Irfan (mistisme): Irfan adalah sebuah jalan
untuk sampai kepada Tuhan. Dengan kata lain, perasaan mendalam dalam diri
seseorang dan penyerahan diri secara totalitas kepada-Nya dan cinta yang
membuncah dengan sepenuh hati dan sepenuh jiwa yang berujung kepada
sampainya orang tersebut kepada Tuhan. Dengan satu kata, irfan (mistisme)
dapat disebut sebagai makrifat diri (makrifat nafs) yang berujung pada
makrifat Tuhan.
Makrifat (makrifatuLlah): Yang dimaksud dengan
makrifat adalah kondisi seorang arif yang disampaikan oleh Allah Swt ke
maqam menjulang syuhud (penyaksian) yaitu menyaksikan Sang Kebenaran dimana
hal ini tidak mungkin tercapai tanpa adanya perhatian dan kepedulian Tuhan
kepadanya.
Irfan atau Mistisme Islam: Irfan (mistisme)
Islam dapat dipandang sebagai makrifat dan pengetahuan yang dalam
pengetahuan tersebut terdapat unsur cinta (isyq) yang terjalin berkelindan
dengan bangunan wahyu dalam Islam.
Cinta (Isyq): Yang dimaksud dengan cinta adalah
cinta kepada pelbagai penampakan (mazhhir) Tuhan dan pada puncak cinta
kepada manusia sempurna yang merupakan penampakan paripurna nama-nama dan
sifat-sifat Tuhan dan tajalli-Nya di alam semesta.
Imam: Manusia sempurna atau imam (dalam
terminologi Syiah) sebagai kutub dan kanun Irfan adalah seseorang yang
membawa (hamil) urusan immah (shahib al-amr) atau ruh yang turun pada malam
lailatul qadar sebagaimana redaksi al-Quran, pada surah al-Qadar (97) ayat
4, Tanazzalu al-malaikah wa al-ruh bi idzni Rabbihim min kull Amrin. (Pada
malam itu, para malaikat dan ruh (malaikat Jibril) turun dengan izin Tuhan
mereka untuk menentukan segala urusan). Beritik tolak dari sini, imam
merupakan tempat turunnya risalah dan kediaman turunnya para malaikat dan
ruh sebagaimana yang dinyatakan dalam sebuah redaksi ziarah.
Realitas ini laksana bulan-bulan di samping sang
imam yang merupakan surya bagi para arif yang memiliki tingkatan-tingkatan
dan telah sampai pada kesempurnaan puncak manusia.
Kami cukupkan hingga di sini hal-hal yang
terkait dengan sisi-sisi teoritis mistisme Islam (Irfan) dan kami
persilahkan Anda bagi yang berminat untuk merujuk pada literatur-literatur
Irfan dalam dunia Islam.
Mistisme Timur (Irfan Oksidentalis)
Mistisme Timur merupakan sebuah terma yang umumnya
digunakan untuk memperkenalkan ragam tradisi mistisme (irfan) Timur Asia.
Di belahan Timur Asia terdapat ragam tradisi mistisme, seperti mistisme
Hindu, mistisme Budha, mistisme Jain, mistisme China dan Zen yang dapat
dihukumi sebagai sebuah tradisi. Hal ini bermakna bahwa Timur Asia memiliki
satu tradisi dan hukum yang berkenaan dengan ajaran agama Hindu, yang juga
dapat dikenakan pada ajaran Budha dan Zen. Dengan kata lain, kendati ajaran
Hindu berbeda dengan ajaran Budha demikian juga ajaran Budha berbeda dengan
ajaran Zen dan sejatinya orang-orang Hindu memandang ajaran Budha sebagai
ajaran illegal namun hal itu tidak menjadi masalah untuk memandang bahwa
ajaran mereka adalah satu ajaran tunggal yang seluruhnya merupakan
ajaran-ajaran Timur.
Perbandingan Mistisme Islam dan Mistisme Timur
Mistisme Islam memiliki kesamaan dengan mistisme
Timur dari beberapa sisi. Sisi kesamaan itu dapat ditempatkan pada satu
deretan namun terdapat sisi perbedaan nyata antara mistisme Islam dan
mistisme-mistisme lainnya baik itu mistisme Timur dan juga mistisme Barat.
Mengingat pertanyaan yang dilontarkan sekaitan dengan perbedaan mistisme
Islam dan mistisme Timur maka di sini kami hanya akan menyebut sisi-sisi
perbedaan antara mistisme Islam dan mistisme Timur.
Sisi-sisi Perbedaan Mistisme Islam dan Mistisme Timur
Sisi-sisi perbedaan mistisme Islam dan mistisme
Timur dapat dikaji melalui dua sisi: Pertama, dari sisi internal dan kedua
dari sisi eksternal serta hubungan-hubungan mistisme ini dengan dunia baru.
Pertama-tama kita akan mengkaji sisi internal perbedaan dua jenis mistisme
ini kemudian sebagai kelanjutannya membahas sisi eksternalnya.
1. Sisi internal perbedaan:
Sisi perbedaan ini dapat disimpulkan dalam tiga
masalah:
A. Dalam sebuah perjalanan yang dilintasi oleh
seorang slik (pelancong ruhani) dalam ajaran Budha tingkatan puncaknya
adalah sampai kepada Nirwana. Seluruh dahaga dan kecendrungannya akan
berakhir dan sampai kepada tepi kediaman (Nirwana). Karena itu, dalam
pemikiran Timur Asia puncak tujuan dan kesempurnaan jalan adalah fana dalam
Tuhan.
Dengan kata lain, apa yang dimaksud dengan
maktab-maktab Timur Asia dan pada dunia kiwari yang menjadi obyek perhatian
adalah busana-busana tingkatan penciptaan manusia keluar dari raga sehingga
manusia melalui jalan ini kembali kejalannya semula. Karena itu, kefanaan
adalah titik akhir perjalanan. Boleh jadi kefanaan ini bergabungnya Atma
menjadi Brahma atau sampai kepada Nirwana. Namun dalam mistisme Islam
setelah tingkatan fana salik akan sampai pada tingkatan baqa setelah fana.
Dan arif adalah seorang yang setelah fana akan sampai pada tingkatan baq
billh dan menjadi jelmaan Tuhan dan tempat tajalli-Nya.
Bagaimanapun masalah ini merupakan perbedaan
utama antara mistisme Timur Asia dan mistisme Islam. Mistisme di Timur Asia
menyasar fan fillh (fana dalam Tuhan) dan kita tidak akan menyaksikan baq
billh (lestari dalam Tuhan). Lantaran apabila kita memiliki baqaa billah
maka seharusnya kita akan menyaksikan dalam kondisi seperti itu pada saat
bertahannya manusia juga terjelma dan termanifestasinya sifat-sifat Ilahi
pada diri manusia. Namun hal ini tidak akan pernah terealisir pada mistisme
Timur Asia.
Karena itu, tidak ada sisi baqa setelah fana
dalam mistisme Timur Asia sementara dalam mistisme Islam seorang salik di
jalan Allah setelah sampai tingkatan fana pada Allah, maka ia akan melewati
kediaman baqa setelah fana. Khaja Abdullah Anshari dalam Rislah Shad Meidn
yang menjelaskan seratus tingkatan dan derajat suluk setelah tingkatan
sembilan puluh sembilan (fana) terdapat tingkatan seratus yaitu baqa.[3]
B. Dalam perspektif mistisme Islam, manusia yang
memiliki corak Ilahiah dan berdirinya bersandar pada Tuhan, Tuhan memikul
pekerjaan-pekerjaannya. Ucapannya adalah ucapan kebenaran. Sementara hal
ini tidak dijumpai pada mistisme Timur Asia. Artinya pada mistisme Islam
kita menyaksikan adanya penampakan manusia, yang pada saat ia tetap sebagai
manusia ia juga memiliki corak Ilahiah pada dirinya. Dalam Islam Rububiyat
merupakan hasil dari penghambaan (ubudiyyah). Namun tingkatan rububiyah dan
khilafah Ilahiah manusia tidak akan kita dapatkan pada mistisme Timur Asia.
Hal itu lantaran manusia seperti ini tidak akan pernah muncul, dan sebagai
hasilnya maqam kenabian juga tidak akan pernah muncul. Dengan demikian,
tidak satu pun pembesar mistisme Timur Asia baik itu dewa-dewa atau
orang-orangnya seperti Sangkara atau bahkan Budha sendiri tidak pernah
memandangnya dirinya diutus dan mendapat tugas kenabian.
Singkat kata perbedaan antara mistisme Timur dan
mistisme Islam dapat disimpulkan dalam satu bait masyhur Hafiz Syirazi,
makrifat yang diraup dalam mistisme Timur, (Dulu) Aku adalah malaikat dan
firdaus adalah tempat kediamanku.[4] sementara hakikat mistisme Islam, Adam
membawa (ku) menjejak bumi yang rusak (kemudian aku makmurkan).[5]
C. Masalah manusia dan cinta dalam mistisme
Islam dibahas secara serius. Sementara cinta ini tidak terdapat dalam
pemikiran Timur Asia. Artinya apabila kita ingin mengalegorikan mistisme
Islam laksana samudra yang bergejolak dengan cinta. Alegori yang dapat kita
tunjukkan untuk mistisme Timur Asia adalah pelukis satu gunung menjulang,
tenang, dingin dan sedang tidur serta tidak satu pun badai semenjak azal
hingga abad yang mampu menggoyangnya. Mistisme Islam lantaran adanya cinta
dan manusia memiliki roman yang lain. Karena dalam mengapresiasi bumi maka
lahirnya manusia.
Feresyte Isyq nadanad ke cist qesshe makhun
Bekha jam wa gulabi be khak Adam riz.[6]
Malaikat tidak mengenal apa itu cinta. Kisah mau
dan tidak mau piala yang berisi cerry dituang ke tanah Adam.
Artinya cinta tergantung pada tingkatan
kemanusiaan dan ekstraksi keindahan sang kinasih.
Kebanyakan konsep yang mengemuka pada Timur Asia
adalah konsep-konsep abstrak kendati pada cabang mistisme Hindu kita
menyaksikan adanya jelmaan-jelmaan cinta, inteleksi, mania. Namun
jelmaan-jelmaan ini terpengaruh oleh mistisme Islam. Mistisme Timur Asia
sejatinya lebih banyak diam, hening dan tenggelam dalam kefanaan.
2. Sisi Eksternal Perbedaan:
Adapun sisi eksternal perbedaan
mistisme-mistisme Timur berbeda dengan mistisme Islam yang tidak bermasalah
dengan kebudayaan politheis modernism dan peradaban liberal Barat. Dan
satu-satunya wilayah yang sangat bermasalah dengan kebudayaan Barat adalah
Islam. Al-Quran memperkenalkan syirik (politheis) sebagai aniaya terbesar.
Di lain pihak, al-Quran memperkenalkan orang-orang beriman yang terjaga
dari noda-noda syirik. Namun peradaban yang mengandung tradisi Budha dan
Konfucu dengan mudah dapat berdampingan dengan Barat. Hal itu karena
mistisme-mistisme Timur adalah pengikut ajaran-ajaran warisan dan tanpa
jiwa. Dikarenakan hampa makrifat dan cinta kepada wali sempurna dan syariat
yang hidup, usang dan mengalami penyimpangan maka untuk mengisi kekosongan
makrifatnya pada wilayah-wilayah sosial, mereka dengan mudah tunduk patuh
di hadapan peradaban Barat. Hanya mistisme Islam dengan perantara ajaran
cinta terhadap jelmaan-jelmaan Tuhan dan perhatian terhadap batin agama
pada saat yang sama perhatian terhadap syariat, mampu menjauhkan dirinya
dari wabah modernisme. Karena itu, kita saksikan mental permissif peradaban
Barat lebih cocok dengan mistisme-mistisme yang hampa syariat dan fikih
seperti mistisme Budha dan Tao bukan dengan mistisme Islam.
Dari sisi lain, cinta merupakan ajaran tertinggi
mistisme Islam yang membebaskan seorang arif Muslim dari kelemahan dan mati
rasa kemudian merubahnya menjadi seorang manusia revolusioner. Karena itu,
tuntutan penegakan keadilan dan semangat revolusi yang tertanam dalam dada
setiap arif Muslim merupakan salah satu perbedaan lainnya mistisme Islam
dan mistisme Timur. [IQuest]
|