Pada achir kitab Fuluhalul Makkijah, dalam sebuah
scdjarah hidup jang pendek mengenai Ibn Arabi didjelaskaa, bahwa Ibn
Arabi itu dilahirkan pada hari Senin, tudjuh belas Ramadlian, tahun lima
ratus enam puluh hidjrah, di Marseille, dikala itu sebuah negeri Islam
keradjaan Andalus, jang diperintah oleh Bani Umajjah, terletak disebelah
timur Spanjol, suatu daerah jang penuh dengan pemandanganpemandangan jang
indah dan kebun buahbuahan dan bunga-bungaan jang tjantik permai. Ibn
Arabi dikenal orang di Andalus dengan nama Ibn Suraqah.
Ia mula-mula mempeladjari Quran pada seorang
ulama bernama Abu Bakar bin Chalaf di Seville, dan kemudian dalam usia
tudjuh tahun sudah mulai berkenalan dengan kitab "Al-Kafi"
(apakah kitab Al- Kafi ini salah sebuah daripada empat buah kitab Hadis
dan fiqh Sji'ah ?). Ia banjak djuga meriwajatkan hadis dari Abui Hasan, Sjuraih
bin Muhammad bin Sjuraih Ar-Ra'ini melalui ajahnja. Kitab ini dibatja dengan
pimpinan seorang ulama Ali Abui Qasim Asj-Sjarrath al-Qurlhubi di Seville.
Seville adalah djuga salah satu kota jang terkenal disebelah barat
Andalus, suatu kota jang dipagari batu dengan dua belas buah pintu, djauh
dari Cordova selama empat hari perdjalanan.
Diterangkan djuga bahwa Ibn Arabi kemudian mempcladjai
i kitab „At-Taisir fil Laddani" dari Ali Abu Bakar Muhammà« bin Abi Djumrah.
»elandjutnja ia pernah berguru kepada Ihn Zarqun, Abu Muhammad
Abdul Haq al-Isjbili al-Azdi, dan banjak ulama-ulama
lain dilimur dan dibarat, tidak diketahui orang djumlahnja. Imam
Sjamuddin Ibn Musadda menerangkan dalam sedjarah hidupnja, bahwa Ihn
Arabi seorang jang t jan tik, seorang jang teliti, banjak mengetahui ilmu
pengetahuan dalam segala bidang, tjepat menangkap sesuatu dengan
pikirannja, termasuk anak jang termadju dan terpintar dalam negerinja.
Diantara gurunja disebutnja Ibn Zarqun, Ibnul
Djad dan Abui Vahd al-Hadhrami, di Maghrib pada Abu Muhammad bin
Abdullah. Pernah djuga bertemu dan bergaul dengan dia di Seville Abu Muhammad
Abdul Mun'im bin Muhammad al-Chazradji, dan pernah heladjar kepadanja Abu
Dja'far bin Musalli. Ibn Musadda menerangkan djuga, bahwa Ibn Arabi dalam
mazhab ibadat menganut paham Zahiri dan dalam i'tiqad paham Balhini, jang
sangat dipcrdulanmja dan
dilaksanakan nienghidupkaniija dalam karang-karangannja,
jang dapat disaksikan oleh banjak tjerdik pandai tentang kemadjuannja dan
ludjuannja kemana ia hendak membawa ummat Islam.
Ibn Arabi per:iah djuga mengikuti peladjaran Hadis
dari Aüui Qasim Al-Lhazastani dan ulama-ulama lain, dan chusus mempeladjari
Sahih Muslim pada sjeh Abui Hasan bin Abu Nasar dalam bulan Sjawal th. 605
II. Konon ia mendapat djuga idjazah umum dari Abu Thahir As- Salafi.
Dalam ilmu lasawwuf pengetahuan
Ibn Arabi sangat mendalam, sehingga banjak ia
meninggalkan karang-karangan dalam bidang itu, seperti kitab Aljama’ wat
T af sil fi UaqHqll Tanzil, Al-Djuzwatul Muqlabisah ival Chalhralul
Muchlah;„ h, Kasiful Ma’na f i Tafasiri! Asma il Husna, Kilabul Ma'arifil
llahijah dan lain-lain nama kitabnja jang kita sebutkan dalam bahagian
tersendiri mengenai karangannja.
Meskipun demikian perlu saja djelaskan disini tentang
kitab "Futuhal", jang atjap kali kita dapati disebut setjara
ringkas dalam kitab-kitab tasawwuf. Ada dua kitab "Futuhat"
karangan Ibn Arabi, sebuah bernama Futuhatul Makkijah dan jang sebuah
lagi bernama Futuhatul Madinah. Jang atjapkali disebut dengan keringkasan
"Futuhat" itu ialah Futuhatul Makkijah bukan Futuhatul Madinah
, jang hanja terdiri dari sepuluh lembar, ditulis pada waktu ia ziarah ke
Madinah sebagai tjurahan ilham. Kitab Futuhatul Makkijah jang sangat
tebal merupakan kitab karja pokok dari Ibn Arabi. Dua kali kitab inf diringkaskan,
pertama oleh Abdul Wahhab bin Ahmad Asj-Sja'rani (mngl. 973 H) jang
dinamakan Lawaqihul Anwar U Qudsijah, kedua diringkaskan lagi mendjadi
kitab jang bernama Al-Kibntul Ahmar. Menurut Abu Thajjib Al- Madani (mngl.
955 H ) , keringkasan itu sama dengan aslinja. Lain daripada itu ada
sebuah kitab Ibn Arabi jang bernama Al-Ahadisul Qudsijah ditulis di
Mekkah th. 599 H., di kala ia tidak puas dengan hadis riwajat dari Djibrii
FadlufUil Arba'in, tetapi ia ingin menjelidiki isi hadis jang langsung datang
dari Tuhan dengan tidak berperant araan kepada Nabi Muhamad, jang
dinamakan Hadis Qudsi. Maka dikumpulkanlah kedalam kitabnja itu kirakira seratus
satu Hadis Qudsi jang baik.
Agaknja Hadis-hadis ini dipeladjari dalam rangka
menjelidiki hakikat dan ma'rifat, karena dalam Hadis Qudsi itu banjak
dibit jarakan hubungan jang langsung antara Tuhan dengan Nabinja. Keberangkatannja
dari Marseille ke Seville terdjadi dalam th. 598 H., kemudian ia pergi
kelimur, sambil naik hadji di Mekkah, dan tidak kembali lagi ke Andalus.
Banjak ulama-ulama jang memberikan idjazah kepadanja,
diantaranja Hafiz As- Salafi, Ihn A ak r dan Abui Faradj ibnal Djauzi. Ia
pernah mengundjungi Mesir, kemudian tinggal beberapa waktu di Mekkah,
mendalangi Baghdad, Mousul dan kota-kota Rumawi.
Al-Munziri menerangkan, bahwa ia pernah memperoleh ilmu di Cordova dari
Abui Qasim bin Bisjkuwal dan ulama-ulama lain, kemudian mengelilingi negeri-negeri
disekitarnja, diantaranja negeri-negeri pemerintahan Rumawi.
Cordova jang menarik hatinja itu relalah sebuah
kota Andalus jang indah, "berpagarkan tembok jang bertatahkan batu
upam dan marmar, kelilingnja tidak
kurang dari tiga puluh ribu hasta, dan terdapat
didalamnja banjak sekali mesdjid dan tempat mandi, seribu enam ratus buah
mesdjid dan sembilan ratus buah tempat mandi. Pintu gerbangnja ada tudjuh
buah jang basar. Demikian menurut keterangan Abui Fida' dalam kitabnja Taqwimid
Buldan’
Menurut Ibnal Ibaranah banjak sekali ulama-ulama
ja'.ig datang beladjar kepadanja. Setengah penulis sedjarah mengatakan
bahwa ia masuk ke Bagdad dalam th. 608 H. Ia diterima disana dengan penuh
kehormatan karena dikagumi ilmunja mengenai ma'rifat, mengenai
djalan-djalan ahli hakikat, pengetahuannja mengenai rijadhah dan
mudjahadah, lidahnja jang lantjar dan halus dalam menjampaikaii ilmu tasawwuf,
begitu djuga ia dipudji oleh ulama-ulama Sjam, Hedjaz dan murid- murid
pernah mendapat ilmu daripadanja dan melihat Nabi dalam mimpinja jang
memudji akan Ibu Arabi. Dalam keterangan Ibnal Djauzi kita dapati
keterangan, bahwa Ibn Arabi menghafal Ismul A'- zam dan bahwa ia beroleh
ilmu jang pelik-pelik itu bukan setjara bela.ljar tetapi langsung sebagai
ilham.
Ibn
nadjdjar menerangkan, bahwa Ibn Arabi termasuk orang Sufi, ahli
penjakit hati, ahli tharikat, banjak bergaul dengan orang-orang miskin,
naik hadji berkalikali dan banjak bekali menulis kitab-kitab jang berfaedah
bagi golongan tasawwuf. Sjair-sjairnja indah dan dalam, bahasanja halus
dan menarik, dan Ibn Nadjdjar pernah bergaul dengan Ibn Arabi dalam
perdjalanan ke Damaskus serta menerangkan kepadanja bahwa Ibn Arabi masuk
ke Bagdad th. 601 H. dan tinggal disana dua belas hari, kemudian naik
hadji tahun 607 H. Ia menulis untuk Ibn Nadjdjar sebuah sjair sebb.
Selama engkau terkatung-katung,
Diantara ilmu dan sjahwat,
Engkau tidak akan beruntung,
Berhubungan langsung tadjallijat.
Sebelum hidungmu mengeluarkan angin.
Membersihkannja dari diri.
Djanganïah engkau merasa ingin,
Menghirup mentjium bau kasturi.
Al-Chuli menerangkan, bahwa Ibn Arabi melihat ulama-ulama
fiqh dalam mimpinja jang bertanja kepadanja, bagaimana keadaan
keluarganja, lalu bersadjak demikian:
Dikala aku pulang membawa karung mas,
Mereka tersenjum, mereka gembira, Hilanglah bingung, hilanglah tjemas,
Sukatjitanja tidak terkira.
Tetapi dikala berhampa tangan,
Mereka mengetjam, mereka menjerang,
Dinarlah baginja angan-angan,
Disitu terselip suka dan girang.
Sebuah karangan jang penting jang tidak dapat
diselesaikannja ialah kitab At-Tafsirul Kabir jang dikerdjakan hanja
sampai Surat Al-Kahfi, pada ajat jang berbunji "Kami adjarkan dia
ilmu dari kami
langsung (lad-unna)".
Pada ajat jang berisi rahasia Tuhan ini, ia
meletakkan penanja jang masih basah, berhenti untuk selamalamanja, ia
kembali kepada Tuhan untuk tidak membuka rahasia Tuhan itu lebih banjak
kepada manusia. Inilah sedjarah pendidikan wali jang banjak dikafirkan orang
karena tidak mengenalnja. Kadang-kadang dibuat orang fitnah, misalnja dengan
mengatakan, bahwa Izzuddin Abdussalam, seorang mufti besar Sjafi'i, telah
mengkafirkannja, tetapi sesudah diperiksa dengan seksama, ternjata ia
tidak ada mengkafirkan Ibn Arabi. (Lih. Chatimah Futuhalul Makkijah,
tjetakan Darut Tkaba'ah Al-Misrijah, Mesir,
1329 H.) Sebanjak orang jang mentjela, sebanjak
itu pula jang memudji Ibn Arabi.
Qadil Qudah Sjafi'i jang terbesar dalam masanja,
Sjamsuddin Ahmad Al-Chuli, berbuat chidmat kepadanja sebagai seorang budak,
Qadil Qudah Maliki mengawinkan anaknja kepada Ibu Arabi, dan banjak ulama
mengarang sedjarah hldupnja, jang tidak sampai kepada kita, seperti
As-Safadi, As-Sujuthi dan Az-Zahabi.
IV. IBN ARABI DAN TASAWWUF
Ibn Arabi terkenal djuga sebagai tokoh besar dalam
tasawwuf aqidah, mengenai ilmu ketuhanan. Ia salah seorang pelopor dalam
mempertahankan paham wihdatul wudjud, adjaran hanja ada satu jang wudjud,
jaitu Tuhan. Ia menerangkan, bahwa tasawwuf itu ialah perpindahan atau
peralihan dari suatu keadaan kepada suatu keadaan jang lain, pindah dari
alam kebandaan bumi kepada alam kerohanian langit.
Perpindahan atau peralihan ini selalu
kelihatan pada diri manusia. Sedjalan de ngan perubahan umurnja, berubah
pula alam pikirannja. Tentu jang demikian terdjadi djika manusia itu
mempergunakan akalnja.
Ibn Arabi mengambil tjontoh pada dirinja sendiri.
Sebagaimana manusia jang lain iapun pada waktu muda pernah dipengaruhi
oleh keindahan alam sekitarnja dikelilingi penuh randjau dan onak
kehidupan benda jang memalingkan perhatiannja kepada keindahan lahir.
Kita ambil babakan hidupnja tatkala ia berumur 33 tahun, jaitu tahun
peralihan antara muda remadja dan tua, suatu waktu jang hampir matang
untuk beralih dari suaiu alam pikiran kealam pikiran jimg lain. Ketika itu
ia pergi ke Hedjaz dan tinggal serta berguru pada seorang ulama Mekkah.
Gurunja itu mempunjai seorang anak perempuan, jang menarik pikiran Ibn
Arabi karena tjantiknja, karena budinja dan karena ilmunja serta petah
lidahnja. Pertemuan ini pernah menggelisahkan djiwa Ibn Arabi, sehingga sekian
banjak lembaran karangannja dipergunakan untuk menggambarkan kekagumannja
atas ketjanlikan anak perempuan jang pernah diljintainja itu. Demikian
mdahnja uraian jang diberikan Ibn Arabi, sehingga dapat mendjelaskan
kepada kita bagaimana besar kekuatan tjinta dan keindahan alam lahir dapat
mempengaruhi seorang manusia. Sallah satu kalimat diantara tjurahan hawa nafsu
dan kegemaran duniawi Ibn Arabi tersimpul dalam pcrkataannja :
"Demikian rupa, hatiku terpikat olehnja, pikiran dan djiwaku seakan-akan
terbelenggu, sehingga tiap nama jang kusebut, namanjalah jang
kukehendaki, tiap kampung jang kutudju, kampungnjalah djuga seakan-akan
jang kumasuki".
Hamburan kata-kata Ibn Arabi menundjukkan,
bagaimana keadaan seseorang telah tenggelam dalam merasakan niknmatnja pendengaran,
penglihatan dan perasaan hati. Djika pengaruh itu tidak lekas-lekaj ditjutji
dibersihkan, maka manusia itu akan tidak dapat terlepas lagi daripada
ketjintaan dan kesempurnaan bumi jang dapat diraba dan dirasa itu.
Ibn Arabi mentjeriterakan kesadàrannja kembali
kepada tudjuan dan Idam idaman hidupnja semula tatkala ia datang ke
Mekkah, dan mentjeriterakan djuga daja-upaja melepaskan dirinja daripada
belenggu sjahwat jang telah niengikatnja dalam alam pikirannja jang dapat
kita anggap sebagai deradjat kcsutjian pertama, peralihan dari
ketjenderungan jang bersifat bumi kepada ketjenderungan jang meningkat kelangit.
Iclitiar ini dapat kita kalakan permulaan mendj'auhkan diri daripada kesenangan
lahir dan menerima kesenangan rohani, jin? boleh kita anggap tingkat iman
jang lebih tinggi, karena puntjaknja ketjintaan dan keindahan ini
tidaklah terletak dalam kesenangan atau keindahan jang dana! diraba« jang
biasa dapat dilihat mata manusia itu.
Perhatian Ibn Arabi beralih dari bumi keangkasa
raja, meningkat bersama panggilan djiwanja kelangit, kepada keindahan bintang-bintang
jang bertaburan ditjakrawala. Pandangan berpindah dari ruang bilik jang
sempit keluar dunia jang lebih kias dan kepada keindahan jang lebih mengagumkan
serta meiiakdjubkan. Ia djaluh tjinta jang mesra, Ijinta jang berpadu dengan
kepuasan rohani. Ia duduk termenung pada malam hari jang sepi, sambil bertopang
dagu, melihat keindahan bintang-bintang itu sedjauh-djauh mala memandang,
la mengaku dalam karangannja : "Pada suatu malam aku mengawini bintang-bintang
itu, tidak ada sebuahpun
diantaranja jang tidak aku nikahi dengan kelezatan
rohani jang mesra. Sesudah aku bernikah dengan bintang-bintang itu, aku dikurniai
huruf-hurufnja, jang aku ikat pula dengan perkawinan. Aku tjinta kepada bintang-bintang
jang gemerlapan itu, sehingga siang mcndjadi buah tutur dan malam
mendjadi buah mimpiku. Kukemukakan mimpiku hi kepada mereka
jang arif-bidjaksana, dan disambutnja dengan
pudjîan dan sandjungan. Katanja inilah lautan jang dalam, inilah dia
samudera jang luas, jang tak, dapat diselami dan diadjuk dalamnja.
Katanja pula : jang empunja mimpi ini telah dibukakan kepadanja ilmu jang
tinggi, pengetahuan tentang rahasia jang dalam, hikmah bulan bintang jang
luas, tidak ada jang dapat berbuat demikian seorangpun dari ternantinja
jang semasa.
Kemudian ia berdiam diri sedjenak. Lalu berkata
pula : djika terdapat jang empunja mimpi itu diantara kita ini, maka tak
dapat tidak orang itu ialah pemuda Andalus, karena ialah jang dapat
sampai kesana". Ibn Arabi sudah mengalami perubahan, ia sudah
beralih dari suatu babakan hidup kepada babakan hidup jang lain, dari babakan
hidup tjinta kepada machluk bumi kepada tjinta terhadap kawakib, mendjadi
buah mimpinja pada malam hari.
Adapun mimpi itu ibarat jang pernah diniimipikan
oleh Nabi Jusuf, tatkala ia berkata kepada ajahnfa : "Wahai ajshku! Aku
melihat dalam mimpiku sebelas bintang, matahari dan bulan, semuanja
sudjud kepadaku" (Quran XII:4).
Memang, kata Dr. Zaki Mubarak, perbedaan antara
dua chajal ini seperti perbedaan antara dua roh itu, sama-menjamai. Dalam
hal ini Jusuf tidak berdusta, hanja Ibn Arabi berpanjang-pandjang dalam
utjapannja.
Daripada tjontoh ini kita ketahui bahwa orang-orang
Sufi meletakkan makna hidup itu lebih tinggi daripada hidup biasa, kadang-kadang
demikian tingginja sehingga orang biasa tak dapat memahaminja.
Djika mereka membitjarakan sesuatu hukum dalam
Islam, maka jang dipentingkannja ialah tudjuan daripada hukum itu, dan
dengan demikian idjtihadnja aljapkali berbeda atau kelihaian berbeda
dengan pengadjaran-pengadjaran ilmu fiqh biasa.
Sebagai tjontoh kita kemukakan kembali Ibn
Arabi berbitjara tentang kiblat sebagai sjarat sah sembahjang. Ia sanggup
berkata : "Orang-orang Islam telah sepakat mengarahkan mukanja
kepada kiblat, jaitu Ka'bah, sebagai salah satu daripada sjarat sah sembahjang.
Djikalau kepulussan idjma' jang demikian itu belum disepakati, aku tidak
akan mengatakan, bahwa jang demikian itu merupakan suatu sjarat, karena
Allah Ta'ala , berfirman : "Kenianapun engkau memalingkan mukamu, disana
engkau menghadapi Allah", suatu ajat untuk dasar hukum, jang
diturunkan
di Mekkah kemudian, dan udak mansuch
perintahnja" (kitabnja AM'umhat, dj. 1:518).
Djikalau kita lihat sepintas lalu, seakanakan Ibn
Arabi akan menentang Keputusan berkiblat kepada Ka'bah, tetapi djikalau kita
renungkan lebih dalam kelihatan maksudnja jang lain, jang nienundjukkan kekuatan
pribadinja untuk mengutjapkannja itu nienundjukkan pandangan tasawwuf
jang sudah mempengaruhi adjaran fiqhnja, sehingga pembahasan itu lebih
banjak
ditudjukan kepada pemeliharaan hati dan niat
daripada kepada asuhan dan keseragaman badan belaka.
Sebagaimana Ibn Arabi, begitu d juga orang-orang
tasawwuf jang lain melihat sjari'at itu sebagai kepentingan bagi orang awam,
dan melihat hakikat itu sebagai kebutuhan bagi orang chawas, sehingga pe
ngadjaran-pengadjaran sjari'at itu merupakan
suatu pendjélasan bagi hakikat, dan ilmu fiqh itu
baginja tidak lain daripada suatu mukajjdirnah bagi peladjaran keadaan
hati.
Dalam hai ini ibu Arabi mendahului pendapat Ghazali.
Dan memang meskipun sama-sama Sufi terdapat perbedaan besar antara dua mereka
itu. Ghazali menghormati hukum-hukum dan pengadjaran fiqh, sesudah itu
harulah ia pindah kepada pengertian Sufi, seuang Ibn Arabi dalam satu
kaligus dengan keberanian jang luar biasa, mengupas kedua ilmu itu,
mengetjani dan mengeritiknja. Orang menjangka bahwa sebabnja ialah bahwa
Ghazali mengarang kitabnja sesudah ia sutji dan baik dalam pengertiannja,
sedang Ibn Arabi mengarang kitabnja dengan mengemukakan dirinja sebagai
penutup aulia,
disampîng Muhammad penutup ambia.
Kitab-kitab Ghazali penuh dengan utjapnn- utjapan
ulama-ulama salaf, sedang Ibn Arabi dengan keberaniannja selalu ia berbitjara
sendiri, meskipun pendapatnja bertentangan dengan ulama-ulama besar jang lain.
V. IBN ARABI DAN WIHDATUL WUDJUD
Ibn Arabi tidaklah dapat disebut menganut
paham Hulul atau Ittihad, ia mempunjai pendirian tersendiri terhadap
Tuhan dan machluk. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Hulul itu ialah suatu
keadaan menurut kejakinan orang sufi, bahwa Tuhan itu berada dimana-mana,
diluar dan didalam machluk (muhith tersebut dalam Quran dan immanent
dalam ilmu filsafat).
Quran mengatakan, bahwa Tuhan meliputi segala
sesuatu, dan suatu aliran dalam sedjarah filsafat menerangkan, bahwa zat
pentjipta itu terdapat dalam machluk.
juga ada ajat Quran jang menjebutkan, \ bahwa Tuhan itu lebih
dekat daripada urat leher manusia, bahkan Nabi Muhammad pernah mendjawab
pertanjaan seorang Arab, dîmana Tuhan, bahwa Tuhan itu dalam hati orang
mu'min. Setengah mazhab Sufi menafsirkan keterangan ini setjara lahir dan
umum, lalu menganggap, bahwa Tuhan itu dapat menempatkan dirinja, hati,
pada tiap machluk, terutama manusia. Mazhab ini dinamakan mazhab Hulul dan
oleh ulama-ulama Ahli Sunnah wal Djama'ah (Asj'ari) dianggap menjeleweng dari
adjaran Islam jang sebenarnja, karena zat Tuhan dan zat manusia dengan
demikian mend jadi. berpadu, suatu
hal jang mustahil terdjadi antara qadim dan
hadis.
Djuga Ibn Arabi tidak dapat dikatakan menganut
mazhab Iltihad dalam arti kata jang sebenamja, meskipun ia seorang ahli filsafat
jang ulung. Itiihad artinja dalam istilah sufi berpadu, apalagi merupakan
suatu kesatuan jang bulat. Zat manusia tetap
zat manusia, dan zat Tuhan tetap zat Tuhan, karena tidak mungkin berpadu
antara zat manusia jang hadis dengan zat Tuhan, jang qadim. Tetapi
ahliahli filsafat Islam mengatakan, bahwa perhubungan itu mungkin
sekali-sekali terdjadi dengan perantaraan akal umum ('aqlul kul, active
intelligent), jang demikian itu untuk memungkinkan manusia menerima wahju
atau ilham langsung dari Tuhan, jang dinamakan 'ilmu ladunni atau 'ilmu wahbi.
Mazhab ini dinamakan mazhab Ittihad. Ihn Arabi tidak menempuh djalan ini,
karena belum merupakan tauhid tanzih, dan karena dianggapnja sjirk, sebab
ada tjampur tangan zat lain dalam pentjiptaan disamping zat Tuhan jang mutlak
tunggal adanja.
Ibn Arabi membuat teori Wihdah dengan maksudnja,
hanja ada satu zat Tuhan jang berkuasa dalam segala-galanja, selain itu
tidak ada. Semua machluk itu hanjalah akibat dan gambaran, mirah. daripada
kekuasaan pentjipta jang amal hebat itu, jang bernama Allah. Sepintas lalu
kelihatan, bahwa kejakinan Ibn Arabi itu bersamaan dengan Hulul atau
Ittihad, apalagi dengan utjapannja, bahwa Hal itu adalah 'ainul chalk,
jang dapat dita'wilkan orang dengan : Hak itu adalah intipati segala
tjiptaan, jang lalu diartikan, bahwa Ihn Arabi menjamakan machluk
dengan chalik, serta atas dasar ini menuduhnja
kafir atau sindiq.
Ibn Arabi mejakini "Wihdatul Wudjud dalam
segala jang bersifat kebendaan dan kerohanian, dan berkata, bahwa wudjud itu
adalah intipati dari segala jang ada,
dan bersama dari segala jang baharu itu adalah
ketinggian bagi zatnja, bukan lain
melainkan dia sendiri, dia jang tertinggi, karena
segala jang bersifat a'jan jang binasa atau 'adam itu akan kekal kepadanja,
tidak ada baginja wudjud jang abadi,
meskipun keadaannja aneka rupa dan hilangannja
amat banjak, dalam tjiptaan dan keadaan, melainkan jang kekal adai "ain
atau sumber intipatinja, jang merupakan satu daripada kumpulan, akan lenjap
kedalam kumpulan. Wudjud jang banjak itu hanja merupakan nama, merupakan
turunan, jaitu merupakan urusan jang bersifat binasa atau 'adam, tidak
ada semua itu melainkan 'ain jang tungal daripada zat-zat itu sendiri,
tidak dlhubung-hubungkan melainkan satu tunggal dalam zat jang banjak
itu. Itulah jang dikatakan : Dia, bukan Dia ! Engkau, bukan Engkan
!" (Fushushul Hikam, hal 72-74, atau Mashra'ul Tasawwuf, hal.
62-63).
Kalimat jang bersifat filsafat dari Ibn Arabi
ini tidak mudah diartikan dengan pengertian biasa. Boleh diartikan
kalimat itu dengan : Segala sesuatu itu, melihat kepada isinja dan
keadaaunja, disebut Tuhan,
tetapi melihat kepada nama Allah jang chas,
bukan Tuhan, hanja suatu kenjataan zatnja, bukan pula seluruhnja.
Tentu boleh pula diartikan dengan arti kata-kata
biasa, bahwa segala sesuatu itu adalah Allah djua atau dengan kata-kata kiasan,
bahwa segala sesuatu itu berasal dari Allah, semuanja akan binasa
ketjuali wadjah Allah itu sendiri (Quran).
' Abu Sa'id al-Charraz (mgl. 286 II), seorang sufi
jang terdahulu di Bagdad, lebih djelas menafsirkan pengertian itu dengan keterangan,
bahwa segala sesuatu tjiplaan alam itu merupakan suatu wadjah daripada utjapan-utjaponnja,
jang menerangkan dirinja sendiri : bahwa Allah itu tidak dikenal melainkan
dengan meliputi segala sesuatu tjiptaannja, dialah awal dan achir, dialah
lahir dan bathin, dialah zat jang tersembunji dalam keadaannja jang
njata.
Semuanja dari Allah dan tidak ada sesuatu melainkan
Allah jang tampak dan tidak tampak. Inilah pendirian mazhab Wihdatul
Wudjud. Penganutnja tidak menganggap penuh tauhid utjapan jang tersimpul
dalam kalimat "la ilaha-illallah", "tidak ada Tuhan melainkan
Allah", karena didalamnja masih terdapat perbandingan Allah dengan Tuhan
lain. Mereka lebih djazab menjebut ''
Jajsa iliallah", jang berarti "tidak ada melainkan Allah",
atau "bukan dia melainkan Dia".
Imam Ghazali membenarkan tauhid tanzih ini dan
berkata dalam Misjkatul Anwar : "Huwallah", "Dialah
Allah" atau "Iluwa", "Dia itu Dia" setjara sjuhudijah
atau wudjudijah.
Memang sudah mendjadi pendirian orang sufi, bahwa
Hak itu lahir pada tiap-tiap tjiptaan, dialah jang lahir dalam tiap-tiap sesuatu
jang dapat dipahami, dialah
jang batin daripada segala paham, sampai kepada
paham orang jang berkala, bahwa alam ini rupanja dan huwijahnja. Ibnul
Katib dikala menjebut nama Ruzabari menggunakan gelaran jang terhormat
"Penghulu Kami Abu Ali". Orang bertanja kepadanja,'mengapa ia
memakai gelar jang demikian tingginja. Ia mendjawab : "Karena Abu
Ali pergi daripada ilmu sjari'at kepada ilmu hakikat, sedang kita kembali
daripada ilmu hakikat kepada ilmu sjari'at !" (Tarich Bagdad).
Demikianlah keadaan dengan Ibn Arabï, diserang,
dikutuk dan dikafirkan, tetapi dikala orang berhadapan dengannja, dan ia
mengupas salah satu persoalan Islam, ulama dalam masanja mengatakan bahwa
ia adalah seorang quthub atau bintang ulama.
Diantara kitab jang paling tadjani memuat
serangan-serangan dan ketjaman terhadap Ibn Arabi ialah Tanbihul Ghabi
ila Takfiri Ibn Arabi dan kitab Tahzirul
ibad min Ahlil inad bi Bid'atil Ittihad', jang
kedua-duanja dikarang oleh Burhanuddin al-Buqa"i (809-885 H ) ,
kedua-duanja
(ditjetak kembali mendjadi sebuah kitab dengan
djudul „Masra'ut Tasawuf" (Cairo, 1953), diterbitkan oleh gerakan
jang menamakan dirinja Ansharus Sunnatul Muhammadijah, sejrta diberi
komentar dan tjatatan oleh Abdurrahman al-Wakil, salah seorang daripada
anggota gerakan tersebut. Siapa Al-Buqa'i ? Dalam kitab Sjazaratus Zahab
diterangkan bahwa ia bernama Ibrahim bin Umar Burhanuddiu al-Buqa'i mazhab
Sjafi'i, ahli hadis, ahli tafsir dan ahli sedjarah. Ia lahir dalam tahun
809 H. dalam sebuah desa bernama Charbah, daerah Buqa\ Kemudian ia pergi
ke Damaskus mempelad jari Quran, pembatjaan dan pengertiannja, mempeladjari
nahwu, fiqh dan ilmu-ilmu lain.
Dianlara gurunja disebut Ibn Nashiruddin
dan Ibn
Hadjar. Banjak ia menulis kitabkitab jang bertalian dengan
pengertian dan tafsir Quran, sebuah kitabnja bernama Intcanus Zaman,
berisi riwajat hidup
ulama-ulama dalam segala bidang dan masa. Diantara
kitabnja jang lain ialah risalah jaJig kita sebutkan namanja diatas,
berisi tantangan terhadap Ibn Faridh dan Ibn Arabi. Lama ia tinggal di Baitul
Maqdis dan di Mesir. Ia meninggal di Damaskus dalam bulan Radjah tahun 885
dalam umur 76 tahun.
Sebagaimana kita lihat, bahwa dalam sedjarah hidupnja
tidak disebut ada ia mempeladjari tasawwuf atau memahami tjara berpikir
ulama-ulama sufi. Oleh karena itu saja mengambil kesimpulan, bahwa serangan-serangamija
itu semata-mata didasarkan atas ilmu-ilmunja, jang memang berlainan
bidang dengan ilmu batin atau ilmu tasawwuf.
Dalam kitabnja itu dimuat kalimatkalimat dan
utjapan Ibn Arabi, terutama jang bert-sal dari karya-karyanja Fusliushul Hikani,
terutama kalimat-kalimat jang dapat did jadikan dasar untuk menggelarkan Ibn
Arabi kafir, setan dan zindiq, bersama dengan ulama-ulama jang lain dalam
bidang tasawwuf, seperti Ibnal Faridh.
Orang sufi, sebagaimana diterangkan oleh
Al-Djili dalam "Insanul Kamil” (1:67), mengartikan huwijah itu
dengan kegaibannja jang tidak mungkin tampaknja dengan mata, tetapi dapat
didjelaskan dengan menjebut djumlah nama dan sifat.
Djurdjarii dalam At-Ta'rifat memberi arti
kepada huwijah itu jaitu hakikat jang melingkupi seluruh hakikat dan jang
meliputi pusat seluruh pokok dalam kegaiban jang mutlak pula. Lalu
setjara kasar mereka menjebut alam ini kenjataan dan batinnja atau
Iukisannja ialah hakikatnja. Nadjmuddm Ihn Israil (563-677 H) menerangkan
dalam bentuk sadjak sbb.
Engkau tak lain dari kauni,
Engkau "Ainnja, Engkau sumbernja,
Engkau rahasia jang tersembunji,
Bagi jang dapat merasainja.
Ibnal Faridh (576-632 H ) , jang djuga
dianggap Hudjdjah Ahlil Wihdah dan dituduh kafir bersama Ibn Arabi,
bersjair jang sama maksudnja :
Segala apa tampak dan djelas.
Diljiptakan oleh satu djua,
Tertutup terkurung, tidak terulas,
Oleh mala terlihat djua.
Pada tempat jang lain Ibnal Faridh menerangkan
bahwa dalam hakikat ia belum pernah sembahjang sendiri, selalu ada imam
dan selalu ada jang mengawasinya dibelakang, kiri dan kanan, kedua-duanja
berhimpun dalam ssidjud, bukan orang lain jang sembahjang dan sembahjang
itu bukan untuk orang lain, tetapi untuk kesatuan jang diakui dalam
perdjandjian semula azali. Sja'ir ini jang sukar kita pahami karena berpilih
pengertiannja dengan maksud beberapa ajat Qur'an dan Hadis mengenai
hakikat sembahjang, ditutup oleh Ibnal Faridh dengan sadjak,
jang djika saja lerdjemahkau kira-kira demikian
isinja :
Dalam sadar sesudah fana,
Aku merasa aku menjana,
Diriku lak lain melainkan serona,
Satu djua seluruh buana.
D jika zatku dengan satku,
Telah berpadu mendjadi beku,
Hilanglah sahaja lahirlah aku,
Satu djuga engkau dan aku.
Kemudian ia bersjair pula :
Semua tjiplaan semua jang ada,
Semua alam majapada,
Seluruhnja adalah dari jang ada, (terdj. wudjud)
Karena hidjab tampak tiada.
D jika hidjab sudah terangkat,
Tak tampalf lagi matjam dan tingkat,
Semua ke n jat aan djika disingkat,
Keserupaan djuga s muanja bakal.
VI. KITAB DAN KARANG2ANNJA.
Tidak boleh kita lupakan, bahwa Ibn Arabi dalam
fiqh berpegang kepada mazhab Az-Zahiri, sepaham dengan Ihn Hazni, tetapi
sangat menentang taqlid, dalam tasawwuf berpegang kepada pendirian Wihdatul
Wudjud, semua Tuhan dan alam mendjadi satu, tak ada jang mewudjudkan melainkan
Allah sadja, dan setelah saja ikuli beberapa karangannja, saja menjangka,
bahwa mazhab i'tikadnja ialah Djabari jah a Sau mendekati D jabarijah.
Sebagai seorang anak Andalus jang terpeladjar
dan mempunjai pergaulan luas, djuga mengundjungi hampir seluruh negara- negara
Islam jang terpenting dalam masa hidupnja, kitab dan karangan-karangannja
bermutu tinggi dan tersiar luas dalam kalangpn ulama-ulama Isiam,
meskipun tidak kurang beroleh ketjaman dan halangan dari kanan kiri,
bahkan antjaman akan membunuhnja.
Sebagaimana kita terangkan dialas kitab
dan karasigan-karangannja itu tidak terlepas dari
pokok-pokok pendiriannja, disamping semuanja bersifat mystik, kelihatan ia
bebas menafsir ajat-ajat Quran dan Hadis setjara zahir, tidak mau tunduk kepada
sesuatu pengertian atau paham ulama sebelumnja, terlepas daripada ikatan mazhab
dan berpendirian, bahwa Tuhanlah jang mempunjai kemauan dan kekuatan maha
tinggi, sehingga manusia tidak berdaja upaja apa-apa. Dalam bidang inilah
Ibn Arabi mendj adi besar dan masjhur, dan terutama karena filsafatnja ialah
tersiar Panthéisme dalam adjaran tasawwuf, sehingga ia digelarkan
Sjeichul Akbar dalam bidang hakikat dan menjebut
namanja dengan penuh hormat.
Sebagaimana orang Sufi biasa Ihn Arabi menganggap
ilmu sjari'al ilu hauja dipeladjari sekedar perlu, karena dia melihat lebih
djauh dengan adjaran tasawwufnja akan arti penjembahan manusia dan alam dalam
bidang hakikat jang lebih mendalam, sehingga banjak orang menuduh dia
zindiq atau murtad dengan' pendiriannja dalam Wihdatul Adijan, kesatuan agama
dalam penjembahan maehluk kepada chaliknja.
Bagi mereka jang lelah bergelimang dengan
orang-orang Sufi dan memahami adjaran-adjarannjâ, akan tidak kaget,
ajiabila disana sini dalam kitabnja Ibn Arabi menerangkan ia bermimpi
bertemu dengan Tuhan atau dengan Nabi Muhammad, jang memberikan kepadanja
sesuatu pudjian berkenaan dengan perdjuangannja.
Dalam kilal» Fuluhulul Makkijah, karangannja jang
terpokok mengenai tasawwuf, diterangkan, bahwa ia pernah bertemu dengan Tuhan.
Tatkala ia bertanja
kepada Tuhan, mengapa ia mendjadikan Ibn Arabi
seperti kepada manusia, konon Tuhan berkata, bahwa ia berbuat sesukanja.
Seorang jang belum mengenal kehidupan Sufi dan
tidak mejakini kehidupan wali-wali, akan segera mengambil kepatuhan, bahwa
Ibn Arabi berbuat sesuatu sebagai orang gila atau seorang sjirk. Begitu djuga,
bahwa kita dapati tjeriîeranja dalam pendahuluan kitabnja jang bernama Fushushul
Hikam, bahwa ia pernah melihat dan bertemu dengan Rasulullah di Damaskus
pada achir 10 bulan Muharram tahun 627, sedang ditangannja ada kitab
Fushushul Hikam. Rasulullah berkata : "Ini kilab Fushushul Hikam. Terimalah
dan siarkkanlah kepada semua manusia, agar mereka beroleh manfaat".
Aku berkata, katanja, bahwa : "Dengan segala
patuh dan taat bagi Allah dan Rasulnja dan bagi Ulil Amri jang
memerintahkan daku. Maka kutetapkanlah kejakinanku, kuichlaskan niatku,
qasad dan hasratku, untuk menjelcsaikan kitab itu, sebagai jang
digariskan oleh Rasulullah dengan tidak berlebih dan berkurang, Ia datang
dari Allah, dengarlah dan kembali kepada Allah, kamupun akan
kembali kepadanja". Kali jang ketiga
konon ia bertemu
Nabi-Nabi pada suatu tempat dalam tahun 586 H.
tetapi ia tidak berbitjara dengan Nabi-Nabi itu ketjuali dengan Nabi Hud.
Ia berkata : "Nabi Hud itu seorang jang halus
pergaulannja, paham segala persoalan, banjak beroleh ilmu dan mukasjafah
dari Tuhan. Ia mentafsirkan kepadaku firman Tuhan jang tersebut dalam
Quran : "Tidak ada sesuatu jang merangkak
dimuka bumi ini, melainkan adalah ia (Tuhan) jang
mcnguasainja. Sesungguhnja Tuhanku itu ada dialas djalan jang lurus"
(Quran XI : 56), jang konon sangat membesarkan hatinja beroleh tafsiran itu
atas kurnia Tuhan melalui salah seorang Nabinja. Tjeritera inipun
disebutkan dalam kitab Fushushul Hikam.
Kata Ibn Arabi selandjutnja, bahwa tatkala Tuhan
sudah memperlihatkan kepadaku Hak dan memperlihatkan kepadaku 'Ain Rasul-Rasul
dan Nabi-Nabi, semuanja manusia sedjak dari Adam sampai kepada Nabi
Muhammad ; lalu ia menetap di Cordova dalam tahun 586, dan tidak seorang
jang berbitjara denganuja melainkan hanja Nabi Hud jang memberikan dia
beberapa tafsiran.
Kitab Futuhalul Makkijah, jang merupakan karya
pokok dan buah tangannja jang terpenting dalam bidang ilmu tasawwuf, dan
jang diringkaskan oleh seorang ulama besar, Sja'rani (mgl. 973 H),
terdiri dari 560 bab, diantara mana 559 bab merupakan intisari dari
seluruh isi kitab itu. Pernah Ibn Arabi pada suatu kali bertanja kepada
temannja Ibn Faridh, apakah ia sedia memberikan tafsir mengenai kitabnja
Ta'ija, Ibnal Faridh (mgl. 632 II) mendjawab, bahwa tafsir untuk kitab
itu sudah ada, jaitu kitab Fuluhatul Makkijah, karangan Ibn Arabi
sendiri. Kitab Futuhalul Makkijah ditjetak di Bulaq dalam tahun 1274, di
Cairo dalam tahun 1329, kedua-duanja di Mesir, Saja merasa berbahagia
dapat membatja kitab ini, dan dapat mempeladjari pendapat lbn Arabi
langsung dari karyanja sendiri.
Lebih menggemparkan dunia fiqh dan gerakan
Salaf ialah kitabnja Fushushul Hikam, jang katanja naschah itu berasal dari
Nabi Muhammad ditermianja dalam mimpi. Memang Fushushul Hikam iniilah jang
terutama didjadikan alasan oleh musuh- musuh Ibn Arabi untuk
mengkafirkannja, sebagaimana Nazam Suluk Ta’ijah untuk mengkafirkan Ibnal
Faridh. Kitab ini mengupas persoalan-persoalan mengenai hakikat Tuhan dan
Insan, dalam susunan bahasa jang demikian dalam filsafatnja, sehingga
banjak menimbulkan salah pengertian dalam kalangan ulama-ulama fiqh dan
ulama-ulama jang terma- suk aliran Salaf, seperti lbn Taimjah, jang
membentji kepada ilmu tasawwuf.
Serangan-serangan terhadap kitab ini al.au kita
bitjarakan dalam bahagian chusus dari risalah ini. *)
Dalam tahun 598 H (1201-1202 M). ia kembali
lagi ke Mekkah. Ia berkenalan dengan seorang wanita jang tjantik dan sangat
terpeladjar. Ibn Arabi demikian tertarik kepadanja sehingga sekembali dari
sana tahun 611 H (1214-1215) ia menulis sekumpulan sadjak jang berisi
ketjerdasan, ketjantikan dan pergaulan wanita itu dengan tjara dan bahasa
jang sangat menarik sekali. Dalam tahun berikutnja ia memperpandjang
karya ini dengan komentar jang bersifat mystik. Baik nasehatnja maupun
komentarnja diterbitkan kembali dalam bahasa Inggeris oIeh Nicholson (The
Tarjuman al-Âshwaq, a Collection of Mystical Odes, in Or. J*ansl. Fund,
New Ser., vol XX (London. Nil).
Selain daripada Fushushul Hikam banjak kitab-kitab
Ibn Arabi jang penting jang hilang karena tidak disalin dan ditjetak kembali.
Di Eropah dikenal orang Sebuah kitabnja mengenai istilah Sufi jang diterbitkan
bersama-sama Ta'rifat, susunan Al-Djurdjani, diterbitkan oleh Flügel dalam
tahun 1845, sebuah risalah pendek masih tersimpan di Glasgow MS, jatig dinamakan
kitab Al-Adjtviba, jang hudah pula diterbitkan dalam bahasa Inggeris (JRAS
1901), dan djuga satu kumpulan karangan jang diterbitkan oleh H.S.
Nyberg, dengan nama Kleinere Schriften des Ibn Arabi (Leiden, 1919).
Moulvi S.A.Q. Husaini menerangkan beberapa nama
kitab karya Ibn Arabi dalam buku biografinja The Great Muslim Mystic and
Thinker lbn Al-Arabi itu. Di
antaranja ia menerangkan, bahwa kitab Futuhatul
Makkijah jang diringkaskan oleh Abdul Wahhab Asj-Sja'rani bernama Al-Jawaqilu
wal Djawahir lengkap mengu langi garis-garis besar tentang isi kitab karya
pokok. Sja'rani djuga menulis djuga dalam kitab ini beberapa keterangan
untuk mempertahankan isinja dan pengarang dari serangan-serangan musuh
lbn Arab
Husaini djuga menerangkan, bahwa Nicholson
pernah mempeladjari kitab Fushushul Hikam dan menguraikan berapa isinja dalam Studies in Islami. Mysticism.
Fushushul Hikam dibahagi atas dua puluh tudjuh bab menurut nama
Nabi-Nabi. Khaja Khan pernah membuat keringkasan tcrdjemahannja kedalam
bahasa Inggeris dan membeo nama Wisdom of the Prophets.
Kitab-kitab Ibn Arabi jang lain menu rut
Husaini adalah Masjhadul Asrar, Matii ali'ul Anwaril Ilahijah, jang
ditulisnja di tahun 1209 M., Insja'ud Daba'ir mengenai kedudukan manusia
dalam tjiptaan dan alam, 'Uqlatul Muslafid, mengenai uraian tentang
penduduk langit dan bumi, 'arasj dan kursi, bulan bintang dan bumi setjara
mystiek, Tuhfalus Safaah, tentang mentjahari ilmu Tuhan, Hilatul Abdal,
mengenai pelundjuk bagi orang-orang jang salib, ditulis di Tha'if lekat
Mekkah dalam tahun 1202 M, Kinijalus Sd'adah, tentang sifat-sifat jang baik
mengenai iman kepada Tuhan, Ifaiah, mengenai tiga pokok dasar ilmu Tuhan,
akal dan perasaan, selandjutnja ada karangan mengenai Ali bin Abi Thalib,
Mengenai filsafat angka, Muhadaratul Abrar,
mengenai kesusasteraan, Kitabul Achlak, mengenai
budi pekerti, Amar Muhakkam, mengenai hukum, Madjmu'ur Rasa'il Al-Ilahijah,
mengenai persoalan hakikat dan ma'rifat, Mawaqi’un Nudjum, jang ditulis di
Maria dikala ia mengundjungi kota ini dalam tahun 595 H., semuanja
kebanjakan terambil dari kitab C. Huart, A. History of Arabic Literature.
Tetapi Al-Maqarri menerangkan djuga nama-nama
kitab Ibn Arabi jang lain, jaitu Al-Djam'u wat Taf si! fi Haqa'iqit
Tansiti Al-Djadwatul Muqtabisat, Al-Ma'ariful IIahijah, Al-Isra ila
Maqamil Asra, Fada'il Ab'
dil Aziz al-Mahduwi, dll.
Kitab-kitab Ibn Arabi itu terlalu ban jak untuk
kita sebutkan dan kita bitjarakan satu persatu. Ia sendiri menjebut dalam
tahun 1234 M. suatu djumlah 289 buah, tetapi kitab Nafhatul Uns,
karangannja sendiri, memberi angka lima ratus buah. A.C. Brockelmann
menjebut banjak sekali nama-nama kitab Ibn Arabi dalam bukunja jang
terkenal "Geschichte der Arabischen Litteratur, dan sebahagian
daripada
karangannja djuga sudah diterbitkan dalam bahasa
Arab oleh The Dairalu'l Ma- 'arif-'l-Osmania, Hyderabad-Deccan, 1948.
VII. TANTANGAN TERHADAP IBN ARABI
Pertentangan paham antara Ahli Fiqh dengan
Ahli Tasawwuf tidak mengherankan kita, karena memang berbeda tempat bertolak
kedua aliran ini sedjak mala terdjadi ilmu ini dibahas dan dibukukan sekitar
abad jang ke II H. Jang pertama bertolak dari sudut hukum sjari'at dan jang
kedua bertolak dari hakikat tudjun daripada kejakinan dan amal. Jang
pertama dengan tidak s adar memperbaiki lahir manusia, sedang jang kedua
memperbaiki batinnja, sehingga sebagaimana jang pernah kita singgung
disana-sini terdjadilah ilmu lahir dan ilmu batin. Ulama lahir ini sudah
menganggap sah sesuatu amal jang sudah memenuhi sjarat dan rukunnja
sepandjang hukum agama, sedang
ulama batin lebih menitik beratkan kepada tudjuan
dan rahasia jang terselip dibelakang amal itu. Ulama-ulama hakikatpun mengakui
bahwa sjari'at atau i mu
lahir itu tidak dapat dipisahkan daripada ilmu
hakikat atau tudjuan jang tersembunji, sebagaimana jang pernah diutjapkan
oleh Al-Djunaid, sjeich golongan mereka : ''Sjari'at itu terpilin dengan
hakikat dan hakikat terpilin dengan sjari'at". Meskipun demikian
ulania-ulnrna fiqh sebahagian masih menentang djuga ilmu tasawwuf dan
ilmu hakikat ini terus menérus,
Uun metigtcai iman ueüurapa mainan ia
jang mereka sangka menjerang daripada adjaran
sjari'at mereka jang lahir. Diantara mereka jang hebat sekali diserang kita
sebutkan disini Ibn Arabi dan Ibn Faridh. Saja tidak pertjaja, bahwa
seranganserangan terhadap ulama- tasawwuf lebih diperbesar oleh rasa
hasad, karena adjaran-adjarannja jang berd„iwa dan lekas menemui
sasarannja, lebih tjepal dan lebih banjak mendapat sambutan umat, jang dalam
abad-abad kerusakan achlak daripada pengadjaran-pcngadjaran fiqh jang kering,
meskipun ada orang jang menjangka demikian. Tatkala Abu Jazid ditanja
oleh muridnja, mengapa muridnja itu dapat mendengar uraian gurunja itu berdjam-djam
lamanja dengan Udak bosan, dan tidak dapat menahan lama mengikuti
pengadjian jang diberikan oleh seorang ulama fiqh, Abu Jazid menduawab :
"Karena pengadjaran sasarannja
otakmu, sedang Pengajaranku sasarannja djiwamu" Al-'Iz bin Abdussalam
menjerang lbn Arabi luar biasa dan mengatakan, bahwa Ibn Arabi itu
aindiq. Seorang sahabatnja berkata kepadanja : "Baiklah, tetapi aku
ingin engkau menimdjukkan kepadaku seorang quthub l" Ibn Abdussalam
mengatakan : "Jaitu Ibn
Arabi !" Orang itu berkata pula :
"Tetapi engkau menjerang Ibn Arabi !" Ibn Abdussalam mendjawab
: "Aku ingin memelihara sjari'at lahir !"
Seorang Sufi berkata kepada muridnja : "Djika
engkau menghendaki sorga, pergilah beladjar fiqh kepada Ibn Madian, tetapi
djika engkau mengingini Tuhan jang mempunjai sorga, datanglah beladjar
kepadaku. Untuk mentjapai sorga djalannja sjari'at dan djalan kepada
Tuhan adalah tasawwuf".
Sjari'at dan lain-lain, jang konon dengan
maksud untuk mengembalikan umat Islam kepada tauhid Tuhan jang bersih,
menurut orang tasawwuf banjak kali tidak tertjapai, sjari'at-sjari'at itu
hanja dikerdjakan dengan tidak membawa perubahan diri seorang. Maka oleh
karena itu ulama-ulama tasawwuf menundjukkaulah hakikat-hakikat dan
hikmah daripada sjari'at itu, untuk membawa manusia jang mengerdjakan
ibadat menebalkan imannja terhadap Tuhan. Tetapi kedua dunia ini kadang-kadang
tidak kenal-mengenal satu sama lain, sehingga serang menjerang dan
kafir-mengkafirkan.
Demikianlah kita lihat djuga a.Janja serangan-serangan
terhadap Ibu Arabi. Diantara lain kitab Tanbihul Ghabi ila Takfir lbn Arabi,
ditulis oleh Burhanuddin Al-Buqa'i, diterbitkan kembali oleh
Abdurrahman al-Wakil atas nama Panitia "Ansharus
Sunnatil Muhammadijah" (Cairo J952). sematiam Gerakan Salaf jang
sudah kita ketahui menentang apa
jang bersifat tasawwuf. Isi kitab itu tidak begitu
penting, sebab kita sudah ketahui beberapa banjak ulama-ulama semasanja menjerang
Ibn Arabi dengan risalah-risalahnja, sebagaimana djuga peperangan risalah
ini terdi^di jmtara Imam Ghazali dengan Ibn Sina dan teman-temannja. Tetapi
tjatatan-tjatatan jang diberikan oleh gerakan Salaf dari Abdurrahman al-Wakil
terlalu menjolok dan terlalu kurang sopan terhadap seorang pudjangga
tauhid kaliber besar seperti Ibn Arabi. Dalam tjatatautjatatannja dibawa
nama-nama ulama sekian banjaknja, dan diletakkan dalam mulutnja kata-kata
tjerita terhadap walijullah itu, jang kalau dibatja oleh orang jang tidak
mengikuti aliran tasawwuf dan mengetahui sedjarah hidup daripada
ulamaulama jang digunakan itu, segera turut
mengkafirkan Ibn Arabi.
Ada keterangan pada achir kitab Futuhatul
Makkijah, dimana murid-murid Al- ibn Abdussalam tidak pernah mengkafirkan
Ibn Arabi dengan kejakinannja, sedang dalam kitab jang diterbitkan oleh Abdurrahman
al-Wakil dengan matan dari Al-Buq'i (809-885 H), kita seakan-akan diinsafkan,
bahwa ulama Sjafi'i terbesar itu mengkafirkan Ibn Arabi. Dalam sjarah Al-Buq'i,
jang dinamakan Mashrd'ut Tasawufj kita batja selandjutnja nama-nama
orang jang diadjak mengkafirkan Ibn Arabi dengan
Wihdatul Wudjudnja dan meng- kafirkan Ibnul Faridh dengan Ilubbul flahi-nja
maka disebutlah nama-nama dengan utjapan-utjapannja tentang pengkafiran itu
dari At-Tilmisani (Hanafi), As- Sa'udi (Sufi), Al-Harrani, Ibnul Ahdal, 'Azzuddin
ibn Abdussalam (Sjafi'i), Ibn
Daqiq, Ibn Al-Djazari (Sjafi'i), Subki, Ibn
Taimijah, Al-Wasithi, Ibn Hajjan al- Andalusi, Az-Zawawi, Al-Bakri
(Sjafi'i) Al-Balisi (Sjafi'i), Ibn Nuqqasj (Sjafi'i), Ibn Hisjam,
pengarang Al-Muglini, Ibn Chaldun, Al-'Izari, Ibnul Chathib (Maliki), Al-Mushili,
Al-Bashathi, Ibn Hadjar, Al- Balqini, Az-Zahabi dan banjak sekali jang lain-lain,
jang meskipun hanja pernah menjatakan pendapatnja dengan sepatah kata tentang
Wihdatul Wudjud, diadjak dan dikumpulkan namanja dalam golongan orang-orang
jang mengkafirkan Ibn Arabi.
Sementara suara-suara dan ketjamanketjaman
membubung keangkasa, Ibn Arabi lenjap dalam kejakinan Wihdatul Wudjud, karena
ia sendiri tidak ada, jang ada hanja Tuhan, dan Dialah jang maha kuasa
dan jang mendengar segala ket jaman itu.
VIII. WAFAT IBN ARABI
Kita tidak membitjarakan ulama-ulama jang
membela Ibn Arabi dalam pendiriannja dan memudji kitab-kitabnja, jang
dianggap peladjaran jang melaut mengenai hakikat dan ma'rifat. Sebanjak
mereka jang menentang sebanjak itu pula mereka jang membelanja, baik
dikala hidup maupun sesudah ia wafat. Tidak ada suatu kitab tasawwuf jang
membitjarakan hakikat dan ma'rifat tidak mengambil pikiranpikiran Ibn
Arabi, jang biasanja didjadikan pegangan terachir, sambil menjebut namanja
dengan penuh kehormatan. Pada achir kitab Fuluhatul Makkijah kita dapati
kata penutup atau chatimah, dimana disebut dengan hormat sjair-sjair jang
dihamburkan orang untuk memudji ulama besar ini. Orang pernah bertanja kepada
seorang ahli hakikat Suhrawardi apakah katanja tentang Ibn Arabi. la
mendjawab, bahwa ia tidak dapat berbitjara tentang orang besar ini, ketjuali
menjimpulkan segala kehormatan kedalam satu nama : "Lautan
Hakikat". Al-Jafi'i melarang murid-muridnja membatja kilabkitab
Ibn Arabi, sebelum mereka menamatkan dan paham
betu-betul akan karangan- karangan ulama lain tentang tasawwuf, karena
katanja : "Kamu tidak akan
paham utjapan Sjeich Besar itu, sebagai mana
kamu tidak dapat memahami seluruh alam ini." Ia memudji Ibn Arabi
dan membesarkannja serta mengaguminja laksana bintang jang kilau-kemilau
tergantung djauh diangkasa, tidak sebarang orang dapat mentjapainja. Maka
tidak heran orang menggelarkannja dengan nama bintang, sedang Ibn
'Atha'illah orang hanja menamakannja dengan mahkota.
Ibn Faridh mentjeriterakan, bahwa Ibn Arabi
mendjadikan wirid menulis kitab Futuhatul Makkijah tiga kuras sehari,
Radja Hamas membantunja seratus dirham tetapi seluruh dirham i!u
disedekahkan kepada fakir miskin.
Al-Kasjsjaai menerangkan, bahwa Ibn Arabi
wafal di Damaskus pada malam Djum'at, dua puluh delapan Rabi'ulachir, tahun
638 H, dan dikuburkan pada suatu
tempat di Damaskus jang terkenal dengan nama
Safah Oasijun. AI-Kasjsjani mengukir sebuah sjair pada nisannja, jang kalau
diterdjemahkan kira-kira demikian isinja :
Satu-salunja dialas dunia,
Merupakan ghaus, sajjidil aulija,
Adalah Hatimi jang amat mulia,
Penghulu dan imam segala manusia.
la beroleh limpah kurnia,
Dari pada Tuhan jang maha kaja,
Ilmu ghaib seria rahasia,
Lautan tauhid jang maha djaja.
Bila kaulanja kepada saja,
Manakala ia meninggal dunia.
Semua orang sekata seia.
638 itulah dia.
Dikatakan orang, bahwa ia mempunjai dua orang
anak, pertama bernama Sa'ad Sa'duddin Muhammad, lahir di Mauqijah atau Mata
dalam bulan Ramadhan tahun 618, seorang ahli hadis dan sjair jang terkenal,
meninggal di Damaskus tahun 656 H, jaitu tahun kedatangan Radja Tartar Hulagu
ke Bagdad dan menghancurkan kota kebudajaan Islam itu serta membunuh Chalifah
Al-Mu'tasim, kedua, bernama 'Imaduddin Abu Abdullah Muhammad meninggal di
Sahilijah tahun 667 H. Kedua-dua anak itu dikuburkan dekat ajahnja Ibn Arabi
di Safah Qasijun, Damaskus, tempat dikuburkan wali-wali besar.
Demikianlah beberapa tjatatan sepintas lalu
mengenai Ibn Arabi, jang oleh setengah orang dikafirkan, oleh setengah orang
diangkat mendjadi wali jang terbesar.
Dr. Zaki Mubarak dalam karangannja "At-Tasawwuful
Islami" mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah Chatamul Anbija,
sedang Bm Arabi digelarkannja Chatamul Aulija.
|