IBNU ARABI




IBNU ARABI BY ABOEBAKAR ATJEH





L PENDAHULUAN

"Of the writings of all ancient scholars, whose works are available in such a large measure, the exact nature of Ibn al 'Arabi's writings is the least known to the modern world. Till now, as far as my knowledge goes, and eminent scholars like R.A. Nicholson and E.G. Browne have also declared, no systematic study of Ibn ul 'Arabi's works has been attempted".

Demikian kata Moulvi S.A.Q. Husaini, M.A., dalam sebuah risalah ketjil mengenai Ibn Arabi, sebagai pemikir dan ahli tasawwuf terbesar dalam dunia Islam. Perkataan itu artin ja : Dari segala tulisan pudjangga-pudjangga lama, jang sekian Lanjak djumlahnja, isi daripada tulisantulisan Ibn Arabi sedikit sekali diketahui oleh dunia modern. Sampai sekarang, sebanjak
jang saja ketahui dan jang diakui djuga oleh penulis-penulis besar, seperti R.A Nicholson dan E.G. Browne, tidak pernah diadakan penjelidikan jang teratur mengenai karangan-karangan Ibn Arabi. Utjapan ini menggerakkan hati saja untuk
membatja karangan-karangan Ibn Arabi, jang kebetulan ada dalam perpustakaan saja atau dipindjamkan teman-teman kepada saja, terutama dikala saja hendak menjempurnakan jilid jang ketiga daripada karangan saja mengenai tasawwuf hakikat dan ma'rifat. Lalu kelihatanlah kepada saja banjak kekeliruan-kekeliruan jang diperbuat orang terhadap Ibn Arabi, dengan menuduhnja, bahwa ia dalam tasawwuf menganut mazhab hului dan iltihad, dimana zat Tuhan dan manusia itu bersatu padu. Dan dengan demikian itu lalu ia dikafirkan dan dalam masamasa pemerintahan Islam jang lampau banjak kitabnja dibakar, sehingga kita sekarang tidak dapat membatja dan mcnjelidiki lagi pendapat-pendapatnja untuk mengambil kesimpulan jang lebih sem     purna dalam masa manusia diberi kemer dekaan berpikir, seperti jang terdjadi dalam abad keduapuluh ini.

Djika Tuhan kuridai saja kesempatan, insja Allah akan saja penuhi, apa jang dikeluhkan oleh pengarang diatas, karena saja memiliki beberapa banjak daripada karangan pudjangga itu dan kebetulan saja menguasai djuga bahasa Arab serta perbandingan ilmu tasawwuf. Tetapi Sdr. Ali Audah dari penerbit "Tintamas" meminta kepada saja untuk meringkaskan
lebih dahulu beberapa perkara mengenai kehidupan dan tjara berpikir Ibn Arabi guna penerbitan serie ketjU jang lebih bersifat ilmiah, jang diselenggarakan oleh Tintamas, agar umum dapat mengambil manfa'at. Meskipun bagi saja agak sukar memenuhi permintaan ini karena tidak melihat orang dapat memahami tjara berpikir Ibn Arabi, sebelum memahami aneka ragam aliran hakikat dalam tasawwuf, seperti aliran ittishal, ittihad, hului, 'ain rnutamassidj, hubbul Ilahi, bermatjam penafsiran fana dan baqa, pusat pertengkaran antara golongan fiqh, golongan salaf, golongan sufi, golongan tasawwuf sunni, dan golongan zahiriah dengan bathiniah, tetapi permintaan itu saja penuhi djuga, karena ada faedahnja jaitu untuk mend jenuhkan pengertian tentang tasawwuf, dalam rangka membasmi gerakan batin atau klenik dalam masjarakat kita. Maka saja hidangkanlah tjorat-tjoret ini kepada pembatja. Mudah-mudahan ada faedahnja.

Djakarta, 11 Djuli 1965
H. Aboebakar Atjeh


A.
SIAPA IBN ARABI ?

Suatu kekeliruan jang diperbuat oleh pengarang-pengarang Barat dan Timur mengenai sedjarah hidup Ibn Arabi ialah mentjampur adukkan antara dua nama jang hampir sama, jaitu Ibn Arabi dan Ibn Al-'Arabi. Jang pertama, jaitu ihn Arabi, ialah pribadi jang kila bitjarakan dalam buku ini, jaitu seorang tokoh filsafat agama serta tasawwuf, jang termasuk pentjipta ilmu kebatinan. Adapun jang kedua, Ibn Al-'Arabi, jaitu seorang Qadhi dan seorang ahli hukum, jang pernah mendjabat pekerdjaan qadhi itu di Seville di Spanjol atau Andalus, bernama lengkap Abu Bahar Ibn Al-'Arabi. Ibn Arabi sebagai tokoh filsafat dan tasawwuf jang kita bitjarakan sekarang ini bernama Muhjiddin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah al-Hati mi, lahir di Murcia di Spanjol atau Andalus.

Sebagaimana kita katakan, di Barat ia terkenal dengan nama Ibn Al-'Arabi, suatu nama jang keliru, dan di Andalus ia disebut Ibn Suraqah, sedang di Timur, jaitu didaerah Abbasijah, ia disebut Ibn Arabi. S.A.Q. Husaini, M.A., dalam bukunja Ibn Al-'Arabi, The Great Muslim Mystic and Thinker (Lahore, 1931), mentjeriterakan bahwa ajahnja bernama Ali tidak punja anak beberapa lamanja. Pada suatu hari konon ajahnja itu bertemu dengan seorang wali Abdul Qadir Djailani, jang djuga bernama Muhjiddin, dan meminta
dengan perantaraannja mendo'akan, agar ia dianugerahi seorang anak laki-laki.

Maka Sjeich Abdul Qadir Djailani, jang sudah mendekati achir umurnja, meminta kepada Tuhan agar Ali beroleh seorang anak laki-laki, dan memesan kepadanja supaja anak jang akan lahir itu diberi bernama Muhjiddin, pembangkit agama.

Dongeng ini mentjeriterakan djuga, bahwa Sjeich Abdul Qadir Djailani sudah menggambarkan, bahwa anak Ali jang akan lahir i lu akan mendjadi orang besar
dan wali dalam ilmu Ketuhanan.

Dengan demikian pada hari Senin, (anggai 17 Ramadhan th. 560 II. (29 DjuIi 1165), lahirlah di Marseille, suatu negeri dalam wilajah Andalus, seorang anak laki-laki, jang kemudian tumbuh mendjadi seorang besar, seorang wali, seorang ahli filsafat Islam, seorang ahlil hakikat dan ma'rifat dalam tasawwuf, jang tidak ada taranja. Dengan utjapan-utjapannja dan penanja ia membina suatu tembok aqidah dalam dunia lasawwuf, jang menggemparkan seluruh dunia Islam.

Disebut orang djuga, bahwa Marseille dikala itu sebuah kota Islam jang dibangun dalam masa pemerintahan Bani Umaijah, terletak disebelah timur Andalus, beroleh kehormatan menampung baji tjalon wàli besar itu. Kota Marseille sangat indah, penuh dengan taman-taman bunga dan pemandangan-pemandangan alam jang permai, dengan penduduknja jang terdiri dari umat-umat Islam Andalusia jang berachlak dan berbudi baik. Kemadjuan ilmu pengetahuan disana merupakan persaingan terhadap kota Seville dan Granada, jang terletak disebelah barat Andafus.

Anak jang tumbuh dalam keindahan alam itu merupakan kesajangan orang tuan ja jang tidak terbatas. Ia menghirup udara jang luas d su bersih, mcnga a i inatanja dengan lukisan alam jang indahnja
tidak terperi, djelitanja tidak terkatakan, bunga-bunga dalam taman jang aneka warna, burung-burung margasatwa jang kiijauannja berbagai ragam, semuanja rupanja turut membentuk ketumbuhan pribadi Ibn Arabi, penjempurnaan sifatsifat dan achlak jang pernah dimiliki oleh suku At-Tha'i kedalam suku mana termasuk nenek mojang Muhjiddin, jang turut membangun tanah dan peradaban Andalusia Islam. Ada pengarang berpendapat, bahwa ajah Ibn Arabi dikala hidupnja adalah seorang tukang kaju, jang berasal dari daerah Maria, dan tinggal di Seville sampai tahun 597 H.

Sedjak ketjil Muhjiddin adalah seorang anak jang baik sekali tingkah lakunja, ia memperlihatkan sikap jang salih dan ta'at dalam melakukan ibadat, ia menundjukkan budi pekerti jang luhur dan perangai jang mulia dalam pergaulan. Ia teliti sekali dalam mempeladjari sesuatu, serta tidak mau berhenti ditengah-tengah peiadjaran.

Otaknja sangat tjerdas dan tadjam, ia seorang jang menggunakan akal dan iman dengan sesungguh-sungguhnja. Pada waktu mudanja ia bekerdja keras mengumpulkan ilmu pengetahuan, jang digunakannja pada hari-hari tuanja untuk mengadjar dan mengarang buku-buku jang akan kita bitjarakan nanti dalam bahagian lain. Ia menguasai bahasa dan kesusasteraan Arab jang berdjiwa hidup dengan susunan kalimat jang indah-indah, penuh ibarat dan hikmat, jang sukar dikupas dan ditafsirkan orang karena mendalam dan melaut isinja. Sadjak-sadjak dan susunan kalimatnja berdjalin dan berpilin dengan ajat-ajat Quran, hadis-hadis Nabi, utjapan-utjapan i'uqaha' dan hukuma', tertuang dalam bentuk-bentuk irama ilmu alat, sehingga menjukarkan memahaminja
bagi mereka jang tidak all round, tidak sempurna ilmunja dalam segala bidang Islam. Karangan-karangannja sukar dipahami djika tidak dibatja berulang-ulang, dikunjah bertubi-tubi, letak lemaknja tidak dalam kata jang tergurat tetapi dalam sulaman jang tersira'. Baik dalan karangan proza, jang disusun dengan kalimatkalimat jang bidah dan berisi, maupun
dalam gubahan poésie, jang ditjurahkan dalam bentuk sadjak berirama, kelihatan keindahan dan keahliannja dalam karangmengarang, dalam mengemukakan serta mengupas sesuatu persoalan, jang bersifat bukan menikam otak tapi menusuk djiwa dan perasaan. Gubahan-gubahan jang bersifat demikian itulah, jang olehnja sendiri dikatakan langsung diterimanja daripada Tuhan, memasjhurkannja dalam dunia ilmu pengetahuan Islam, dan jang oleh orang-orang Sufi disamakan nilainja dengan suara-siaara sutji, jang terpantjar ke luar dari kepribadian Ibn Arabi jang chas. Inilah jang menjebabkan Prcf. A.J. Arberry dan Pembroke College, Cambridge, dikala men jambul publikas: befor.ipa karangan Ibn Arabi oleh Osmania Oriental Publications Bureau, Hyderab-d, Dej can, 1949, menghamburkan pudj annja : "The shadow cast by Ihn al-'Arabi's brilliant mind is seen to lengthen, as each successive publication on his writings discloses more and more of his personality and achievements. The pages which follow provide a feast of new material for lha delectation of the ardent researcher."


B.
PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN


Pada achir kitab Fuluhalul Makkijah, dalam sebuah scdjarah hidup jang pendek mengenai Ibn Arabi didjelaskaa, bahwa Ibn Arabi itu dilahirkan pada hari Senin, tudjuh belas Ramadlian, tahun lima ratus enam puluh hidjrah, di Marseille, dikala itu sebuah negeri Islam keradjaan Andalus, jang diperintah oleh Bani Umajjah, terletak disebelah timur Spanjol, suatu daerah jang penuh dengan pemandanganpemandangan jang indah dan kebun buahbuahan dan bunga-bungaan jang tjantik permai. Ibn Arabi dikenal orang di Andalus dengan nama Ibn Suraqah.

Ia mula-mula mempeladjari Quran pada seorang ulama bernama Abu Bakar bin Chalaf di Seville, dan kemudian dalam usia tudjuh tahun sudah mulai berkenalan dengan kitab "Al-Kafi" (apakah kitab Al- Kafi ini salah sebuah daripada empat buah kitab Hadis dan fiqh Sji'ah ?). Ia banjak djuga meriwajatkan hadis dari Abui Hasan, Sjuraih bin Muhammad bin Sjuraih Ar-Ra'ini melalui ajahnja. Kitab ini dibatja dengan pimpinan seorang ulama Ali Abui Qasim Asj-Sjarrath al-Qurlhubi di Seville. Seville adalah djuga salah satu kota jang terkenal disebelah barat Andalus, suatu kota jang dipagari batu dengan dua belas buah pintu, djauh dari Cordova selama empat hari perdjalanan.

Diterangkan djuga bahwa Ibn Arabi kemudian mempcladjai i kitab „At-Taisir fil Laddani" dari Ali Abu Bakar Muhammà« bin Abi Djumrah. »elandjutnja ia pernah berguru kepada Ihn Zarqun, Abu Muhammad
Abdul Haq al-Isjbili al-Azdi, dan banjak ulama-ulama lain dilimur dan dibarat, tidak diketahui orang djumlahnja. Imam Sjamuddin Ibn Musadda menerangkan dalam sedjarah hidupnja, bahwa Ihn Arabi seorang jang t jan tik, seorang jang teliti, banjak mengetahui ilmu pengetahuan dalam segala bidang, tjepat menangkap sesuatu dengan pikirannja, termasuk anak jang termadju dan terpintar dalam negerinja.

Diantara gurunja disebutnja Ibn Zarqun, Ibnul Djad dan Abui Vahd al-Hadhrami, di Maghrib pada Abu Muhammad bin Abdullah. Pernah djuga bertemu dan bergaul dengan dia di Seville Abu Muhammad Abdul Mun'im bin Muhammad al-Chazradji, dan pernah heladjar kepadanja Abu Dja'far bin Musalli. Ibn Musadda menerangkan djuga, bahwa Ibn Arabi dalam mazhab ibadat menganut paham Zahiri dan dalam i'tiqad paham Balhini, jang sangat dipcrdulanmja dan
dilaksanakan nienghidupkaniija dalam karang-karangannja, jang dapat disaksikan oleh banjak tjerdik pandai tentang kemadjuannja dan ludjuannja kemana ia hendak membawa ummat Islam.

Ibn Arabi per:iah djuga mengikuti peladjaran Hadis dari Aüui Qasim Al-Lhazastani dan ulama-ulama lain, dan chusus mempeladjari Sahih Muslim pada sjeh Abui Hasan bin Abu Nasar dalam bulan Sjawal th. 605 II. Konon ia mendapat djuga idjazah umum dari Abu Thahir As- Salafi. Dalam ilmu lasawwuf pengetahuan
Ibn Arabi sangat mendalam, sehingga banjak ia meninggalkan karang-karangan dalam bidang itu, seperti kitab Aljama’ wat T af sil fi UaqHqll Tanzil, Al-Djuzwatul Muqlabisah ival Chalhralul Muchlah;„ h, Kasiful Ma’na f i Tafasiri! Asma il Husna, Kilabul Ma'arifil llahijah dan lain-lain nama kitabnja jang kita sebutkan dalam bahagian tersendiri mengenai karangannja.

Meskipun demikian perlu saja djelaskan disini tentang kitab "Futuhal", jang atjap kali kita dapati disebut setjara ringkas dalam kitab-kitab tasawwuf. Ada dua kitab "Futuhat" karangan Ibn Arabi, sebuah bernama Futuhatul Makkijah dan jang sebuah lagi bernama Futuhatul Madinah. Jang atjapkali disebut dengan keringkasan "Futuhat" itu ialah Futuhatul Makkijah bukan Futuhatul Madinah , jang hanja terdiri dari sepuluh lembar, ditulis pada waktu ia ziarah ke Madinah sebagai tjurahan ilham. Kitab Futuhatul Makkijah jang sangat tebal merupakan kitab karja pokok dari Ibn Arabi. Dua kali kitab inf diringkaskan, pertama oleh Abdul Wahhab bin Ahmad Asj-Sja'rani (mngl. 973 H) jang dinamakan Lawaqihul Anwar U Qudsijah, kedua diringkaskan lagi mendjadi kitab jang bernama Al-Kibntul Ahmar. Menurut Abu Thajjib Al- Madani (mngl. 955 H ) , keringkasan itu sama dengan aslinja. Lain daripada itu ada sebuah kitab Ibn Arabi jang bernama Al-Ahadisul Qudsijah ditulis di Mekkah th. 599 H., di kala ia tidak puas dengan hadis riwajat dari Djibrii FadlufUil Arba'in, tetapi ia ingin menjelidiki isi hadis jang langsung datang dari Tuhan dengan tidak berperant araan kepada Nabi Muhamad, jang dinamakan Hadis Qudsi. Maka dikumpulkanlah kedalam kitabnja itu kirakira seratus satu Hadis Qudsi jang baik.

Agaknja Hadis-hadis ini dipeladjari dalam rangka menjelidiki hakikat dan ma'rifat, karena dalam Hadis Qudsi itu banjak dibit jarakan hubungan jang langsung antara Tuhan dengan Nabinja. Keberangkatannja dari Marseille ke Seville terdjadi dalam th. 598 H., kemudian ia pergi kelimur, sambil naik hadji di Mekkah, dan tidak kembali lagi ke Andalus.

Banjak ulama-ulama jang memberikan idjazah kepadanja, diantaranja Hafiz As- Salafi, Ihn A ak r dan Abui Faradj ibnal Djauzi. Ia pernah mengundjungi Mesir, kemudian tinggal beberapa waktu di Mekkah,
mendalangi Baghdad, Mousul dan kota-kota Rumawi. Al-Munziri menerangkan, bahwa ia pernah memperoleh ilmu di Cordova dari Abui Qasim bin Bisjkuwal dan ulama-ulama lain, kemudian mengelilingi negeri-negeri disekitarnja, diantaranja negeri-negeri pemerintahan Rumawi.

Cordova jang menarik hatinja itu relalah sebuah kota Andalus jang indah, "berpagarkan tembok jang bertatahkan batu upam dan marmar, kelilingnja tidak
kurang dari tiga puluh ribu hasta, dan terdapat didalamnja banjak sekali mesdjid dan tempat mandi, seribu enam ratus buah mesdjid dan sembilan ratus buah tempat mandi. Pintu gerbangnja ada tudjuh buah jang basar. Demikian menurut keterangan Abui Fida' dalam kitabnja Taqwimid Buldan’

Menurut Ibnal Ibaranah banjak sekali ulama-ulama ja'.ig datang beladjar kepadanja. Setengah penulis sedjarah mengatakan bahwa ia masuk ke Bagdad dalam th. 608 H. Ia diterima disana dengan penuh kehormatan karena dikagumi ilmunja mengenai ma'rifat, mengenai djalan-djalan ahli hakikat, pengetahuannja mengenai rijadhah dan mudjahadah, lidahnja jang lantjar dan halus dalam menjampaikaii ilmu tasawwuf, begitu djuga ia dipudji oleh ulama-ulama Sjam, Hedjaz dan murid- murid pernah mendapat ilmu daripadanja dan melihat Nabi dalam mimpinja jang memudji akan Ibu Arabi. Dalam keterangan Ibnal Djauzi kita dapati keterangan, bahwa Ibn Arabi menghafal Ismul A'- zam dan bahwa ia beroleh ilmu jang pelik-pelik itu bukan setjara bela.ljar tetapi langsung sebagai ilham.

Ibn  nadjdjar menerangkan, bahwa Ibn Arabi termasuk orang Sufi, ahli penjakit hati, ahli tharikat, banjak bergaul dengan orang-orang miskin, naik hadji berkalikali dan banjak bekali menulis kitab-kitab jang berfaedah bagi golongan tasawwuf. Sjair-sjairnja indah dan dalam, bahasanja halus dan menarik, dan Ibn Nadjdjar pernah bergaul dengan Ibn Arabi dalam perdjalanan ke Damaskus serta menerangkan kepadanja bahwa Ibn Arabi masuk ke Bagdad th. 601 H. dan tinggal disana dua belas hari, kemudian naik hadji tahun 607 H. Ia menulis untuk Ibn Nadjdjar sebuah sjair sebb.

Selama engkau terkatung-katung,
Diantara ilmu dan sjahwat,
Engkau tidak akan beruntung,
Berhubungan langsung tadjallijat.
Sebelum hidungmu mengeluarkan angin.
Membersihkannja dari diri.
Djanganïah engkau merasa ingin,
Menghirup mentjium bau kasturi.

Al-Chuli menerangkan, bahwa Ibn Arabi melihat ulama-ulama fiqh dalam mimpinja jang bertanja kepadanja, bagaimana keadaan keluarganja, lalu bersadjak demikian:

Dikala aku pulang membawa karung mas,
Mereka tersenjum, mereka gembira, Hilanglah bingung, hilanglah tjemas, Sukatjitanja tidak terkira.

Tetapi dikala berhampa tangan,
Mereka mengetjam, mereka menjerang,
Dinarlah baginja angan-angan,
Disitu terselip suka dan girang.

Sebuah karangan jang penting jang tidak dapat diselesaikannja ialah kitab At-Tafsirul Kabir jang dikerdjakan hanja sampai Surat Al-Kahfi, pada ajat jang berbunji "Kami adjarkan dia ilmu dari kami
langsung (lad-unna)".

Pada ajat jang berisi rahasia Tuhan ini, ia meletakkan penanja jang masih basah, berhenti untuk selamalamanja, ia kembali kepada Tuhan untuk tidak membuka rahasia Tuhan itu lebih banjak kepada manusia. Inilah sedjarah pendidikan wali jang banjak dikafirkan orang karena tidak mengenalnja. Kadang-kadang dibuat orang fitnah, misalnja dengan mengatakan, bahwa Izzuddin Abdussalam, seorang mufti besar Sjafi'i, telah mengkafirkannja, tetapi sesudah diperiksa dengan seksama, ternjata ia tidak ada mengkafirkan Ibn Arabi. (Lih. Chatimah Futuhalul Makkijah, tjetakan Darut Tkaba'ah Al-Misrijah, Mesir,
1329 H.) Sebanjak orang jang mentjela, sebanjak itu pula jang memudji Ibn Arabi.

Qadil Qudah Sjafi'i jang terbesar dalam masanja, Sjamsuddin Ahmad Al-Chuli, berbuat chidmat kepadanja sebagai seorang budak, Qadil Qudah Maliki mengawinkan anaknja kepada Ibu Arabi, dan banjak ulama mengarang sedjarah hldupnja, jang tidak sampai kepada kita, seperti As-Safadi, As-Sujuthi dan Az-Zahabi.

IV. IBN ARABI DAN TASAWWUF

Ibn Arabi terkenal djuga sebagai tokoh besar dalam tasawwuf aqidah, mengenai ilmu ketuhanan. Ia salah seorang pelopor dalam mempertahankan paham wihdatul wudjud, adjaran hanja ada satu jang wudjud, jaitu Tuhan. Ia menerangkan, bahwa tasawwuf itu ialah perpindahan atau peralihan dari suatu keadaan kepada suatu keadaan jang lain, pindah dari alam kebandaan bumi kepada alam kerohanian langit.
       
Perpindahan atau peralihan ini selalu kelihatan pada diri manusia. Sedjalan de ngan perubahan umurnja, berubah pula alam pikirannja. Tentu jang demikian terdjadi djika manusia itu mempergunakan akalnja.

Ibn Arabi mengambil tjontoh pada dirinja sendiri. Sebagaimana manusia jang lain iapun pada waktu muda pernah dipengaruhi oleh keindahan alam sekitarnja dikelilingi penuh randjau dan onak kehidupan benda jang memalingkan perhatiannja kepada keindahan lahir. Kita ambil babakan hidupnja tatkala ia berumur 33 tahun, jaitu tahun peralihan antara muda remadja dan tua, suatu waktu jang hampir matang untuk beralih dari suaiu alam pikiran kealam pikiran jimg lain. Ketika itu ia pergi ke Hedjaz dan tinggal serta berguru pada seorang ulama Mekkah. Gurunja itu mempunjai seorang anak perempuan, jang menarik pikiran Ibn Arabi karena tjantiknja, karena budinja dan karena ilmunja serta petah lidahnja. Pertemuan ini pernah menggelisahkan djiwa Ibn Arabi, sehingga sekian banjak lembaran karangannja dipergunakan untuk menggambarkan kekagumannja atas ketjanlikan anak perempuan jang pernah diljintainja itu. Demikian mdahnja uraian jang diberikan Ibn Arabi, sehingga dapat mendjelaskan kepada kita bagaimana besar kekuatan tjinta dan keindahan alam lahir dapat mempengaruhi seorang manusia. Sallah satu kalimat diantara tjurahan hawa nafsu dan kegemaran duniawi Ibn Arabi tersimpul dalam pcrkataannja :

"Demikian rupa, hatiku terpikat olehnja, pikiran dan djiwaku seakan-akan terbelenggu, sehingga tiap nama jang kusebut, namanjalah jang kukehendaki, tiap kampung jang kutudju, kampungnjalah djuga seakan-akan jang kumasuki".

Hamburan kata-kata Ibn Arabi menundjukkan, bagaimana keadaan seseorang telah tenggelam dalam merasakan niknmatnja pendengaran, penglihatan dan perasaan hati. Djika pengaruh itu tidak lekas-lekaj ditjutji dibersihkan, maka manusia itu akan tidak dapat terlepas lagi daripada ketjintaan dan kesempurnaan bumi jang dapat diraba dan dirasa itu.
Ibn Arabi mentjeriterakan kesadàrannja kembali kepada tudjuan dan Idam idaman hidupnja semula tatkala ia datang ke Mekkah, dan mentjeriterakan djuga daja-upaja melepaskan dirinja daripada belenggu sjahwat jang telah niengikatnja dalam alam pikirannja jang dapat kita anggap sebagai deradjat kcsutjian pertama, peralihan dari ketjenderungan jang bersifat bumi kepada ketjenderungan jang meningkat kelangit. Iclitiar ini dapat kita kalakan permulaan mendj'auhkan diri daripada kesenangan lahir dan menerima kesenangan rohani, jin? boleh kita anggap tingkat iman jang lebih tinggi, karena puntjaknja ketjintaan dan keindahan ini tidaklah terletak dalam kesenangan atau keindahan jang dana! diraba« jang biasa dapat dilihat mata manusia itu.

Perhatian Ibn Arabi beralih dari bumi keangkasa raja, meningkat bersama panggilan djiwanja kelangit, kepada keindahan bintang-bintang jang bertaburan ditjakrawala. Pandangan berpindah dari ruang bilik jang sempit keluar dunia jang lebih kias dan kepada keindahan jang lebih mengagumkan serta meiiakdjubkan. Ia djaluh tjinta jang mesra, Ijinta jang berpadu dengan kepuasan rohani. Ia duduk termenung pada malam hari jang sepi, sambil bertopang dagu, melihat keindahan bintang-bintang itu sedjauh-djauh mala memandang, la mengaku dalam karangannja : "Pada suatu malam aku mengawini bintang-bintang itu, tidak ada sebuahpun
diantaranja jang tidak aku nikahi dengan kelezatan rohani jang mesra. Sesudah aku bernikah dengan bintang-bintang itu, aku dikurniai huruf-hurufnja, jang aku ikat pula dengan perkawinan. Aku tjinta kepada bintang-bintang jang gemerlapan itu, sehingga siang mcndjadi buah tutur dan malam mendjadi buah mimpiku. Kukemukakan mimpiku hi kepada mereka
jang arif-bidjaksana, dan disambutnja dengan pudjîan dan sandjungan. Katanja inilah lautan jang dalam, inilah dia samudera jang luas, jang tak, dapat diselami dan diadjuk dalamnja. Katanja pula : jang empunja mimpi ini telah dibukakan kepadanja ilmu jang tinggi, pengetahuan tentang rahasia jang dalam, hikmah bulan bintang jang luas, tidak ada jang dapat berbuat demikian seorangpun dari ternantinja jang semasa.

Kemudian ia berdiam diri sedjenak. Lalu berkata pula : djika terdapat jang empunja mimpi itu diantara kita ini, maka tak dapat tidak orang itu ialah pemuda Andalus, karena ialah jang dapat sampai kesana". Ibn Arabi sudah mengalami perubahan, ia sudah beralih dari suatu babakan hidup kepada babakan hidup jang lain, dari babakan hidup tjinta kepada machluk bumi kepada tjinta terhadap kawakib, mendjadi buah mimpinja pada malam hari.

Adapun mimpi itu ibarat jang pernah diniimipikan oleh Nabi Jusuf, tatkala ia berkata kepada ajahnfa : "Wahai ajshku! Aku melihat dalam mimpiku sebelas bintang, matahari dan bulan, semuanja sudjud kepadaku" (Quran XII:4).

Memang, kata Dr. Zaki Mubarak, perbedaan antara dua chajal ini seperti perbedaan antara dua roh itu, sama-menjamai. Dalam hal ini Jusuf tidak berdusta, hanja Ibn Arabi berpanjang-pandjang dalam utjapannja.

Daripada tjontoh ini kita ketahui bahwa orang-orang Sufi meletakkan makna hidup itu lebih tinggi daripada hidup biasa, kadang-kadang demikian tingginja sehingga orang biasa tak dapat memahaminja.

Djika mereka membitjarakan sesuatu hukum dalam Islam, maka jang dipentingkannja ialah tudjuan daripada hukum itu, dan dengan demikian idjtihadnja aljapkali berbeda atau kelihaian berbeda dengan pengadjaran-pengadjaran ilmu fiqh biasa.

Sebagai tjontoh kita kemukakan kembali Ibn Arabi berbitjara tentang kiblat sebagai sjarat sah sembahjang. Ia sanggup berkata : "Orang-orang Islam telah sepakat mengarahkan mukanja kepada kiblat, jaitu Ka'bah, sebagai salah satu daripada sjarat sah sembahjang. Djikalau kepulussan idjma' jang demikian itu belum disepakati, aku tidak akan mengatakan, bahwa jang demikian itu merupakan suatu sjarat, karena Allah Ta'ala , berfirman : "Kenianapun engkau memalingkan mukamu, disana engkau menghadapi Allah", suatu ajat untuk dasar hukum, jang diturunkan
di Mekkah kemudian, dan udak mansuch perintahnja" (kitabnja AM'umhat, dj. 1:518).

Djikalau kita lihat sepintas lalu, seakanakan Ibn Arabi akan menentang Keputusan berkiblat kepada Ka'bah, tetapi djikalau kita renungkan lebih dalam kelihatan maksudnja jang lain, jang nienundjukkan kekuatan pribadinja untuk mengutjapkannja itu nienundjukkan pandangan tasawwuf jang sudah mempengaruhi adjaran fiqhnja, sehingga pembahasan itu lebih banjak
ditudjukan kepada pemeliharaan hati dan niat daripada kepada asuhan dan keseragaman badan belaka.

Sebagaimana Ibn Arabi, begitu d juga orang-orang tasawwuf jang lain melihat sjari'at itu sebagai kepentingan bagi orang awam, dan melihat hakikat itu sebagai kebutuhan bagi orang chawas, sehingga pe ngadjaran-pengadjaran sjari'at itu merupakan
suatu pendjélasan bagi hakikat, dan ilmu fiqh itu baginja tidak lain daripada suatu mukajjdirnah bagi peladjaran keadaan hati.

Dalam hai ini ibu Arabi mendahului pendapat Ghazali. Dan memang meskipun sama-sama Sufi terdapat perbedaan besar antara dua mereka itu. Ghazali menghormati hukum-hukum dan pengadjaran fiqh, sesudah itu harulah ia pindah kepada pengertian Sufi, seuang Ibn Arabi dalam satu kaligus dengan keberanian jang luar biasa, mengupas kedua ilmu itu, mengetjani dan mengeritiknja. Orang menjangka bahwa sebabnja ialah bahwa Ghazali mengarang kitabnja sesudah ia sutji dan baik dalam pengertiannja, sedang Ibn Arabi mengarang kitabnja dengan mengemukakan dirinja sebagai penutup aulia,
disampîng Muhammad penutup ambia.

Kitab-kitab Ghazali penuh dengan utjapnn- utjapan ulama-ulama salaf, sedang Ibn Arabi dengan keberaniannja selalu ia berbitjara sendiri, meskipun pendapatnja bertentangan dengan ulama-ulama besar jang lain.

V. IBN ARABI DAN WIHDATUL WUDJUD

Ibn Arabi tidaklah dapat disebut menganut paham Hulul atau Ittihad, ia mempunjai pendirian tersendiri terhadap Tuhan dan machluk. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Hulul itu ialah suatu keadaan menurut kejakinan orang sufi, bahwa Tuhan itu berada dimana-mana, diluar dan didalam machluk (muhith tersebut dalam Quran dan immanent dalam ilmu filsafat).

Quran mengatakan, bahwa Tuhan meliputi segala sesuatu, dan suatu aliran dalam sedjarah filsafat menerangkan, bahwa zat pentjipta itu terdapat dalam machluk.  juga ada ajat Quran jang menjebutkan, \ bahwa Tuhan itu lebih dekat daripada urat leher manusia, bahkan Nabi Muhammad pernah mendjawab pertanjaan seorang Arab, dîmana Tuhan, bahwa Tuhan itu dalam hati orang mu'min. Setengah mazhab Sufi menafsirkan keterangan ini setjara lahir dan umum, lalu menganggap, bahwa Tuhan itu dapat menempatkan dirinja, hati, pada tiap machluk, terutama manusia. Mazhab ini dinamakan mazhab Hulul dan oleh ulama-ulama Ahli Sunnah wal Djama'ah (Asj'ari) dianggap menjeleweng dari adjaran Islam jang sebenarnja, karena zat Tuhan dan zat manusia dengan demikian mend jadi. berpadu, suatu
hal jang mustahil terdjadi antara qadim dan hadis.

Djuga Ibn Arabi tidak dapat dikatakan menganut mazhab Iltihad dalam arti kata jang sebenamja, meskipun ia seorang ahli filsafat jang ulung. Itiihad artinja dalam istilah sufi berpadu, apalagi merupakan
suatu kesatuan jang bulat. Zat manusia tetap zat manusia, dan zat Tuhan tetap zat Tuhan, karena tidak mungkin berpadu antara zat manusia jang hadis dengan zat Tuhan, jang qadim. Tetapi ahliahli filsafat Islam mengatakan, bahwa perhubungan itu mungkin sekali-sekali terdjadi dengan perantaraan akal umum ('aqlul kul, active intelligent), jang demikian itu untuk memungkinkan manusia menerima wahju atau ilham langsung dari Tuhan, jang dinamakan 'ilmu ladunni atau 'ilmu wahbi. Mazhab ini dinamakan mazhab Ittihad. Ihn Arabi tidak menempuh djalan ini, karena belum merupakan tauhid tanzih, dan karena dianggapnja sjirk, sebab ada tjampur tangan zat lain dalam pentjiptaan disamping zat Tuhan jang mutlak tunggal adanja.

Ibn Arabi membuat teori Wihdah dengan maksudnja, hanja ada satu zat Tuhan jang berkuasa dalam segala-galanja, selain itu tidak ada. Semua machluk itu hanjalah akibat dan gambaran, mirah. daripada kekuasaan pentjipta jang amal hebat itu, jang bernama Allah. Sepintas lalu kelihatan, bahwa kejakinan Ibn Arabi itu bersamaan dengan Hulul atau Ittihad, apalagi dengan utjapannja, bahwa Hal itu adalah 'ainul chalk, jang dapat dita'wilkan orang dengan : Hak itu adalah intipati segala tjiptaan, jang lalu diartikan, bahwa Ihn Arabi menjamakan machluk
dengan chalik, serta atas dasar ini menuduhnja kafir atau sindiq.

Ibn Arabi mejakini "Wihdatul Wudjud dalam segala jang bersifat kebendaan dan kerohanian, dan berkata, bahwa wudjud itu adalah intipati dari segala jang ada,
dan bersama dari segala jang baharu itu adalah ketinggian bagi zatnja, bukan lain
melainkan dia sendiri, dia jang tertinggi, karena segala jang bersifat a'jan jang binasa atau 'adam itu akan kekal kepadanja, tidak ada baginja wudjud jang abadi,
meskipun keadaannja aneka rupa dan hilangannja amat banjak, dalam tjiptaan dan keadaan, melainkan jang kekal adai "ain atau sumber intipatinja, jang merupakan satu daripada kumpulan, akan lenjap kedalam kumpulan. Wudjud jang banjak itu hanja merupakan nama, merupakan turunan, jaitu merupakan urusan jang bersifat binasa atau 'adam, tidak ada semua itu melainkan 'ain jang tungal daripada zat-zat itu sendiri, tidak dlhubung-hubungkan melainkan satu tunggal dalam zat jang banjak itu. Itulah jang dikatakan : Dia, bukan Dia ! Engkau, bukan Engkan !" (Fushushul Hikam, hal 72-74, atau Mashra'ul Tasawwuf, hal. 62-63).

Kalimat jang bersifat filsafat dari Ibn Arabi ini tidak mudah diartikan dengan pengertian biasa. Boleh diartikan kalimat itu dengan : Segala sesuatu itu, melihat kepada isinja dan keadaaunja, disebut Tuhan,
tetapi melihat kepada nama Allah jang chas, bukan Tuhan, hanja suatu kenjataan zatnja, bukan pula seluruhnja.

Tentu boleh pula diartikan dengan arti kata-kata biasa, bahwa segala sesuatu itu adalah Allah djua atau dengan kata-kata kiasan, bahwa segala sesuatu itu berasal dari Allah, semuanja akan binasa ketjuali wadjah Allah itu sendiri (Quran).

' Abu Sa'id al-Charraz (mgl. 286 II), seorang sufi jang terdahulu di Bagdad, lebih djelas menafsirkan pengertian itu dengan keterangan, bahwa segala sesuatu tjiplaan alam itu merupakan suatu wadjah daripada utjapan-utjaponnja, jang menerangkan dirinja sendiri : bahwa Allah itu tidak dikenal melainkan dengan meliputi segala sesuatu tjiptaannja, dialah awal dan achir, dialah lahir dan bathin, dialah zat jang tersembunji dalam keadaannja jang njata.

Semuanja dari Allah dan tidak ada sesuatu melainkan Allah jang tampak dan tidak tampak. Inilah pendirian mazhab Wihdatul Wudjud. Penganutnja tidak menganggap penuh tauhid utjapan jang tersimpul dalam kalimat "la ilaha-illallah", "tidak ada Tuhan melainkan Allah", karena didalamnja masih terdapat perbandingan Allah dengan Tuhan lain. Mereka lebih djazab menjebut ''  Jajsa iliallah", jang berarti "tidak ada melainkan Allah", atau "bukan dia melainkan Dia".

Imam Ghazali membenarkan tauhid tanzih ini dan berkata dalam Misjkatul Anwar : "Huwallah", "Dialah Allah" atau "Iluwa", "Dia itu Dia" setjara sjuhudijah atau wudjudijah.

Memang sudah mendjadi pendirian orang sufi, bahwa Hak itu lahir pada tiap-tiap tjiptaan, dialah jang lahir dalam tiap-tiap sesuatu jang dapat dipahami, dialah
jang batin daripada segala paham, sampai kepada paham orang jang berkala, bahwa alam ini rupanja dan huwijahnja. Ibnul Katib dikala menjebut nama Ruzabari menggunakan gelaran jang terhormat "Penghulu Kami Abu Ali". Orang bertanja kepadanja,'mengapa ia memakai gelar jang demikian tingginja. Ia mendjawab : "Karena Abu Ali pergi daripada ilmu sjari'at kepada ilmu hakikat, sedang kita kembali daripada ilmu hakikat kepada ilmu sjari'at !" (Tarich Bagdad).

Demikianlah keadaan dengan Ibn Arabï, diserang, dikutuk dan dikafirkan, tetapi dikala orang berhadapan dengannja, dan ia mengupas salah satu persoalan Islam, ulama dalam masanja mengatakan bahwa ia adalah seorang quthub atau bintang ulama.

Diantara kitab jang paling tadjani memuat serangan-serangan dan ketjaman terhadap Ibn Arabi ialah Tanbihul Ghabi ila Takfiri Ibn Arabi dan kitab Tahzirul
ibad min Ahlil inad bi Bid'atil Ittihad', jang kedua-duanja dikarang oleh Burhanuddin al-Buqa"i (809-885 H ) , kedua-duanja
(ditjetak kembali mendjadi sebuah kitab dengan djudul „Masra'ut Tasawuf" (Cairo, 1953), diterbitkan oleh gerakan jang menamakan dirinja Ansharus Sunnatul Muhammadijah, sejrta diberi komentar dan tjatatan oleh Abdurrahman al-Wakil, salah seorang daripada anggota gerakan tersebut. Siapa Al-Buqa'i ? Dalam kitab Sjazaratus Zahab diterangkan bahwa ia bernama Ibrahim bin Umar Burhanuddiu al-Buqa'i mazhab Sjafi'i, ahli hadis, ahli tafsir dan ahli sedjarah. Ia lahir dalam tahun 809 H. dalam sebuah desa bernama Charbah, daerah Buqa\ Kemudian ia pergi ke Damaskus mempelad jari Quran, pembatjaan dan pengertiannja, mempeladjari nahwu, fiqh dan ilmu-ilmu lain.

Dianlara gurunja disebut Ibn Nashiruddin
dan Ibn  Hadjar. Banjak ia menulis kitabkitab jang bertalian dengan pengertian dan tafsir Quran, sebuah kitabnja bernama Intcanus Zaman, berisi riwajat hidup
ulama-ulama dalam segala bidang dan masa. Diantara kitabnja jang lain ialah risalah jaJig kita sebutkan namanja diatas, berisi tantangan terhadap Ibn Faridh dan Ibn Arabi. Lama ia tinggal di Baitul Maqdis dan di Mesir. Ia meninggal di Damaskus dalam bulan Radjah tahun 885 dalam umur 76 tahun.

Sebagaimana kita lihat, bahwa dalam sedjarah hidupnja tidak disebut ada ia mempeladjari tasawwuf atau memahami tjara berpikir ulama-ulama sufi. Oleh karena itu saja mengambil kesimpulan, bahwa serangan-serangamija itu semata-mata didasarkan atas ilmu-ilmunja, jang memang berlainan bidang dengan ilmu batin atau ilmu tasawwuf.

Dalam kitabnja itu dimuat kalimatkalimat dan utjapan Ibn Arabi, terutama jang bert-sal dari karya-karyanja Fusliushul Hikani, terutama kalimat-kalimat jang dapat did jadikan dasar untuk menggelarkan Ibn Arabi kafir, setan dan zindiq, bersama dengan ulama-ulama jang lain dalam bidang tasawwuf, seperti Ibnal Faridh.

Orang sufi, sebagaimana diterangkan oleh Al-Djili dalam "Insanul Kamil” (1:67), mengartikan huwijah itu dengan kegaibannja jang tidak mungkin tampaknja dengan mata, tetapi dapat didjelaskan dengan menjebut djumlah nama dan sifat.

Djurdjarii dalam At-Ta'rifat memberi arti kepada huwijah itu jaitu hakikat jang melingkupi seluruh hakikat dan jang meliputi pusat seluruh pokok dalam kegaiban jang mutlak pula. Lalu setjara kasar mereka menjebut alam ini kenjataan dan batinnja atau Iukisannja ialah hakikatnja. Nadjmuddm Ihn Israil (563-677 H) menerangkan dalam bentuk sadjak sbb.

Engkau tak lain dari kauni,
Engkau "Ainnja, Engkau sumbernja,
Engkau rahasia jang tersembunji,
Bagi jang dapat merasainja.

Ibnal Faridh (576-632 H ) , jang djuga dianggap Hudjdjah Ahlil Wihdah dan dituduh kafir bersama Ibn Arabi, bersjair jang sama maksudnja :

Segala apa tampak dan djelas.
Diljiptakan oleh satu djua,
Tertutup terkurung, tidak terulas,
Oleh mala terlihat djua.

Pada tempat jang lain Ibnal Faridh menerangkan bahwa dalam hakikat ia belum pernah sembahjang sendiri, selalu ada imam dan selalu ada jang mengawasinya dibelakang, kiri dan kanan, kedua-duanja berhimpun dalam ssidjud, bukan orang lain jang sembahjang dan sembahjang itu bukan untuk orang lain, tetapi untuk kesatuan jang diakui dalam perdjandjian semula azali. Sja'ir ini jang sukar kita pahami karena berpilih pengertiannja dengan maksud beberapa ajat Qur'an dan Hadis mengenai hakikat sembahjang, ditutup oleh Ibnal Faridh dengan sadjak,
jang djika saja lerdjemahkau kira-kira demikian isinja :

Dalam sadar sesudah fana,
Aku merasa aku menjana,
Diriku lak lain melainkan serona,
Satu djua seluruh buana.

D jika zatku dengan satku,
Telah berpadu mendjadi beku,
Hilanglah sahaja lahirlah aku,
Satu djuga engkau dan aku.

Kemudian ia bersjair pula :

Semua tjiplaan semua jang ada,
Semua alam majapada,
Seluruhnja adalah dari jang ada, (terdj. wudjud)
Karena hidjab tampak tiada.
D jika hidjab sudah terangkat,
Tak tampalf lagi matjam dan tingkat,
Semua ke n jat aan djika disingkat,
Keserupaan djuga s muanja bakal.

VI. KITAB DAN KARANG2ANNJA.

Tidak boleh kita lupakan, bahwa Ibn Arabi dalam fiqh berpegang kepada mazhab Az-Zahiri, sepaham dengan Ihn Hazni, tetapi sangat menentang taqlid, dalam tasawwuf berpegang kepada pendirian Wihdatul Wudjud, semua Tuhan dan alam mendjadi satu, tak ada jang mewudjudkan melainkan Allah sadja, dan setelah saja ikuli beberapa karangannja, saja menjangka, bahwa mazhab i'tikadnja ialah Djabari jah a Sau mendekati D jabarijah.

Sebagai seorang anak Andalus jang terpeladjar dan mempunjai pergaulan luas, djuga mengundjungi hampir seluruh negara- negara Islam jang terpenting dalam masa hidupnja, kitab dan karangan-karangannja bermutu tinggi dan tersiar luas dalam kalangpn ulama-ulama Isiam, meskipun tidak kurang beroleh ketjaman dan halangan dari kanan kiri, bahkan antjaman akan membunuhnja.

Sebagaimana kita terangkan dialas kitab
dan karasigan-karangannja itu tidak terlepas dari pokok-pokok pendiriannja, disamping semuanja bersifat mystik, kelihatan ia bebas menafsir ajat-ajat Quran dan Hadis setjara zahir, tidak mau tunduk kepada sesuatu pengertian atau paham ulama sebelumnja, terlepas daripada ikatan mazhab dan berpendirian, bahwa Tuhanlah jang mempunjai kemauan dan kekuatan maha tinggi, sehingga manusia tidak berdaja upaja apa-apa. Dalam bidang inilah Ibn Arabi mendj adi besar dan masjhur, dan terutama karena filsafatnja ialah tersiar Panthéisme dalam adjaran tasawwuf, sehingga ia digelarkan Sjeichul Akbar dalam bidang hakikat dan menjebut
namanja dengan penuh hormat.

Sebagaimana orang Sufi biasa Ihn Arabi menganggap ilmu sjari'al ilu hauja dipeladjari sekedar perlu, karena dia melihat lebih djauh dengan adjaran tasawwufnja akan arti penjembahan manusia dan alam dalam bidang hakikat jang lebih mendalam, sehingga banjak orang menuduh dia zindiq atau murtad dengan' pendiriannja dalam Wihdatul Adijan, kesatuan agama
dalam penjembahan maehluk kepada chaliknja.

Bagi mereka jang lelah bergelimang dengan orang-orang Sufi dan memahami adjaran-adjarannjâ, akan tidak kaget, ajiabila disana sini dalam kitabnja Ibn Arabi menerangkan ia bermimpi bertemu dengan Tuhan atau dengan Nabi Muhammad, jang memberikan kepadanja sesuatu pudjian berkenaan dengan perdjuangannja.

Dalam kilal» Fuluhulul Makkijah, karangannja jang terpokok mengenai tasawwuf, diterangkan, bahwa ia pernah bertemu dengan Tuhan. Tatkala ia bertanja
kepada Tuhan, mengapa ia mendjadikan Ibn Arabi seperti kepada manusia, konon Tuhan berkata, bahwa ia berbuat sesukanja.

Seorang jang belum mengenal kehidupan Sufi dan tidak mejakini kehidupan wali-wali, akan segera mengambil kepatuhan, bahwa Ibn Arabi berbuat sesuatu sebagai orang gila atau seorang sjirk. Begitu djuga, bahwa kita dapati tjeriîeranja dalam pendahuluan kitabnja jang bernama Fushushul Hikam, bahwa ia pernah melihat dan bertemu dengan Rasulullah di Damaskus pada achir 10 bulan Muharram tahun 627, sedang ditangannja ada kitab Fushushul Hikam. Rasulullah berkata : "Ini kilab Fushushul Hikam. Terimalah dan siarkkanlah kepada semua manusia, agar mereka beroleh manfaat".

Aku berkata, katanja, bahwa : "Dengan segala patuh dan taat bagi Allah dan Rasulnja dan bagi Ulil Amri jang memerintahkan daku. Maka kutetapkanlah kejakinanku, kuichlaskan niatku, qasad dan hasratku, untuk menjelcsaikan kitab itu, sebagai jang digariskan oleh Rasulullah dengan tidak berlebih dan berkurang, Ia datang dari Allah, dengarlah dan kembali kepada Allah, kamupun akan
kembali kepadanja". Kali jang ketiga konon ia bertemu
Nabi-Nabi pada suatu tempat dalam tahun 586 H. tetapi ia tidak berbitjara dengan Nabi-Nabi itu ketjuali dengan Nabi Hud.

Ia berkata : "Nabi Hud itu seorang jang halus pergaulannja, paham segala persoalan, banjak beroleh ilmu dan mukasjafah dari Tuhan. Ia mentafsirkan kepadaku firman Tuhan jang tersebut dalam Quran : "Tidak ada sesuatu jang merangkak
dimuka bumi ini, melainkan adalah ia (Tuhan) jang mcnguasainja. Sesungguhnja Tuhanku itu ada dialas djalan jang lurus" (Quran XI : 56), jang konon sangat membesarkan hatinja beroleh tafsiran itu atas kurnia Tuhan melalui salah seorang Nabinja. Tjeritera inipun disebutkan dalam kitab Fushushul Hikam.

Kata Ibn Arabi selandjutnja, bahwa tatkala Tuhan sudah memperlihatkan kepadaku Hak dan memperlihatkan kepadaku 'Ain Rasul-Rasul dan Nabi-Nabi, semuanja manusia sedjak dari Adam sampai kepada Nabi Muhammad ; lalu ia menetap di Cordova dalam tahun 586, dan tidak seorang jang berbitjara denganuja melainkan hanja Nabi Hud jang memberikan dia beberapa tafsiran.

Kitab Futuhalul Makkijah, jang merupakan karya pokok dan buah tangannja jang terpenting dalam bidang ilmu tasawwuf, dan jang diringkaskan oleh seorang ulama besar, Sja'rani (mgl. 973 H), terdiri dari 560 bab, diantara mana 559 bab merupakan intisari dari seluruh isi kitab itu. Pernah Ibn Arabi pada suatu kali bertanja kepada temannja Ibn Faridh, apakah ia sedia memberikan tafsir mengenai kitabnja Ta'ija, Ibnal Faridh (mgl. 632 II) mendjawab, bahwa tafsir untuk kitab itu sudah ada, jaitu kitab Fuluhatul Makkijah, karangan Ibn Arabi sendiri. Kitab Futuhalul Makkijah ditjetak di Bulaq dalam tahun 1274, di Cairo dalam tahun 1329, kedua-duanja di Mesir, Saja merasa berbahagia dapat membatja kitab ini, dan dapat mempeladjari pendapat lbn Arabi langsung dari karyanja sendiri.

Lebih menggemparkan dunia fiqh dan gerakan Salaf ialah kitabnja Fushushul Hikam, jang katanja naschah itu berasal dari Nabi Muhammad ditermianja dalam mimpi. Memang Fushushul Hikam iniilah jang terutama didjadikan alasan oleh musuh- musuh Ibn Arabi untuk mengkafirkannja, sebagaimana Nazam Suluk Ta’ijah untuk mengkafirkan Ibnal Faridh. Kitab ini mengupas persoalan-persoalan mengenai hakikat Tuhan dan Insan, dalam susunan bahasa jang demikian dalam filsafatnja, sehingga banjak menimbulkan salah pengertian dalam kalangan ulama-ulama fiqh dan ulama-ulama jang terma- suk aliran Salaf, seperti lbn Taimjah, jang membentji kepada ilmu tasawwuf.

Serangan-serangan terhadap kitab ini al.au kita bitjarakan dalam bahagian chusus dari risalah ini. *)

Dalam tahun 598 H (1201-1202 M). ia kembali lagi ke Mekkah. Ia berkenalan dengan seorang wanita jang tjantik dan sangat terpeladjar. Ibn Arabi demikian tertarik kepadanja sehingga sekembali dari sana tahun 611 H (1214-1215) ia menulis sekumpulan sadjak jang berisi ketjerdasan, ketjantikan dan pergaulan wanita itu dengan tjara dan bahasa jang sangat menarik sekali. Dalam tahun berikutnja ia memperpandjang karya ini dengan komentar jang bersifat mystik. Baik nasehatnja maupun komentarnja diterbitkan kembali dalam bahasa Inggeris oIeh Nicholson (The Tarjuman al-Âshwaq, a Collection of Mystical Odes, in Or. J*ansl. Fund, New Ser., vol XX (London. Nil).

Selain daripada Fushushul Hikam banjak kitab-kitab Ibn Arabi jang penting jang hilang karena tidak disalin dan ditjetak kembali. Di Eropah dikenal orang Sebuah kitabnja mengenai istilah Sufi jang diterbitkan bersama-sama Ta'rifat, susunan Al-Djurdjani, diterbitkan oleh Flügel dalam tahun 1845, sebuah risalah pendek masih tersimpan di Glasgow MS, jatig dinamakan kitab Al-Adjtviba, jang hudah pula diterbitkan dalam bahasa Inggeris (JRAS 1901), dan djuga satu kumpulan karangan jang diterbitkan oleh H.S. Nyberg, dengan nama Kleinere Schriften des Ibn Arabi (Leiden, 1919).

Moulvi S.A.Q. Husaini menerangkan beberapa nama kitab karya Ibn Arabi dalam buku biografinja The Great Muslim Mystic and Thinker lbn Al-Arabi itu. Di
antaranja ia menerangkan, bahwa kitab Futuhatul Makkijah jang diringkaskan oleh Abdul Wahhab Asj-Sja'rani bernama Al-Jawaqilu wal Djawahir lengkap mengu langi garis-garis besar tentang isi kitab karya pokok. Sja'rani djuga menulis djuga dalam kitab ini beberapa keterangan untuk mempertahankan isinja dan pengarang dari serangan-serangan musuh lbn Arab

Husaini djuga menerangkan, bahwa Nicholson pernah mempeladjari kitab Fushushul Hikam dan menguraikan  berapa isinja dalam Studies in Islami. Mysticism. Fushushul Hikam dibahagi atas dua puluh tudjuh bab menurut nama Nabi-Nabi. Khaja Khan pernah membuat keringkasan tcrdjemahannja kedalam bahasa Inggeris dan membeo nama Wisdom of the Prophets.

Kitab-kitab Ibn Arabi jang lain menu rut Husaini adalah Masjhadul Asrar, Matii ali'ul Anwaril Ilahijah, jang ditulisnja di tahun 1209 M., Insja'ud Daba'ir mengenai kedudukan manusia dalam tjiptaan dan alam, 'Uqlatul Muslafid, mengenai uraian tentang penduduk langit dan bumi, 'arasj dan kursi, bulan bintang dan bumi setjara mystiek, Tuhfalus Safaah, tentang mentjahari ilmu Tuhan, Hilatul Abdal, mengenai pelundjuk bagi orang-orang jang salib, ditulis di Tha'if lekat Mekkah dalam tahun 1202 M, Kinijalus Sd'adah, tentang sifat-sifat jang baik mengenai iman kepada Tuhan, Ifaiah, mengenai tiga pokok dasar ilmu Tuhan, akal dan perasaan, selandjutnja ada karangan mengenai Ali bin Abi Thalib, Mengenai filsafat angka, Muhadaratul Abrar,
mengenai kesusasteraan, Kitabul Achlak, mengenai budi pekerti, Amar Muhakkam, mengenai hukum, Madjmu'ur Rasa'il Al-Ilahijah, mengenai persoalan hakikat dan ma'rifat, Mawaqi’un Nudjum, jang ditulis di Maria dikala ia mengundjungi kota ini dalam tahun 595 H., semuanja kebanjakan terambil dari kitab C. Huart, A. History of Arabic Literature.

Tetapi Al-Maqarri menerangkan djuga nama-nama kitab Ibn Arabi jang lain, jaitu Al-Djam'u wat Taf si! fi Haqa'iqit Tansiti Al-Djadwatul Muqtabisat, Al-Ma'ariful IIahijah, Al-Isra ila Maqamil Asra, Fada'il Ab'
dil Aziz al-Mahduwi, dll.

Kitab-kitab Ibn Arabi itu terlalu ban jak untuk kita sebutkan dan kita bitjarakan satu persatu. Ia sendiri menjebut dalam tahun 1234 M. suatu djumlah 289 buah, tetapi kitab Nafhatul Uns, karangannja sendiri, memberi angka lima ratus buah. A.C. Brockelmann menjebut banjak sekali nama-nama kitab Ibn Arabi dalam bukunja jang terkenal "Geschichte der Arabischen Litteratur, dan sebahagian daripada
karangannja djuga sudah diterbitkan dalam bahasa Arab oleh The Dairalu'l Ma- 'arif-'l-Osmania, Hyderabad-Deccan, 1948.

VII. TANTANGAN TERHADAP IBN ARABI

Pertentangan paham antara Ahli Fiqh dengan Ahli Tasawwuf tidak mengherankan kita, karena memang berbeda tempat bertolak kedua aliran ini sedjak mala terdjadi ilmu ini dibahas dan dibukukan sekitar abad jang ke II H. Jang pertama bertolak dari sudut hukum sjari'at dan jang kedua bertolak dari hakikat tudjun daripada kejakinan dan amal. Jang pertama dengan tidak s adar memperbaiki lahir manusia, sedang jang kedua memperbaiki batinnja, sehingga sebagaimana jang pernah kita singgung disana-sini terdjadilah ilmu lahir dan ilmu batin. Ulama lahir ini sudah menganggap sah sesuatu amal jang sudah memenuhi sjarat dan rukunnja sepandjang hukum agama, sedang
ulama batin lebih menitik beratkan kepada tudjuan dan rahasia jang terselip dibelakang amal itu. Ulama-ulama hakikatpun mengakui bahwa sjari'at atau i mu
lahir itu tidak dapat dipisahkan daripada ilmu hakikat atau tudjuan jang tersembunji, sebagaimana jang pernah diutjapkan oleh Al-Djunaid, sjeich golongan mereka : ''Sjari'at itu terpilin dengan hakikat dan hakikat terpilin dengan sjari'at". Meskipun demikian ulania-ulnrna fiqh sebahagian masih menentang djuga ilmu tasawwuf dan ilmu hakikat ini terus menérus,
Uun metigtcai iman ueüurapa mainan ia
jang mereka sangka menjerang daripada adjaran sjari'at mereka jang lahir. Diantara mereka jang hebat sekali diserang kita sebutkan disini Ibn Arabi dan Ibn Faridh. Saja tidak pertjaja, bahwa seranganserangan terhadap ulama- tasawwuf lebih diperbesar oleh rasa hasad, karena adjaran-adjarannja jang berd„iwa dan lekas menemui sasarannja, lebih tjepal dan lebih banjak mendapat sambutan umat, jang dalam abad-abad kerusakan achlak daripada pengadjaran-pcngadjaran fiqh jang kering, meskipun ada orang jang menjangka demikian. Tatkala Abu Jazid ditanja oleh muridnja, mengapa muridnja itu dapat mendengar uraian gurunja itu berdjam-djam lamanja dengan Udak bosan, dan tidak dapat menahan lama mengikuti pengadjian jang diberikan oleh seorang ulama fiqh, Abu Jazid menduawab : "Karena pengadjaran  sasarannja otakmu, sedang Pengajaranku sasarannja djiwamu" Al-'Iz bin Abdussalam menjerang lbn Arabi luar biasa dan mengatakan, bahwa Ibn Arabi itu aindiq. Seorang sahabatnja berkata kepadanja : "Baiklah, tetapi aku ingin engkau menimdjukkan kepadaku seorang quthub l" Ibn Abdussalam mengatakan : "Jaitu Ibn
Arabi !" Orang itu berkata pula : "Tetapi engkau menjerang Ibn Arabi !" Ibn Abdussalam mendjawab : "Aku ingin memelihara sjari'at lahir !"

Seorang Sufi berkata kepada muridnja : "Djika engkau menghendaki sorga, pergilah beladjar fiqh kepada Ibn Madian, tetapi djika engkau mengingini Tuhan jang mempunjai sorga, datanglah beladjar kepadaku. Untuk mentjapai sorga djalannja sjari'at dan djalan kepada Tuhan adalah tasawwuf".

Sjari'at dan lain-lain, jang konon dengan maksud untuk mengembalikan umat Islam kepada tauhid Tuhan jang bersih, menurut orang tasawwuf banjak kali tidak tertjapai, sjari'at-sjari'at itu hanja dikerdjakan dengan tidak membawa perubahan diri seorang. Maka oleh karena itu ulama-ulama tasawwuf menundjukkaulah hakikat-hakikat dan hikmah daripada sjari'at itu, untuk membawa manusia jang mengerdjakan ibadat menebalkan imannja terhadap Tuhan. Tetapi kedua dunia ini kadang-kadang tidak kenal-mengenal satu sama lain, sehingga serang menjerang dan kafir-mengkafirkan.

Demikianlah kita lihat djuga a.Janja serangan-serangan terhadap Ibu Arabi. Diantara lain kitab Tanbihul Ghabi ila Takfir lbn Arabi, ditulis oleh Burhanuddin Al-Buqa'i, diterbitkan kembali oleh
Abdurrahman al-Wakil atas nama Panitia "Ansharus Sunnatil Muhammadijah" (Cairo J952). sematiam Gerakan Salaf jang sudah kita ketahui menentang apa
jang bersifat tasawwuf. Isi kitab itu tidak begitu penting, sebab kita sudah ketahui beberapa banjak ulama-ulama semasanja menjerang Ibn Arabi dengan risalah-risalahnja, sebagaimana djuga peperangan risalah ini terdi^di jmtara Imam Ghazali dengan Ibn Sina dan teman-temannja. Tetapi tjatatan-tjatatan jang diberikan oleh gerakan Salaf dari Abdurrahman al-Wakil terlalu menjolok dan terlalu kurang sopan terhadap seorang pudjangga tauhid kaliber besar seperti Ibn Arabi. Dalam tjatatautjatatannja dibawa nama-nama ulama sekian banjaknja, dan diletakkan dalam mulutnja kata-kata tjerita terhadap walijullah itu, jang kalau dibatja oleh orang jang tidak mengikuti aliran tasawwuf dan mengetahui sedjarah hidup daripada ulamaulama jang digunakan itu, segera turut
mengkafirkan Ibn Arabi.

Ada keterangan pada achir kitab Futuhatul
Makkijah, dimana murid-murid Al-  ibn Abdussalam tidak pernah mengkafirkan Ibn Arabi dengan kejakinannja, sedang dalam kitab jang diterbitkan oleh Abdurrahman al-Wakil dengan matan dari Al-Buq'i (809-885 H), kita seakan-akan diinsafkan, bahwa ulama Sjafi'i terbesar itu mengkafirkan Ibn Arabi. Dalam sjarah Al-Buq'i, jang dinamakan Mashrd'ut Tasawufj kita batja selandjutnja nama-nama
orang jang diadjak mengkafirkan Ibn Arabi dengan Wihdatul Wudjudnja dan meng- kafirkan Ibnul Faridh dengan Ilubbul flahi-nja maka disebutlah nama-nama dengan utjapan-utjapannja tentang pengkafiran itu dari At-Tilmisani (Hanafi), As- Sa'udi (Sufi), Al-Harrani, Ibnul Ahdal, 'Azzuddin ibn Abdussalam (Sjafi'i), Ibn
Daqiq, Ibn Al-Djazari (Sjafi'i), Subki, Ibn Taimijah, Al-Wasithi, Ibn Hajjan al- Andalusi, Az-Zawawi, Al-Bakri (Sjafi'i) Al-Balisi (Sjafi'i), Ibn Nuqqasj (Sjafi'i), Ibn Hisjam, pengarang Al-Muglini, Ibn Chaldun, Al-'Izari, Ibnul Chathib (Maliki), Al-Mushili, Al-Bashathi, Ibn Hadjar, Al- Balqini, Az-Zahabi dan banjak sekali jang lain-lain, jang meskipun hanja pernah menjatakan pendapatnja dengan sepatah kata tentang Wihdatul Wudjud, diadjak dan dikumpulkan namanja dalam golongan orang-orang jang mengkafirkan Ibn Arabi.

Sementara suara-suara dan ketjamanketjaman membubung keangkasa, Ibn Arabi lenjap dalam kejakinan Wihdatul Wudjud, karena ia sendiri tidak ada, jang ada hanja Tuhan, dan Dialah jang maha kuasa dan jang mendengar segala ket jaman itu.

VIII. WAFAT IBN ARABI

Kita tidak membitjarakan ulama-ulama jang membela Ibn Arabi dalam pendiriannja dan memudji kitab-kitabnja, jang dianggap peladjaran jang melaut mengenai hakikat dan ma'rifat. Sebanjak mereka jang menentang sebanjak itu pula mereka jang membelanja, baik dikala hidup maupun sesudah ia wafat. Tidak ada suatu kitab tasawwuf jang membitjarakan hakikat dan ma'rifat tidak mengambil pikiranpikiran Ibn Arabi, jang biasanja didjadikan pegangan terachir, sambil menjebut namanja dengan penuh kehormatan. Pada achir kitab Fuluhatul Makkijah kita dapati kata penutup atau chatimah, dimana disebut dengan hormat sjair-sjair jang dihamburkan orang untuk memudji ulama besar ini. Orang pernah bertanja kepada seorang ahli hakikat Suhrawardi apakah katanja tentang Ibn Arabi. la mendjawab, bahwa ia tidak dapat berbitjara tentang orang besar ini, ketjuali menjimpulkan segala kehormatan kedalam satu nama : "Lautan Hakikat". Al-Jafi'i melarang murid-muridnja membatja kilabkitab
Ibn Arabi, sebelum mereka menamatkan dan paham betu-betul akan karangan- karangan ulama lain tentang tasawwuf, karena katanja : "Kamu tidak akan
paham utjapan Sjeich Besar itu, sebagai mana kamu tidak dapat memahami seluruh alam ini." Ia memudji Ibn Arabi dan membesarkannja serta mengaguminja laksana bintang jang kilau-kemilau tergantung djauh diangkasa, tidak sebarang orang dapat mentjapainja. Maka tidak heran orang menggelarkannja dengan nama bintang, sedang Ibn 'Atha'illah orang hanja menamakannja dengan mahkota.

Ibn Faridh mentjeriterakan, bahwa Ibn Arabi mendjadikan wirid menulis kitab Futuhatul Makkijah tiga kuras sehari, Radja Hamas membantunja seratus dirham tetapi seluruh dirham i!u disedekahkan kepada fakir miskin.

Al-Kasjsjaai menerangkan, bahwa Ibn Arabi wafal di Damaskus pada malam Djum'at, dua puluh delapan Rabi'ulachir, tahun 638 H, dan dikuburkan pada suatu
tempat di Damaskus jang terkenal dengan nama Safah Oasijun. AI-Kasjsjani mengukir sebuah sjair pada nisannja, jang kalau diterdjemahkan kira-kira demikian isinja :

Satu-salunja dialas dunia,
Merupakan ghaus, sajjidil aulija,
Adalah Hatimi jang amat mulia,
Penghulu dan imam segala manusia.
la beroleh limpah kurnia,
Dari pada Tuhan jang maha kaja,
Ilmu ghaib seria rahasia,
Lautan tauhid jang maha djaja.
Bila kaulanja kepada saja,
Manakala ia meninggal dunia.
Semua orang sekata seia.
638 itulah dia.

Dikatakan orang, bahwa ia mempunjai dua orang anak, pertama bernama Sa'ad Sa'duddin Muhammad, lahir di Mauqijah atau Mata dalam bulan Ramadhan tahun 618, seorang ahli hadis dan sjair jang terkenal, meninggal di Damaskus tahun 656 H, jaitu tahun kedatangan Radja Tartar Hulagu ke Bagdad dan menghancurkan kota kebudajaan Islam itu serta membunuh Chalifah Al-Mu'tasim, kedua, bernama 'Imaduddin Abu Abdullah Muhammad meninggal di Sahilijah tahun 667 H. Kedua-dua anak itu dikuburkan dekat ajahnja Ibn Arabi di Safah Qasijun, Damaskus, tempat dikuburkan wali-wali besar.

Demikianlah beberapa tjatatan sepintas lalu mengenai Ibn Arabi, jang oleh setengah orang dikafirkan, oleh setengah orang diangkat mendjadi wali jang terbesar.

Dr. Zaki Mubarak dalam karangannja "At-Tasawwuful Islami" mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah Chatamul Anbija, sedang Bm Arabi digelarkannja Chatamul Aulija.




-







0 Comments:

Post a Comment