Yasin
Diantara
kemuliaan beliau, sebagaimana kesaksian sahabat seperjalanannya, bahwa
diutusnya Syekh Abul Hasan Ali As Syazili oleh gurunya agar berangkat
menuju Iskandaria, karena di kota itu telah menunggu 40 Waliyullah untuk
meneruskan pelajaran kepada beliau.
Dasar-dasar
Pemikiran Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili
Seseorang
yang ingin mendalami ajaran tasawuf, maka terlebih dahulu harus mendalami
dan memahami ajaran Syariah.
Beliau
mengajarkan ajaran Tasawuf kepada murid-muridnya dengan menggunakan 7
kitab; yaitu :
1.
|
Khatam Al Auliyah karya Al Hakim At Tirmidzi (
menguraikan tentang masalah kewalian dan Kenabian )
|
2.
|
Al Mawaqif wa Al Mukhatabah karya Syekh
Muhammad bin Abdul Jabbar An Nifari ( menguraikan tentang kerinduan Tokoh
sufi kepada Allah swt )
|
3.
|
Qulub karya Abu Tholib Al Makki ( menguraikan
pandangan tokoh sufi yang menjelaskan Syariat dan hakikat bersatu )
|
4.
|
Ihya Ulumuddin karya Imam Abu Hamid Muhammad
Al Ghazali ( Paduan antara Syariat dan Tasawuf )
|
5.
|
Al Syifa karya Qadhi Iyadh ( dipergunakan
untuk mengambil sumber Syarah-syarah dengan melihat tasawuf dari sudut
pandang Ahli Fiqih )
|
6.
|
Ar Risalah Qusyairiyah karya Imam Qusyairi (
dipergunakan beliau untuk permulaan dalam pengajaran Tasawuf).
|
7.
|
Ar Muhararul Wajiz dan Al Hikam karya Ibnu
Aththaillah ( melengkapi pengetahuan dalam pengajian )
|
Abul
Hasan Asy-Syazili adalah seorang tokoh sufi yang sudah termasyhur. Hizb
An-Nashr yang merupakan kumpulan doa-doa untuk meraih kemenangan dalam
menghadapi musuh-musuh Islam sering dibaca dalam kumpulan wirid-wirid Dalil
Al-Khairat. Karangannya As-Sirrul Jalil fi KhawashHasbunnal wa Nimal Wakil
(rahasia yang agung dalam keistimewaan Hasbiyallahu wa nimal wakil)
telahmenampilkan suatu alam yang khas kaum sufi. Alam yang tidak dapat
dijamah lewat pendekatan logika.Sebab perangkat-perangkat yang digunakan
adalah suatu yang lain dari rasio. Dari itu pula maka tidak berlebihan
apabila dikatakan bahwa menilai dan menghukum alam ini dengan rasio adalah
suatu kesia-siaan.Sekalipun demikian jauh keterlibatan dan peran Abul Hasan
dan tokoh-tokoh sufi seperti Ibrahim binAdham, Al-Junaid Al-Baghdadi, Ibn
Atha As-Sakandari, Al-Qusyairi dalam alam rohani yang khas ini, tapipatut
diakui bahwa mereka tidak pernah melampaui tapal batas syariat. Justru alam
kerohanian yang mereka bangun berdiri kokoh di atas garis-garis syariat
yang jelas dan terang. Tidak seperti beberapa tokoh lain atau
pengaku-pengaku diri mereka sebagai waliyullah yang memutuskan dari
praktikritual mereka. Ketika seorang laki-laki menyebutkan di depan
Al-Junaid Al-Baghdadi tentang marifat Allah Taala dan ia mengatakan bahwa
ahli adalah orang-orang yang sampai ke tingkat
meninggalkan
segala amal perbuatan sebagai suatu sikap kebajikan dan pendekatan diri
kepada Allah Taala, Al-Junaid yang bermazhab Abu Tsaur dalam fiqhnya dengan
tegas membantah, Itu perkataan sekelompok orang yang tidak mementingkan
amal perbuatan. Menurutku itu merupakan suatu dosa besar. Orang yang
mencuri dan berzina lebih baik kondisinya dari pada orang yang berkata
demikian. Ahli marifat adalah orang-orang yang menunaikan amal-amal yang
diperintahkan oleh Allah Taala sebagaimana yang dituntut oleh Allah
kepadanya. Andai kata aku dapat hidup seribu tahun,maka sungguh aku tidak
akan pernah meninggalkan amal kebaikan walaupun yang sebutir debu kecuali
ada hal yang merintangiku untuk itu. Al-Junaid juga mengatakan, yang tidak
menghafal Al-Quran dan mencatat hadits tidak dapat diikuti dalam persoalan
ini (tasauf), karena ilmu pengetahuan kami terikat dengan Al-dan Sunnah.
(Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah) Tidak hanya itu, mereka juga tokoh-tokoh yang
peka dan berinteraksi secara dinamis dengan kondisiumat. Ramuan-ramuan
kerohanian syariy jika tepat disebut demikian yang mereka sodorkan,
padatingkat pertama justru terarah pada perbaikan kondisi kehidupan zaman
mereka hidup. As-Sirrul Jalilkarangan Abul Hasan secara serta merta
menampilkan zaman di mana umat Islam menghadapi kondisiyang kritis;
berbagai bahaya datang menggerogoti tubuh umat baik dari luar (Eropa salibis
dan Tatar) maupun dari dalam ( perebutan kekuasaan dan kesewenang-wenangan
penguasa). Abul Hasan datangmenawarkan konsep perbaikannya yang khas. Suatu
konsep yang ditarik dari kedalaman alam di mana iahidup secara konkrit. Dan
bukankah Allah Taala akan mengganjari amal baik hamba-Nya atas dasar
niatdan maksud baiknya?! Sekalipun dengan konsep dan methode yang berbeda
satu sama lain.Sebaris dua baris mengenai riwayat hidup Sayyidi Abul Hasan
Asy-Syazili, pendiri thariqah Asy-Syaziliyyah, agaknya cukup untuk sekadar
mewakili suatu ungkapan penghormatan dan penghargaankepada tokoh ini, yang
telah berpihak kepada kemaslahatan umat di dunia dan akhirat.Nama
lengkapnya: Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar. Garis keturunannya
bersambung sampai kepadaAl-Hasan putra Amirul Muminin Ali bin Abi Thalib
dan Fathimah Az- binti Rasulullah saw..Abul Hasan dilahirkan pada 593
Hijriyah di Maghrib (Maroko), di kota Ghamarah, tidak jauh dari
Sabtah(Ceuta). Di kota itulah Abul Hasan mulai menimba berbagai ilmu
pengetahuan agama sampai ia benar-benar menguasainya. Namun betapa pun
dalam dan mapan penguasaan seseorang terhadap ilmu-ilmu lahiriyah semacam
Fiqh, Nahwu dan Sharaf, ternyata itu masih belum dapat membawa jiwa
menyelam ke alam kerohanian yang tinggi. Abul Hasan memendam suatu hasrat
yang amat kuat untukmendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Taala serta
ingin menerangi kalbunya dengan NurMarifah (cahaya marifat Allah Taala). Ia
lantas mengambil keputusan untuk merantau ke Irak yangpada waktu itu
merupakan kota tujuan setiap penuntut ilmu dunia dan agama. Karena Irak, di
sampingtempat para ahli-ahli ilmu dunia, juga merupakan pusat tokoh-tokoh
terkemuka dalam bidang fiqh,hadits dan tasauf. Ketika ia sampai di Baghdad,
banyak waliyullah yang dijumpainya. Tokoh yang paling terkemuka pada waktu
itu menurut Abul Hasan, adalah Abul Fath Al-Wasithi. Di Baghdad, Abul Hasan
rahimahullah berusaha mencari tahu siapa gerangan quthb di Baghdad. Sampai
pada suatu ketika seorang waliyullah mengatakan kepadanya, Abul Hasan, Anda
mencari quthb di Irak sementara quthb yang Anda cariitu justru berada di
negeri Anda sendiri. Kembalilah ke sana, tentu Anda akan menjumpainya Abul
Hasan lalu kembali ke kota kelahirannya, Ghamarah, dengan penuh harapan
semoga orang yang dicarinya selama ini dapat ia temui. Dan ternyata
kepulangannya ke Ghamarah beroleh hasil, di sana ia bertemu dengan Al-Quthb
Al-Akbar Abdussalam bin Masyisy, imam penduduk Maghrib
sebagaimanaAsy-Syafii imam penduduk Mesir.Ibnu Masyisy beribadah di satu
gua di puncak sebuah bukit di Ghamarah. Semenjak itu Abul Hasansering
mendatangi dan berguru kepadanya. Salah satu ajaran yang diterima Abul
Hasan dari gurunya ituberbunyi, Arahkan penglihatan iman, niscaya engkau
akan mendapati Allah pada segala sesuatu.Ibnu Masyisy telah meramalkan tentang
peristiwa-peristiwa besar yang akan dilalui oleh Abul Hasandalam hidupnya,
dan karena itu ia menganjurkannya untuk pindah ke Afrika (sebutan untuk
Tunisia pada zaman itu). Dalam Durratul Asrar diterangkan bahwa Ibnu
Masyisy memang menentukan kota Syazilahdi Afrika, bukan yang lain, sebagai
tempat yang akan dituju oleh muridnya ini. Allah Azza wa Jallamenamakanmu
Asy- Syazili, demikian kata Ibnu Masyisy kepada Abul Hasan. Setibanya di
Syazilah, ialangsung meneruskan perjalanannya ke Jabal Zaghwan, dan
menundukkan dirinya semata-mata kepadaAllah Taala lewat beribadah, shalat,
puasa, tilawah dan tasbih. Meskipun demikian Syeikh Abul Hasantidak
menyembunyikan diri (mahjub) dari orang-orang yang ingin menjumpainya, ia
selalu menyambutdengan baik setiap pecinta marifah, yang memang benar-benar
serius dalam menuntutnya. Di dalamgua di gunung itulah, ia berkhalwah
sampai dengan hatinya benar-benar kosong dari pada selain Allah,
jiwanya
suci dari segala keburukan, dan kebaikan telah terpatri dalam dirinya. Baru
setelah itu, iakembali bergabung dalam masyarakat untuk memberi petunjuk
dan bimbingan kepada hamba-hambaAllah yang lain.Mengenai penisbahan dirinya
kepada Syazilah, Abul Hasan menuturkan, Pernah aku berkata, wahaiTuhan-ku,
mengapa Engkau menamakanku dengan Asy-Syazili sedangkan aku tidak berasal
dari Syazilah? Maka aku seolah-olah mendengar Suara mengatakan, wahai Ali,
Aku tidak menamakanmudengan Asy-Syazili, akan tetapi engkau adalah seorang
Syazzili.Syazzili dibaca dengan dengan tasydid huruf dzal, bermakna: orang
yang diistimewakan untuk menjadi pelayan-Ku [lewat ibadah] danmemperoleh
kecintaan-Ku.Dari Syazilah, Syeikh Abul Hasan Asy-Syazili bertolak ke kota
Tunisia, tempat mana dirinya akanmenanggung suatu cobaan berat. Hal ini
pernah diramalkan oleh Ibnu Masyisy ketika ia mengatakankepada Abul Hasan,
Akan ditimpakan ujian kepadamu di sana (Tunisia) dari pihak penguasa.
Kisahnya,kepala hakim di Tunisia bernama Ibnu Al-Barra merasa iri melihat
Abul Hasan mempunyai banyak muriddan populer di kalangan masyarakat, di
samping tidak sedikit ahli-ahli fiqh dan ulama yang mengikuti majlisnya.
Iri hati tersebut mendorong Ibnu Al-Barra untuk menghasut Abul Hasan kepada
SultanTunisia. Sultan yang termakan hasutan Ibnu Al-Barra lantas
memerintahkan untuk mengurung SyeikhAbul Hasan di istananya untuk beberapa
waktu. Namun apa yang terjadi? Dalam waktu itu pula Sultan ditimpa oleh
banyak kejadian yang memilukan. Dan Sultan akhirnya menyadari bahwa apa
yang terjadi kepada dirinya adalah bahagian dari karamah Abul Hasan
Asy-Syazili. Maka tanpa menunggu lama, iapun membebaskan Abul Hasan. Dari
Tunisia, Abul Hasan kemudian pindah ke Mesir. Kedatangannya di Mesir pada
waktu itu bukan merupakan kali yang pertama. Sebab sebelumnya ia sudah
pernah singgah di Mesir dalam perjalanannya menuju tanah suci untuk
menunaikan fardhu haji. Tentang alasan mengapa ia datang lagi ke
Mesir,Syeikh Abul Hasan mengungkapkan, ?Dalam mimpiku aku melihat
Rasulullah saw., dan beliau berkata, Hai Ali, pindahlah engkau ke negeri
Mesir, [dan di sana nanti] engkau akan mengasuh 40 orang teman.. Ia
kemudian tiba di Alexandria (Iskandariyah), dan menikah di sana. Dari
pernikahannya itu ia memperoleh keturunan; tiga lelaki dan dua perempuan.
Hari-hari yang dilaluinya selama menetap diMesir merupakan masa ketentraman
lahir dan batin baginya. Sultan Mesir telah menghibahkan kepadaAbul Hasan
sebuah benteng di Iskandariyah untuk tempat tinggal keluarganya. Pada waktu
ia menetap di Mesir itu pula masa yang penuh barakah bagi Mesir, bukan saja
dari sisi dawah, tapi juga dari sisi bahwa Mesir telah memuliakan seorang
ulama yang paling tinggi dan utama, baik ilmu maupun akhlaknya. Dalam Qamus
Al-Muhith karangan Al-Fairuz-abadi diterangkan: Termasuk di antara
orang-orang yang menghadiri majlisnya (yakni Abu al-Hasan) ialah Izzuddin
bin Abdussalam dan Ibnu Daqiqil Id, dua tokoh ulama terpandang. Selain
mereka, termasuk pula Al-Hafiz Al-Munziri, Ibnu Al-Hajib, Ibnu Shalah, Ibnu
Ushfur, serta ulama-ulama lain dari Madrasah Kamiliyah di Kairo. Kamiliyah
adalah madrasah yang pembelajaran fiqhnya didasarkan kepada mazhab Imam
Asy-Syafii, didirikan oleh SultanAl-Kamil, kemenakan Shalahuddin Al-Ayyubi,
di permulaan abad ke-7 Hijriyah. Madrasah itu terletak diJalan Al-Muiz
Lidinillah (Jalan Ash-Shaghah). Madrasah ini juga pernah masyhur dengan
nama DarulHadits lantaran Sultan Al-Kamil menyediakannya khusus untuk para
pelajar dan pengajar Hadits.Sesudah mereka, baru kemudian tempat tersebut
dimafaatkan oleh para ahli fiqh mazhab Asy-Syafii. Sultan Kamil telah
mewaqafkan berbagai harta dalam bentuk benda yang dari hasilnya dapat
dipakaiuntuk membiayai seluruh keperluan madrasah.Abul Hasan berpenampilan
bagus, ucapan-ucapannya enak didengar dan tidak berhaluan radikal dalam
kesufiannya sebab ia mengatakan, Thariqah ini bukan merupakan sikap ruhban
(biarawan); tidak makan gandum dan kurma, dan bukan pula dengan banyak
mengucapkan kata-kata sastra. Tetapi ia adalah sabar dalam menerima segala
suruhan (syariat Islam) dan yakin dalam hidayah.Yaqut Al-Arsy menukilkan
dari gurunya, Abul Abbas Al Mursi, bahwa Abul Hasan Ali
Asy-Syazilimenunaikan fardhu haji pada setiap tahun. Ia menempuh jalan
melalui Shaid Mishr (UpperEgypt/kawasan hulu Mesir), dan berdiam di Makkah
dari bulan Rajab sampai dengan selesai musim haji kemudian pergi menziarahi
makam Nabi saw.. Sebelum keberangkatannya pada kali yang terakhir ditahun
656 Hijriyah, ia meminta kepada pelayannya untuk membawa kapak, keranjang
besar, ramu-ramuan yang biasa dipakai untuk mayat agar tidak lekas rusak,
serta semua perlengkapan untuk pengurusan mayat. Ketika si pelayan
menanyakan kepentingan semua itu, Abul Hasan menjawab, Di Humaitsara akan
ada al-khabar al-yaqin ( kabar yang meyakinkan, yakni maut). Humaitsara
adalah satu daerah di kawasan pelabuhan Izab yang terletak di pantai barat Laut
Merah. Di Humaitsara ini terdapat mata air Zuaq dan
perkampungan-perkampungan. Tatkala Abul Hasan tiba di Humaitsra, ia
langsung mandi serta shalat dua rakaat, dan sesudah itu ia pun pergi
kembali kepada Tuhan Penciptanya. Abul Hasan dimakamkan di Humaitsara.
Dalam Rihlah Ibnu Bathuthah tercatat: Aku telah mengunjungimakamnya; dan di
atas makam ada sebuah kubah yang di situ tertulis nama dan silsilah Abul
Hasan yangsampai kepada Hasan bin Ali bin Abi Thalib (semoga Allah Taala
merahmati mereka semuanya). Dalam Rihlah Ibnu Jubair dan Ibnu Bathuthah,
dan Al-Khuthuth Al-Maqriziyyah terdapat keterangan bahwa Izab adalah sebuah
pelabuhan di Laut Qalzum, tidak ada perkotaan di sana, akan tetapi
iatermasuk pelabuhan yang amat terkenal di dunia pelayaran. Kapal-kapal
yang berlabuh di pelabuhan itudatang dari dari Yaman, Habsyah (Ethiopia),
dan India. Izab juga merupakan jalan menuju Tanah Sucidari Mesir, yang
ditempuh oleh orang-orang yang ingin menunaikan haji dengan melintasi
Qaush. Darisitu mereka naik kapal menuju Jeddah. telah dijadikan jalur
lalu-lintas menuju Hijaz oleh parajamaah haji Mesir dan Maroko selama 200
tahun lebih. Tapi penggunaan jalur ini kemudian dihentikandalam tahun 766
Hijriyah. Maka semenjak abad ke-10 Hijriyah, hanya tinggal puing, jalan-jalannyatelah
hilang dan orang-orang haji merubah rute perjalanan mereka ke jalur lintas
Suez Aqabah,kemudian menyusuri tepi timur Laut Merah menuju Jeddah.Ibnu
Jubair menggambarkan perjalanan haji dari Qaush ke Izab, katanya, Lalu
lintas antara Qaush ada dua: pertama, yang disebut dengan jalan Al- Abdain;
dan lainnya, yang disebut denganHumaitsara, dan yang terakhir inilah yang
dilalui oleh Syaikhuna Abul Hasan dalam perjalanan terakhirnya menuju
negeri-negeri Hijaz, dan di Humaitsara itu pula ia menemui ajalnya pada
tahun 656 Hijriyah serta dimakamkan dalam rumahnya di sana.Rahimahullah
Sayyidi Abul Hasan Asy-Syazili.
Karya Syekh Abul Hasan
Ali Asy Syadzili
Majmuatul
Ahzab ( Kumpulan Hizib-wirid )
Mafakhirul
Aliyah
Al
Amin
As
Sirrul Jalil fi Khawashi Hasbunallah Wa Nimal Wakil
Hizbus
Syadzili ( partai terkenal di Afrika )
Pendapat Ulama tentang
Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili
Al-Manawi
berkata : ketika ditanya orang siapa Syekh nya; Syekh Abu Hasan Ali
menjawab : Adapun pada masa lalu, Syekh Abdus Salam Masyisy, sekarang aku
minum dari sepuluh lautan, lima diantaranya di langit dan lima di bumi.
Al-Mursi
berkata : Allah swt pernah membukakan tabir pemandanganku, maka Ku lihat
Syekh Abu Madyan bergantung di tiang Arasy. Aku mengajukan pertanyaan :
Berapa
banyak ilmu anda?
Dia
menjawab :71
Aku
bertanya lagi : Apa Jabatanmu?
Dia
menjawab :Khalifah keempat dan pemimpin 7 wali Abdal
Kutanya
lagi :Bagaimana pendapatmu tentang Abu Hasan
Asy-Syazili?
Dia
menjawab :Dia lebih dari padaku dengan 40 Ulama, dia
Adalah
samudera tidak bertepi.
Abu
Abdullah As-Syatibi berkata : Aku setiap malam mengadakan hubungan dengan
Syekh Abu Hasan beberap kali. Aku mohon berbagai hajat kepada Allah swt,
dengan perantaraannya. Ternyata hajatku dikabulkan Allah swt. Pada suatu malam,
aku bermimpi bertemu Rasulullah saw. Aku bertanya kepada beliau :
Wahai
Rasulullah saw, relakah rasul kepada Abu Hasan. Aku selalu bermohon kepada
Allah swt dengan perantaraan beliau, ternyata doa ku makbul. Bagaimana
pendapat Rasulullah tentang dirinya?
Beliau
bersabda :
Abu
Hasan itu adalah putraku, secara rohaniah. Anak adalah bagian dari Ayah.
Siapa yang berpegang kepada sebagian, berarti sesungguhnya berpegang pada
semua. Apabila kamu meminta kepada Allah swt dengan perantaraan Syekh Abu
Hasan, maka sesungguhnya kamu telah memohon kepada Allah swt dengan
perantaraanku.
Wasiat dan Nasihat
Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili
Jika
Kasyaf bertentangan dengan Al Quran dan Sunah, tinggalkanlah Kasyaf dan
berpeganglah pada Al Quran dan Sunah. Katakana pada dirimu : Sesungguhnya
Allah swt menjamin keselamatan saya dalam kitabnya dan sunah Rasulnya dari
kesalahan, bukan dari Kasyaf, Ilham, maupun Musyahadah sebelum mencari
kebenarannya dalam Al Quran dan Sunah terlebih dahulu.
Kembalilah
dari menentang Allah swt, maka engkau menjadi Ahli Tauhid. Berbuatlah
sesuai dengan rukun-rukun Syara, maka engkau menjadi Ahli Sunah.
Gabungkanlah keduanya, maka engkau menuju kesejatian.
Jika
engkau menginginkan bagian dari anugerah para wali, berpalinglah dari
manusia kecuali dia menunjukkanmu kepada Allah swt dengan cara yang benar
dan tidak bertentangan dengan Al Quran dan Sunah.
Seandainya
kalian mengajukan permohonan kepada Allah swt, sampaikan lewat Imam Abu
Hamid Muhammad Al Ghazali. Kitab Ihya Ulumuddin Al Ghazali mewariskan Ilmu;
sedangkan Qutub Qulub Al Makki mewariskan cahaya kepada kalian.
Ketuklah
pintu zikir dengan hasrat dan sikap sangat membutuhkan kepada Allah swt
melalui kontemplasi, menjauhkan diri segala hal selain Allah swt.
Lakukanlah dengan menjaga rahasia batin, agar jauh dari bisikan nafsu dalam
seluruh nafas dan jiwa, sehingga kalian memilki kekayaan rohani. Tuntaskan
lisanmu dengan berzikir, hatimu untuk tafakur dan tubuhmu untuk menuruti
perintah-Nya. Dengan demikian kalian bisa tergolong orang-orang saleh.
Manakala
zikir terasa berat di lisanmu, sementara pintu kontemplasi tertutup,
ketahuilah bahwa hal itu semata-mata karena dosa-dosamu atau kemunafikan
dalam hatimu. Tak ada jalan bagimu kecuali bertobat, memperbaiki diri,
hanya menggantungkan diri kepada Allah swt dan ikhlas beragama.
Suatu
ketika saat berkelana beliau berkata dalam hati, Ya Allah, kapankah aku
bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur? Kemudian terdengarlah suara, Kalau
kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang diberi nikmat hanya kamu saja
Beliau berkata lagi, Bagaimana saya bisa begitu, padahal Engkau sudah
memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja? Kemudian terdengar suara
lagi, Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat petunjuk, jika tidak
ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana caranya beribadah, jika tidak
ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu semua adalah nikmat dari-Ku yang
kuberikan hanya untukmu.
Beliau
belajar ilmu thariqah dan hakikat setelah matang dalam ilmu fiqihnya.
Bahkan beliau tak pernah terkalahkan setiap berdebat dengan ulama-ulama
ahli fiqih pada masa itu. Dalam mempelajari ilmu hakikat, beliau berguru
kepada wali quthub yang agung dan masyhur yaitu Syekh Abdus Salam Ibnu
Masyisy, dan akhirnya beliau yang meneruskan quthbiyahnya dan menjadi Imam
Al-Auliya.
Peninggalan
ampuh sampai sekarang yang sering diamalkan oleh umat Islam adalah Hizb
Nashr dan Hizb Bahr, di samping Thariqah Syadziliyah yang banyak sekali
pengikutnya. Hizb Bahr merupakan Hizb yang diterima langsung dari
Rasulullah saw. yang dibacakan langsung satu persatu hurufnya oleh beliau
saw.
Syekh
Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. pernah ber-riadhah selama 80 hari tidak makan,
dengan disertai dzikir dan membaca shalawat yang tidak pernah berhenti.
Pada saat itu beliau merasa tujuannya untuk wushul (sampai) kepada Allah
swt. telah tercapai. Kemudian datanglah seorang perempuan yang keluar dari
gua dengan wajah yang sangat menawan dan bercahaya. Dia menghampiri beliau
dan berkata, Sunguh sangat sial, lapar selama 80 hari saja sudah merasa
berhasil, sedangkan aku sudah enam bulan lamanya belum pernah merasakan
makanan sedikitpun.
Suatu
ketika saat berkelana, beliau berkata dalam hati, Ya Allah, kapankah aku
bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?. Kemudian terdengarlah suara, Kalau
kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang diberi nikmat hanya kamu saja.
Beliau berkata lagi, Bagaimana saya bisa begitu, padahal Engkau sudah
memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?. Kemudian terdengarlah
suara lagi, Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat petunjuk, jika
tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana caranya beribadah, jika
tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu semua adalah nikmat dari-Ku
yang kuberikan hanya untukmu.
Beliau
pernah khalwat (menyendiri) dalam sebuah gua agar bisa wushul (sampai)
kepada Allah swt. Lalu beliau berkata dalam hatinya, bahwa besok hatinya
akan terbuka. Kemudian seorang waliyullah mendatangi beliau dan berkata,
Bagaimana mungkin orang yang berkata besok hatinya akan terbuka bisa menjadi
wali. Aduh hai badan, kenapa kamu beribadah bukan karena Allah (hanya ingin
menuruti nafsu menjadi wali). Setelah itu beliau sadar dan faham dari mana
datangnya orang tadi. Segera saja beliau bertaubat dan minta ampun kepada
Allah swt. Tidak lama kemudian hati Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a.
sudah di buka oleh Allah swt. Demikian di antara bidayah (permulaaan) Syekh
Abul Hasan As-Syadzili.
Beliau
pernah dimintai penjelasan tentang siapa saja yang menjadi gurunya?
Sabdanya, Guruku adalah Syekh Abdus Salam Ibnu Masyisy, akan tetapi
sekarang aku sudah menyelami dan minum sepuluh lautan ilmu. Lima dari bumi
yaitu dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a, Umar bin Khattab r.a, Ustman bin
Affan r.a dan Ali bin Abi Thalib r.a, dan lima dari langit yaitu dari malaikat
Jibril, Mikail, Isrofil, Izroil dan ruh yang agung.
Beliau
pernah berkata, Aku diberi tahu catatan muridku dan muridnya muridku, semua
sampai hari kiamat, yang lebarnya sejauh mata memandang, semua itu mereka
bebas dari neraka. Jikalau lisanku tak terkendalikan oleh syariat, aku
pasti bisa memberi tahu tentang kejadian apa saja yang akan terjadi besok
sampai hari kiamat.
Syekh
Abu Abdillah Asy-Syathibi berkata, Aku setiap malam banyak membaca Radiya
Allahu An Asy-Syekh Abil Hasan dan dengan ini aku berwasilah meminta kepada
Allah swt apa yang menjadi hajatku, maka terkabulkanlah apa saja
permintaanku. Lalu aku bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw. dan aku
bertanya, Ya Rasulallah, kalau seusai shalat lalu berwasilah membaca Radiya
Allahu An Asy-Syekh Abil Hasan dan aku meminta apa saja kepada Allah swty.
apa yang menjadi kebutuhanku lalu dikabulkan, seperti hal tersebut apakah
diperbolehkan atau tidak?. Lalu Nabi saw. Menjawab, Abul Hasan itu anakku
lahir batin, anak itu bagian yang tak terpisahkan dari orang tuanya, maka
barang siapa bertawashul kepada Abul Hasan, maka berarti dia sama saja
bertawashul kepadaku.
Pada
suatu hari dalam sebuah pengajian Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a.
menerangkan tentang zuhud, dan di dalam majelis terdapat seorang faqir yang
berpakaian seadanya, sedang waktu itu Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili
berpakaian serba bagus. Lalu dalam hati orang faqir tadi berkata, Bagaimana
mungkin Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. berbicara tentang zuhud sedang
beliau sendiri pakaiannya bagus-bagus. Yang bisa dikatakan lebih zuhud
adalah aku karena pakaianku jelek-jelek. Kemudian Syekh Abul Hasan menoleh
kepada orang itu dan berkata, Pakaianmu yang seperti itu adalah pakaian
yang mengundang senang dunia karena dengan pakaian itu kamu merasa
dipandang orang sebagai orang zuhud. Kalau pakaianku ini mengundang orang
menamakanku orang kaya dan orang tidak menganggap aku sebagai orang zuhud,
karena zuhud itu adalah makam dan kedudukan yang tinggi. Orang fakir tadi
lalu berdiri dan berkata, Demi Allah, memang hatiku berkata aku adalah
orang yang zuhud. Aku sekarang minta ampun kepada Allah dan bertaubat.
Di
antara Ungkapan Mutiara Syekh Abul Hasan Asy-Syadili:
1.
|
Tidak ada dosa yang lebih besar dari dua
perkara ini : pertama, senang dunia dan memilih dunia mengalahkan
akherat. Kedua, ridha menetapi kebodohan tidak mau meningkatkan ilmunya.
|
2.
|
Sebab-sebab sempit dan susah fikiran itu ada
tiga : pertama, karena berbuat dosa dan untuk mengatasinya dengan
bertaubat dan beristiqhfar. Kedua, karena kehilangan dunia, maka
kembalikanlah kepada Allah swt. sadarlah bahwa itu bukan kepunyaanmu dan
hanya titipan dan akan ditarik kembali oleh Allah swt. Ketiga, disakiti
orang lain, kalau karena dianiaya oleh orang lain maka bersabarlah dan
sadarlah bahwa semua itu yang membikin Allah swt. untuk mengujimu.
|
Kalau
Allah swt. belum memberi tahu apa sebabnya sempit atau susah, maka
tenanglah mengikuti jalannya taqdir ilahi. Memang masih berada di bawah
awan yang sedang melintas berjalan (awan itu berguna dan lama-lama akan
hilang dengan sendirinya). Ada satu perkara yang barang siapa bisa
menjalankan akan bisa menjadi pemimpin yaitu berpaling dari dunia dan
bertahan diri dari perbuatan dhalimnya ahli dunia. Setiap keramat
(kemuliaan) yang tidak bersamaan dengan ridha Allah swt. dan tidak
bersamaan dengan senang kepada Allah dan senangnya Allah, maka orang
tersebut terbujuk syetan dan menjadi orang yang rusak. Keramat itu tidak
diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya dan
tidak pula diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk mencari
keramat. Yang diberi keramat hanya orang yang tidak merasa diri dan
amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang
disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah (fadhal) dari Allah semata,
tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri dan amalnya.
Di
antara keramatnya para Shidiqin ialah :
1.
|
Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara
istiqamah (kontineu).
|
2.
|
Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat
duniawi).
|
3.
|
Bisa menjalankan perkara yang luar bisa,
seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.
|
Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :
|
1.
|
Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan
pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.
|
2.
|
Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.
|
3.
|
Mampu membantu malaikat memikul Arsy.
|
4.
|
Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah
swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.
|
Kamu
jangan menunda taat di satu waktu, pada waktu yang lain, agar kamu tidak
tersiksa dengan habisnya waktu untuk bertaat (tidak bisa menjalankan)
sebagai balasan yang kamu sia-siakan. Karena setiap waktu itu ada jatah
taat pengabdian tersendiri. Kamu jangan menyebarkan ilmu yang bertujuan
agar manusia membetulkanmu dan menganggap baik kepadamu, akan tetapi sebarkanlah
ilmu dengan tujuan agar Allah swt. membenarkanmu. Radiya allahu anhu wa
aada alaina min barakatihi wa anwarihi wa asrorihi wa uluumihi wa ahlakihi,
Allahumma Amiin.
Silsilah
Tarekat beliau Sulthonul Auliyai Sayyidina Syeh Abul Hasan Asy-Syadzili Rodliallohu
Anhu sebagai berikut :
Quthbulmuhaqiqina
Sayyid Abil Hasan Asy-Syadzili Radliallahu Anhu
As-Syeh As-Sayyid Ibnu Abdillah Abdus
Salam bin Mashish
Quthbul Syarif Abdul Rohman Hasan
Quthbul Aulaii Taqiyuddin Alfaqirussufi
As-Syeh Fakhruddin
As-Syeh Alquthub Nuruddin Ali
As-Syeh Alquthub Tajuddin Muhammad
As-Syeh Alquthub Zain Alddin Alqozwini
As-Syeh Alquthub Ibrohim Albashri .
As-Syeh Alquthub Ahnad Almarwani
As-Syeh Said
As-Syeh Alquthub Abi Muhammad Fah
Assaudi
Alquthub Said Alghozwani
Alquthub Ibnu Muhammad Jabir
Awwalul Aqthobi Sayyidi Syarif Alhasan
Bin Ali
Sayyidina Ali Bin Abi Tholib
Karomallohu Wajhah
Sayyidina Wa Habibina Wa Syafiina
Muhammad Sholallohu Alaihi Wasallama .
KAROMAH
SYEH ABUL HASAN ASY-SYADZILI
Sulthonul
Auliyai Syeh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah seorang yang dianugerahi
karomah yang sangat banyak, tidak ada yang bisa menghitung karomahnya
kecuali Allah SWT. Dan berikut ini adalah sebagian dari karomah beliau
Kanjeng Syeh , antara lain :
Allah
SWt menganugerahkan kepada beliau kunci seluruh Asma-Asma, sehingga
seandainya seluruh manusia dan jin menjadi penulis beliau (untuk menulis
ilmu-ilmu beliau) mereka akan lelah dan letih, sedangkan ilmu beliau belum
habis.
Beliau
adalah sangat terpuji akhlaqnya, sifat mudah menolong dan kedermawanannya
dari sejak usia anak-anak sampai ketika umur enam tahun telah mengenyangkan
orang-orang yang kelaparan pada penduduk Negara Tunisia dengan uang yang
berasal dari alam ghoib (uang pemberian Allah secara langsung kepada beliau
Kanjeng Syeh ).
Beliau
didatangi Nabiyulloh Khidir as untuk menetapkanwilayatul adzimahkepada
beliau (menjadi seorang wali yang mempunyai kedudukan tinggi) ketika beliau
baru berusia enam tahun.
Beliau
bisa mengetahui batin isi hati manusia. Beliau pernah berbicara dengan
malaikat dihadapan murid-muridnya. Beliau menjaga murid-muridnya meskipun
di tempat yang jauh. Beliau mampu memperlihatkan/menampakkan kabah dari
negara Mesir. Beliau tidak pernah putus melihat/menjumpai Lailatul Qodar
semenjak usia baligh hingga wafatnya beliau. Doa Beliau Kanjeng Syeh
Mustajabah (dikabulkan oleh Allah SWT)
Beliau
Kanjeng Syeh tidak pernah terhalang sekejap mata pandangannya dari
Rasulullah saw selama 40 tahun (artinya beliau selalu berjumpa dengan
Rasulullah selama 40 tahun)
Beliau
dibukakan (oleh Allah) bisa melihat lembaran buku murid-murid yang masuk
kedalam Thoriqohnya, padahal lebar bukunya tersebut berukuran sejauh mata
memandang. Hal ini berlaku bagi orang yang langsung baiat kepada beliau dan
juga bagi orang sesudah masa beliau sampai dengan akhir zaman.
Dan
seluruh murid-muridnya (pengikut thoriqohnya) diberi karunia bebas dari
neraka. Kanjeng Syeh Abul Hasan Asy Syadzili sungguh telah digembirakan
diberi karunia, barang siapa yang melihat beliau dengan rasa cinta dan rasa
hormat tidak akan mendapatkan celaka.
Beliau
menjadi sebab keselamatan murid-muridnya/pengikutnya (akan memberikan
syafaat di akhirat)
Beliau
berdoa kepada Allah SWT, agar menjadikan tiap-tiap wali Qutub sesudah
beliau sampai akhir zaman diambil dari golongan thoriqohnya. Dan Allah
telah mengabulkan Doa beliau tersebut. Maka dari itu wali Qutub sesudah masa
beliau sampai akhir zaman diambil dari golongan pengikut beliau.
Syaikh
Abul Abbas Al Mursi ra berkata : Apabila Allah SWT menurunkan bala/bencana
yang bersifat umum maka pengikut thoriqoh syadziliyah akan selamat dari
bencana tersebut sebab karomah Kanjeng syeh Abul Hasan Asy Syadzili .
Syaikh
Syamsudin Al-Hanafi ra mengatakan bahwa pengikut thoriqoh syadziliyah
dikaruniai kemulyaan tiga macam yang tidak diberikan pada golongan thoriqoh
yang lainnya :
Pengikut
thoriqoh Syadziliyah telah dipilih di lauhil mahfudz
Pengikut
thgoriqoh syadziliyah apabila jadzab/majdub akan cepat kembali seperti
sedia kala.
Seluruh
Wali Qutub yang diangkat sesudah masa syeh Abul Hasan Asy Syadzili ra akan
diambil dari golongan ahli thoriqoh Sadziliyah.
Apabila
beliau mengasuh/mengajar murid-muridnya sebentar saja, sudah akan terbuka
hijab.
Rasulullah
saw memberikan izin bagi orang yang berdoa Kepada Allah SWT dengan
bertawasul kepada Kanjeng Syeh Abul Hasan Asy Syadzili
Imam Syadzali dan Tariqah
Hijrah atau berkelana bisa jadi merupakan sarana
paling efektif untuk menemukan jati diri. Tak terkecuali Imam Syadzili.
Orang yang lebih dikenal sebagai sufi agung pendiri thariqah Syadziliyah
ini juga menapaki masa hijrah dan berkelana.
Asal muasal beliau ingin mencari jalan thariqah
adalah ketika masuk negara Tunis sufi besar ini ingin bertemu dengan para
syekh yang ada di negeri itu. Di antara Syekh-syekh yang bisa membuat
hatinya mantap dan berkenan adalah Syekh Abi Said al-Baji. Keistimewaan
syekh ini adalah sebelum Abu al-Hasan berbicara mengutarakannya, dia telah
mengetahui isi hatinya. Akhirnya Abu al-Hasan mantap bahwa dia adalah
seorang wali. Selanjutnya dia berguru dan menimba ilmu darinya. Dari situ,
mulailah Syekh Abu al-Hasan menekuni ilmu thariqah.
Beliau pernah berguru pada Syeikh Ibnu Basyisy
dan kemudian mendirikan tarekat yang dikenal dengan Tariqat Syaziliyyah di
Mesir.
Untuk menekuni tekad ini, beliau bertandang ke
berbagai negara, baik negara kawasan timur maupun negara kawasan barat.
Setiap derap langkahnya, hatinya selalu bertanya, Di tempat mana aku bisa
menjumpai seorang syekh (mursyid)?. Memang benar, seorang murid dalam
langkahnya untuk sampai dekat kepada Allah itu bagaikan kapal yang
mengarungi lautan luas. Apakah kapal tersebut bisa berjalan dengan baik
tanpa seorang nahkoda (mursyid). Dan inilah yang dialami oleh syekh Abu
al-Hasan.
Dalam pengembaraannya Imam Syadzili akhirnya
sampai di Iraq, yaitu kawasan orang-orang sufi dan orang-orang shalih. Di
Iraq beliau bertemu dengan Syekh Shalih Abi al-Fath al-Wasithi, yaitu syekh
yang paling berkesan dalam hatinya dibandingkan dengan syekh di Iraq
lainnya. Syekh Abu al-Fath berkata kepada Syekh Abu al-Hasan, Hai Abu
al-Hasan engkau ini mencari Wali Qutb di sini, padahal dia berada di
negaramu? kembalilah, maka kamu akan menemukannya.
Akhirnya, beliau kembali lagi ke Maroko, dan
bertemu dengan Syekh al-Shiddiq al-Qutb al-Ghauts Abi Muhammad Abdussalam
bin Masyisy al-Syarif al-Hasani. Syekh tersebut tinggal di puncak gunung.
Sebelum menemuinya, beliau membersihkan badan
(mandi) di bawah gunung dan beliau datang laksana orang hina dina dan penuh
dosa. Sebelum beliau naik gunung ternyata Syekh Abdussalam telah turun
menemuinya dan berkata, Selamat datang wahai Ali bin Abdullah bin Abdul
Jabbar. Begitu sambutan syekh tersebut sembari menuturkan nasabnya sampai
Rasulullah SAW. Kemudia dia berkata, Kamu datang kepadaku laksana orang
yang hina dina dan merasa tidak mempunyai amal baik, maka bersamaku kamu
akan memperoleh kekayaan dunia dan akhirat.
Akhirnya beliau tinggal bersamanya untuk
beberapa hari, sampai hatinya mendapatkan pancaran ilahi. Selama bersama
Syekh Abdussalam, beliau melihat beberapa keramat yang dimilikinya.
Pertemuan antara Syekh Abdussalam dan Syekh Abu al-Hasan benar-benar
merupakan pertemuan antara mursyid dan murid, atau antara muwarrits dan
waarits. Banyak sekali futuhat ilahiyyah yang diperoleh Syekh Abu al-Hasan
dari guru agung ini.
Di antara wasiat Syekh Abdussalam kepada
Syadzili adalah, Pertajam penglihatan keimanan, maka kamu akan menemukan
Allah pada setiap sesuatu.
|