Puasa,
tarawih himpun pahala, hapus dosa
MUKMIN
yang taat kepada perintah Allah sentiasa bergembira dan merindukan
kehadiran Ramadan, bulan agung penuh barkah dan kerahmatan.
Mereka
yang masih dipanjangkan usia hingga bersua dengan Ramadan kali ini,
sewajarnya bersyukur. Ia adalah tanda Allah masih memberi peluang untuk
mereka memperbaiki diri, memperbanyak dan menambah bekalan berupa amal
soleh buat persiapan menuju alam baqa.
Kesempatan
yang sangat bernilai ini, sewajarnya direbut, sekali gus berazam untuk
melaksanakan puasa dengan sebaik-baiknya.
Ramadan
menurut istilah Arab bererti terlampau panas. Mengikut sejarah, sewaktu
ingin meminda nama bulan daripada bahasa lama kepada yang baru, bangsa Arab
menamakannya mengikut suasana/keadaan yang berlaku pada sesuatu masa
tertentu.
Kebetulan
suasana waktu itu terlalu panas, maka dinamakan Ramadan. Dapat juga
difahami bahawa dengan makna ‘terlalu panas’ itu, maka Ramadan dapat
membakar segala dosa orang mukmin menerusi pelbagai ibadat yang
dilaksanakan dengan penuh ikhlas seperti berpuasa dan solat Tarawih.
Nabi
Muhammad bersabda maksudnya: “Sesiapa berpuasa pada Ramadan dengan penuh
keimanan dan keikhlasan, diampunkan dosanya yang telah lalu.”(Hadis riwayat
Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Alangkah
ruginya jika kebanyakan umat Islam mensia-siakan atau tidak memanfaatkan
kedatangan Ramadan yang sebentar itu dengan kerja kebajikan. Perkara ini
kerana pada bulan inilah Allah memberi banyak keistimewaan iaitu berupa
ganjaran pahala berganda bagi setiap amalan baik yang dikerjakan. Ia tidak
dikurniakan Allah pada bulan lain.
Dalam
hal ini, Rasulullah bersabda :“Sekiranya manusia mengetahui kebajikan yang
terkandung dalam Ramadan itu, tentulah mereka mengharap-harap supaya
Ramadan berlaku sepanjang tahun.” (Hadis riwayat Ibnu Abid Dunya).
Ramadan
hadir membawa rahmat serta maghfirah (keampunan) Allah. Allah akan
mengurniakan pahala yang berlipat ganda bagi setiap ibadat wajib yang
dilakukan pada Ramadan. Satu ibadat wajib pada Ramadan menyamai 70 ibadat
wajib di luar Ramadan, manakala ibadat sunat akan mempunyai nilai yang sama
dengan ibadat wajib apabila dilakukan dalam Ramadan. Malah, segala bentuk
kebajikan sekecil dan seringan mana pun, jika dilakukan dengan ikhlas pada
Ramadan mengandung nilai ibadat.
Peluang
umat Islam mengaut ganjaran pahala yang Allah tawarkan sangat terbuka luas
melalui pelaksanaan pelbagai ibadat yang menjanjikan pahala berganda. Ini
seperti membaca dan bertadarus al-Quran, berzikir, bersedekah, beriktikaf,
berselawat, solat Tarawih serta ibadat sunat lain, selain solat fardu.
Ramadan
adalah bulan yang dimakbulkan doa, bulan Allah memberi pengampunan, bulan
penyucian diri, malah tidur dan tarikan nafas seorang mukmin diberi pahala
ibadat.
Berdasarkan
beberapa penjelasan hadis, dapat disimpulkan bahawa Ramadan adalah bulan
ibadat iaitu bulan yang pada satu sisi mampu memperbanyak pelbagai nilai
positif atau pahala. Pada sisi lain mampu pula menghanguskan pelbagai nilai
negatif atau dosa.
Pengumpulan
pahala secara besar-besaran seiring dengan penghapusan dosa itu, dihasilkan
menerusi pelbagai bentuk ibadat dan amalan soleh, baik yang berbentuk wajib
mahupun sunat.
Dua
ibadat yang menjadi inti amaliah Ramadan ialah puasa dan solat Tarawih. Dua
jenis ibadat itu mampu menawarkan kedua-dua sisi di atas iaitu pengumpulan
pahala dan penghapusan atau pembakaran dosa.
Oleh
kerana puasa dan solat Tarawih adalah ibadat istimewa pada Ramadan, maka
apabila ia dilakukan dengan sempurna dan ikhlas, seseorang itu akan meraih
ganjaran pahala berlipat ganda. Ternyata pada masa sama, hasil pelaksanaan
puasa dan ibadah Tarawih, sekali gus juga menghapuskan dosa
Perkara
itu sesuai dengan sabda Nabi bermaksud: "Ramadan adalah bulan yang
Allah telah memfardukan atasmu berpuasa dalamnya, dan aku telah mensunahkan
bagimu berdiri dan beribadah pada malamnya. Barang siapa berpuasa dan
bersolat lail (Tarawih) kerana iman dan kerana mengharapkan Allah, nescaya
dia keluar daripada dosanya, bagaikan bayi yang baru dilahirkan oleh
ibunya.”(Hadis riwayat Ibnu Khuzaimah daripada Abu Hurairah).
Sebagaimana
diketahui bahwa puasa adalah salah satu ibadah terbesar dan sebaik-baiknya
amalan ketaatan. dan puasa ramadhan adalah puasa tertinggi dan wajib
hukumnya bagi semua muslim. Allah menyatakan bahwa amalan puasa adalah
untuk-Nya dan Dia langsung yang memberi balasan yang berlipat-lipat,
dikhususkan dengan pintu surga dan dipanggillah orang-orang yang berpuasa
darinya untuk masuk, tidak akan memasuki surga lewat pintu tersebut kecuali
orang-orang yang berpuasa.
Keutamaan
Puasa Ramadhan
Banyak
sekali keutamaan puasa pada bulan ramadhan yang dikabarkan dalam Al-Qur'an
dan As-Sunnah. diantara keutamaan puasa ramadhan adalah sebagai berikut :
1.
Bahwa puasa juga diwajibkan atas ummat sebelum kita. Allah berfirman :
Artinya
: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa." (QS Al-Baqoroh : 183)
Jika
puasa bukan sebuah amalan yang agung, maka tidak mungkin puasa juga
diwajibkan atas ummat-ummat sebelum kita. walaupun puasa mereka berbeda
dengan puasa kita, artinya bukan pada bulan ramadhan yang diwajibkan atas
mereka, akan tetapi amalan puasa itu tersendiri telah diwajibkan atas
mereka yang menandakan bahwa amalan ini sangatlah agung.
2.
Puasa adalah sebab diampuninya dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan.
Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :
Artinya
: "Barang siapa yang puasa Ramadhan dengan iman dan pengharapan
(pahala), diampuni dosa-dosa yang telah lampau." (Muttafaq 'Alaihi)
Iman
maksudnya beriman dengan Allah dan ridho atas diwajibkannya puasa ramadhan.
pengharapan yaitu mengharap balasan dan pahala dari Allah. Jika seseorang
telah yakin dan ridho akan kewajibannya berpuasa serta tidak benci atas
kewajiban puasa ramadhan, yakin terhadap pahala dan ganjaran yang akan
didapat maka dia akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.
3.
Bahwa pahala puasa tidak terikat dengan jumlah tertentu, akan tetapi
pahalanya diberikan kepada orang yang berpuasa tanpa ada perhitungan.
Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :
Artinya
: "Semua amalan anak Adam untuknya dan dilipat gandakan setiap satu
kebaikan (dianggap) sepuluh kali kebaikan tersebut dan dilipat gandakan
menjadi 700 kali. Allah berfirman : Kecuali puasa, karena amalan itu
untuk-Ku dan Aku akan membalasnya. (disebabkan) meninggalkan sahwatnya dan
makanannya demi Aku." (HR Muslim)
4.
Dua kabahagiaan bagi orang yang berpuasa. yaitu kebahagiaan ketika berbuka
puasa setelah menahan nafsu, lapar dan dahaga sehari penuh. dan kebahagiaan
ketika menjumpai Allah diakherat dengan dimasukkannya kedalam surga-Nya.
Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :
Artinya
: "Untuk orang yang berpuasa dua kebahagiaan : kebahagiaan ketika
berbuka puasa. dan kebahagiaan ketika menemui Tuhannya." (Muttafaq
'Alaihi)
5.
Bahwa amalan puasa memberi syafaat kepada yang mengamalkannya. seperti
Al-Qur'an yang memberi syafaat diakherat kepada orang yang membacanya.
Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :
Artinya
: "Puasa dan Al-Qur'an memberi syafaat bagi seorang hamba pada hari
kiamat. puasa berkata : Wahai Robb, aku telah menahannya dari makanan dan
syahwat maka berikanlah syafaat. Al-Qur'an berkata : Wahai Robb, aku telah
menahannya dari tidur dimalam hari maka berilah syafaat. Rosulullah berkata
: maka keduanya memberi syafaat." (HR Ahmad, Ath-Thabrany dan
Al-Hakim)
Itulah
5 keutamaan puasa ramadhan. dan masih banyak lagi keutamaan-keutamaan yang
berkaitan dengan amalan puasa. dengan diwajibkannya amalan-amalan bukan
saja memberikan pahala bagi kita, bahkan menjadikan kita sebagai makhluk
yang utama dan penuh dengan masa depan yang cerah. semoga kita dijadikan
sebagai hamba-hamba-Nya yang taat dan ridho dengan semua keputusan-Nya.
MENGIMANI SHIRATH, JEMBATAN DI ATAS NERAKA
Oleh Ustadz DR. Ali Musri Semjan Putra
Di
akherat kelak, akan banyak sekali peristiwa yang sangat menakjubkan
sekaligus menakutkan. Kita, sebagai seorang Mukmin, wajib mempercayai
segala hal yang akan terjadi pada hari Kiamat, baik yang disebutkan dalam
al-Qur'aan maupun yang terdapat dalam Hadits yang shahih. Kita tidak boleh
membeda-bedakan dalam urusan beriman dengan segala peristiwa tersebut, baik
itu sesuai dengan logika ataupun tidak. Segala hal yang akan terjadi di
akherat tidak bisa kita qiyaskan dengan peristiwa di dunia ini. Karena
semua peristiwa di akherat adalah peristiwa yang penuh dengan keluarbiasaan
dan kedahsyatan. Di antara peristiwa yang akan menakjubkan sekaligus
menakutkan di alam akhirat kelak, peristiwa melewati shirâth (jembatan)
yang terbentang di atas neraka menuju ke surga. Semoga Allâh Azza wa Jalla
memberikan kemudahan kepada kita untuk melewatinya kelak di akherat.
PENGERTIAN
SHIRATH.
Shirâth
secara etimologi bermakna jalan lurus yang terang[1] . Adapun menurut
istilah, yaitu jembatan terbentang di atas neraka Jahannam yang akan
dilewati oleh manusia ketika menuju Surga [2] .
DALIL-DALIL
TENTANG KEBERADAAN SHIRAT
Landasan
keyakinan tentang adanya shirâth pada hari Kiamat berdasarkan kepada ijma’
para ulama Ahlus Sunnah yang bersumberkan kepada dalil-dalil yang akurat
dari al-Qur`ân dan Sunnah. Berikut ini kita sebutkan beberapa dalil yang
menerangkan tentang adanya shirâth.
Di
antara ulama berhujjah dengan firman Allâh Azza wa Jalla berikut :
Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan
akan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu kemestian yang
sudah ditetapkan [Maryam/19:71]
Diriwayatkan
dari kalangan para Sahabat, di antaranya; Ibnu 'Abbâs Radhiyallahu anhu,
Ibnu Mas'ûd Radhiyallahu anhu dan Ka'ab bin Ahbâr bahwa yang dimaksud
dengan mendatangi neraka dalam ayat tersebut adalah melewati shirâth.[3]
Sementara
itu, banyak sekali riwayat dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang ini, di antaranya:
Sabda
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
Kemudian
didatangkan jembatan lalu dibentangkan di atas permukaan neraka Jahannam.
Kami (para Sahabat) bertanya: "Wahai Rasûlullâh, bagaimana (bentuk)
jembatan itu?". Jawab beliau, "Llicin (lagi) mengelincirkan. Di
atasnya terdapat besi-besi pengait dan kawat berduri yang ujungnya bengkok,
ia bagaikan pohon berduri di Najd, dikenal dengan pohon Sa'dân ..."
[Muttafaqun 'alaih]
BENTUK
DAN KONDISI SHIRATH.
Dalam
hadits yang sudah disebutkan di atas terdapat beberapa ciri atau sifat dan
bentuk shirâth, yaitu: "licin (lagi) mengelincirkan, di atasnya ada
besi-besi pengait dan kawat berduri yang ujungnya bengkok, ia bagaikan
pohon berduri di Nejd, dikenal dengan pohon Sa'dân ...".
Dan
disebutkan lagi dalam hadits bahwa shirâth tersebut memiliki
cangkok-cangkok besar, yang mencankok siapa yang melewatinya, sebagaimana
disebutkan dalam hadits berikut ini:
Dan dibentangkanlah
jembatan Jahannam. Akulah orang pertama yang melewatinya. Doa para rasul
pada saat itu: "Ya Allâh, selamatkanlah, selamatkanlah". Pada
shirâth itu, terdapat pencangkok-pencangkok seperti duri pohon Sa'dân.
Pernahkah kalian melihatnya?" Para Sahabat menjawab, "Pernah,
wahai Rasûlullâh. Maka ia seperti duri pohon Sa'dân, tiada yang mengetahui
ukuran besarnya kecuali Allâh. Maka ia mencangkok manusia sesuai dengan
amalan mereka". [HR. al-Bukhâri]
Di
samping itu, para Ulama menyebutkan pula bahwa shirâth tersebut lebih halus
daripada rambut, lebih tajam dari pada pedang, dan lebih panas daripada
bara api, licin dan mengelincirkan. Hal ini berdasarkan pada beberapa
riwayat, baik yang disandarkan langsung kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ataupun kepada para Sahabat tetapi dihukumi marfû'. Sebab, para
Sahabat tidak mungkin mengatakannya dengan dasar ijtihad pribadi mereka
tentang suatu perkara yang ghaib, melainkan hal tersebut telah mereka
dengar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abu
Sa'id Radhiyallahu anhu berkata: "Sampai kepadaku kabar bahwa shirâth
itu lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari pedang" [4] .
Setelah
kita amati dalil-dalil tersebut di atas dapat kita ikhtisarkan di sini
sifat dan bentuk shirâth tersebut sebagaimana berikut:
1.
Shirâth tersebut amat licin, sehingga sangat mengkhawatirkan siapa saja
yang lewat dimana ia mungkin saja terpeleset dan terperosok jatuh.
2.
Shirâth tersebut menggelincirkan. Para Ulama telah menerangkan maksud dari
'menggelincirkan' yaitu ia bergerak ke kanan dan ke kiri, sehingga membuat
orang yang melewatinya takut akan tergelincir dan tersungkur jatuh.
3.
Shirâth tersebut memiliki besi pengait yang besar, penuh dengan duri,
ujungnya bengkok. Ini menunjukkan siapa yang terkena besi pengait ini tidak
akan lepas dari cengkeramannya.
4.
Terpeleset atau tidak, tergelincir atau tidak, dan tersambar oleh pengait
besi atau tidak, semua itu ditentukan oleh amal ibadah dan keimanan
masing-masing orang.
5.
Shirâth tersebut terbentang membujur di atas neraka Jahannam. Barang siapa
terpeleset dan tergelincir atau terkena sambaran besi pengait, maka ia akan
terjatuh ke dalam neraka Jahannam.
6.
Shirâth tersebut sangat halus, sehingga sulit untuk meletakkan kaki di
atasnya.
7.
Shirâth tersebut juga tajam yang dapat membelah telapak kaki orang yang
melewatinya. Karena sesuatu yang begitu halus, namun tidak bisa putus, maka
akan menjadi tajam.
8.
Sekalipun shirâth tersebut halus dan tajam, manusia tetap dapat
melewatinya. Karena Allâh Azza wa Jalla Maha Kuasa untuk menjadikan manusia
mampu berjalan di atas apapun.
9.
Kesulitan untuk melihat shirâth karena kehalusannya, atau terluka karena
ketajamannya, semua itu bergantung kepada kualitas keimanan setiap orang
yang melewatinya.
BAGAIMANA
KEADAAN MANUSIA KETIKA MELEWATI SHIRATH?
Setelah
kita melihat sikilas tentang sifat-sifat shirâth yang tedapat dalam
hadits-hadits shahih. Berikutnya kita lihat pula bagaimana keadaan manusia
ketika melewati shiraath tersebut.
1.
Riwayat Pertama:
Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah bersabda: "Lalu diutuslah amanah dan rohim (tali
persaudaraan) keduanya berdiri di samping kair-kanan shiraath tersebut.
Orang yang pertama lewat seperti kilat". Aku bertanya: "Dengan
bapak dan ibuku (aku korbankan) demi engkau. Adakah sesuatu seperti
kilat?" Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : "Tidakkah
kalian pernah melihat kilat bagaimana ia lewat dalam sekejap mata? Kemudian
ada yang melewatinya seperti angin, kemudian seperti burung dan seperti
kuda yang berlari kencang. Mereka berjalan sesuai dengan amalan mereka.
Nabi kalian waktu itu berdiri di atas shirâth sambil berkata: "Ya
Allâh selamatkanlah! selamatkanlah! Sampai para hamba yang lemah amalannya,
sehingga datang seseorang lalu ia tidak bisa melewati kecuali dengan
merangkak". Beliau menuturkan (lagi): "Di kedua belah pinggir
shirâth terdapat besi pengait yang bergatungan untuk menyambar siapa saja
yang diperintahkan untuk disambar. Maka ada yang terpeleset namun selamat
dan ada pula yang terjungkir ke dalam neraka". [HR. Muslim]
2.
Riwayat Kedua:
Orang Mukmin (berada) di atasnya (shirâth), ada
yang secepat kedipan mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin,
ada yang secepat kuda yang amat kencang berlari, dan ada yang secepat
pengendara. Maka ada yang selamat setelah tertatih-tatih dan ada pula yang
dilemparkan ke dalam neraka. Mereka yang paling terakhir merangkak secara
pelan-pelan”. [Muttafaqun 'alaih]
3.
Riwayat Ketiga:
Di antara mereka ada yang binasa disebabkan
amalannya, dan di antara mereka ada yang tergelincir namun kemudian ia
selamat [Muttafaqun 'alaih]
4.
Riwayat Keempat:
Dan
dibentangkanlah shirâth di atas permukaan neraka Jahannam. Maka aku dan
umatku menjadi orang yang pertama kali melewatinya. Dan tiada yang
berbicara pada saat itu kecuali para rasul. Dan doa para rasul pada saat
itu: "Ya Allâh, selamatkanlah, selamatkanlah……di antara mereka ada
yang tertinggal dengan sebab amalannya dan di antara mereka ada yang dibalasi
sampai ia selamat”. [HR. Muslim]
Melalui
riwayat-riwayat yang kita sebutkan di atas dapat kita simpulkan di sini
bagaimana kondisi manusia saat menlintasi shirâth :
1.
Ketika manusia melewati shirâth, amanah dan ar-rahm (hubungan silaturrahim)
menyaksikan mereka. Ini menunjukkan betapa pentingnya menunaikan amanah dan
menjalin hubungan silaturrahim. Barangsiapa melalaikan keduanya, maka ia
akan merasa gemetar ketika disaksikan oleh amanah dan ar-rahm saat melewati
shirâth.
2.
Kecepatan manusia saat melewati shirâth yang begitu halus dan tajam
tersebut sesuai dengan tingkat kecepatan mereka dalam menyambut dan
melaksanakan perintah-perintah Allâh Azza wa Jalla di dunia ini.
3. Di
antara manusia ada yang melewati shirâth secepat kedipan mata, ada yang
secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang secepat burung terbang, dan
ada pula yang secepat kuda yang berlari kencang.
4. Di
antara manusia ada yang melewatinya dengan merangkak secara pelan-pelan,
ada yang berjalan dengan menggeser pantatnya sedikit demi sedikit, ada pula
yang bergelantungan hampir-hampir jatuh ke dalam neraka dan ada pula yang
dilemparkan ke dalamnya.
5.
Besi-besi pengait baik yang bergantungan dengan shirâth maupun yang berasal
dari dalam neraka akan menyambar sesuai dengan keimanan dan ibadah
masing-masing manusia.
6.
Yang pertama sekali melewati shirâth adalah Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan umatnya.
7.
Setiap rasul menyasikkan umatnya ketika melewati shirâth dan mendoakan umat
mereka masing-masing agar selamat dari api neraka.
8.
Ketika melewati shirat setiap mukmin agar diberi cahaya sesuai dengan
amalnya masing-masing. Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu
anhu dalam menafsirkan firman Allâh Azza wa Jalla :
9.
Pada hari itu, engkau melihat orang-orang mukmin cahaya mereka menerangi
dari hadapan da kanan mereka [al-Hadîd/57:12]
Ibnu
Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Mereka melewati shirâth sesuai dengan
tingkat amalan mereka. Di antara mereka ada cahayanya sepert gunung, ada
cahayanya yang seperti pohon, ada cahayanya setinggi orang berdiri, yang
paling sedikit cahayanya sebatas menerangi ampu kakinya, sesekali nyala
sesekali padam” [5] .
KELOMPOK
YANG MENYIMPANG DALAM MENGIMAMI
Meski
banyak sekali dalil yang mengharuskan umat mengimani adanya shirâth, namun
ada saja kelompok yang menyimpang dalam masalah ini, yaitu kaum Mu’tazilah.
Mereka tidak mengimani adanya shirâth yang hakiki pada hari Kiamat, karena
–menurut mereka- hal itu tidak masuk akal dan tidak logis (?!).
Syubhat
yang merasuki hati mereka dalam pengingkaran ini, bagaimana mungkin manusia
bisa melewati di atas benda yang lebih halus dari rambut, lebih tajam dari
pedang, amat licin dan selalu bergerak-gerak?
Para
Ulama telah membantah dan menjawab pernyataan aneh mereka ini dan
orang-orang yang meragukan wujud shirâth, seperti Imam al-Qurthubi
rahimahullah. Setelah menyebutkan perkataan mereka, beliau berkata,
"Apa yang disebutkan oleh orang ini adalah tertolak berdasarkan
hadits-hadits yang kita sebutkan, bahwa beriman dengan hal itu adalah
wajib. Sesungguhnya (Allâh) Dzat yang mampu menahan burung di udara, tentu
sanggup menahan orang Mukmin di atas shirâth tersebut. Baik, dengan berlari
maupun berjalan. Tidak boleh dialihkan dari makna hakiki kepada makna
majazi kecuali bila mustahil. Dan tidak ada kemustahilan dalam hal itu,
berdasarkan hadits-hadits dan penjelasan para ulama yang terkemuka tentang
hal itu. Barangsiapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allâh Azza wa
Jalla , maka ia tidak akan memiliki cahaya (petunjuk)” [6] .
PELAJARAN
DAN HIKMAH DIBALIK KEIMANAN KEPADA KEIMANAN
Qurthubi
rahimahullaht berkata, "Coba renungkan sekarang tentang apa yang akan
engkau alami, berupa ketakutan yang ada pada hatimu ketika engkau
menyaksikan shirâth dan kehalusannya (bentuknya). Engkau memandang dengan
matamu kedalaman neraka Jahanam yang terletak di bawahnya. Engkau juga
mendengar gemuruh dan gejolaknya. Engkau harus melewati shirâth itu
sekalipun keadaanmu lemah, hatimu gundah, kakimu bisa tergelincir,
punggungmu merasa berat karena memikul dosa, hal itu tidak mampu engkau
lakukan seandainya engkau berjalan di atas hamparan bumi, apa lagi untuk di
atas shirâth yang begitu halus.
Bagaimana
seandainya engkau meletakkan salah satu kakimu di atasnya, lalu engkau
merasakan ketajamannya! Sehingga mengharuskan mengangkat tumitmu yang lain!
Engkau menyaksikan makhluk-makhluk di hadapanmu tergelincir kemudian
berjatuhan! Mereka lalu ditarik oleh para malaikat penjaga neraka dengan
besi pengait. Engkau melihat bagaimana mereka dalam keadaan terbalik ke
dalam neraka dengan posisi kepala di bawah dan kaki di atas. Wahai betapa
mengerikannya pemandangan tersebut. Pendakian yang begitu sulit, tempat
lewat yang begitu sempit"[7] .
Imam
al-Qurthubi rahimahullah menambahkan, "Bayangkanlah wahai saudaraku!.
Seandainya dirimu berada di atas shiraath, dan engaku melihat di bawahmu
neraka Jahanam yang hitam-kelam, panas dan menyala-nyala, engkau saat itu
sesekali berjalan dan sesekali merangkak"[8].
Dari
pembahasan shirâth di atas terbukti kebenaran aqidah Ahlus Sunnah dalam
pembahasan masalah iman:
1.
Bahwa amal sholeh merupakan bagian dari iman, karena jelas sekali
disebutkan dalam hadits-hadits shirâth tersebut bahwa kecepatan manusia
melewatinya sesuai dengan kadar keimanan mereka masing-masing. Ini
sekaligus membantah paham Murji`ah yang mengeluarkan amal sholeh sebagai
bagian dari iman.
2.
Bahwa iman bertambah dan berkurang. Ketika seorang Mukmin berbeda-beda
tingkat kekuatan iman mereka, maka berbeda-beda pula tingkat kecepatan mereka
ketika melewati shirâth.
Dalam
pembahasan shirâth ini terdapat pula pelajaran bagi kita agar kita
berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan, sehingga termasuk orang yang
paling cepat ketika melewati shirâth di akhirat kelak. Semoga bermanfaat.
Wallâhu a’lam bish shawâb
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIV/1432H/2011. _______
Footnote
[1]. Al-Qâmûs al-Muhîth hlm. 872
[2]. Lawâmi'ul Anwâr 2/189
[3]. Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr 5/254
[4]. Lihat Shahîh Muslim 1/117
[5]. Imam Ibnu Katsîr t berkata: “Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hâtim dan Ibnu Jarîr” (tafsir Ibnu katsir: 8/15)
[6]. At-Tadzkirah 1/381
[7]. At-Tadzkirah 1/381
[8]. At-Tadzkirah 1/381
|
ORANG YANG PALING UTAMA
Disebutkan
di dalam kitab Tanbiihul Ghafilin, bahwa orang yang paling utama, ialah
orang yang meliki 5 perkara, yaitu :
1.
Menyembah Tuhannya dengan penuh kemantaban hati.
2.
Memberikan manfaat terhadap sesama mahluk secara nyata.
3.
Orang lain selamat dari kejahatannya.
4.
Tidak berharap apapun dari apa-apa yang dimiliki orang lain.
5.
Selalu mempersiapkan bekal untuk menyambut datangnya maut.
Disebutkan
dalam kitab Tanbiihul Ghafilin, bahwa Syaikh Abi Hamid al Lafaf berkata : “
Barangsiapa yang banyak mengingat maut (kematian) maka ia akan dimuliakan
dengan 3 perkara, yaitu : (1) bersegera bertaubat, (2) bersifat qona’ah,
yaitu merasa cukup dengan apa yang ada, dan (3) bersegera dalam beribadah.
Sedangkan
barangsiapa yang melupakan maut, maka ia akan dihukum dengan 3 perkara,
yaitu : (1) menunda-nunda bertaubat, (2) tidak bisa ridha dan merasa cukup
dengan apa yang ada, dan (3) malas beribadah.
Disamping
itu, orang yang melupakan maut, maka dia tidak akan memiliki kendali untuk
mengendalikan dan menghentikan diri dari dorongan-dorongan nafsu yang
selalu mengajak maksiat kepada Allah, dan dia tidak memiliki pendorong dan
penyemangat dalam melakukan ibadah dan taat kepada Allah, sehingga hidupnya
hanya digunakan untuk memenuhi dan memuaskan hasrat nafsu yang tidak akan
pernah ada habisnya. Akhirnya maut menjemput dalam keadaan suu ul khatimah.
Na’udzu billahi min dzaalik.
|
BERBAHAGIALAH DENGAN KESULITAN HIDUP
TAKUTLAH DENGAN KEMUDAHAN HIDUP
Dalam
suatu hadits disebutkan bahwa Allah 'azza wa jalla berfirman yang artinya :
" Demi keagunganKu dan demi kemuliaanKu, Aku tidak akan mengeluarkan
hambaKu dari dunia ini sedangkan Aku ingin merahmatinya, sebelum Aku
tunaikan dari setiap kesalahan yang ia lakukan (di dunia ini), sebagi
penyakit di tubuhnya, atau musibah dalam keluarga atau anaknya, atau
sebagai kesempitan dalam hidupannya, atau kesulitan dalam ekonominya,
hingga Aku sampaikan darinya beberapa mitsqal dzurrah. Dan jika masih ada
kesalahan yang tersisa, maka kematiannya Aku buat berat (karena untuk
menggenapkan hukumannya), sehingga dia menemuiKu (bersih dari kesalahan)
seperti ketika ibunya melahirkannya ".
Dalam
hadis ini, dijelaskan bahwa jika Allah menghendaki hambaNya mati dalam
keadaan chusnul khatimah, maka dari setiap dosa dan kesalahan yang
dilakukannya, Allah memberikan hukumannya di dunia ini. Sehingga kehidupannya
akan sangat berat dipenuhi oleh berbagai musibah dan kesulitan. Bahkan
kematiannya pun akan terasa sangat berat dan sakit, karena pada saat itu ia
harus menghabiskan semua hukuman dari dosa-dosa yang masih tersisa. Tetapi,
setelah itu, ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan seperti bayi yang baru
saja lahir dari rahim ibunya.
Sebaliknya,
jika Allah menghendaki hambaNya mati dalam keadaan suu ul khatimah, maka
Allah telah menjelaskan dalam firmanNya : " Demi keagunganKu dan demi
kemuliaanKu, Aku tidak akan mengeluarkan hambaKu dari dunia ini sedangkan
Aku ingin mengazabnya, sebelum Aku tunaikan dari setiap kebaikan yang ia
lakukan (di dunia ini) sebagai kesehatan di tubuhnya, keluasan dalam
rizqinya, kesenangan dalam hidupnya, dan ketenangan dalam hatinya, hingga
Aku sampaikan darinya beberapa mitsqal dzurrah. Dan jika masih ada kebaikan
yang tersisa, maka kematiannya Aku buat mudah (untuk menggenapkan balasan
kebaikan yang tersisa itu), sehingga ketika nyawanya dicabut, maka tidak
ada lagi baginya satu kebaikanpun yang bisa ia gunakan untuk menjaga dari
api neraka ".
Intinya,
bersabarlah dan berbahagialah jika kita seorang muslim yang taat kepada
Allah 'Azza wa Jalla, tetapi hidup serba dalam kesulitan dan kesusahan,
karena sesungguhnya itu adalah neraka yang didahulukan di dunia ini,
sehingga di akherat nanti tidak ada lagi neraka, dan yang ada hanyalah
surga. Sebaliknya, bersyukurlah dan waspadalah jika kita hidup dalam
kemudahan dan kesenangan, karena sesungguhnya itu merupakan surga yang didahulukan
di dunia ini. Jika kita tidak waspada dan berhati-hati, maka di akherat
nanti tidak ada lagi surga, dan yang ada hanyalah neraka.
Wallahu
a'lamu bish shawab
|
GHARAIBIL ‘ILMI
Diriwayatkan
dari Abdillah bin Masur al Hasyimiy Ra. dia berkata : "Telah datang
seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw. Laki-laki itu berkata :
"(Wahai rasulullah) aku datang kepadamu, agar engkau mengajariku
gharaibil 'ilmi (ilmu yang asing, nyleneh, rumit)". Rasulullah Saw.
bertanya kepadanya : "Apakah yang telah engkau kerjakan dengan ilmu
yang pokok-pokok?".
Laki-laki
itu bertanya : "Apakah ilmu yang pokok-pokok itu?".
Rasulullah
Saw. bersabda : "Apakah engkau mengenal tuhanmu?".
"Ya"
jawab laki-laki itu.
Rasulullah
Saw. bertanya : "Hak-hak Tuhanmu apa sajakah yang telah engkau
kerjakan?"
"Masyaa
Allah". jawab laki-laki itu.
Kemudian
Rasulullah Saw. bertanya lagi : "Tahukah engkau tentang
kematian?".
"Ya"
jawab laki-laki itu.
Rasulullah
Saw. bertanya : "Apa sajakah yang telah engkau persiapkan untuk
kematian?".
"Masyaa
Allah", jawab laki-laki itu.
Maka
Rasulullah Saw. bersabda : "Pergilah. Dan tetaplah engkau pada dua
perkara itu, kemudian kembalilah kemari. Maka aku akan mengajarimu tentang
ilmu yang asing-asing itu".
Setelah
beberapa tahun, laki-laki itu datang kepada Rasulullah Saw. Maka beliau
bersabda : "Letakkan tanganmu, di atas hatimu. Apa saja yang engkau tidak ridha untuk
dirimu, maka janganlah engkau ridha untuk saudara islammu. Dan apa saja
yang engkau ridha untuk dirimu, maka ridhailah itu untuk saudara islammu.
Itulah gharaibil 'ilmi".
Disini
Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa 'mempersiapkan bekal untuk kematian'
adalah ilmu pokok, yang harus diutamakan. Disamping juga Rasulullah
menjelaskan, bahwa ilmu yang rumit, asing, dan sulit, adalah 'mengusahakan
apa yang terbaik untuk saudara sesama muslim'. Bukan ilmu seperti yang kita
bayangkan, tapi ilmu yang mengajarkan kepada kita agar ketika orang lain
senang, maka kitapun ikut senang, dan ketika orang lain susah, maka kitapun
ikut susah. Itulah gharaibul 'ilmi.
Wallahu
a'lamu bish shawab
|
MAUT
Rasulullah
saw, bersabda yang artinya : "Barangsiapa yang senang berjumpa dengan
Allah (mati), maka Allah juga senang berjumpa dengannya. Dan barangsiapa
yang tidak senang berjumpa dengan Allah, maka Allah juga tidak senang
berjumpa dengannya". Kemudian 'Aisyah ra. berkata kepada beliau saw. :
"Wahai Rasulullah, kita semua tidak senang terhadap kematian".
Maka Rasulullah saw. bersabda : "Sesungguhnya jika seorang mukmin
berada dalam sakaratul maut, maka diberitakan kepadanya tentang rahmat
Allah (surga dengan segala kenikmatannya), sehingga ia menjadi sangat
menginginkan berjumpa dengan Allah (mati), dan Allahpun sangat menginginkan
berjumpa dengannya.
Sedangkan
jika seorang kafir berada dalam keadaan sekarat, maka diberitakan kepadanya
tentang azab yang Allah telah sediakan untuknya (neraka dengan segala
kepedihan siksanya), sehingga dia menjadi semakin benci berjumpa dengan
Allah (mati), dan Allahpun semakin benci berjumpa dengannya".
Perkataan
'Aisyah Ra 'Wahai Rasulullah kita semua tidak senang terhadap kematian',
itu dikarenakan rasa sakitnya sangat dahsyat dan sangat keras. Kematian itu
sakitnya seperti dibabat dengan seribu pedang. Seperti dikuliti
hidup-hidup. Seperti dahan yang rantingnya bercabang-cabang dimasukkan
dari mulut, kemudian ditarik dan dihentakkan dengan sangat kuat, dengan
sekali hentakan hingga semuanya keluar dari dubur. Rasulullah Saw,
melukiskan gambaran dahsyatnya kematian dengan gambaran yang luar biasa
sakitnya. Bahkan dahsyatnya rasa sakit akibat kematian, tidak berkurang
sedikitpun setelah berlalu Sembilan puluh tahun.
Namun
derita sakitnya kematian yang sangat dahsyat itu, bagi orang yang beriman
semuanya akan hilang, dan akan terasa sangat mudah, tertutup oleh rahmat
Allah dan besarnya kenikmatan surga yang telah dijanjikan, yang ditampakkan
ketika ia dalam keadaan sakaratul maut. Sehingga kematian orang yang
beriman hanyalah seperti sehelai rambut yang ditarik keluar dari adonan
tepung. Mudah sekali, tanpa terasa
sakit. Orang kafirlah yang akan merasakan semua derita kematian yang sangat
dahsyat dan menyakitkan itu. Apalagi ketika jiwanya memberontak dan
meronta-ronta berusaha melepaskan diri, maka akan semakin lama dan semakin
bertambah rasa sakitnya. Na'udzubillahi min dzaalik.
Oleh
karena itu, marilah kita selalu menjaga iman dan islam kita, bersemangat
dalam mempersiapkan bekal kita untuk menyambut kematian dan untuk menempuh
kehidupan di akherat. Dan marilah kita selalu tabah dan kuat dalam menerima
semua derita hidup yang menimpa kita di dunia ini, kita hadapi dengan penuh
kesabaran. Karena dahsyatnya derita hidup di dunia ini belumlah apa-apa
jika dibandingkan dengan dahsyatnya kematian dan azab yang kekal di akherat
nanti, yang pasti akan kita hadapi tanpa ada sedikit keraguanpun.
Sesungguhnya kita semua telah divonis mati oleh Hakim yang Maha Adil, hanya
saja kita tidak tahu kapan eksekusinya terjadi.
Tuubuu
qabla an tamuutuu. Bertaubatlah sebelum kalian semua mati. Inilah perintah
Allah Dzat yang tidak akan pernah mengingkari janji-janjiNya. Sesungguhnya
taubat itu menghapus dosa-dosa seperti air bersih menghapus noda-noda.
Orang yang berdosa, kemudian ia bertaubat, maka seperti orang yang tidak
pernah berdosa. Bersyukurlah dengan kemurahan Allah ini. Bertaubatlah sebelum
mati datang menghampiri.
|
TERBANGUN DARI KELALAIAN
Sudah
semestinya bagi setiap orang yang berakal untuk bangkit tersadar dari
lelapnya kelalaian (agar dapat menyelesaikan kehidupannya di dunia ini
dengan penuh rasa aman tentram, damai dan bahagia, serta dapat menempuh
kehidupannya di alam kelanggengan akherat nanti dengan selamat, penuh
nikmat, mulia di surga). Adapun pertanda orang terbangun dari lelapnya
kelalaian, itu ada 4, yaitu :
(1)
Menyelesaikan urusan dunia ini dengan qona’ah dan santai. Qona’ah ialah
merasa cukup dengan apa yang ada pada dirinya, dan tidak menginginkan apa
yang ada pada orang lain. Sedangkan santai artinya tidak terburu-buru.
Kalau tercapai hari ini Alhamdulillah, kalau tidak tercapai hari ini tidak
masalah. Karena masih ada hari esok, hari esoknya lagi, dan hari esoknya
lagi. Bahkan seandainya tidak tercapai pun juga tidak apa-apa, karena
seandainya tercapai pun akhirnya juga pasti hanya akan ditinggalkan juga.
(2)
Menyelesaikan urusan akherat dengan rakus dan kemrungsung. Rakus artinya
sangat ingin bisa mendapatkan yang sebanyak-banyaknya dan yang
sebaik-baiknya. Sedangkan kemrungsung artinya tidak tenang dan tidak
tentram hatinya sebelum berhasil mendapatkannya.
(3)
Menyelesaikan urusan agama dengan ilmu dan dengan kesungguhan. Karena
ibadah apapun yang dilakukan tanpa ilmu, maka ibadah itu akan tertolak, dan
tidak mungkin diterima oleh Allah. Karena ibadah yang dilakukan dengan
ngawur, tanpa ilmu, maka tidak akan membawa kebaikan, tapi malah akan
mendatangkan keburukan. Itulah sebabnya, apapun yang akan dilakukan harus
diketahui ilmunya, dan apapun yang tidak diketahui ilmunya, maka sebaiknya
ditinggalkan tidak usah dikerjakan). Begitu pula harus dengan kesungguhan,
karena semua urusan agama pasti berlawanan dengan keinginan nafsu, sehingga
tidak mungkin dapat terselesaikan jika tidak dengan kesungguhan.
(4)
Menyelesaikan urusan sesama mahluk dengan nasehat dan penuh perhatian.
Nasehat ialah merasa senang jika orang lain berada dalam kebaikan dan
kenikmatan, dan merasa susah jika orang lain berada dalam keburukan dan
kesusahan.
Inilah
tanda-tanda orang yang bangkit terbangun dan tersadar dari lelapnya
kelalaian. Orang yang memiliki ketenangan dan ketentraman serta kebahagiaan
dalam hidupnya di dunia ini, dan memiliki keselamatan dan kebahagiaan abadi
di akherat nanti.
Wallahu
a’lamu bish shawaab
|
Di
antara Ungkapan Mutiara Syekh Abul Hasan Asy-Syadili:
1.
Tidak ada dosa yang lebih besar dari dua perkara ini : pertama, senang
dunia dan memilih dunia mengalahkan akherat. Kedua, ridha menetapi
kebodohan tidak mau meningkatkan ilmunya.
2.
Sebab-sebab sempit dan susah fikiran itu ada tiga : pertama, karena berbuat
dosa dan untuk mengatasinya dengan bertaubat dan beristiqhfar. Kedua,
karena kehilangan dunia, maka kembalikanlah kepada Allah swt. sadarlah
bahwa itu bukan kepunyaanmu dan hanya titipan dan akan ditarik kembali oleh
Allah swt. Ketiga, disakiti orang lain, kalau karena dianiaya oleh orang
lain maka bersabarlah dan sadarlah bahwa semua itu yang membikin Allah swt.
untuk mengujimu.
Kalau
Allah swt. belum memberi tahu apa sebabnya sempit atau susah, maka
tenanglah mengikuti jalannya taqdir ilahi. Memang masih berada di bawah
awan yang sedang melintas berjalan (awan itu berguna dan lama-lama akan
hilang dengan sendirinya). Ada satu perkara yang barang siapa bisa
menjalankan akan bisa menjadi pemimpin yaitu berpaling dari dunia dan
bertahan diri dari perbuatan dhalimnya ahli dunia. Setiap keramat
(kemuliaan) yang tidak bersamaan dengan ridha Allah swt. dan tidak bersamaan
dengan senang kepada Allah dan senangnya Allah, maka orang tersebut
terbujuk syetan dan menjadi orang yang rusak. Keramat itu tidak diberikan
kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya dan tidak pula
diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk mencari keramat. Yang
diberi keramat hanya orang yang tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi
dia selalu tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan
merasa mendapat anugerah (fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan
dari kebiasaan diri dan amalnya.
Kamu
jangan menunda ta’at di satu waktu, pada waktu yang lain, agar kamu tidak
tersiksa dengan habisnya waktu untuk berta’at (tidak bisa menjalankan)
sebagai balasan yang kamu sia-siakan. Karena setiap waktu itu ada jatah
ta’at pengabdian tersendiri.
Kamu
jangan menyebarkan ilmu yang bertujuan agar manusia membetulkanmu dan
menganggap baik kepadamu, akan tetapi sebarkanlah ilmu dengan tujuan agar
Allah swt. membenarkanmu. Radiya allahu ‘anhu wa ‘aada ‘alaina min
barakatihi wa anwarihi wa asrorihi wa ‘uluumihi wa ahlakihi, Allahumma
Amiin. (Al-Mihrab).[]
|
KESESATAN
QARUN
Qarun
adalah kaum Nabi Musa, berkebangsaan Israel, dan bukan berasal dari suku
Qibthi (Gypsy, bangsa Mesir). Allah mengutus Musa kepadanya seperti
diutusnya Musa kepada Fir'aun dan Haman. Allah telah mengaruniai Qarun
harta yang sangat banyak dan perbendaharaan yang melimpah ruah yang banyak
memenuhi lemari simpanan. Perbendaharaan harta dan lemari-lemari ini sangat
berat untuk diangkat karena beratnya isi kekayaan Qarun. Walaupun diangkat
oleh beberapa orang lelaki kuat dan kekar pun, mereka masih kewalahan.
Qarun
mempergunakan harta ini dalam kesesatan, kezaliman dan permusuhan serta
membuatnya sombong. Hal ini merupakan musibah dan bencana bagi kaum kafir
dan lemah di kalangan Bani Israil.Dalam memandang Qarun dan harta
kekayaannya, Bani Israil terbagi atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah
kelompok orang yang beriman kepada Allah dan lebih mengutmakan apa yang ada
di sisi-Nya. Karena itu mereka tidak terpedaya oleh harta Qarun dan tidak
berangan-angan ingin memilikinya. Bahkan mereka memprotes kesombongan,
kesesatan dan kerusakannya serta berharap agar ia menafkahkan hartanya di
jalan Allah dan memberikan kontribusi kepada hamba-hamba Allah yang
lain.Adapun kelompok kedua adalah yang terpukau dan tertipu oleh harta
Qarun karena mereka telah kehilangan tolok ukur nilai, landasan dan fondasi
yang dapat digunakan untuk menilai Qarun dan hartanya. Mereka menganggap
bahwa kekayaan Qarun merupakan bukti keridhaan dan kecintaan Allah
kepadanya. Maka mereka berangan-angan ingin bernasib seperti itu.
Qarun
mabuk dan terlena oleh melimpahnya harta dan kekayaan. Semua itu membuatnya
buta dari kebenaran dan tuli dari nasihat-nasihat orang mukmin. Ketika
mereka meminta Qarun untuk bersyukur kepada Allah atas sedala nikmat harta
kekayaan dan memintanya untuk memanfaatkan hartanya dalam hal yang
bermanfaat,kabaikan dan hal yang halal karena semua itu adalah harta Allah,
ia justru menolak seraya mengatakan "Sesungguhnya aku hanya diberi
harta itu karena ilmu yang ada padaku"
Suatu
hari, keluarlah ia kepada kaumnya dengan kemegahan dan rasa bangga, sombong
dan congkaknya. Maka hancurlah hati orang fakir dan silaulah penglihatan
mereka seraya berkata, "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa
diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan
yang besar."Akan tetapi orang-orang mukmin yang dianugerahi ilmu
menasihati orang-orang yang tertipu seraya berkata, "Kecelakaan yang
besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang
beriman dan beramal saleh…."
Berlakulah
sunnatullah atasnya dan murka Allah menimpanya. Hartanya menyebabkan Allah
murka, menyebabkan dia hancur, dan datangnya siksa Allah. Maka Allah
membenamkan harta dan rumahnya kedalam bumi, kemudian terbelah dan
mengangalah bumi, maka tenggelamlah ia beserta harta yang dimilikinya
dengan disaksikan oleh orang-orang Bani Israil. Tidak seorangpun yang dapat
menolong dan menahannya dari bencana itu, tidak bermanfaat harta kekayaan
dan perbendaharannya.
Tatkala
Bani Israil melihat bencana yang menimpa Qarun dan hartanya, bertambahlah
keimanan orang-orang yang beriman dan sabar. Adapaun mereka yang telah
tertipu dan pernah berangan-angan seperti Qarun, akhirnya mengetahui
hakikat yang sebenarnya dan terbukalah tabir, lalu mereka memuji Allah
karena tidak mengalami nasib seperti Qarun. Mereka berkata, "Aduhai,
benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa saja yang Dia kehendaki dari
hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan
karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai
benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat
Allah)."
PENYEBUTAN
QARUN DALAM QURAN
Nama
Qarun diulang sebanyak empat kali dalam Al-Quran, dua kali dalam surah
al-Qashash, satu kali dalam surah al-`Ankabut, dan satu kali dalam surah
al-Mu'min.Penyebutan dalam surah al-`Ankabut pada pembahasan singkat
tentang pendustaan oleh tiga orang oknum thagut, yaitu Qarun,Fir'aun, dan
Haman, lalu Allah menghancurkan mereka.
"Dan
(juga) Qarun, Fir'aun dan Haman. Dan sesungguhnya telah datang kepada
mereka Musa dengan (membawa bukti-bukti) keterangan-keterangan yang nyata.
Akan tetapi, mereka berlaku sombong di (muka) bumi, dan tiadalah mereka
orang-orang yang luput (dari kehancuran itu).
Maka
masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka diantara
mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu, kerikil dan diantara
mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan diantara mereka
ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan diantara mereka ada yang Kami
tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan
tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (al-`Ankabut:
39-40)
Penyebutan
dalam surah al-Mu'min (Ghafir) pada kisah pengutusan Musa a.s. kepada tiga
orang thagut yang mendustakannya."Dan sesungguhnya telah Kami utus
Musa dengan membawa ayat-ayat Kami dan keterangan yang nyata, kepada
Fir'aun, Haman, dan Qarun, maka mereka berkata, `(Ia) adalah seorang ahli
sihir yang pendusta.'" (al-Mu'min:23-24)
|
Jibril
& 12,000 Malaikat menemui Rasulullah di Bukit Qubais
Bagi
tiap-tiap seorang ada malaikat penjaganya silih berganti dari hadapannya
dan dari belakangnya, yang mengawas dan menjaganya (dari sesuatu bahaya)
dengan perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada
sesuatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki untuk menimpakan kepada sesuatu kaum
bala bencana (disebabkan kesalahan mereka sendiri), maka tiada sesiapapun
yang dapat menolak atau menahan apa yang ditetapkanNya itu, dan tidak ada
sesiapapun yang dapat menolong dan melindungi mereka selain daripadaNya.
(Ar-R'ad 13:11)
Pada
zaman jahiliah di antara beberapa orang raja ada seorang raja yang bernama
raja Habib lbnu Malik di kota Syam. Orang-orang arab menggelarnya “Raihanah
Quraisyin.”
Ketika
Raja Habib bersama angkatan tenteranya seramai 12,000 orang singgah di
Abthah, iaitu suatu tempat dekat kota Makkah maka datanglah Abu Jahal
beserta pengikut pengikutnya memberikan berbagai-bagai hadiah kepada raja
Habib.
Setelah
itu Abu Jahal dipersilakan duduk di sebelah kanan raja Habib. Berkata raja
Habib: “Wahai Abu Jahal katakan kepadaku tentang Muhammad.”
Berkata
Abu Jahal: “Tuan, silalah tuan tanya tentang Muhammad itu dari Bani
Hasyim.”
Raja
Habib pun bertanya kepada Bani Hasyim: “Wahai Bani Hasyim, katakan pada
beta tentang Muhammad itu.”
Berkata
Bani Hasyim: “Sebenarnya kami telah mengenal Muhammad itu sejak dia kecil
lagi, orangnya sungguh amanah dan setiap katanya benar; dia tidak akan
berkata selain dari yang benar. Apabila umur Muhammad meningkat pada 40
tahun dia telah mula mencela Tuhan kita dan dia membawa agama baru yang
bukan datangnya dari nenek moyang kita.”
Sebaik
sahaja raja Habib mendengar penjelasan dan Bani Hasyim maka dia pun
berkata: “Bawa Muhammad mengadap dengan cara baik, kalau Muhammad degil
maka gunakan kekerasan.
Setelah
itu mereka pun mengutus salah seorang untuk menjemput Muhammad SAW. Setelah
Rasulullah SAW menerima pesanan raja, baginda pun bersiap-siap untuk pergi,
sementara itu Abu Bakar ra dan Siti Khadijah menangis kerana takut baginda
dizalimi oleh raja tersebut.
Rasulullah
SAW berkata: “Janganlah kamu berdua menangis, serahkanlah urusanku ini
kepada Allah SWT.”
Kemudian
Ahu Bakar ra pun mengaturkan pakaian untuk RasuIulIah SAW yang terdiri dari
baju berwarna merah dan serban berwarna hitam.
Setelah
Rasulullah SAW mengenakan pakaian tersebut maka baginda bersama Abu Bakar
ra dan Khadijah ra pun pergi menghadap raja Habib. Setelah sampai di
hadapan raja, Abu Bakar ra berdiri di sebelah kanan Rasulullah SAW
sementara Siti Khadijah berdiri di belakang Rasulullah SAW.
Apabila
raja Habib melihat baginda Rasulullah SAW berdiri dihadapannya maka raja
Habib pun bangun memberi hormat mempersilakan Rasulullah SAW duduk di
sebuah kerusi yang diperbuat dari emas. Sementara itu Siti Khadijah yang
merasa cemas berdoa kepada Allah SWT: “Ya Allah, tolonglah Muhammad dan mudahkanlah
dia menjawab sebarang pertanyaan.”
Sewaktu
baginda duduk di hadapan raja Habib maka keluarlah cahaya memancar dari
wajah baginda dan baginda duduk dengan tenang tanpa rasa takut.
Raja
Habib memulakan pertanyaan: ‘Wahai Muhammad, kamu pun tahu bahawa setiap
Nabi itu ada mukjizatnya, jadi apakah mukjizat kamu itu?”
Bersabda
Rasulullah SAW: “Katakan apakah yang kamu kehendaki?”
Berkata
raja Habib: Aku mahu matahari itu terbenam dan bulan pula hendaklah turun
ke bumi dan kemudiannya bulan hendaklah terbelah menjadi dua, kemudian
masuk di bawah baju kamu dan separuh keluar melalui lengan baju kamu yang
kanan dan sebelah lagi hendaklah keluar melalui lengan baju kamu yang kiri.
Setelah itu bulan itu hendaklah berkumpul menjadi satu di atas kepala kamu
dan bersaksi atasmu, kemudian bulan itu hendaklah kembali ke langit dan
mengeluarkan cahaya yang hersinar dan hendaklah bulan itu tenggelam.
Sesudah itu hendaklah matahari yang tenggelam muncul semula dan berjalan ke
tempatnya seperti mulanya.”
Setelah
mendengar begitu banyak yang raja Habib kehendaki, maka baginda Rasulullah
SAW pun bersabda:
Apakah
kamu akan beriman kepadaku setelah aku melakukan segala apa yang kamu
kehendaki?”
Berkata
raja Habib: “Ya, aku akan beriman kepadamu setelah kamu dapat menyatakan
segala isi hatiku.”
Abu
Jahal yang sedang menyaksikan percakapan itu segera melompat ke hadapan
sambil berkata: “Wahai tuanku, tuanku telah mengatakan yang cukup baik dan
tepat.”
Rasulullah
SAW pun keluar lalu pergi mendaki gunung Abi Qubais, kemudian baginda
mengerjakan solat dua rakaat lalu berdoa kepada Allah SWT. Setelah berdoa
maka turunlah malaikat Jibril as bersama dengan 12,000 malaikat dengan
memegang panah di tangan mereka.
Malaikat
Jibril as berkata: “Assalamu alaika yaa Rasulullah, sesungguhnya Allah
telah bersalam kepadamu dan berfirman:
“Wahai
kekasihku, janganlah kamu takut dan bersusah hati. Aku akan sentiasa
bersamamu di mana sahaja engkau berada dan telah tetap dalam pengetahuanKu
dan berjalan di dalam qada kepastianKu di zaman azali apa-apa yang diminta
oleh raja Habib bin Malik pada hari ini; pergilah kamu kepada mereka dan
berikan hujjahmu dengan tepat dan
jelaskan keadaanmu dan keutusanmu. Ketahuilah sesungguhnya Allah SWT telah
menundukkan matahari, bulan, malam dan siang. Sesungguhnya raja Habib itu
mempunyai seorang puteri yang tidak mempunyai kedua tangan, kedua kaki dan
tidak mempunyai kedua mata. Dan katakan kepadanya bahawa Allah SWT telah
mengembalikan kedua tangannya, kedua kakinya dan kedua matanya.”
Setelah
itu Rasulullah SAW pun turun dari gunung Abi Qubais dengan rasa tenang dan
rasa gembira. Malaikat Jibril as di angkasa dan para malaikat berbaris
lurus dan Rasulullah SAW berdiri di maqam Ibrahim. Dan adalah saat itu
matahari terbenam.
Matahari
mulai seakan-akan berlari cepat, ertinya matahari cepat-cepat terbenam dan
menjadi gelap gelita. Kemudian bulan terbit dengan terangnya, setelah bulan
naik meninggi baginda Rasulullah SAW memberikan isyarat dengan dua
jari-jarinya kepada bulan itu, dan bulan seakan-akan berlari turun ke bumi
dan berdiri di hadapan baginda Rasulullah SAW. Kemudian bulan itu
bergerak-gerak seperti awan lalu bulan itu terbelah menjadi 2 dan bulan itu
masuk di bawah baju Rasulullah SAW separuhnya keluar melalui lengan sebelah
kanan baju baginda sementara yang sebelah lagi keluar melalui lengan
sebelah kiri baju baginda. Kemudian bulan kembali bercantum mengeluarkan
cahaya dengan terang lalu berdiri di atas kepala Rasulullah SAW dengan
berkata: “Saya bersaksi bahawa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah
dan saya bersaksi bahawa Muhammad itu hamba Allah dan RasulNya sesungguhnya
berbahagialah orang-orang yang membenarkan engkau Muhammad dan rugilah
orang-orang yang menyalahi engkau.”
Setelah
bulan berkata demikian maka bulan pun kembali ke langit menjadi terang dan
menghilangkan dirinya. Sebaik sahaja bulan menghilangkan dirinya maka
matahari pun timbul kembali. Oleh kerana raja Habib telah mengatakan bahawa
Rasulullah SAW mesti memberitahu rasa hatinya maka diapun berkata: ‘Wahai
Muhammad, kamu masih ada satu syarat lagi.”
Belum
sempat Habib hendak berkata maka baginda Rasululah SAW bersabda:
“Sesungguhnya kamu mempunyai seorang puteri yang tidak mempunyai dua
tangan, tidak mempunyai dua kaki dan dia juga tidak mempunyai dua mata dan
sesungguhnya ketahuilah olehmu Allah SWT telah mengembalikan kedua tangan,
kedua kaki dan kedua matanya.”
Sebaik
sahaja raja Habib mendengar dan meihat segala galanya maka dia pun berkata:
“Wahai ahli Makkah, tidak ada kufur sesudah iman dan tidak ada keraguan
sesudah yakin, oleh itu ketahuilah oleh kamu sekelian bahawa sesungguhnya
aku bersaksi, Tidak ada Tuhan melainkan Allah yang satu dan tidak ada
sekutu bagiNya, dan saya bersaksi bahawa sesungguhnya Muhammad itu hambaNya
dan utusan-Nya.”
Raja
Habib dan semua bala tenteranya masuk Islam. Kemarahan Abu Jahal
meluap-luap dan dia berkata: “Wahai tuan raja, apakah tuan percaya kepada
ahli syihir ini sehingga syihir itu telah mempersonakan tuan.”
Raja
Habib tidak menghiraukan kata-kata Abu Jahal, sebaliknya raja Habib kembali
ke negerinya Syam. Apabila raja Habib masuk ke dalam istananya dia disambut
oleh anak perempuanya dengan mengucap: “Asyhadu alla ilaaha illallah wa
asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rasuuluhu” (Saya bersaksi bahawa
sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan AlIah dan saya bersaksi bahawa
Muhammad itu adalah pesuruhNya dan utusanNya).
Raja
Habib tercengang dengan kalimah yang diucapkan oleh anaknya maka dia pun
berkata: “Wahai anakku, siapakah yang mengajarkan kepada kamu kalimah ini?”
Berkata
anak raja Habib: “Sebenarnya sewaktu saya tidur, telah datang seorang
lelaki lalu berkata kepada saya: “Sesunguhnya ayah kamu telah masuk Islam,
kalau kamu mahu masuk Islam maka aku kembalikan segala anggota kamu dengan
baik.” Setelah itu saya pun tidur dan pagi ini diri saya tidak ada yang
kurang
seperti yang ayah lihat sekarang”
Kemudian
raja Habib bersyukur sujud kepada Allah SWT agar nikmat iman dan
bertambahlah keyakinan. Setelah itu raja Habib mengumpulkan emas, perak dan
kain lalu dinaikkan atas lima ekor unta berserta dengan beberapa orang
hamba
dikirimkan
kepada Rasulullah SAW.
Ketika
rombongan yang membawa segala hadiah dari raja Habib itu sampai dekat kota
Makkah, tiba-tiba muncul Abu Jahal bersama kuncu-kuncunya lalu berkata:
“Kamu semua milik siapa?”
Berkata
rombongan itu: “Kami semua ini milik raja Habib bin Ibnu Malik dan kami
hendak pergi pada Rasullulah SAW.”
Sebaik
sahaja Abu Jahal mendengar jawapan dari rombongan itu maka dia cuba
merampas semua barang-barang yang bawa oleh rombongan itu, oleh kerana
rombongan itu enggan menyerahkan barang-barang tersebut maka berlakulah
pergaduhan antara kedua belah pihak. Apabila berlaku peperangan diantara
kedua belah pihak maka berkumpullah penduduk kota Makkah dan datang bersama
mereka Rasulullah SAW.
Melihat
akan kedatangan orang ramai maka berkata rombongan diraja itu: “Kesemua
barang yang kami bawa ini adalah milik raja Habib, dan raja Habib berhajat
untuk rnenghadiahkan kesemua barang ini kepada Rasulullah SAW.”
Abu
Jahal berkata: “Raja Habib menghadiahkan kesemua harang ini kepada saya.”
Lalu
Rasulullah SAW bersabda: “Wahai penduduk Makkah, adakah kamu semua suka
kalau aku mencadangkan sesuatu?”
Berkata
penduduk Makkah: “Ya, kami setuju.”
Bersabda
Rasulullah SAW: “Kita hendaklah memutuskan percakapan unta ini, untuk
siapakah sebenarnya harta ini.
Berkata
Abu Jahal: “Kita tentukan perkara ini esok pagi.”
Setelah
mendapat persetujuan dari Rasulullah SAW untuk ditunda pada esok hari maka
Abu Jahal pun balik dan terus pergi kepada berhala-berhala yang
disembahnya, dia pun memberi beberapa korban kepada berhala-berhala mereka
dan memohon pertolongan pada berhala mereka sehingga pagi.
Apabila
waktu yang dijanji telah tiba maka ramailah penduduk kota Makkah datang
untuk melihat keputusan pengadilan. Rasulullah SAW datang bersama bapa
saudara baginda danAbu Jahal bersama kuncu-kuncunya. Sebaik sahaja Abu
Jahal sampai maka dia pun terus mengelilingi unta itu dengan berkata:
“Berkatalah unta-unta semua atas nama Lata, Uzza dan Manata.” Setelah Abu
Jahal berkata demikian sekian lama sehingga matahari telah tinggi, namum
unta-unta itu tidak berkata apa-apa.
Maka
berkata penduduk kota Makkah: ‘Wahai Abu Jahal, cukuplah apa yang kamu buat
itu, sekarang giliran Muhamad pula untuk melakukannya.”
Rasulullah
SAW pun menghampiri unta-unta tersebut dengan berkata: ‘Wahai unta makhluk
Allah, demi ciptaan Allah berkatalah kamu dengan kekuasaan Allah.”
Setelah
Rasulullah SAW berkata demikian maka bangunlah salah satu dari lima ekor
unta lalu berkata: “Wahai ahli kota Makkah, kami semua ini adalah hadiah
raja Habib bin Ibnu Malik untuk dipersembahkan kepada Rasulullah SAW.”
Sebaik
sahaja unta itu berkata demikian maka RasulullahSAW pun menarik unta-unta
tersebut berserta dengan barang-barang yang dibawanya ke gunung Qubais,
kemudian Rasulullah SAW mengeluarkan semua emas dan perak yang
ada
di atas unta lalu dikumpulkan sehingga menjadi bukit lalu berkata: “Wahai
emas dan perak, hendaklah kamu semua menjadi pasir.”
Kemudian
dengan sekejap sahaja kesemua emas dan perak itu menjadi bukit sehingga
sekarang
|
Jibril
a.s menggoncang tugu kaum nabi Saleh
Bagi
tiap-tiap seorang ada malaikat penjaganya silih berganti dari hadapannya
dan dari belakangnya, yang mengawas dan menjaganya (dari sesuatu bahaya)
dengan perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada
sesuatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki untuk menimpakan kepada sesuatu kaum
bala bencana (disebabkan kesalahan mereka sendiri), maka tiada sesiapapun
yang dapat menolak atau menahan apa yang ditetapkanNya itu, dan tidak ada
sesiapapun yang dapat menolong dan melindungi mereka selain daripadaNya.
(Ar-R'ad 13:11)
Kaum
Saleh telah dibinasakan Allah dengan suara jeritan Jibril as. Peristiwa ini
terjadi pada hari Rabu. Firman Allah SWT:
"Sesungguhnya
kami menimpakan atas mereka suatu suara yang keras mengguntut; maka jadilah
mereka seperti rumput-rumput kering (yang dikumpulkan oleh) yang mempunyai
kandang binatang." (Al- Qomar: 31)
Dikisahkan
bahawa pada suatu hari Nabi Saleh menyampaikan berita bahawa pada masa itu
akan lahir di tengah-tengah mereka seseorang yang menjadi penyebab
kehancuran kaum itu.
Maka
para pemuka kaum itu mengadakan mesyuarat untuk membahas masalah tersebut.
Akhirnya mereka memutuskan, harus memisahkan diri daripada isteri
masing-masing, jika ada yang hamil dan melahirkan anak lelaki maka harus dibunuh.
Keputusan mereka itu dijalankan.
Salah
seorang dari kaum mereka melahirkan seorang anak lelaki, namun mereka tidak
sampai hati untuk membunuhnya. Disebabkan keluarga tersebut belum pernah
mempunyai anak, anak itu bemarna Qodaron.
Sebanyak
sembilan kaum telah membunuh anak lelaki mereka yang lahir. Namun ketika
mereka melihat Qodaron telah menjadi seorang pemuda, mereka merasa menyesal
kerana telah membunuh anak-anak mereka dahulunya. Kemudian mereka berunding
untuk membunuh Nabi Saleh as.
Mereka
berkata: "Sebaiknya kita pergi keluar kota dahulu, kemudian kita
pulang dengan secara sembunyi, pada saat itu Nabi Saleh kita bunuh. Lalu
kita bersumpah dengan nama Allah dengan kerabatnya bahawa kita tidak
membunuhnya dan kita tidak tahu sama sekali tentang pembunuhan itu."
Ketika
itu umur Qodaron lima belas tahun. Di saat mereka sedang minum arak, mereka
juga memerlukan air, sedangkan pada hari itu merupakan giliran unta untuk
mendapatkan air, mereka sudah puas mencari air di tempat yang lain, namun tidak
mereka temui. Kemudian Qodaron berkata: "Menurut pendapatku, lebih
baik kita bunuh sahaja unta Saleh, sebab kita dalam kesukaran air."
Kemudian
mereka pun keluar dengan membawa sebilah pedang, mereka bersembunyi di
rumput-rumput di bawah kaki gunung. Pada saat giliran unta Saleh ingin
minum air, maka dengan segera Qodaron membunuh unta tersebut. Kemudian
mereka juga berusaha membunuh anak unta Nabi Saleh, maka anak unta itu pun
berlari ke arah gunung, maka dengan kuasa Allah gunung itu terbelah, dan masuklah
anak unta itu ke dalamnya.
Ketika
Nabi Saleh as mengetahui peristiwa pembunuhan terhadap unta mukjizatnya
itu, maka ia berkata kepada kaumnya: "Anda semua boleh duduk di rumah
selama tiga hari, setelah itu akan datang seksaan kepada anda. Tandatandanya
adalah, pada hari pertama muka-muka kamu semua menjadi merah, pada hari
kedua menjadi kuning, pada hari ketiga menjadi hitam legam."
Di
saat mereka melihat tanda-tanda seperti yang diucapkan oleh Nabi Saleh itu
betul, mereka pun berkata: "Mari kita bunuh Nabi Saleh seperti kita
membunuh untanya." Mereka kemudiannya menuju ke tempat tinggal Nabi
Saleh. Peristiwa itu terjadi pada hari Rabu. Kemudian Jibril as datang
sambil memegang tugu-tugu kota itu lalu digoncangnya dengan
sekeras-kerasnya. Akhirnya dia menjerit dengan sekuat-kuatnya sehingga
mereka semua mati pada saat itu juga.
Begitu
gambaran betapa bahayanya minuman keras yang memabukkan ini. Kerana sebab
terbunuhnya unta mukjizat Nabi Saleh disebabkan minuman keras. Fitnah Harut
dan Maarut juga kerana minuman keras. Sebab terbunuhnya Nabi Yahya kerana
minuman keras. Kaum Nabi Nuh mengganggu Nabi Nuh kerana minuman keras.
Pembunuhan terhadap Usman ra juga disebabkan minuman keras. Pembunuhan
terhadap Sayyidina Husin juga kerana minuman keras."
|
Jibril
Memberi Peringatan kepada Nabi Yusof as
FIRMAN
Allah SWT:
“Dan
bersama dengan Yusuf masuk pula ke dalam penjara dua orang pemuda.”
(Yusuf:
36)
Dua
orang yang masuk ke dalam penjara tersebut, adalah tukang beri minum raja
dan tukang masak raja. Sedangkan ketika itu yang menjadi raja iaitu
“Royyaan.”
Sebab
dimasukkan kedua orang pemuda ke dalam penjara adalah kerana kedua pemuda
tersebut telah menerima rasuah daripada raja Rom dengan tugas memberi racun
dalam makanan dan minuman raja Royyaan.
Tukang
masak menerima rasuah tersebut. Sementara itu tukang memberi air raja
menolak tawaran raja Rom, dan melaporkan kepada raja tentang pengkhianatan
yang dilakukan oleh tukang masak. Namun tukang memberi air juga dimasukkan
ke dalam penjara bersama dengan tukang masak tadi.
Mereka
berada di penjara lebih kurang selama tiga hari. Di dalam penjara, mereka
berdua melihat Nabi Yusuf as suka membuat penilaian tentang mimpi. Untuk
mencuba kebenaran tafsiran atau penilaian Yusuf as mereka mengatakan seakan
akan mereka bermimpi, padahal sesungguhnya mereka hanya berbohong.
Sebahagian
ulamak mengatakan bahawa tukang memberi minum raja memang betul-betul
bermimpi sedangkan tukang masak tidak bermimpi sama sekali. Tukang memberi
minum raja berkata: “Aku bermimpi seakan-akan melihat ada tiga buah bekas
atau mangkuk dari emas, aku memerah anggur dan memasukkan ke dalam bekas
itu. Lalu aku buat khamar dan aku berikan kepada raja Royyaan.
Tukang
masak raja berkata pula: “Aku bermimpi seakan akan diriku sedang memikul
satu bakul roti di atas kepalaku, dan burung-burung memakan roti tersebut.”
Kemudian
Nabi Yusuf as meramal mimpi keduanya. Beliau berkata: “Wahai kedua temanku,
adapun salah seorang di antara kamu akan memberikan minuman untuk tuannya
dengan khamar, adapun yang seorang lagi ia akan di salib.”
Setelah
Nabi Yusuf as selesai meramalkan mimpi mereka, berkata salah seorang di
antara mereka: “Sesungguhnya saya tidak bermimpi.’ Maka Nabi Yusuf
menjawab: “Telahku ramal mimpimu dan bahkan telah ditetapkan oleh Allah
SWT.
Firman
Allah SWT maksudnya:
“Telah
diputuskan perkara yang kamu berdua menanyakannya kepadaku.”
(Yusuf:
41)
Tidak
beberapa lama setelah itu, maka pegawai-pegawai raja membawa tukang masak
tersebut, kemudian mereka salib. Setelah tukang masak tersebut disalib,
maka tinggallah tukang memberi minum raja di penjara selama tiga hari.
Kemudian datang utusan raja membawanya keluar dari dalam penjara, dia
diberi pakaian indah, lalu dibawa kepada raja dengan segala kehormatan.
Ketika
tukang memberi minum raja tersebut keluar, Nabi Yusuf sempat berkata:
“Jelaskanlah keadaanku ini kepada tuanmu.” KetikaYusuf berkata demikian,
maka gunung-ganang pun bergoncang dan turunlah Jibril as serta berkata:
“Wahai
Yusuf sesungguhnya Allah SWT bertanya kepadamu: Siapakah yang menjadikan
rasa cinta di dalam hati Ya’kub terhadapmu? Yusuf menjawab; “Tuhanku”.
Jibril bertanya: Siapakah yang menyelamatkan dirimu dari tipu daya
saudara-saudaramu? Yusuf menjawab; Tuhanku. Siapakah yang telah
memeliharamu di dalam perigi? Yusuf menjawab; Tuhanku. Siapakah yang
menjadikan rasa suka Zulaikha terhadapmu? Yusuf menjawab; Tuhanku. Kemudian
Jibril bertanya: Siapa pula yang telah menyelamatkan dirimu dari tipu daya
Zulaikha? Yusuf menjawab; Tuhanku.”
Selanjutnya
Jibril berkata: “Wahai Yusuf, sesungguhnya Allah SWT telah membuat kebaikan
ini untukmu. Maka di manakah engkau melihat tidak mempunyai Allah, sehingga
engkau meminta pertolongan kepada yang lain? Wahai Yusuf, dulu datukmu
Ibrahim as tidak mahu meminta tolong kepada Jibril ketika ia akan
dilemparkan ke dalam api oleh Namruz. Ketika itu aku berkata kepadanya:
“Apakah engkau memerlukan pertolongan wahai Ibrahim? Kemudian Ibrahim
menjawab: Kepadamu, aku tidak meminta pertolongan.”
Begitu
pula datukmu Ismail, ia tidak meminta pertolongan apa pun kepada ayahnya
Ibrahim, ketika ia akan dikorbankan. Namun ia hanya berkata: “Insya Allah
engkau akan memperolehi aku termasuk golongan orang-orang yang sabar.”
“Tetapi
engkau wahai Yusuf baru sahaja tiga hari berada di dalam penjara, sudah
tidak sabar, sehingga engkau minta pertolongan kepada raja.”
Maka
bersujudlah Nabi Yusuf as. kepada Allah SWT, dan menangis selama empat
puluh hari. “YaAllah, demi kehormatan datukku Ibrahim as dan Ismail as dan
Ishak as serta demi ayahku Ya’kub as kasihanilah aku dan ampunkanlah
kesalahanku.”
Maka
turunlah Jibrail as menemui Nabi Yusuf as dan berkata:
“Sesungguhnya
Allah SWT berfirman: “Aku telah memaafkanmu, akan tetapi Allah beri engkau
hukuman dengan tinggal di dalam penjara selama tujuh tahun lagi.”
|
Malaikat
Suka Duduk dalam Majlis Zikir
Dari
Abu Hurairah ra berkata bahawa Rasulullah SAW telah bersabda: "Allah
Tabaraka wa Taala mempunyai para malaikat yang ditugaskan mencari majlis
zikir, sebaik saja mereka menjumpai majlis zikir, maka mereka akan duduk
bersama orang-orang yang sedang berzikir serta memanggil malaikat-malaikat
yang lain. Mereka akan datang berkerumun mengelilingi orang-orang yang
sedang berzikir itu dengan sayap-sayap mereka sehingga memenuhi ruang
antara mereka dengan langit dunia.
Apabila
majlis berzikir itu tamat, maka para malaikat akan naik kembali ke langit.
Lalu Allah SWT bertanya mereka: "Wahai para malaikatKu, dari manakah
kamu semua?" Berkata para Malaikat: "Ya Tuhan kami, kami baru
saja pulang dari memeriksa hamba-hambaMu di bumi, mereka bertasbih, takbir,
talil dan tahmid serta memohon kepadaMu." Sebenarnya Allah SWT lebih
mengetahui tentang perbuatan mereka dan semua makhluk ciptaannya. Setelah
Allah SWT mendengar kata-kata para malaikatNya, maka Allah SWT pun
berfiman: "Wahai para malaikatku, apakah yang mereka minta
kepadaKu?" Berkata para malaikat: "Hamba-hambamu itu memohon
syurga dariMu." Allah SWT bertanya lagi: "Pemahkah mereka melihat
akan syurga itu?" Berkata para malaikat lagi: "Mereka tidak
pernah melihat syurga itu."
Berfiman
Allah SWT: "Hamba-hambaKu memohon syurga padahal mereka tidak
melihatnya dan apalagi kalau mereka melihat syurga itu." Berkata para
malaikat: "Mereka juga memohon kebebasan." Allah SWT bertanya:
"Mohon bebas dari apa?" Berkata para malaikat: "HambaMu itu
memohon kepadaMu supaya mereka itu dibebaskan dari neraka jahanam."
Allah SWT bertanya para malaikat lagi: "Pernahkah hamba-hambaKu
melihatkan nerakaKu itu?" Berkata para malaikat: "Tidak ya
Allah." Allah SWT berfirman: "Hamba-hambaKu itu tidak pemah
melihat neraka jahanam, tapi mereka memohon supaya dibebaskan darinya,
apalagi kalau mereka melihatnya."
Kemudian
para malaikat berkata lagi: "Ya Allah, hambaMu itu memohon ampun
kepadaMu," Allah SWT berfiman: "Dengarlah wahai para malaikatKu,
Aku mengampuni mereka itu dan aku akan memberi apa yang mereka minta serta
membebaskan mereka dari api neraka yang mereka takut itu." Berkata
malaikat lagi: "Ya Allah, di antara mereka itu terdapat seorang hamba
yang penuh dengan dosa, dia melalui majlis itu lalu duduk bersama mereka
yang sedang berzikir." Allah SWT berkata: "Orang itu pun Ku
ampuni, begitu juga dengan setiap orang yang terlibat dalam majlis zikir
itu, tidak ada yang celaka."
|
Malaikat
Menunjukkan Gambaran Syurga kepada Asiah
Dalam
sejarah tokoh kekafiran yang paling dahsyat adalah Firaun. Ia bukan sahaja
tidak mengakui adanya Tuhan malah ia mengangkat dirinya sebagai tuhan yang
berhak disembah sehingga tergamak ia menyatakan di hadapan rakyat jelata,
“Akulah tuhan kamu yang maha tinggi.”
Orang-orang
kafir seperti Raja Namrud, Abu Jahal, Abu Lahab dan beberapa orang lagi
yang terkenal dalam sejarah, mereka tetap mengakui adanya Tuhan. Hanya
sahaja mereka tidak mengakui tuhan mereka adalah Allah Yang Maha Esa.
Segala
seruan Nabi Musa dan Harun sedikitpun tidak pernah ia hiraukan, malah
pernah suatu ketika Firaun naik ke puncak sebuah bangunan yang tinggi dan
melepaskan anak panah ke langit. Kebetulan anak panah itu jatuh di
hadapannya dengan bersimbahan darah, lalu ia isytiharkan pada rakyat jelata
bahawa ia telah membunuh Tuhan Nabi Musa sedangkan darah tersebut hanyalah
darah burung yang Allah tetapkan mengenai sasaran anak panahnya supaya ia
bertambah kufur dengan kesombongan dan kekafirannya.
Seluruh
rakyatnya dipaksa untuk menyembah dan sujud padanya. Sesiapa yang ingkar,
pasti dibunuhnya sehingga seluruh rakyatnya merasa takut dan tidak
mempunyai pilihan kecuali menyembahnya.
Walaupun
seluruh rakyat telah menyembahnya sebagai tuhan, ada seorang yang paling
dekat hubungan dengan dirinya berani mengingkarkan dirinya sebagai tuhan
iaitu istennya sendiri, Asiah.
Dialah
satu-satunya orang yang beriman kepada Allah di istana Firaun. Rahsia
keimanannya yang disembunyikan selama ini telah terbongkar berpunca dari
ucapan perkataan “Allah” yang terbit dan mulutnya secara tidak sengaja.
Firaun
berusaha memujuk supaya ia kembali kepada kekafirannya. Ia berkata: “Wahai
isteriku, tahukah engkau akibat orang yang mengingkari diriku sebagai
tuhan? Sebelum engkau menyesal, ubahlah pendirianmu!”
JawabAsiah
dengan tegas: “Wahai Firaun, pendirianku tidak akan berubah walau apapun
yang akan menimpa diriku dan perlu engkau ingat bahawa engkau dan aku
adalah sama-sama manusia biasa. Tuhanmu dan Tuhanku adalah Allah.”
Firaun
berusaha memujuknya dengan kata-kata lemah lembut tetapi tetap tidak
berhasil, lalu digunakan kekerasan. Kata Firaun: “Hai Asiah, jika engkau
tidak mahu mengubah pendirianmu, pastilah engkau akan aku pancung!”
Jawab
Asiah: “Wahai Firaun, lakukanlah apa yang engkau mahu tetapi sedikitpun
engkau tidak akan dapat menguasai pendirianku dan dengarkanlah sekali lagi
aku nyatakan bahawa Tuhanmu dan Tuhanku adalah Allah.”
Setelah
usaha mempengaruhinya secara lemah lembut mahupun secara keras juga tidak
berhasil, lalu Firaun membuat pengumuman pada sekelian rakyatnya bahawa seorang
perempuan akan dipancung kepalanya akibat keengganannya untuk mengakui
Firaun sebagai tuhan iaitu Asiah, isterinya sendiri. Semoga hukuman ini
akan menjadi pengajaran bagi sesiapa yang ingkar akan ketuhanan Firaun.
Pada
masa yang telah ditentukan, berkumpullah sekalian rakyat di suatu tempat di
mana Asiah diikat patda sebatang pokok kurma. Firaun masih tidak berputus
asa dan cuba memujuknya.
Katanya:
“Wahai Asiah, ubahlah pendirianmu. Engkau akan kumaafkan.” Berulang kali
pula Asiah menjawab: “Tidak, janganlah engkau cuba mempengaruhiku lagi.
Sia-sia sahaja perbuatanmu.”
Lalu
Asiah memohon pada Allah sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam
Al-Quran surah At-Tahrim ayat 11 yang bermaksud: “Dan Allah mengemukakan
satu misal perbandingan bagi orang-orang yang beriman iaitu perihal isteri
Firaun ketika ia berkata: Tuhanku, binalah untukku sebuah istana di sisiMu
dalam syurga dan selamatkanlah aku daripada Firaun dan perbuatannya serta
selamatkanlah aku daripada kaum yang zalim.”
Permohonan
Asiah diperkenankan oleh Allah, lalu Allah perintahkan pada malaikat:
“Sesungguhnya hambaKu memohon padaKu dan Aku perkenankan permohonannya.
Maka perlihatkanlah padanya gambarannya kerana suaminya yang di dunia akan
Aku ganti dengan suami yang lebih baik di dalam syurga, istananya yang ada
di dunia akan Aku ganti dengan istana yang lebih baik di dalam syurga.”
Maka
malaikat pun menunjukkan gambaran keindahan syurga sebagaimana permohonan
Asiah. Pada ketika itu Asiah tersenyum seolah-olah ia mencabar kematiannya.
Asiah menghadapi kematian tidak dalam keadaan bersedih, juga tidak menangis
malah tersenyum
|
Berbagai
bentuk Malaikat Izrail Mencabut Nyawa
Bila
sampai masa kematian, maka Allah SWT mengutus malaikat Maut (Izrail)
mencabut roh dari tubuh orang tersebut. Allah SWT berfirman yang bermaksud:
"Dan
Dialah yang mempunyai kuasa tertinggi di atas hambaNya. Dan diutusNya,
padamu malaikat-malaikat penjaga. Sehingga apabila datang kematian pada
salah seorang di antaramu lalu ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kaini,
dan malaikat-malaikat Kaini itu tidak melalaikan kewajipannya."
(Al-An
'un: 61)
Sekiranya
orang yang akan dicabut rohnya itu orang Mukmin yang tidak berdosa, maka
malaikat itu datang sebagai seorang yang rupawan. Tetapi jika datang pada
orang kafir dan munafik maka mereka mendatanginya dengan rupa yang
menakutkan.
Bara'
bin Azib telah meriwayatkan yang dikutip dalam hadith Sunan Abi Daud,
Hakim, Ahmad dan lainnya menyebutkan hal tersebut sebagai berikut:
"Sesunguhnya
jika orang Mukmin, maka ketika dia akan keluar dari dunia ini dan menuju
alam akhirat, maka dia didatangi malaikat yang turun dari langit dengan
muka yang putih berseri. Seolah-olah wajah malaikat itu seperti sinar
matahari. Mereka itu membawa kain kafan yang dibawa dari syurga. Juga
membawa wangian dari syurga. Malaikat datang sambil duduk sejauh mata
memandang. Kemudian datanglah malaikat Maut dengan duduk di sisi kepalanya.
Malaikat itu mengatakan:
"Hai
nafas yang baik (tenang), keluarlah anda sekarang dengan mendapatkan
ampunan dari Allah dan kerelaanNya." Kemudian keluarlah roh itu
seperti mengalirnya sebuah titisan yang berasal dari satu minuman, kemudian
malaikat itu mengambil roh itu.
"Dan
sesungguhnya jika orang yang akan dicabut itu roh orang yang kafir, (dalam
riwayat yang lain: orang yang "fajir" ertinya penjahat, penzina
atan pendusta) maka ketika orang itu di dunia lalu dia didatangi malaikat
yang turun dari langit (yang keadaannya kejam dan kasar) dengan rupanya yang
hitam. Dengan membawa pakaian berbulu, lalu mereka duduk daripadanya sejauh
mata memandang. Lalu Malaikat Maut (Izrail) datang dan duduk di sisi
kepalanya, sambil mengatakan, "Hai roh yang jahat, keluarlah engkau
sekarang menuju kemurkaan Allah dan kemarahanNya ." Lalu dipisahkan
roh itu dari tubuhnya, yang terpisahnya itu laksana dicabutnya bulu basah
oleh besi panas (yang kemudian diikuti dengan putusnya keringatnya dan urat
sarafnya)." (Lihat Hadith riwayat Hakim, Abu Daud, Ahmad dan lainnya).
Semasa
hal itu berlaku, mereka yang hidup berada di sampingnya tidak tahu apa-apa,
tidak melihat sesuatu. Perhatikan firman Allah SWT yang bermaksud:
"Maka
mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu
melihat. Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak
melihat."
(Al-
Waqiah: 83-85)
Nabi
SAW telah mengungkapkan tentang adanya malaikat maut yang akan memberikan
berita gembira kepada mereka yang akan mati sebagai seseorang mukmin dengan
janji ampunan Allah serta kecintaanNya. Namun bagi mereka yang kafir atau
orang yang jahat (berdosa), bagi mereka dijanjikan pula adanya kemurkaan
dan kemarahan Allah kepadanya.
Berkaitan
janji syurga kepada orang Mukmin yang akan mati telah diterangkan Allah
dalam AI-Quran yang ertinya:
"Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: Tuhan kami ialah Allah kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun pada mereka dengan
mengatakan:
Janganlah
kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah kamu
dengan beroleh syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah
pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia mahupun akhirat, yang di
dalamnya kamu akan beroleh apa yang kamu inginkan, dan akan memperoleh pula
di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan bagimu dari Tuhan Yang
Maha Pengampun lagi Penyayang."
(FusshiIat:
30-32)
Firman
di atas menurut para ahli tafsir turun berkenaan dengan orang yang akan
mati dalam keadaan serba takut dan susah, menghadapi masa akan datangnya
kematian. Bahkan takutnya orang-orang yang akan mati kemudian. Dengan ayat
ini maka jelaslah bahawa malaikat akan turun padanya nanti pada saat-saat
kematiannya dengan berita yang membawa ketenteraman, yang seolah-olah
malaikat itu akan mengatakan:
"Janganlah
anda susah dalam menghadapi masa akan datang, baik ketika di alam barzakh
mahupun di akhirat nanti. Juga anda tidak perlu susah tentang keluarga
anda, anak-anak anda, mahupun hutang-hutang anda." Bahkan diberinya
berita dengan janji akan dimasukkan syurga sebagai berita gembira.
Sebaliknya,
bagi orang yang kafir maka malaikat berjanji kepada mereka untuk
menempatkan mereka di neraka jahannam.
Sepertimana
Allah SWT firmankan dalam Al-Quran tentang malaikat yang akan mematikan
mereka yang kafir dalam peperangan Badar, seperti dalam ayat yang
menyebutkan:
"Kalau
kamu melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir
seraya memukul muka dan belakang mereka dan berkata: Rasakanlah olehmu
seksa neraka yang membakar. Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri. Sesungguhnya Allah tidak sekali-kali menganiaya hambaNya."
(AL-Anfal:
50-51)
Dari
firman Ilahi di atas menunjukkan pada kita bagaimana para malaikat mencabut
roh orang yang kafir, maka merupakan suatu cara yang mengerikan; para
malaikat itu memukul wajah dan belakang mereka dan malaikat mengatakan;
"Rasakanlah engkau sekarang dengan seksaan yang pedih."
Kisah
itu berlaka dalam peperangan Badar, namun hal itu boleh terjadi bila-bila
masa saja berkaitan masalah yang menyangkut kekafiran; tidak hanya khusus
bagi orang-orang kafir dalam perang Badar. Boleh berlaku pada hari ini
untuk orang yang kafir
|
DURHAKA
Al-Walid bin Al-Mughirah
Allah Menurunkan Ayat berkenaan
dengan Al-Walid bin Al-Mughirah
Allah menurunkan firman-Nya berkenaan
dengan Al-Walid
“Dan
mereka berkata, ‘Mengapa Alquran ini tidak diturunkan kepada seorang besar
dari salah satu dua negeri (Mekah dan Tha’if) ini?’” (QS. Az-Zukhruf: 31)
Dan firman-Nya:
“Biarkanlah
Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian.” (QS.
Al-Muddatstsir: 11)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu
berkata, “Allah Ta’ala menurunkan sebanyak 104 ayat berkenaan denagn
Al-Walid bin al-Mughirah.”
Al-Walid termasuk orang-orang yang
mengejek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengganggu Beliau.
Dia
termasuk orang yang divonis masuk Neraka dengan firman Allah
“Aku
akan memasukkannya ke dalam (Neraka) Saqar.” (QS. Al-Muddatstsir: 26)
Kemewahan dan Kedudukan
Sebelum terbitnya cahaya Islam,
sebagian rumah dan keluarga Quraisy terkenal dengan kekayaannya, harta yang
berlimpah dan kehidupan yang mewah. Di antara keluarga yang kaya ini adalah
Bani Makhzum.
Di Bani Makhzum al-Walid Ibnul
Mughirah bin Abdillah bin Amr al-Makhzumi al-Qurasyi tumbuh berkembang. Dia
lahir di Mekah sekitar 95 tahun sebelum hijrah Nabawiyah. Sejak membuka
kedua matanya dia mengetahui bahwa keluarganya tergolong paling mulia di
keluarga Quraisy dan paling tinggi, terhormat dan paling kaya. Ayah atau
saudaranya adalah pemimpin terhormat yang kedudukannya hampir menyamai
kedudukan para pemimpin Quraisy.
Ayahnya adalah al-Mughirah bin
Abdillah, sosok lelaki yang memberi kesan kepada setiap orang dari bani
Makhzum untuk menasabkan diri kepadanya, hingga dikatakan Al-Mughiri,
sebagai kehormatan menisbatkan diri kepadanya.
Saudaranya Hisyam Ibnul Mughirah
pemimpin Bani Makhzum dalam Harbul Fijar. Tatkala Hisyam meninggal, suku
Quraisy mencatat hari kematiannya seakan sejarah yang agung. Pasar diutup
selama tiga hari karena kematiannya.
Saudaranya al-Faqih Ibnul Mughirah,
salah seorang paling dermawan dari bangsa Arab di masanya. Dia memiliki
rumah yang disediakan untuk para tamu, siapa saja yang bisa menempatinya
tanpa meminta izin dan kapan saja.
Saudara yang lainnya adalah Abu
Hudzaifah Ibnul Mughirah, salah seorang dari empat orang termulia yang ikut
mengambil ujung kain guna memikul Hajar Aswad untuk dikembalikan ke
tempatnya di Ka’bah yang mulia, sebagai petunjuk dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum masa kenabian.
Adapun saudaranya Abu Umayyah Ibnul
Mughirah yang dijuluki dengan ‘Pemberi bekal bagi Musafir’, dia salah
seorang ahli hikmah di kalangan Quraisy. Dialah yang mengusulkan mereka,
untuk menjatuhkan pilihan kepada orang yang memasuki pintu masjid pertama
kali, untuk mengangkat Hajar Aswad ke tempatnya yang semula, mereka pun
ridha dengan keputusan itu. Telah nampak kebenaran apa yang disyaratkannya
dengan fakta, bahwa mereka semua rela pada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk meletakkan Hajar Aswad.
Adapun julukannya ‘Pemberi bekal bagi
Musafir’ telah disebutkan dalam referensi, bahwa dia mencukupi
teman-temannya dalam perjalanan dengan apa yang mereka butuhkan, hingga
mereka tidak bersiap dengan perbekalan.
Agar kita mengetahui kedudukan Bani
Makhzum, mesti kita mengetahui bahwa mereka mempunyai 30 kuda dalam
peperangan Badr, padahal suku Quraisy secara keseluruhan hanya 70 kuda.
Mereka memiliki 200 unta dan emas dalam ribuan timbangan. Juga ditambah
dengan bekal dan bantuan dan lainnya.
Dari kaca mata yang terbatas ini,
kita ketahui betapa agungnya dia di sisi mereka. Jiwa Al-Walid Ibnul
Mughirah –khususnya- tidak rela diungguli kemuliaan dan kewibawaannya oleh
seorang pun, siapa pun dia.
Di Antara Kabar al-Walid di Masa
Jahiliyyah
Agar pengamatan lebih luas dengan
bentuk lebih jelas, marilah kita berkenalan dengan sebagian kabar al-Walid
dalam kehormatannya. Kita masuk sedikit ke dalam jiwanya untuk mengenal
bualannya.
Al-Walid Ibnul Mughirah merupakan
salah seorang kaya dari Bani Makhzum yang menjadi rujukan. Kun-yahnya Abu
Abdi Syams, Quraisy memberikannya julukan al-Idl sebagaimana dia dijuluki
pula Al-Wahiid (satu-satuya) –satu-satunya orang Arab- karena dia seorang
diri yang membuat kiswah Ka’bah pada suatu tahun, dan di tahun berikutnya
dilakukan oleh seluruh kaum Quraisy.
Quraisy tidak mencukupkan (julukan)
al-Idl atau al-Wahid, mereka menjulukinya dengan laqab lain yaitu Raihanah
Quraisy, tatkala diketahui bahwa dia menggunakan pakaian yang berhias. Di
masa Jahiliyah mereka mengatakan, “Tidak, demi baju Walid yang lama dan
yang baru.” Dan dinyatakan bahwa Hajar Aswad dibawa dan diletakkan dengan
pakaian al-Walid bin al-Mughirah.
Di bidang hukum, al-Walid merupakan
salah seorang hakim Arab di masa Jahiliyah dan salah seorang pemimpin
Quraisy di Daar an-Nadwah.
Al-Walid sebagai Pionir
Sejarah mencatat Al-Walid sebagai
Pionir dalam ragam peristiwa di masa Jahiliyah, di antaranya:
Dia orang pertama yang menghapus
sumpah di masa Jahiliyah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menetapkannya dalam Islam.
Dia adalah orang pertama yang
melepaskan sepatu dan sandal saat akan memasuki Ka’bah yang mulia di masa
Jahiliyah, kemudian di masa Islam orang-orang melepaskan sandal-sandal
mereka.
Dikatakan, bahwa dia orang pertama
yang mengharamkan khamr terhadap dirinya di masa Jahiliyah dan memukul
anaknya Hisyam karena meminumnya.
Al-Walid adalah orang pertama yang
memotong tangan pencuri di masa Jahiliyah, lantas Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menetapkan hukum tersebut di masa Islam.
Barangkali tanda-tanda kemuliaan ini
menanamkan dalam jiwa al-Walid benih-benih kibr (sombong) yang menjadikan
dia melihat dirinya sebagai pemuka Quraisy. Karena itu tatkala Usaid bin
Abil Aish bertepuk dada, al-Walid berkata, “Aku lebih baik darimu dari
sisih ayah dan ibu, serta aku lebih kokoh daripadamu di mata Quraisy dalam
hal nasab.”
Perannya Dalam Pembangunan Ka’bah
Referensi menunjukkan dan menetapkan
bahwa al-Walid Ibnul Mughirah termasuk orang yang memiliki kecerdikan dan
keberanian. Terbukti di saat Ka’bah yang mulia diperebutkan –sebelum masa
kenabian- yakni tatkala kaum musyrikin hendak merobohkannya untuk dibangun
kembali dengan bangunan baru, sebagai bentuk kehormatan yang dahulu mereka
agungkan dengan khusyu.
Al-Walid punya andil yang menonjol
tatkala Ka’bah dihancurkan dan dibangun kembali oleh Quraisy.
Sebelumnya kaum Quraisy berfikir
panjang mengenai perkara Ka’bah, dahulu Ka’bah tidak beratap, bangunannya
rendah. Suatu hal yang menjadikannya tidak aman dari para pencuri yang
datang untuk mengambil sebagian harta simpanan orang-orang Quraisy yang
dijaga dan disimpan dalam Ka’bah.
Dahulu ketinggian Ka’bah sekitar 7
meter dalam keadaan tidak beratap, sedangkan pintunya rendah bisa dimasuki
siapa saja. Yang punya nadzar menunaikan nadzarnya dengan melempar emas,
perhiasan dan wewangian ke dalam Ka’bah yang berfungsi sebagai kotak
nadzar, yakni berupa sumur di dekat pintunya di sebelah kanan bagian dalam.
Dahulu tatkala Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berumur 35 tahun, datanglah banjir besar yang melahap
dinding Ka’bah dan merapuhkan pondasinya. Sebelumnya Ka’bah pernah terbakar
disebabkan seorang wanita membakar dupa. Hal ini menjadikan Quraisy
terdesak untuk mengambil keputusan melangkah ke depan guna memperbaikinya.
Situasi dan kondisi saat itu memungkinkan Quraisy melakukan perbaikan
Ka’bah. Lautan telah menghempaskan perahu salah seorang pedagang ke Jeddah.
Maka keluarlah utusan Quraisy yang dipimpin oleh al-Walid Ibnul Mughirah ke
Jeddah untuk membeli perahu itu, mereka mengambil kayunya untuk dijadikan
atap.
Quraisy ingin merobohkan Ka’bah, akan
tetapi tujuan mereka terbendung dikarenakan kedudukan Ka’bah di hati
mereka, sehingga mereka takut tertimpa bencana, kala itu al-Walid berkata
pada mereka,
“Apakah
kalian menginginkan perombakan untuk perbaikan atau berniat jelek?”
Mereka
berkata, “Kami menginginkan perbaikan wahai Abu Abdi Syamsy.”
Al-Walid
menjawab, “Sesungguhnya Allah tidak akan mencelakakan orang yang berbuat
kebaikan.”
Mereka
berkata, “Siapakah yang akan memanjatnya lantas menghancurkannya?”
Al-Walid
berkata, “Aku yang akan memanjatnya, lalu menghancurkannya.”
Kemudian al-Walid mendaki ke atas Ka’bah
dengan membawa palu seraya berkata, “Ya Allah, kami tidak menghendaki
melainkan perbaikan.” Lalu dia mengambil palu dan mulai menghancurkannya.
Tatkala orang-orang Quraisy melihat sebagian Ka’bah telah hancur dan tidak
datang adzab yang mereka takutkan, mereka pun ikut menghancurkannya.
Tatkala mereka mulai membangun, Al-Walid berkata pada mereka, “Janganlah
kalian memasukkan ke dalam rumah Rabb kalian melainkan harta terbaik
kalian. Janganlah kalian memasukkan ke dalam pembangunannya harta dari
hasil riba, judi, upah lacur, dan hindarkanlah harta jelek kalian,
sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali yang baik.”
Kaum Quraisy meneruskan proyek
pembangunan Ka’bah. Tatkala sampai pada peletakkan Hajar Aswad, mereka
berselisih pendapat tentang siapa yang berhak untuk meletakkannya, hingga
hampir saja terjadi peperangan di antara mereka.
Abu Umayyah Ibnul Mughirah –saudara
al-Walid- berkata, “Marilah kita menetapkan hukum, bagi orang pertama
muncul dari pintu masjid –sekarang Baab as-Salaam-.” Mereka pun sepakat
atas hal itu. Leher-leher mereka mendongak ke arah pintu. Muncullah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas memutuskan perkara mereka.
Beliau meminta batu itu didatangkan,
lantas diletakkan di atas kain kemudian berkata, “Hendaklah setiap suku
mengambil bagian dari ujung kalin.”
Kemudian Beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam naik dan meminta mereka mengangkat batu kepadanya, lantas Beliau
meletakkan Hajar Aswad dengan tangannya yang mulia. Dengan begitu kedudukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin tinggi dibanding semula di
sisi mereka, penghormatan di atas penghormatan. Beliau telah menghindarkan
Quraisy dari sejelek-jelek pertempuran yang hampir saja terjadi, kalau
tidak karena karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala dan keutamaan-Nya atas
mereka dan keberkahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nampaknya jiwa Al-Walid Ibnul
Mughirah terkesan dengan kejadian ini, terlukis dalam jiwanya bekas yang
menyibak penutup yang menghalangi pandangan selama ini, sedikit demi
sedikit. Khususnya, tatkala ada yang berkata di antara yang hadir bersama
mereka karena kagum dengan kejadian yang dilihatnya dan penghargaan yang
diberikan kepada orang yang lebih muda dari mereka, “Alangkah mengagumkan
kaum yang menyandang kemuliaan dan kepemimpinan, orang tua maupun orang
muda, menyerahkan pada orang yang lebih muda umurnya, paling sedikit
hartanya, mereka menjadikannya pemimpin dan hakim! Adapun Laata dan Uzza
akan tersisih, mereka akan berebut bagian dan pamor sesama mereka dan
setelah hari ini akan terjadi perkara dan berita yang agung.”
Kabar agung itu menjadi nyata, Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengutusnya setelah lima tahun usai pembangunan Ka’bah.
Pada saat itu Al-Walid berdiri menghadang untuk memalingkan manusia dari
jalan Allah dan apa yang diturunkan-Nya berupa kebenaran untuk menjadi
penghuni nereka.
Apakah Alquran Diturunkan Kepada
Muhammad?!
Allah Subhanahu wa Ta’ala
memerintahkan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyampaikan
Islam kepada manusia. Alquran yang mulia turun dengan bahasa Arab. Al-Walid
dan kaum musyrikin Quraisy mengetahui dengan rasa bahasa Arab yang mereka
miliki, bahwa Alquran tidak mungkin datang dari manusia, karena itu mereka
sendiri menghadang lagi memerangai Alquran dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
“Mereka berkata, ‘Kami tidak akan
beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah
diberikan kepada utusan-utusan Allah’.” (QS. Al-An’am: 124)
Karena itu, suatu hari al-Walid Ibnul
Mughirah berdiri seraya berkata, “Akankah Alquran turun kepada Muhammad,
sementara aku tidak mendapatkannya, padahal aku pembesar Quraisy dan
pemimpinnya?! Mengenyampingkan Abu Mas’ud ats-Tsaqif, padahal kami dua
orang pembesar negeri –Mekah dan Tha’if-.” Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala
menurunkan:
“Dan
mereka berkata, ‘Mengapa Alquran ini tidak diturunkan kepada seorang besar
dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini?’ Apakah mereka yang
membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka…” (QS. Az-Zukhruf: 31-32)
Ini menjadi bukti atas kecongkakan
al-Walid dan kesombongannya, perbuatan dosanya, dan pelecehannya terhadap
perkara risalah. Maka Alahlah yang Maha mengetahui dalam menjatuhakan
risalah-Nya. Alangkah bagusnya apa yang dikatakan al-Bushiri dalam syairnya:
Apabila keterangan tidak memberikan
manfaat sedikit pun, maka meraba petunjuk merupakan suatu kebodohan. Jika
akal tersesat dalam mencapai ilmu, maka apakah yang bisa diucapkan oleh
para penyair yang fasih?!
Sarana yang dijadikan senjata
pamungkas oleh Al-Walid untuk menyumbat dakwah Islam, menyingkap tanda
kebodohan dan buruk pemikirannya. Hal itu dimaksudkan untuk melaksanakan
tujuan-tujuannya yang hina.
Di antaranya, sekumpulan kaum
musyrikin Quraisy bergegas menemui Abu Thalib dengan arahan dari al-Walid.
Ikut bersama mereka ‘Ammarah anaknya, mereka berkata padanya:
“Wahai
Abu Thalib inilah ‘Ammarah Ibnul Walid, pemuda paling kuat di suku Quraisy
dan paling tampan. Ambillah dia untukmu dengan kecerdasan dan
pertolongannya, jadikanlah dia anakmu maka dia untukmu, dan serahkan kepada
kami anak saudaramu yang menyelisihi agamamu dan agama nenek moyangmu, dia
memecah belah kaummu juga membodohkan penalaran mereka. Kami akan
membunuhnya, dengan demikian seimbang, satu lelaki ditukar satu lelaki.”
Abu Thalib berkata, “Demi Allah,
alangkah buruk rayuan kalian! Akankah kalian memberikan anak kalian
kepadaku untuk kuberi makan sedangkan kalian meminta anakku untuk kalian
bunuh? Tidak, demi Allah hal ini tidak akan terjadi selamanya.”
Taktik picisan ini tidak bermanfaat
bagi al-Walid, untuk meredupkan dakwah dan menghancurkannya. Dia beralih ke
cara lain lebih ampuh guna meloloskan diri dari apa yang dianggap aib dalam
pandangan umum. Karena itu dia berfikir dalam kejahatan, untuk memalingkan
para delegasi Arab yang datang ke Mekah untuk menunaikan haji. Berikut ini
akan kita lihat sebagian dari pendapatnya dan tipu dayanya yang
mengakibatkan kesengsaraan.
Orang-orang kafir yang berbuat jahat
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar membujuk Beliau meninggalkan
dakwah yang benar.
Musuh bebuyutan Islam, terbunuh dalam
perang Badr.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknatnya dengan bersabda, “Ya Allah
laknatilah ‘Utbah bin Rabi’ah.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengajaknya berdialog setelah dia dan para pembesar Quraisy dilempar
ke sumur sesudah terbunuh, “Wahai Utbah bin Rabi’ah bukankah kalian telah
mendapati apa yang dijanjikan oleh Rabb kalian benar adanya?”
Dia di antara orang-orang Jahiliyah
yang pura-pura berakal, tempat bertumpunya syirik, penopang para penyembah
patung, salah seorang pengibar bendera permusuhan terhadap dakwah Nabi yang
mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi kebodohannya,
tidak sampai ke derajat rendah, perbuatan dosa dan kedengkian Abu Jahal bin
Hisyam. Dia tidak sampai ke derajat terpuruk, seperti si jahat Uqbah bin
Abi Mu’ith dengan kepribadian yang sangat rendah, juga sifat dan perbuatan
yang sangat tercela. Bahkan dia di tengah kaumnya –Quraisy- sebagai orang
yang mulia, cerdik dalam menentang dakwah yang haq, petunjuk, dan cahaya.
Dia menampakkan perdamaian dan
persetujuan, suatu hal yang menjadikannya sebagai duta Quraisy yang vokal
dalam forum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk memalingkannya dari
dakwah, mengajak orang lain ke jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan
memberi motivasi membanggakan Quraisy di masa Jahiliyah, yang berkisar
antara bisikan setan dan desah nafas orang-orang yang sesat.
Siapakah orang yang terfitnah dengan
bualannya sendiri, yang merasa mulia dengan kesombongannya, dan lagak
menampakkan intelektualitasnya?
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah
menyifatinya sebagai Syaikhul Jahiliyyah.
Al-Hafidz Ibnu Asakir dan yang
lainnya menyebut nasab dia, sebagai berikut: Utbah bin Rabi’ah bin Abdi
Syams bin Abdi Manaf bin Qushai bin Kilab al-Qurasyi al-Absyami.
Utbah memiliki anak bernama Abu
Hudzaifah bin Utbah yang merupakan salah seorang pasukan penunggang kuda
Rasul yang suci, bergerak maju memeluk Islam di awal kemunculannya. Dia
tidak takut kepada ayahnya, Syaikhul Jahiliyyah, orang yang mulia dan
memiliki kedudukan di kalangan Quraisy. Memeluk Islam bukan karena dorongan
dunia, yang mendorongnya hanyalah keimanan, kuatnya kemauan, sucinya
aqidah, dan bersihnya hati.
Dia masuk Islam sebelum Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, masuk ke Darul Arqam menyembunyikan seruannya,
mengkhawatirkan orang yang bersamanya, para pengikut petunjuk, untuk
berjaga-jaga dari gangguan para penyembah syirik yang dipimpin Utbah bin
Rabi’ah, ayah Abu Hudzaifah dan kelompok kecil keluarganya dari Bani Abdi
Syams, termasuk orang yang tertutup fikirannya dengan kegelapan syirik dan
kezhaliman, mereka berbuat congkak dan sombong, menentang kebenaran dan
mencegah semua jalan untuknya, hingga mereka membendung lantas Allah menghinakan
mereka. Menjadikan kalimat mereka rendah dan kalimat-Nya yang tinggi.
Adapun anak perempuannya adlaah
Hindun binti Utbah, salah seorang Shahabiyyah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan salah seorang wanita yang terkenal dalam dunia sejarah
dan sejarah dunia.
Bekas Peninggalan Jahiliyah
Utbah bin Rabi’ah dikenal di kalangan
Quraisy dengan kemuliaan turun-menurun, yang menjadikannya memperoleh
kedudukan sosial yang tinggi di antara orang Quraisy. Di antaranya dia
mengesampingkan hal-hal kecil, dan kesabarannya di masa muda yang umumnya
terburu nafsu.
Diriwayatkan, dia melewati sekelompok
pemuda dari Bani Mughirah. Mereka berkata, “Apa yang menjadikannya sebagai
tuan? Padahal dia tidak memiliki harta, tidak pula ini atau itu?” Mereka
mencelanya, sedangkan dia mendengarnya. Kemudian dia bergegas pergi, tidak
menyahuti komentar itu, bahkan dia mengumpulkan baju dan pakaian, lantas
dia memberikannya kepada mereka, dengan begitu bertambahlah kedudukan di
hadapan kaum Quraisy.
Dinukil perkataan, tentang kepimpinan
Utbah yang menunjukkan kedudukan dan kepemimpinannya:
Abu az-Zinad berkata, “Kami tidak
mengetahui seorang pun yang memimpin di masa Jahiliyah tanpa memakai harta
selain Utbah bin Rabi’ah.”
Abdurrahman bin Abdillah az-Zuhri
berkata, “Tidak ada orang miskin dari Quraisy yang memimpin, selain Utbah
bin Rabi’ah dan Abu Thalib bin Abdil Muththalib. Keduanya adalah pemimpin
yang tidak memiliki harta.”
Karena itu kaum Quraisy mengajaknya
ikut serta dalam perkara-perkara besar, misalnaya dalam pembangunan Ka’bah
yang mulia. Putusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di antara kaum
Quraisy untuk meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya yang semula, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar didatangkan kain, lalu
Hajr Aswad diletakkan di tengahnya, kemudian Beliau bersabda, “Setiap
kabilah hendaknya mengambil bagian dari ujung baju, kemudian angkatlah
bersama-sama.” Maka mereka melakukannya, dikelompok Abdu Manaf terdapat
Utbah bin Rabi’ah. Akhirnya kekompakkan menggantikan perpecahan.
Utbah mendapat bagian kehormatan
mengangkat Hajar Aswad, hal itu terjadi beberapa tahun sebelum Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus menjadi Rasul.
Di antara kemuliaan turun menurun
pada masa jahiliyah yang tercatat dalam sejarah Utbah, adalah mendamaikan
manusia yang bertikai tatkala terjadi Harbul Fijar, Utbah menunggangi
untanya seraya berteriak, “Wahi suku Mudhar, atas dasar apa kalian saling
membunuh? Wahai suku Quraisy marilah kita sambung tali persaudaraan dan
perdamaian.”
Mereka menjawab, “Bagaimana kami
menghentikan?”
Dia berkata, “Hitunglah yang terbunuh
dari kalian, kami akan menghadiahkan kepada kalian para tawanan kami dan
kami akan memaafkan kalian atas orang-orang yang terbunuh.”
Mereka berkata, “Siapakah yang menjadi
jaminan untuk kami?!”
Dia menjawab, “Saya.”
Lantas mereka rela dan terjadilah
perdamaian.
Tatkala orang-orang Hawazin melihat
para tawanan Quraisy sudah di tangan mereka, mereka mau memaafkan. Kemudian
mereka membebaskan dan menghapus dendanya. Dengan Demikian usailah perang
(Harbul Fijar). Karena inilah dikatakan, “Utbah menjadi pemimpin tanpa
harta, bahkan keadaannya faqir.”
Sumber: Orang-orang yang Divonis
Masuk Neraka, Pustaka Darul Ilmi, Cetakan Pertama Sya’ban 1429 H/ Agustus
2008 M
|
|