5 PERUSAK HATI
Hati
adalah pengendali. Jika ia baik, baik pula perbuatannya. Jika ia rusak,
rusak pula perbuatannya. Maka menjaga hati dari kerusakan adalah niscaya
dan wajib.
Tentang
perusak hati, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan ada lima perkara,
'bergaul dengan banyak kalangan (baik dan buruk), angan-angan kosong,
bergantung kepada selain Allah, kekenyangan dan banyak tidur.'
Bergaul
dengan banyak kalangan
Pergaulan
adalah perlu, tapi tidak asal bergaul dan banyak teman. Pergaulan yang
salah akan menimbulkan masalah. Teman-teman yang buruk lambat laun akan
menghitamkan hati, melemahkan dan menghilangkan rasa nurani, akan membuat
yang bersangkutan larut dalam memenuhi berbagai keinginan mereka yang negatif.
Dalam
tataran riel, kita sering menyaksikan orang yang hancur hidup dan
kehidupannya gara-gara pergaulan. Biasanya out put semacam ini, karena
motivasi bergaulnya untuk dunia. Dan memang, kehancuran manusia lebih
banyak disebabkan oleh sesama manusia. Karena itu, kelak di akhirat, banyak
yang menyesal berat karena salah pergaulan. Allah berfirman:
"Dan
(ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya
seraya berkata, 'Aduhai (dulu) kiranya aku mengambil jalan bersama-sama
Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si
fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari
Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu telah datang kepadaku." (Al-Furqan:
27-29).
"Teman-teman
akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain,
kecuali orang-orang yang bertakwa." (Az-Zukhruf: 67).
"Sesungguhnya
berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan
perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini, kemudian di
hari Kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian
kamu melaknati sebagian (yang lain), dan tempat kembalimu adalah Neraka,
dan sekali-kali tidak ada bagimu para penolong." (Al-Ankabut: 25).
Inilah
pergaulan yang didasari oleh kesamaan tujuan duniawi. Mereka saling
mencintai dan saling membantu jika ada hasil duniawi yang diingini. Jika
telah lenyap kepentingan tersebut, maka pertemanan itu akan melahirkan duka
dan penyesalan, cinta berubah menjadi saling membenci dan melaknat.
Karena
itu, dalam bergaul, berteman dan berkumpul hendaknya ukuran yang dipakai
adalah kebaikan. Lebih tinggi lagi tingkatannya jika motivasi pertemanan
itu untuk mendapatkan kecintaan dan ridha Allah.
Larut
dalam angan-angan kosong
Angan-angan
kosong adalah lautan tak bertepi. Ia adalah lautan tempat berlayarnya
orang-orang bangkrut. Bahkan dikatakan, angan-angan adalah modal
orang-orang bangkrut. Ombak angan-angan terus mengombang-ambingkannya,
khayalan-khayalan dusta senantiasa mempermainkannya. Laksana anjing yang
sedang mempermainkan bangkai.
Angan-angan
kosong adalah kebiasaan orang yang berjiwa kerdil dan rendah. Masing-masing
sesuai dengan yang diangankannya. Ada yang mengangankan menjadi raja atau
ratu, ada yang ingin keliling dunia, ada yang ingin mendapatkan harta
kekayaan melimpah, atau isteri yang cantik jelita. Tapi itu hanya
angan-angan belaka.
Adapun
orang yang memiliki cita-cita tinggi dan mulia, maka cita-citanya adalah
seputar ilmu, iman dan amal shalih yang mendekatkan dirinya kepada Allah.
Dan ini adalah cita-cita terpuji. Adapun angan-angan kosong ia adalah tipu
daya belaka. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memuji orang yang
bercita-cita terhadap kebaikan.
Bergantung
kepada selain Allah
Ini
adalah faktor terbesar perusak hati. Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya
dari bertawakkal dan bergantung kepada selain Allah.
Jika
seseorang bertawakkal kepada selain Allah maka Allah akan menyerahkan
urusan orang tersebut kepada sesuatu yang ia bergantung kepadanya. Allah
akan menghinakannya dan menjadikan perbuatannya sia-sia. Ia tidak akan
mendapatkan sesuatu pun dari Allah, juga tidak dari makhluk yang ia
bergantung kepadanya. Allah berfirman, artinya:
"Dan
mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar
sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak,
kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan
(pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan
menjadi musuh bagi mereka." (Maryam: 81-82)
"Mereka
mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan.
Berhala-berhala itu tidak dapat menolong mereka, padahal berhala-berhala
itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka." (Yasin:
74-75)
Maka
orang yang paling hina adalah yang bergantung kepada selain Allah. Ia
seperti orang yang berteduh dari panas dan hujan di bawah rumah laba-laba.
Dan rumah laba-laba adalah rumah yang paling lemah dan rapuh. Lebih dari
itu, secara umum, asal dan pangkal syirik adalah dibangun di atas
ketergantungan kepada selain Allah. Orang yang melakukannya adalah orang
hina dan nista. Allah berfirman, artinya: "Janganlah kamu adakan tuhan
lain selain Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan
(Allah)." (Al-Isra': 22)
Terkadang
keadaan sebagian manusia tertindas tapi terpuji, seperti mereka yang
dipaksa dengan kebatilan. Sebagian lagi terkadang tercela tapi menang,
seperti mereka yang berkuasa secara batil. Sebagian lagi terpuji dan
menang, seperti mereka yang berkuasa dan berada dalam kebenaran. Adapun
orang yang bergantung kepada selain Allah (musyrik) maka dia mendapatkan
keadaan yang paling buruk dari empat keadaan manusia, yakni tidak terpuji
dan tidak ada yang menolong.
Makanan
Makanan
perusak ada dua macam.
Pertama
, merusak karena dzat/materinya, dan ia terbagi menjadi dua macam. Yang
diharamkan karena hak Allah, seperti bangkai, darah, anjing, binatang buas
yang bertaring dan burung yang berkuku tajam. Kedua, yang diharamkan karena
hak hamba, seperti barang curian, rampasan dan sesuatu yang diambil tanpa
kerelaan pemiliknya, baik karena paksaan, malu atau takut terhina.
Kedua,
merusak karena melampaui ukuran dan takarannya. Seperti berlebihan dalam
hal yang halal, kekenyangan kelewat batas. Sebab yang demikian itu
membuatnya malas mengerjakan ketaatan, sibuk terus-menerus dengan urusan
perut untuk memenuhi hawa nafsunya. Jika telah kekenyangan, maka ia merasa
berat dan karenanya ia mudah mengikuti komando setan. Setan masuk ke dalam
diri manusia melalui aliran darah. Puasa mempersempit aliran darah dan
menyumbat jalannya setan. Sedangkan kekenyangan memperluas aliran darah dan
membuat setan betah tinggal berlama-lama. Barangsiapa banyak makan dan
minum, niscaya akan banyak tidur dan banyak merugi.
Dalam
sebuah hadits masyhur disebutkan: "Tidaklah seorang anak Adam memenuhi
bejana yang lebih buruk dari memenuhi perutnya (dengan makanan dan
minuman). Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap (makanan) yang bisa
menegakkan tulang rusuknya. Jika harus dilakukan, maka sepertiga untuk
makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk
nafasnya." (HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan Hakim, dishahihkan oleh
Al-Albani).
Kebanyakan
tidur
Banyak
tidur mematikan hati, memenatkan badan, menghabiskan waktu dan membuat lupa
serta malas. Di antara tidur itu ada yang sangat dibenci, ada yang
berbahaya dan sama sekali tidak bermanfaat. Sedangkan tidur yang paling
bermanfaat adalah tidur saat sangat dibutuhkan.
Segera
tidur pada malam hari lebih baik dari tidur ketika sudah larut malam. Tidur
pada tengah hari (tidur siang) lebih baik daripada tidur di pagi atau sore
hari. Bahkan tidur pada sore dan pagi hari lebih banyak madharatnya
daripada manfaatnya.
Di
antara tidur yang dibenci adalah tidur antara shalat Shubuh dengan terbitnya
matahari. Sebab ia adalah waktu yang sangat strategis. Karena itu, meskipun
para ahli ibadah telah melewatkan sepanjang malamnya untuk ibadah, mereka
tidak mau tidur pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Sebab waktu itu
adalah awal dan pintu siang, saat diturunkan dan dibagi-bagikannya rizki,
saat diberikannya barakah. Maka masa itu adalah masa yang strategis dan
sangat menentukan masa-masa setelahnya. Karenanya, tidur pada waktu itu
hendaknya karena benar-benar sangat terpaksa.
Secara
umum, saat tidur yang paling tepat dan bermanfaat adalah pada pertengahan
pertama dari malam, serta pada seperenam bagian akhir malam, atau sekitar
delapan jam. Dan itulah tidur yang baik menurut pada dokter. Jika lebih
atau kurang daripadanya maka akan berpengaruh pada kebiasaan baiknya.
Termasuk tidur yang tidak bermanfaat adalah tidur pada awal malam hari,
setelah tenggelamnya matahari. Dan ia termasuk tidur yang dibenci Rasul
Shallallahu 'alaihi wa sallam .
(Disadur
dari Mufsidaatul Qalbi Al-Khamsah, min kalami Ibni Qayyim Al-Jauziyyah)
|
Pelajaran Berdisiplin dari Berpuasa
Oleh Prof. Dr. H. Imam Suprayogo
Ada
pertanyaan menarik dari salah seorang teman, yaitu apakah ada kaitan antara
puasa di bulan Ramadhan dengan upaya membangun kedisiplinan. Selama ini ditengarai
bahwa, dalam hal berdisplin, ummat Islam masih tampak rendah. Padahal
setiap tahun mereka selalu menjalankan ibadah puasa. Puasa dikenal sebagai
ibadah yang mendatangkan rahmat, maghfirah dan menjauhkan dari siksa
neraka. Akan tetapi, aneh kalau tidak memberi dampak apa-apa pada kehidupan
sosial sehari-hari, termasuk di antaranya adalah hidup berdisiplin itu.
Menjawab
pertanyaan tersebut, tentu tidak mudah. Sebab, pada kenyataannya sudah
menjadi pemandangan umum, bahwa disiplin di negeri ini masih belum bisa
disebut hebat. Tampak misalnya di jalan raya, pengendara kendaraan sering
menyerobot, memarkir kendaraan di tempat sembarangan, dan bahkan juga di
tempat terlarang. Lebih-lebih lagi, kalau kita pergi ke kota besar, Jakarta
misalnya, masih melihat banyak penumpang kereta bergelayutan, hingga
mengabaikan keselamatan dirinya sendiri. Disiplin berkendaraan, baik
pribadi atau umum, belum kelihatan mendapatkan perhatian.
Kedisiplinan
tampak hanya di kelompok-kelompok tertentu, misalnya di kalangan tentara,
polisi, dan juga lembaga pelayanan masyarakat yang membutuhkan professional
tinggi, seperti di kalangan pegawai bank, pesawat terbang, dan sejenisnya.
Lembaga pendidikan yang diharapkan berhasil membangun kedisiplinan, tetapi
nyatanya juga belum semua berhasil mewujudkannya.
Komunitas
yang berhasil membangun kedisiplinan itu kiranya belum tentu sebagai hasil
dari pelaksanaan ibadah puasa. Di kalangan tentara dan polisi misalnya,
mereka berdisiplin oleh karena telah dibentuk oleh kesatuannya. Dengan
begitu mereka tampak berdisiplin. Akan tetapi, dalam kehidupan di luar
kesatuan, ternyata masih terdengar kasus-kasus adanya polisi atau tentara
yang berani melanggar kedisiplinan.
Jika
demikian itu kenyataannya, maka cara mudah untuk menjawab pertanyaan
tersebut, harus dibawa pada tataran yang bersifat idealis normatif. Pada
tataran impirik selama ini masih agak sulit dijelaskan, karena belum
ditemukan keterangan, bahwa puasa benar-benar memberikan dampak pada upaya
membangun kedisiplinan, kecuali sebatas terkait dengan kegiatan ritual
puasa itu sendiri. Bahkan, agaknya lebih aneh, sekalipun di bulan Ramadhan
orang berdisiplin shalat berjama’ah ke masjid, namun begitu Ramadhan
berlalu, tempat-tempat ibadah tersebut menjadi sepi kembali, sebagaimana
sebelum masuk bulan Ramadhan.
Keadaan
tersebut jika diamati secara seksama, menunjukkan bahwa kegiatan ritual
belum memberi dampak pada perilaku sosial, termasuk dalam hal berdisiplin.
Bahkan hal itu tidak saja pada ibadah puasa, tetapi juga kegiatan ritual lainnya.
Padahal sebenarnya, semua kegiatan ritual selalu dijelaskan ada kaitannya
dengan perilaku sosial. Shalat misalnya, selain harus dilaksanakan pada
waktunya, juga seharusnya mencegah perbuatan keji dan mungkar. Puasa selain
harus dilakukan mengikuti waktu yang ditentukan, juga agar para pelakunya
mendapatkan derajad taqwa.
Disiplin
dalam menjalankan ritual sudah dijalankan secara baik, dan bahkan kadang
berlebih-lebihan. Dalam memasuki dan mengakhiri bulan Ramadhan misalnya,
karena terlalu berhati-hati, hingga sementara orang berselisih. Ada
sementara yang menggunakan rukyat dan lainnya menggunakan hisab. Mereka
ingin agar puasa dilakukan dengan penuh disiplin dan setepat mungkin.
Artinya, mereka ingin memegangi ketentuan tentang berpuasa secara tepat,
dan atau tidak mau mengalami kesalahan sedikitpun.
Namun
berdisiplin dalam berpuasa dan juga kegiatan ritual lainnya itu belum
diikuti oleh perilaku sosial lainnya sehari-hari. Padahal umpama saja
disiplin dan atau kehati-hatian dalam menjalankan ritual tersebut juga
dilakukan dalam kegiatan lainnya, ——– dalam mencari rizki misalnya, selalu
menghitung halal dan haram, maka kehidupan kaum muslimin akan menjadi luar
biasa baiknya. Korupsi, kolusi dan nepotisme tidak akan terjadi lagi,
utamanya di kalangan umat Islam, sebab dalam mencari rizki, mereka harus
melakukannya dengan penuh disiplin.
Rupanya
antara kehidupan ritual dan kehidupan sosial masih berjarak. Kegiatan
ritual belum berdampak pada perilaku sosial secara lebih nyata. Atas dasar
kenyataan seperti itu, maka seringkali memunculkan pertanyaan yang bernada
menggugat, yaitu mengapa banyak orang berpuasa, shalat dan bahkan juga naik
haji, akan tetapi perilakunya sehari-hari belum menunjukkan kualitas yang
seharusnya, sebagaimana yang diharapkan dari kegiatan ritual itu. Masih
banyak orang yang sehari-hari shalat, pada setiap bulan Ramadhan
menjalankan puasa, naik haji dan bahkan berkali-kali umrah, tetapi masih
berperilaku tidak semestinya.
Keadaan
tersebut menggambarkan bahwa, pemahaman secara utuh antara kegiatan ritual,
intelektual dan sosial masih belum sepenuhnya dihayati. Puasa yang
seharusnya juga berhasil membangun hidup berdisiplin ternyata masih jauh
dari harapan. Oleh karena itu, adalah menjadi tugas para tokoh, pendidik
dan atau guru, memberikan penjelasan dan ketauladan secara terus menerus
tentang kaitan antara kegiatan ritual dengan kehidupan lain yang lebih
luas, agar Islam dilihat dan dihayati secara sempurna, hingga melahirkan
pribadi yang utuh dan sempurna. Wallahu a’lam.
Penulis
adalah Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim
Malang
|
Puasa dalam Alquran
Sudah
banyak pakar membahas hikmah dan filosofi ibadah puasa. Ada yang mengaitkan
puasa dengan teori-teori kedokteran, seperti dilakukan Muhammad Farid
Wajdi, salah seorang murid Shekh Muhammad Abduh. Ada pula yang
mengaitkannya dengan kepedulian sosial dan rasa kesetiakawanan, serta tidak
sedikit pula yang mengaitkan puasa dengan pendidikan kepribadian. Berbagai
hikmah yang dikemukan para pakar di atas, tentu saja memiliki alasan-alasan
dan logikanya sendiri.
Dalam
Alquran, menurut penyelidikan Muhammad Fuad Abd al-Baqi dalam Al-Mu’jam
al-Mufahras li Alfadz Alquran , kata puasa ( al-shaum ) terulang sebanyak
14 kali dalam berbagai bentuknya. Khusus mengenai puasa Ramadhan, dapat
dilihat keterangannya secara beruntun dalam surah al-Baqarah ayat 183 s/d
167. Berdasarkan penyelidikannya yang mendalam terhadap ayat-ayat mengenai
puasa di atas, Abdul Halim Mahmud, mantan Rektor al-Azhar, dalam bukunya Asrar
al-’Ibadah (Rahasia Ibadah), mengemukakan tiga hikmah penting ibadah puasa.
Pertama,
puasa diwajibkan sebagai sarana mempersiapkan individu Muslim menjadi orang
takwa (Q. S. 2: 183). Karena tujuan utama puasa adalah takwa, maka menurut
Abdul Halim Mahmud, setiap orang yang berpuasa harus mampu mengorganisir
seluruh organ tubuhnya dan mengatur semua aktivitasnya ke arah tujuan yang
hendak dicapai itu (takwa).
Kedua,
puasa diwajibkan sebagai syukur nikmat. Allah SWT memerintahkan puasa
setelah Ia menerangkan bahwa Ramadhan yang mulia itu adalah bulan yang di
dalamnya petunjuk Allah yang amat sempurna diturunkan, yaitu Alquran (Q. S.
2: 185). Karena itu, turunnya wahyu itu patut disambut dan ”dirayakan”.
Namun, perayaan ini haruslah dengan kegiatan yang sesuai. Dalam kaitan ini,
penyambutan dan ”perayaan” itu hanya patut dilakukan dengan mempersiapkan
diri untuk bisa menerima petunjuk itu dengan cara yang paling baik, yaitu
puasa.
Ketiga,
puasa membuat pelakunya dekat dengan Tuhan dan semua permohonan dan doanya
didengar dan dikabulkan. Inilah makna firman Allah: ”Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku
dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa
kepada-Ku” (Q.S. 2.186).
Menyimak
beberapa hikmah yang dapat dipetik dari ayat-ayat di atas, nyatalah bahwa
puasa merupakan sesuatu yang semestinya kita lakukan. Ia bukan semata
kewajiban, melainkan suatu kebutuhan. Untuk itu, setiap muslim harus
menyambut gembira datangnya Ramadhan ini dan melaksanakan ibadah puasa
dengan penuh suka cita. Dengan begitu, setiap kita mempunyai alasan moral
untuk mendapat pengampunan Tuhan dan pembebasan dari siksa-Nya
|
Shaum yang bernilai ‘nol’
Oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham
Ramadhan
secara bahasa berasal dari kata ramidha, yarmadhu, ramadhan yang artinya
terik, sangat panas, atau terbakar (pembakaran). Jika pengertian ini
dipegang berarti Ramadhan dapat diartikan sebagai pembakaran, peleburan,
atau penghapusan sesuatu.
Adapun
sesuatu yang dibakar bisa dua kemungkinan. Pertama, yang dibakar biasanya
adalah sesuatu yang kotor; seperti sampah yang berserakan di pelataran
rumah, yang setelah dikumpulkan lalu dibakar. Biasanya, setelah itu
pelataran rumah menjadi bersih. Atau kemungkinan kedua, sesuatu yang dibakar
biasanya benda seperti besi. Oleh si pandai besi, besi dipanaskan lalu
dibakar, besi kemudian memuai dan setelah itu mudah baginya untuk membentuk
dan menciptakan apa pun sesuai seleranya. Bisa jadi pisau, keris, pedang,
atau yang lainnya.
Ramadhan
dengan arti pembakaran, itu berarti yang kotor-kotor dari diri kita harus
dibakar. Hidup kita kotor karena dosa dan kemaksiatan yang tumpuk-menumpuk.
Pelataran kehidupan pun seperti dipenuhi oleh sampah-sampah kesalahan yang
berserakan sehingga mengakibatkan ketidaknyamanan dalam hidup. Ramadhan
datang, berarti kesempatan terbesar buat kita untuk membakar semua bentuk
kesalahan dan dosa sehingga kehidupan menjadi bersih dan nyaman. Bahkan,
dari proses pembakaran pada Ramadhan ini akhirnya bisa membentuk dan menciptakan
diri kita sesuai selera kebaikan, yaitu insan yang bertakwa. (QS al-Baqarah
[2]: 183).
Karena
itu, Ramadhan terbaik adalah Ramadhan yang mampu memuasakan diri tidak
sebatas menahan lapar, haus, dan birahi, tapi memuasakan segala sesuatu
demi satu hal, yaitu lahir dan terbentuk manusia yang bertakwa. Saatnya,
kita pindahkan dari puasa seremoni menuju puasa yang hakiki.
Puasa
seremoni adalah puasa yang hanya mengejar fikih, asal tidak membatalkan
puasa, seperti makan minum atau berhubungan suami istri pada siang hari.
Memang tidak makan dan minum pada siang hari. Juga tidak tidur dengan suami
atau istri pada jam-jam setelah imsak hingga Maghrib, tapi
perbuatan-perbuatan yang melanggar norma dan kaidah kepatutan agama tidak
diindahkan. Perbuatan-perbuatan, seperti rafats (berkata cabul atau porno),
fusuq (fasiq seperti berkata atau bersumpah tidak sesuai fakta), dan jidal
(mencaci maki, memfitnah, dan bergunjing atau bergosip), sama sekali tidak
dipuasakan.
Dalam
hal itulah, Rasulullah SAW memberikan peringatan terhadap umat Muslim.
“Banyak orang yang puasa, mereka tidak mendapatkan apa-apa melainkan hanya
rasa lapar dan haus.” (HR Bukhari). Lebih tegas, Rasul SAW menyebutkan
bahwa Allah sama sekali tidak berhajat kepada usaha menahan rasa lapar dan
haus seseorang, bila dia tidak meninggalkan perkataan bohong, perbuatan
nista, dan tindakan kejahilan. (Baca HR Muslim).
Karena
itu, saatnya kita bakar semua dosa dan maksiat kita dengan berpuasa yang
benar sesuai tuntunan syariat Allah dan Rasulullah. Semoga kita mampu
memaknai Ramadhan tahun ini dengan benar.
Dimuat
di Republika Cetak dengan judul: Memaknai Ramadhan
|
Ramadhan momentum terbaik menuju ikhlas!
Oleh
K.H. Nuril Huda
Sudah
sejak lama kita semua memprihatinkan kualitas tayangan dan program di
televisi-televisi. Banyaknya unsur kekerasan, sensualitas, mistis, dan
kemewahan amatlah jauh dari nilai-nilai agama dan moral.
Visi
Islam sebenarnya yakni “Islam yang ramah, bukan Islam yang marah.” Nah,
momentum bulan suci Ramadhan 1432 H hendaknya dijadikan sarana untuk
mengembangkan ghirah keislaman yang menuju tatanan rahmatan lil alamin.
Ayah dari delapan anak ini menekankan supaya segenap umat memanfaatkan
kedatangan Ramadhan sebaik-baiknya.
“Perbanyak
ibadah, karena pahala ibadah yang dilaksanakan di bulan Ramadhan akan
dilipatgandakan oleh Allah SWT,” ungkap dia.
Akan
tetapi lanjut Nuril Huda, yang terpenting adalah bagaimana memaknai
keutamaan ibadah Ramadhan untuk kemudian diimplementasikan dalam kehidupan
nyata. Oleh karenanya, aktivitas sosial jangan pula ditinggalkan, baik yang
dilakukan selama Ramadhan dan bulan-bulan sesudahnya. Berikut refleksi
Ramadhan dari KH Nuril Huda : Apa sebenarnya makna yang terkandung dari
bulan Ramadhan?
Ramadhan
yang ditandai dengan ibadah puasa sebulan penuh, pada hakekatnya adalah
ujian bagi naluri manusia yang cenderung tak terkontrol. Naluri yang sulit
dikendalikan itu adalah keinginan untuk makan dan minum. Sedangkan dari
segi filosofisnya, ada dua falsafah yang dapat menguasai serta mendominasi kehidupan
manusia, yakni materialisme dan spiritualisme. Mereka yang berorientasi
pada materi, akan selalu hidup untuk dunianya saja. Kehendak naluri mereka
tidak pernah terpuaskan dan ingin terus menambah apa-apa yang sebenarnya
sudah dimiliki dengan berbagai macam cara. Orang-orang semacam ini tidak
disukai Allah. Sementara itu orientasi spiritualisme adalah sebaliknya.
Mereka tidak mementingkan materi dunia melainkan hanya mencari kerahmatan
Allah SWT. Namun seperti kita ketahui, agama Islam adalah agama yang
seimbang. Ia menghormati rohani dan jasmani, memperhatikan nilai-nilai
ideal manusia, tapi juga menjamin kebutuhan hidup naluri duniawinya asalkan
sesuai nilai-nilai agama. Apa yang bisa dipetik dari Ramadhan adalah
bagaimana umat dapat menyelaraskan kebutuhan di dunia dan akherat. Ibadah
diperlukan sebagai bekal menuju kehidupan di alam nanti, sementara amal
perbuatan di dunia menjadi perwujudan nyata dari ketaqwaan terhadap Islam.
Juga bulan penuh ampunan?
Betul
sekali. Ramadhan adalah bulan penuh barokah, rahmat, dan kebahagiaan. Umat
perlu merenung sejenak untuk bersiap-siap menyambutnya berikut menelaah
kebaikan-kebaikan yang dikandungnya. Allah SWT menjadikan bulan Ramadhan
sebagai bulan yang agung, memberikan keistimewaan yang banyak sekali. Pada
bulan ini seorang muslim mencurahkan sebagian besar perhatiaan kepada
Allah, akherat dan peningkatan ruhani sebelum peningkatan materi. Ia adalah
bulan ruhani, bulan munajat, serta waktu untuk menghadap kepada Allah,
memohon pertolongan dari Yang Maha Tinggi. Hendaknya selama Ramadhan, umat
memperbanyak bertaubat, memohon ampun dan mengevaluasi kembali lembaran
masa lalu. Rasulullah SAW pun senantiasa bertaubat setiap hari di bulan
Ramadhan. Oleh karenanya, momentum Ramadhan harus dipergunakan untuk menghapus
dosa dan sekaligus membangun komitmen memperbaiki diri di masa mendatang.
Tapi
masalahnya selama ini, orang hanya bergiat ibadah di bulan Ramadhan,
sesudahnya intensitas ibadah cenderung menurun. Apa yang perlu dibenahi
dalam rangka membina keimanan dan takwa yang sifatnya permanen?
Yang
terpenting adalah membangun rasa keikhlasan yang sebenar-benarnya. Ikhlas
untuk memanjatkan doa, beribadah, serta bertakwa kepada Allah SWT dan
Rasul-Nya. Saat sekarang, mungkin masih banyak di antara kita yang harus
menebalkan kembali keikhlasan ini, terutama karena banyaknya tantangan dan
kendala yang kerap ditemui. Saya sepakat agar jangan menjadikan ibadah
sebagai sesuatu yang sifatnya ritual semata. Patut dicamkan, interaksi yang
dikehendaki di bulan Ramadhan adalah interaksi dalam ketaatan kepada Allah,
tidak sekedar sambil lalu. Maka, hendaklah semua umat menjadikan bulan suci
ini untuk meningkatkan amal ibadah sebagai upaya mendekatkan diri kepada
Allah. Fenomena yang sama juga ditemui pada tayangan Ramadhan di televisi.
Gencarnya program bernuansa religi saat Ramadhan tidaklah seperti halnya di
bulan-bulan lain?
Sudah
sejak lama kita semua memprihatinkan kualitas tayangan dan program di
televisi-televisi. Banyaknya unsur kekerasan, sensualitas, mistis, dan kemewahan
amatlah jauh dari nilai-nilai agama dan moral. Walau nantinya akan ada
payung hukum, misalnya UU pornografi, namun saya kira itu tidak bakal cukup
kuat meredam maraknya tayangan yang dapat merusak akhlak. Kita sudah
meminta secara terus menerus agar televisi membatasi diri. Negara ini sudah
bangkrut. Oleh karenanya, jangan ditambah lagi dengan upaya-upaya yang
dapat menambah kesengsaraan dan kemaksiatan di tengah masyarakat. Masih
untung kita diberi umur panjang, sebab jika Allah SWT sudah murka dan menurunkan
adzab-Nya yang lebih pedih, wah apa jadinya negara ini. Wajar kita khawatir
pada tayangan televisi sebab televisi punya pengaruh yang sangat kuat.
Dengan begitu menjadi kewajiban moral bagaimana agar pengelola televisi
tidak mementingkan sisi komersial. Saya rasa bulan Ramadhan ini bisa
dijadikan langkah memperbaiki segi tayangan dan program, alhadulillah kalau
itu bisa berlanjut di bulan selain Ramadhan. Apa-apa saja yang perlu
dilaksanakan agar kita siap secara lahir maupun bathin selama bulan Ramadhan
?
Pada
dasarnya, Ramadhan merupakan kesempatan terbaik umat untuk lebih
mendekatkan diri kepada sang Pencipta. Ibaratnya kita tengah melakukan
perjalanan menuju keridhoan Allah SWT. Para ulama kerap menggambarkan hal
tersebut sebagai perjalanan yang banyak terdapat ujian dan tentangan. Di
situ misalnya, ada gunung yang harus didaki, itulah nafsu. Selanjutnya
tergantung masing-masing umat, sesuai tekad dan semangat, apakah mampu
menguasai tantangan yang menghadang. Bila berhasil, capaiannya yang dapat
diketahui adalah orang tersebut mampu mengendalikan hawa nafsunya. Bila
sudah sampai pada tahap itu, dia dapat melanjutkan perjalanan untuk meraih
ridho Allah SWT. Namun diperlukankan bekal yang cukup agar sampai ke
tujuan. Bekal itu berupa amal kebajikan. Selain itu, harus ada tekad yang
keras untuk memerangi nafsu tadi, agar setiap malam Ramadhan dapat
dimuliakan dengan shalat dan tadarrus serta ibadah lainnya.
|
Bekas Sujud, Tak Sekadar Tanda Kehitaman di Dahi
Oleh Prof Dr KH Achmad Satori Ismail
Kita
dianjurkan untuk memperpanjang sujud bila shalat munfaridah (sendiri)
karena Rasulullah menyindir orang-orang yang sujudnya cepat,
Diriwayatkan
dari Rabi’ah bin Ka’b bahwa ia berkata, “Aku menginap bersama Nabi SAW dan
membantu beliau untuk menyiapkan air wudhunya dan kebutuhan lainnya.”
Kemudian, Rasulullah bersabda, “Mintalah sesuatu kepadaku.” Aku menjawab,
“Aku mohon agar bisa menemanimu di surga.” Beliau menjawab, “Bukan
lainnya?” Aku berkata, “Hanya itu saja. Lalu, Nabi SAW bersabda, “Bantulah
aku untuk dirimu dengan memperbanyak sujud.” (HR Ahmad, Muslim, An Nasai,
dan Abu Daud).
Hadis
ini menganjurkan kita untuk memperbanyak sujud, ruku, dan mendirikan shalat
wajib ditambah dengan tathawwu’ (shalat sunat) bila kita ingin masuk surga.
Sujud
merupakan ibadah istimewa dalam Islam, karena merupakan salah satu rukun
shalat dengan cara meletakkan tujuh anggota badan di atas tanah (muka, dua
telapak tangan, dua lutut, dan dua ujung kaki). Posisi demikian
mencerminkan sikap merendah di hadapan keagungan Ilahi. Allah menegaskan,
“Sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).” (QS Al-’Alaq: 19).
Mari
perbanyak sujud sebenarnya
Sujud
akan menanamkan ketawadhuan dalam diri kepada sesama manusia dan
memancarkan sinar keimanan dan kelembutan melalui wajahnya. Inilah bekas
sujud yang diharapkan sebagai amalan penolong masuk surga.
Mi’dan
bin Abi Tholhah berkata, “Aku bertemu Tsauban, budak Rasulullah SAW.” Lalu,
dia bertanya, “Beritahukan kepadaku amalan yang bila aku lakukan maka Allah
akan memasukkanku dengannya ke dalam surga.” Tsauban diam. Lalu, aku tanya
lagi, tapi dia masih diam dan aku tanyakan yang ketiga maka ia menjawab,
“Aku telah menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Kamu
harus memperbanyak sujud karena sesungguhnya tidaklah kamu sujud sekali
kecuali Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menghapuskan dengannya
satu dosa.” (HR Muslim, Turmudzi, dan an-Nasa’i).
Kita
dianjurkan untuk memperpanjang sujud bila shalat munfaridah (sendiri)
karena Rasulullah menyindir orang-orang yang sujudnya cepat, dengan
ungkapan bahwa mereka mematuk seperti ayam jago mematuk butiran makanan.
Sujud
yang serius akan meninggalkan bekas di wajah orang Mukmin. “Kamu lihat
mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (QS Al-Fath 29).
Bekas
sujud inilah yang akan ditampakkan setiap Muslim via wajahnya. Di antara
bekas sujud yang terpancar di setiap muka Muslim adalah ketundukan kepada
keagungan Allah, ketawadhuan terhadap sesama insan, kelembutan, senyuman,
menundukkan pandangan mata, membasahi bibir dengan zikrullah, sikap kasih
sayang kepada anak yatim, fakir, dan miskin.
Sejalan
dengan ini, dalam hadis Qudsi disebutkan bahwa Rasulullah berkata, “Aku
hanyalah menerima shalat dari orang yang tawadhu terhadap keagungan-Ku,
tidak sombong terhadap makhluk-Ku, tidak terus-menerus mendurhakai-Ku,
selalu menggunakan siangnya untuk zikir kepada-Ku, mengasihi anak yatim,
janda-janda, fakir, dan menyayangi orang yang tertimpa musibah. (HR
Al-Bazzar).
Tanda
hitam di dahi Muslim adalah salah satu ciri bahwa dia sering melakukan
shalat. Namun, bekas sujud yang dikehendaki Allah adalah sikap tawadhu,
kelembutan, kepedulian, dan kasih sayang yang dipancarkan wajah setiap
Muslim. Wallahu a’lam.
Dimuat
di Republika Cetak Edisi 19.06.2011 dengan judul: Bekas Sujud
|
Persiapan Marathon dan Ramadhan
Bisa
dibayangkan kalau anda tidak melakukan latihan sampai 40 km, bisa-bisa
ketika hari lomba tidak sampai finish. Hal ini menunjukkan bahwa latihan
harus diusakan sesuai dengan yang akan dilombakan.
Coba
dibayangkan, seandainya anda adalah seorang pelari nasional yang akan
diutus oleh KONI untuk mengikuti lomba lari marathon dunia di Ontario,
Kanada. Event tahunan ini merupakan ajang pelari menunjukkan kebolehannya
dengan hadiah yang luar biasa. Untuk menghadapi lomba ini, anda akan
mempersiapkan fisik dan mental jauh hari sebelum lomba.
Diantara
latihan fisik yang anda lakukan adalah lari dalam jarak tertentu seperti 5,
10, 20 atau 25 km. Bahkan anda perlu mencoba lari sampai sekitar 40 km,
untuk menyamai jarak yang akan dilombakan. Bisa dibayangkan kalau anda
tidak melakukan latihan sampai 40 km, bisa-bisa ketika hari lomba tidak
sampai finish. Hal ini menunjukkan bahwa latihan harus diusakan sesuai
dengan yang akan dilombakan.
Untuk
kesiapan mental terhadap cuaca di Ontario dan penduduk sekitarnya, maka
anda tentunya akan tinggal di kota tersebut beberapa minggu sebelum lomba.
Anda harus menyesuaikan suhu yang lebih dingin di kota tersebut. Diharapkan
pada saat lomba nantinya, tubuh kita sudah siap dan tidak bakal kedinginan
atau sakit perut yang bisa menyebabkan kegagalan anda.
Perumpamaan
diatas mirip dengan persiapan kita ketika menghadapi bulan Ramadhan yang
penuh berkah ini. Ramadhan yang lamanya 29 atau 30 hari membutuhkan stamina
dan kesiapan yang matang. Betapa banyak kita lihat shof sholat tarawih yang
penuh pada minggu pertama akan menyusut pada minggu-minggu berikutnya. Dan
tidak heran kalau nanti pada minggu terakhir, beberapa warung semakin
dikunjungi orang yang tidak kuat menahan haus dan lapar. Atau ada orang
yang terkena gangguan kesehatan atau flu ditengah atau akhir Ramadhan, hal
ini berarti fisiknya belum siap.
Untuk
menghadapi Ramadhan, Rasulullah SAW sering melakukan puasa sunnat di bulan
Rajab dan Sya’ban. Hal ini seperti yang tercantum dalam hadits yang
diriwayatnya al-Nasa’i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah):
Usamah berkata pada Nabi saw, ‘Wahai Rasulullah, saya tak melihat Rasul
melakukan puasa (sunat) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya’ban.’
Rasul menjawab: ‘Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang
dilupakan oleh kebanyakan orang.’
Ibadah
lain yang kita perlu persiapkan adalah qiyamu lail atau sholat malam. Dalam
bulan Ramadhan, peluang untuk melakukan sholat tahajjud akan besar karena
kita akan bangun untuk melakukan sahur. Gunakan waktu sebelum sahur untuk
memohon maghfiroh dan keperluan kita kepada Allah SWT.
Bacaan
atau tilawah Al Quran juga harus diperbanyak karena bulan Ramadhan adalah
bulan turunnya Al Quran dan dimana pahala akan dilipatgandakan. Akan
merugilah kita bila waktu yang tersedia dalam bulan tersebut disia-siakan
tidak untuk berdzikir atau membaca Al Quran.
Jangan
lupa, kita juga perlu membuat suasana ceria dalam keluarga kita dalam
menyambut bulan penuh rahmah ini. Bersih dan rapikan rumah. Buatlah hiasan
dirumah agar terasa suasana Ramadhan. Buat rencana untuk beribadah bersama
keluarga seperti sholat berjamaah, buka puasa dan tadarus bersama. Bahagiakan
istri/suami dan anak anda agar bulan Ramadhan M Top (Memang Top).
Wallahu
a’lam.
|
KEKUASAAN ADALAH AMANAT DARI ALLAH
Prof. Dr. H.M. Tahir Azhari, S.H.
Kemerdekaan
mempunyai makna yang luas, artinya bahwa bangsa Indonesia memiliki
kebebasan untuk mengatur sendiri berbagai, segi kehidupan berbangsa dan
bernegara, termasuk kehidupan politik, ekonomi, sosial dan sebagainya.
Kalau pada masa penjajahan belanda umat Islam diatur oleh bangsa lain,
sejak tahun 1945, semua diatur oleh umat Islam sendiri dengan leluasa. Tak
ada lagi pembatasan untuk mengamalkan apa yang diyakini dalam hati.
Bagi
umat Islam, apa makna kemerdekaan ditinjau dari sudut syariat? Kemerdekaan
adalah salah satu nikmat yang diberikan Allah SWT. Nikmat itu hendaklah
dipandang sebagai suatu amanat atau titipan dari Allah SWT kepada kita.
karena itu Al-Qur'an dalam surat An-Nisa ayat 58 mengingatkan:
"Allah
memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang layak menerimanya.
Apabila kamu mengadili diantara manusia, bertindaklah dengan adil, Sungguh
Allah mengajar kamu dengan sebaik-baiknya, karena Allah Maha Mendengar,
Maha Melihat"
Kalau
ada diantara kita yang memegang amanat, dalam bentuk kekuasaan, atau
kewenangan; apakah sebagai lurah,camat, bupati, gubernur, atau jabatan
lain, maka semua itu hakikatnya memegang amanah yang harus disampaikan
kepada yang berhak.
Dalam
arti yang lebih luas, kemerdekaan itu amanah yang diberikan Allah sebagai
karunia-Nya kepada segenap manusia sebagai individu dn sebagai warga negara
RI. Karena itu, adalah menjadi kewajiban untuk memelihara kemerdekaan ini
dengan cara sebaik-baiknya. Dengan demikian, inilah makna kita pandai
menyukuri nikmat dari Allah dalam bentuk kemerdekaan. Dalam Al-Qur'an surat
Ibrahim ayat 7 disebutkan:
Dan
ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan: "Jika kamu bersyukur, Aku akan
memberi tambahan (karunia) kepadamu; tetapi jika kamu tidak bersyukur,
sungguh adzab-Ku dasyat sekali"
Maksud
ayat diatas, memerintahkan manusia agar pandai menyukuri nikmat Allah;
antara lain nikma0t kemerdekaan. Artinya mensyukuri nikmat disini bukan
hanya mengucapkan lafadh 'alhamdulillah' seperti biasa diucapkan, tapi
harus menggunakan nikmat itu sesuai perintah-Nya. Kemerdekaan harus
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup bangsa Indonesia baik
spirritual maupun material.
Sebagai
disebutkan dalam ayat tadi, arti kufur nikamt dapat dipahami; orang yang
mendapat karunia Allah, tapi menggunakn nikmat itu tidak sesuai dengan
jalan yang diperintahkan-Nya. Dengan kata lain, telah menyimpang dari ajaran
Allah SWT, atau menyalahgunakan nikmat.
Peran
umat Islam dalam bernegara adalah menjalankan prinsip-prinsip yang
dijalankan Al-Qur'an, yaitu prinsip Islam dalam bermasyarakat dan
bernegara. Prinsip-prinsip tersebut dapat disimak dalam surat An-Nisa ayat
59:
"Hai
orang-orang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasulullah dan mereka yang
memegang kekuasaan diantara kamu. Jika kamu berselisih mengenai sesuatu
kembalikanlah kepada Allah dan Rosul-Nya, kalau kamu beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Itulah yang terbaik dan penyelesaian yang tepat."
"Wahai
orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah," yaitu
menjalankan perintah Allah yang telah diwahyukan-Nya melalui Al-qur'an.
"Taatlah pula kepada Rosulullah saw, yang telah membimbing kita melalui
ajaran-ajaranya", yang disebut sunah Rosulullah, adalah yang merupakan
penjelasan terhadap Al-Qur'an. "Dan kepada orang-orang yang berwenang
di antara kamu", artinya umat Islam wajib taat kepada kalangan kita
yang kebetulan memegang otoritas baik dalam bidang pemerintahan maupun
dalam bidang lain.
Tetapi
prinsip ketaatan dalam Islam ini bersifat tanpa reserve. Artinya, pemimpin
itu harus ditaati hanya selama dia menjalankan perintah Allah. Kalau dalam
menjalankan kekuasaanya tidak cocok dengan perintah Allah dan Rosul-Nya,
tidk ada keharusan untuk taat kepadanya. Dalam haditsnya, Rasulullah
bersabda: "Sesungguhnya ketaatan itu dalam hal-hal yamg ma'ruf
(baik)".
Kalau
kita diminta, baik langsung ataupun tidak langsung untuk bersikap taat
dalam hal-hal yang munkarat, maka tidak harus menaatinya. Bahkan wajib
melawnya, sebagai bukti penentangan.
Kecuali
hal di atas, tugas umat Islam sangat penting adalah mengentaskan
kemiskinan, terutama dikalangan umat Islam sendiri. Ajaran Islam telah
menawarkan berbagai konsep pengentasan kemiskinan dan konsep itu saya
namakan lembaga-lembaga sosial Islam. Yang sudah dikenal adalah: zakat,
infaq, shodaqoh, wakaf, wasiat, qurban dan aqiqah. Semua lembaga itu
mengajarkan agar seluruh umat Islam berperan serta mengentaskan kemiskinan,
Salah satu pesan Al-Qur'an surat Adz-Dzariyat ayat 19: "Dan dlam harta
mereka (selalu ingat) akan hak (orang miskin) yang meminta, dan yang
(karena suatu alasan) tak mau meminta".
Jadi
inilah yang dimaksud Zakat. Zakat sebenarnya adalah hak bagi orang miskin.
Kemudian infaq dan shodaqoh, dan sebagainya adalh merupakan hal yang sangat
dianjurkan. Itulah beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagi perwujudan
sikap syukur kepada Allah yang telah menganugerahkan nikmat yang tiada
ternilai harganya untuk umat Islam Indonesia, yaitu kemerdekaan.
|
KEBERKAHAN HIDUP
Setiap
orang tentu saja ingin memperoleh keberkahan dalam hidupnya di dunia ini.
Karena itu kita selalu berdo’a dan meminta orang lain mendo’akan kita agar
segala sesuatu yang kita miliki dan kita upayakan memperoleh keberkahan
dari Allah Swt. Secara harfiyah, berkah berarti an nama’ waz ziyadah yakni
tumbuh dan bertambah, ini berarti Berkah adalah kebaikan yang bersumber
dari Allah yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana mestinya sehingga
apa yang diperoleh dan dimiliki akan selalu berkembang dan bertambah besar
manfaat kebaikannya. Kalau sesuatu yang kita miliki membawa pengaruh
negatif, maka kita berarti tidak memperoleh keberkahan yang diidamkan itu.
Namun,
Allah Swt tidak sembarangan memberikan keberkahan kepada manusia. Ternyata,
Allah hanya akan memberi keberkahan itu kepada orang yang beriman dan
bertaqwa kepada-Nya. Janji Allah untuk memberikan keberkahan kepada orang
yang beriman dan bertaqwa dikemukakan dalam firman-Nya yang artinya:
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya (QS 7:96).
Apabila
manusia, baik secara pribadi maupun kelompok atau masyarakat memperoleh
keberkahan dari Allah Swt, maka kehidupannya akan selalu berjalan dengan
baik, rizki yang diperolehnya cukup bahkan melimpah, sedang ilmu dan
amalnya selalu memberi manfaat yang besar dalam kehidupan. Disilah letak
pentingnya bagi kita memahami apa sebenarnya keberkahan itu agar kita bisa
berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya.
BENTUK
KEBERKAHAN
Secara
umum, keberkahan yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman bisa
kita bagi kedalam tiga bentuk. Pertama, berkah dalam keturunan, yakni
dengan lahirnya generasi yang shaleh. Generasi yang shaleh adalah yang kuat
imannya, luas ilmunya dan banyak amal shalehnya, ini merupakan sesuatu yang
amat penting, apalagi terwujudnya generasi yang berkualitas memang dambaan
setiap manusia. Kelangsungan Islam dan umat Islam salah satu faktornya
adalah adanya topangan dari generasi yang shaleh. Generasi semacam itu juga
memiliki jasmani yang kuat, memiliki kemandirian termasuk dalam soal harta
dan bisa menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya. Keberkahan semacam ini
telah diperoleh Nabi Ibrahim as dan keluarganya yang ketika usia mereka
sudah begitu tua ternyata masih dikaruniai anak, bahkan tidak hanya Ismail
yang shaleh, sehat dan cerdas, tapi juga Ishak dan Ya’kub. Di dalam
Al-Qur’an keberkahan semacam ini diceritakan oleh Allah yang artinya: Dan
isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan
kepadanya berita gembira tentang kelahiran Ishak dan dari Ishak (akan lahir
puteranya) Ya’kub. Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah
aku aka melairkan anak, padahal aku adalah perempuan seorang perempuan tua,
dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini
benar-benar suatu yang sangat aneh". Para malaikat itu berkata:
"Apakahkamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat
Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait. Sesungguhnya
Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah" (QS 11:71-73).
Kedua,
keberkahan dalam soal makanan yakni makanan yang halal dan thayyib, hal ini
karena ulama ahli tafsir, misalnya Ibnu Katsir menjelaskan bahwa keberkahan
dari langit dan bumi sebagaimana yang disebutkan dalam firman surat Al
A’raf: 96 di atas adalah rizki yang diantara rizki itu adalah makanan. Yang
dimaksud makanan yang halal adalah disamping halal jenisnya juga halal
dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang diberkahi Allah, dia tidak akan
menghalalkan segala cara dalam memperoleh nafkah. Disamping itu, makanan
yang diberkahi juga adalah yang thayyib, yakni yang sehat dan bergizi
sehingga makanan yang halal dan tayyib itu tidak hanya mengenyangkan tapi
juga dapat menghasilkan tenaga yang kuat untuk selanjutnya dengan tenaga
yang kuat itu digunakan untuk melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai
kebaikan sebagai bukti dari ketaqwaannya kepada Allah Swt, Allah berfirman
yang artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah
Allah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya (QS 5:88).
Karena
itu, agar apa yang dimakan juga membawa keberkahan yang lebih banyak lagi,
meskipun sudah halal dan thayyib, makanan itu harus dimakan sewajarnya atau
secukupnya, hal ini karena Allah sangat melarang manusia berlebih-lebihan
dalam makan maupun minum, Allah Swt berfirman yang artinya: Hai anak Adam,
pakailah pakaianmu yang indak di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah
dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan (7:31).
Ketiga,
berkah dalam soal waktu yang cukup tersedia dan dimanfaatkannya untuk
kebaikan, baik dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun
memperbanyak amal yang shaleh, karena itu Allah menganugerahi kepada kita
waktu, baik siang maupun malam dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam setiap
harinya, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa memanfaatkan
waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin sehingga pencapaian sesuatu yang
baik ditempuh dengan penggunaan waktu yang efisien. Sudah begitu banyak
manusia yang mengalami kerugian dalam hidup ini karena tidak bisa
memanfaatkan waktu dengan baik, sementara salah satu karakteristik waktu
adalah tidak akan bisa kembali lagi bila sudah berlalu, Allah berfirman
yang artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan
nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya
menetapi kesabaran (QS 103:1-3).
Karena
itu, bagi seorang muslim yang diberkahi Allah, waktu digunakan untuk bisa
membuktikan pengabdiannya kepada Allah Swt, meskipun dalam berbagai bentuk
usaha yang berbeda, Allah berfirman yang artinya: Demi malam apabila menutupi,
dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan.
Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun orang yang memberikan
(harta di jalan Allah) dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala yang
terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah
(92:1-7).
KUNCI
KEBERKAHAN.
Dengan
demikian menjadi jelas bagi kita bahwa sebagai seorang muslim, keberkahan
dari Allah untuk kita merupakan sesuatu yang amat penting. Karena itu, ada
kunci yang harus kita miliki dan usahakan dalam hidup ini.
Sekurang-kurangnya, ada dua faktor yang menjadi kunci keberkahan itu.
Iman
dan Taqwa Yang Benar.
Di
dalam ayat di atas, sudah dikemukakan bahwa Allah akan menganugerahkan
keberkahan kepada hamba-hambanya yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya.
Semakin mantap iman dan taqwa yang kita miliki, maka semakin besar
keberkahan yang Allah berikan kepada kita. Karena itu menjadi keharusan
kita bersama untuk terus memperkokoh iman dan taqwa kepada Allah Swt. Salah
satu ayat yang amat menekankan peningkatan taqwa kepada orang yang beriman
adalah firman Allah yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah
kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwadan jangan sampai kamu mati
kecuali dalam keadaan berserah diri/muslim (QS 3:102).
Keimanan
dan ketaqwaan yang benar selalu ditunjukkan oleh seorang mu’min dalam
bentuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, baik
dalam keadaan senang maupun susah, dalam keadaan sendiri maupun bersama
orang lain. Tegasnya keimanan dan ketaqwaan itu dibuktikan dalam situasi
dan kondisi yang bagaimananpun juga dan dimanapun dia berada.
Berpedoman
kepada Al-Qur’an
Al-Qur’an
merupakan sumber keberkahan sehingga apabila kita menjalankan pesan-pesan
yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan berpedoman kepadanya dalam berbagai
aspek kehidupan, nicaya kita akan memperoleh keberkahan dari Allah Swt,
Allah berfirman yang artinya: Dan Al-Qur’an ini adalah suatu kitab
(peringatan) yang mempunyai berkah yang telah kami turunkan. Maka mengapakah
kamu mengingkarinya? (QS 21:50, lihat juga QS 38:29.6:155).
Karena
harus kita jalankan dan pedomani dalam kehidupan ini, maka setiap kita
harus mengimani kebenaran Al-Qur’an bahwa dia merupakan wahyu dari Allah
Swt sehingga tidak akan kita temukan kelemahan dari Al-Qur’an, selanjutnya
bisa dan suka membaca serta menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari,
baik menyangkut aspek pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa.
Akhirnya
menjadi jelas bagi kita bahwa, keberkahan dari Allah yang kita dambakan itu,
memperolehnya harus dengan berdo’a dan berusaha yang sungguh-sungguh, yakni
dalam bentuk memantapkan iman dan taqwa serta selalu menjadikan Al-Qur’an
sebagai pedoman dalam hidup ini
|
KALA MUSIBAH MENIMPA
Allah
subhanahu wata'ala berfirman, artinya, "Dan sungguh akan Kami berikan
cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,
"Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka itulah yang
mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. al-Baqarah:155-157)
Di
dalam musnad Imam Ahmad, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
"Tidaklah
seorang hamba yang ditimpa musibah mengucapkan, "Inna lillahi wa inna
ilaihi raji'un, ya Allah berilah aku pahala dalam musibahku ini dan
gantilah untukku dengan sesuatu yang lebih baik," kecuali Allah akan
memberikan pahala dalam musibahnya dan akan memberikan kepadanya ganti yang
lebih baik." (HR. Ahmad 3/27)
Kita
Milik Allah dan Kembali Kepada-Nya
Jika
seorang hamba benar-benar menyadari bahwa dirinya adalah milik Allah
subhanahu wata’ala dan akan kembali kepada-Nya maka dia akan terhibur
tatkala tertimpa musibah. Kalimat istirja' ini merupakan penyembuh dan obat
paling mujarab bagi orang yang sedang tertimpa musibah. Dia memberikan
manfaat baik dalam waktu dekat maupun di waktu yang akan datang. Kalimat
tersebut memuat dua prinsip yang sangat agung. Jika seseorang mampu
merealisasikan dan memahami keduanya maka dia akan terhibur dalam setiap
musibah yang menimpanya.
Dua
prinsip pokok tersebut adalah:
Pertama;
Bahwasanya manusia, keluarga dan harta pada hakikatnya adalah milik Allah
subhanahu wata’ala. Dia bagi manusia tidak lebih hanya sebagai pinjaman
atau titipan, sehingga jika Allah subhanahu wata’ala mengambilnya dari
seseorang maka ia ibarat seorang pemilik barang yang sedang mengambilnya
dari si peminjam. Demikian juga manusia diliputi oleh ketidakpunyaan,
sebelumnya (ketika lahir) dia tidak memiliki apa-apa dan setelahnya (ketika
mati) ia pun tidak memiliki apa-apa lagi.
Dan
segala sesuatu yang dimiliki oleh seorang hamba tidak lebih hanya seperti
barang pinjaman dan titipan yang bersifat sementara. Seorang hamba juga
bukanlah yang telah menjadikan dirinya memiliki sesuatu setelah sebelumnya
tidak punya. Dan diapun bukanlah menjadi penjaga terhadap segala miliknya
dari kebinasaan dan kelenyapan, dia tak mampu untuk menjadikan miliknya
tetap terus abadi. Apapun usaha seorang hamba tidak akan mampu untuk
menjadikan miliknya kekal abadi, tidak akan mampu menjadikan dirinya
sebagai pemilik hakiki.
Dan
juga seseorang itu harus membelanjakan miliknya berdasarkan perintah pemiliknya,
memperhatikan apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang. Dia
membelanjakan bukan sebagai pemilik, karean Allah-lah Sang Pemilik, maka
tidak boleh baginya membelanjakan titipan itu kecuali dalam hal-hal yang
sesuai dengan kehendak Pemilik Yang Hakiki.
Ke
dua; Bahwa kesudahan dan tempat kembali seorang hamba adalah kepada Allah
Pemilik yang Haq. Dan seseorang sudah pasti akan meninggalkan dunia ini
lalu menghadap Allah subhanahu wata’ala sendiri-sendiri sebagaimana ketika
diciptakan pertama kali, tidak memiliki harta, tidak membawa keluarga dan
anak istri. Akan tetapi manusia menghadap Allah dengan membawa amal
kebaikan dan keburukan.
Jika
awal mula dan kesudahan seorang hamba adalah demikian maka bagaimana dia
akan berbangga-bangga dengan apa yang dia miliki atau berputus asa dari apa
yang tidak dimilikinya. Maka memikirkan bagaimana awal dirinya dan
bagaimana kesudahannya nanti adalah merupakan obat paling manjur untuk
mengobati sakit dan kesedihan. Demikian juga dengan mengetahui secara yakin
bahwa apa yang akan menimpanya pasti tidak akan meleset atau luput dan
begitu juga sebaliknya.
Allah
subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Tiada
sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap
apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap
apa yang diberikan-Nya kepadamu.Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang
sombong lagi membanggakan diri.” (QS. al-Hadid:22-23)
Lihat
Nikmat yang Tersisa
Termasuk
salah satu terapi dalam menghadapi musibah adalah dengan cara melihat
seberapa musibah dan seberapa besar nikmat yang telah diterima. Maka akan
didapati bahwa Allah subhanahu wata’ala masih menyisakan baginya yang
semisal dengannya, atau malah lebih baik lagi. Dan jika seseorang bersabar
dan ridha maka Allah subhanahu wata’ala akan memberikan sesuatu yang lebih
baik dan besar daripada apa yang hilang dalam musibah, bahkan mungkin
dengan berlipat-lipat ganda. Dan jika Allah subhanahu wata’ala menghendaki
maka akan menjadikan lebih dan lebih lagi dari yang ada.
Musibah
Menimpa Semua Orang
Merupakan
obat yang sangat bermanfaat di kala musibah sedang menimpa adalah dengan
menyadari bahwa musibah itu pasti dialami oleh semua orang. Cobalah dia
menengok ke kanan, maka akan didapati di sana orang yang sedang diberi
ujian, dan jika menengok ke kiri maka di sana ada orang yang sedang ditimpa
kerugian dan malapetaka. Dan seorang yang berakal kalau mau memperhatikan
sekelilingnya maka dia tidak akan mendapati kecuali di sana pasti ada ujian
hidup, entah dengan hilanganya barang atau orang yang dicintai atau menemui
sesuatu yang tidak mengenakkan dalam hidup.
Kehidupan
dunia tidak lain adalah ibarat kembangnya tidur atau bayang-bayang yang
pasti lenyap. Jika dunia mampu membuat orang tersenyum sesaat maka dia
mampu mendatangkan tangisan yang panjang. Jika ia membuat bahagia dalam
sehari maka ia pun membuat duka sepanjang tahun. Kalau hari ini memberikan
sedikit maka suatu saat akan menahan dalam waktu yang lama. Tidaklah suatu
rumah dipenuhi dengan keceriaan kecuali suatu saat akan dipenuhi pula
dengan duka.
Ibnu
Mas'ud radhiyallahu ‘anhu berkata, "Pada setiap kegembiraan ada duka,
dan tidak ada satu rumah pun yang penuh dengan kebahagiaan kecuali akan
dipenuhi pula dengan kesedihan. Berkata pula Ibnu Sirin, "Tidak akan
pernah ada senyum melulu, kecuali setelahnya pasti akan ada tangisan."
Hindun
binti an an-Nu'man berkata, "Kami melihat bahwa kami adalah termasuk
orang yang paling mulia dan memiliki harta paling banyak, kemudian matahari
belum sampai terbenam sehingga kami telah menjadi orang yang paling tidak
punya apa-apa. Dan merupakan hak Allah subhanahu wata’ala bahwa tidaklah
Dia memenuhi suatu rumah dengan kebahagiaan, kecuali akan mengisinya pula
dengan kesedihan." Dan ketika seseorang bertanya tentang apa yang
menimpanya maka dia mengatakan, "Kami pada suatu pagi, tidak mendapati
seseorang pun di Arab kecuali berharap kepada kami, kemudian kami di sore
harinya tidak mendapati mereka kecuali menaruh belas kasihan kepada
kami."
Keluh
Kesah Melipatgandakan Penderitaan
Di
antara obat untuk menghadapi musibah adalah dengan menyadari bahwa keluh
kesah tidak akan dapat menghilangkan musibah. Bahkan hanya akan menambah
serta melipatgandakan sakit dan penderitaan.
Musibah
Terbesar Adalah Hilangnya Kesabaran
Termasuk
Obat ketika tertimpa musibah adalah dengan mengetahui bahwa hilangnya
kesabaran dan sikap berserah diri adalah lebih besar dan lebih berbahaya
daripada musibah itu sendiri. Karena hilangnya kesabaran akan menyebabkan
hilangnya keutamaan berupa kesejahtaraan, rahmat dan hidayah yang Allah
subhanahu wata’ala kumpulkan tiga hal itu dalam sikap sabar dan istirja'
(mengembalikan urusan kepada Allah).
Sumber:
“Ilaj harril musibah wa huzniha,” Imam Ibnul Qayyim (KM
|
15 Petunjuk Menguatkan Iman
Tak
seorangpun bisa menjamin dirinya akan tetap terus berada dalam keimanan
sehingga meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Untuk itu kita perlu
merawat bahkan senantiasa berusaha menguatkan keimanan kita. Tulisan ini
insya'allah membantu kita dalam usaha mulia itu.
Tsabat
(kekuatan keteguhan iman) adalah tuntutan asasi setiap muslim. Karena itu
tema ini penting dibahas. Ada beberapa alasan mengapa tema ini begitu
sangat perlu mendapat perhatian serius.
Pertama,
pada zaman ini kaum muslimin hidup di tengah berbagai macam fitnah, syahwat
dan syubhat dan hal-hal itu sangat berpotensi menggerogoti iman. Maka
kekuatan iman merupakan kebutuhan muthlak, bahkan lebih dibutuhkan
dibanding pada masa generasi sahabat, karena kerusakan manusia di segala
bidang telah menjadi fenomena umum.
Kedua,
banyak terjadi pemurtadan dan konversi (perpindahan) agama. Jika pada awal
kemerdekaan jumlah umat Islam di Indonesia mencapai 90 % maka saat ini
jumlah itu telah berkurang hampir 5%. Ini tentu menimbulkan kekhawatiran
mendalam. Untuk menga-tasinya diperlukan jalan keluar, sehingga setiap
muslim tetap memiliki kekuatan iman.
Ketiga,
pembahasan masalah tsabat berkait erat dengan masalah hati. Padahal Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Dinamakan hati karena ia
(selalu) berbolak-balik. Perumpamaan hati itu bagaikan bulu yang ada di
pucuk pohon yang diombang-ambingkan oleh angin." (HR. Ahmad, Shahihul
Jami' no. 2361)
Maka,
mengukuhkan hati yang senantiasa berbolak-balik itu dibutuhkan usaha keras,
agar hati tetap teguh dalam keimanan.
Dan
sungguh Allah Maha Rahman dan Rahim kepada hambaNya. Melalui Al Qur'an dan
Sunnah RasulNya Ia memberikan petunjuk bagaimana cara mencapai tsabat.
Berikut ini penjelasan 15 petunjuk berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah untuk
memelihara kekuatan dan keteguhan iman kita.
Akrab
dengan Al Qur'an
Al
Qur'an merupakan petunjuk utama mencapai tsabat. Al Qur'an adalah tali
penghubung yang amat kokoh antara hamba dengan Rabbnya. Siapa akrab dan
berpegang teguh dengan Al Qur'an niscaya Allah memeliharanya; siapa
mengikuti Al Qur'an, niscaya Allah menyelamatkannya; dan siapa yang
mendakwahkan Al Qur'an, niscaya Allah menunjukinya ke jalan yang lurus.
Dalam hal ini Allah berfirman: "Orang-orang kafir berkata, mengapa Al
Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja? Demikianlah supaya
Kami teguhkan hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil
(teratur dan benar)." (Al Furqan: 32-33)
Beberapa
alasan mengapa Al Qur'an dijadikan sebagai sumber utama mencapai tsabat
adalah: Pertama, Al Qur'an menanamkan keimanan dan mensucikan jiwa
seseorang, karena melalui Al Qur'an, hubungan kepada Allah menjadi sangat
dekat. Kedua, ayat-ayat Al Qur'an diturunkan sebagai penentram hati,
menjadi penyejuk dan penyelamat hati orang beriman sekaligus benteng dari
hempasan berbagai badai fitnah. Ketiga, Al Qur'an menunjukkan konsepsi
serta nilai-nilai yang dijamin kebenarannya. Karena itu, seorang mukmin
akan menjadikan Al Qur'an sebagai ukuran kebenaran. Keempat, Al Qur'an
menjawab berbagai tuduhan orang-orang kafir, munafik dan musuh Islam lainnya.
Seperti ketika orang-orang musyrik berkata, Muhammad ditinggalkan Rabbnya,
maka turunlah ayat: "Rabbmu tidaklah meninggalkan kamu dan tidak
(pula) benci kepadamu." (Adl Dluha: 3) (Syarh Nawawi,12/156) Orang
yang akrab dengan Al Qur'an akan menyandarkan semua perihalnya kepada Al
Qur'an dan tidak kepada perkataan manusia. Maka, betapa agung sekiranya
penuntut ilmu dalam segala disiplinnya menjadikan Al Qur'an berikut
tafsirnya sebagai obyek utama kegiatannya menuntut ilmu.
Iltizam
(komitmen) terhadap syari'at Allah
Allah
berfirman: "Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan
ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akherat. Dan Allah
menyesatkan orang-orang yang zhalim. Dan Allah berbuat apa saja yang Ia
kehendaki." (Ibrahim: 27)
Di
ayat lain Allah menjelaskan jalan mencapai tsabat yang dimaksud. "Dan
sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada
mereka, tentulah hal demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih
meneguhkan (hati mereka di atas kebenaran)." (An Nisa': 66)
Karena
itu, menjelaskan surat Ibrahim di atas Qatadah berkata:-"Adapun dalam
kehidupan di dunia, Allah meneguhkan orang-orang beriman dengan kebaikan
dan amal shalih sedang yang dimaksud dengan kehidupan akherat adalah alam
kubur." (Ibnu Katsir: IV/421)
Maka
jelas sekali, sangat mustahil orang-orang yang malas berbuat kebaikan dan
amal shaleh diharapkan memiliki keteguhan iman. Karena itu, Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa melakukan amal shaleh secara
kontinyu, sekalipun amalan itu sedikit, demikian pula halnya dengan para
sahabat. Komitmen untuk senantiasa menjalankan syariat Islam akan membentuk
kepribadian yang tangguh, dan iman pun menjadi teguh.
Mempelajari
Kisah Para Nabi
Mempelajari
kisah dan sejarah itu penting. Apatah lagi sejarah para Nabi. Ia bahkan
bisa menguatkan iman seseorang. Secara khusus Allah menyinggung masalah ini
dalam firman-Nya: "Dan Kami ceritakan kepadamu kisah-kisah para rasul
agar dengannya Kami teguhkan hatimu dan dalam surat ini telah datang kepadamu
kebenaran , pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman."
(Hud: 120)
Sebagai
contoh, marilah kita renungkan kisah Ibrahim Alaihis Salam yang diberitakan
dalam Al Qur'an: "Mereka berkata, bakarlah dia dan bantulah
tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak. Kami berfirman,
hai api menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim. Mereka
hendak berbuat makar terhadap Ibrahim maka Kami jadikan mereka itu
orang-orang yang paling merugi." (Al Anbiya': 68-70)
Bukankah
hati kita akan bergetar saat merenungi kronologi pembakaran nabi Ibrahim
sehingga ia selamat atas izin Allah? Dan bukankah dengan demikian akan
membuahkan keteguh-an iman kita? Lalu, kisah nabi Musa Alaihis Salam yang
tegar menghadapi kezhaliman Fir'aun demi menegakkan agama Allah. Bukankah
kisah itu mengingatkan kekerdilan jiwa kita dibanding dengan nabi Musa?
Tak
sedikit umat Islam sudah merasa tak punya jalan karena kondisi ekonomi yang
kurang menguntungkan misalnya, sehingga mau saja saat diajak kolusi dan
berbagai praktek syubhat lain oleh koleganya. Lalu mereka mencari-cari
alasan mengabsahkan tindakannya yang keliru. Dan bukankah karena takut
gertakan penguasa yang tiranik lalu banyak di antara umat Islam (termasuk
ulamanya) yang menjadi tuli, buta dan bisu sehingga tidak melakukan amar
ma'ruf nahi mungkar? Bahkan sebaliknya malah bergabung dan bersekongkol
serta melegitimasi status quo (menganggap yang ada sudah baik dan tak perlu
diubah).
Bukankah
dengan mempelajari kisah-kisah Nabi yang penuh dengan perjuangan menegakkan
dan meneguhkan iman itu kita menjadi malu kepada diri sendiri dan kepada
Allah? Kita mengharap Surga tetapi banyak hal dari perilaku kita yang
menjauhinya. Mudah-mudahan Allah menunjuki kita ke jalan yang diridhaiNya.
Berdo'a
Di
antara sifat hamba-hamba Allah yang beriman adalah mereka memohon kepada
Allah agar diberi keteguhan iman, seperti do'a yang tertulis dalam
firmanNya: "Ya Rabb, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada
kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami." (Ali Imran: 8)
"Ya
Rabb kami, berilah kesabaran atas diri kami dan teguhkanlah pendirian kami
serta tolonglah kami dari orang-orang kafir." (Al Baqarah: 250)
Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya seluruh hati Bani
Adam terdapat di antara dua jari dari jemari Ar Rahman (Allah), bagaikan
satu hati yang dapat Dia palingkan ke mana saja Dia kehendaki." (HR.
Muslim dan Ahmad)
Agar
hati tetap teguh maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam banyak
memanjatkan do'a berikut ini terutama pada waktu duduk takhiyat akhir dalam
shalat.
"Wahai
(Allah) yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada din-Mu."
(HR. Turmudzi)
Banyak
lagi do'a-do'a lain tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam agar kita
mendapat keteguhan iman. Mudah-mudahan kita senantiasa tergerak hati untuk
berdo'a utamanya agar iman kita diteguhkan saat menghadapi berbagai ujian
kehidupan.
Dzikir
kepada Allah
Dzikir
kepada Allah merupakan amalan yang paling ampuh untuk mencapai tsabat.
Karena pentingnya amalan dzikir maka Allah memadukan antara dzikir dan
jihad, sebagaimana tersebut dalam firmanNya: "Hai orang-orang yang
beriman, bila kamu memerangi pasukan (musuh) maka berteguh-hatilah kamu dan
dzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya." (Al Anfal: 45)
Dalam
ayat tersebut, Allah menjadikan dzikrullah sebagai amalan yang amat baik
untuk mencapai tsabat dalam jihad.
Ingatlah
Yusuf Alaihis Salam ! Dengan apa ia memohon bantuan untuk mencapai tsabat
ketika menghadapi fitnah rayuan seorang wanita cantik dan berkedudukan
tinggi? Bukankah dia berlindung dengan kalimat ma'adzallah (aku berlindung
kepada Allah), lantas gejolak syahwatnya reda?
Demikianlah
pengaruh dzikrullah dalam memberikan keteguhan iman kepada orang-orang yang
beriman.
(Bersambung...)
Menempuh
Jalan Lurus
Allah
berfirman: "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang
lurus, maka ikutilah dia dan jangan mengikuti jalan-jalan (lain) sehingga
menceraiberaikan kamu dari jalanNya." (Al An'am: 153)
Dan
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mensinyalir bahwa umatnya bakal
terpecah-belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk Neraka kecuali hanya
satu golongan yang selamat (HR. Ahmad, hasan)
Dari
sini kita mengetahui, tidak setiap orang yang mengaku muslim mesti berada
di jalan yang benar. Rentang waktu 14 abad dari datangnya Islam cukup
banyak membuat terkotak-kotaknya pemahaman keagamaan. Lalu, jalan manakah
yang selamat dan benar itu? Dan, pemahaman siapakah yang mesti kita ikuti
dalam praktek keberaga-maan kita? Berdasarkan banyak keterangan ayat dan
hadits , jalan yang benar dan selamat itu adalah jalan Allah dan RasulNya.
Sedangkan pemahaman agama yang autentik kebenarannya adalah pemahaman
berdasarkan keterangan Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada para
sahabatnya. (HR. Turmudzi, hasan).
Itulah
yang mesti kita ikuti, tidak penafsiran-penafsiran agama berdasarkan akal
manusia yang tingkat kedalaman dan kecerdasannya majemuk dan terbatas.
Tradisi pemahaman itu selanjutnya dirawat oleh para tabi'in dan para imam
shalihin. Paham keagamaan inilah yang dalam terminologi (istilah) Islam
selanjutnya dikenal dengan paham Ahlus Sunnah wal Jamaah . Atau sebagian
menyebutnya dengan pemahaman para salafus shalih.
Orang
yang telah mengikuti paham Ahlus Sunnah wal Jamaah akan tegar dalam menghadapi
berbagai keanekaragaman paham, sebab mereka telah yakin akan kebenaran yang
diikutinya. Berbeda dengan orang yang berada di luar Ahlus Sunnah wal
Jamaah, mereka akan senantiasa bingung dan ragu. Berpindah dari suatu
lingkungan sesat ke lingkungan bid'ah, dari filsafat ke ilmu kalam, dari
mu'tazilah ke ahli tahrif, dari ahli ta'wil ke murji'ah, dari thariqat yang
satu ke thariqat yang lain dan seterusnya. Di sinilah pentingnya kita
berpegang teguh dengan manhaj (jalan) yang benar sehingga iman kita akan
tetap kuat dalam situasi apapun.
Menjalani
Tarbiyah
Tarbiyah
(pendidikan) yang semestinya dilalui oleh setiap muslim cukup banyak.
Paling tidak ada empat macam :
§
Tarbiyah Imaniyah
yaitu
pendidikan untuk menghidupkan hati agar memiliki rasa khauf (takut), raja'
(pengharapan) dan mahabbah (kecintaan) kepada Allah serta untuk
menghilangkan kekeringan hati yang disebabkan oleh jauhnya dari Al Qur'an
dan Sunnah.
§
Tarbiyah Ilmiyah
yaitu
pendidikan keilmuan berdasarkan dalil yang benar dan menghindari taqlid
buta yang tercela.
§
Tarbiyah Wa'iyah
yaitu
pendidikan untuk mempelajari siasat orang-orang jahat, langkah dan strategi
musuh Islam serta fakta dari berbagai peristiwa yang terjadi berdasarkan
ilmu dan pemahaman yang benar.
§
Tarbiyah Mutadarrijah
yaitu
pendidikan bertahap, yang membimbing seorang muslim setingkat demi
setingkat menuju kesempurnaannya, dengan program dan perencanaan yang
matang. Bukan tarbiyah yang dilakukan dengan terburu-buru dan asal jalan.
Itulah
beberapa tarbiyah yang diberikan Rasul kepada para sahabatnya. Berbagai
tarbiyah itu menjadikan para sahabat memiliki iman baja, bahkan membentuk
mereka menjadi generasi terbaik sepanjang masa.
Meyakini
Jalan yang Ditempuh
Tak
dipungkiri bahwa seorang muslim yang bertambah keyakinannya terhadap jalan
yang ditempuh yaitu Ahlus Sunnah wal Jamaah maka bertambah pula tsabat
(keteguhan iman) nya. Adapun di antara usaha yang dapat kita lakukan untuk
mencapai keyakinan kokoh terhadap jalan hidup yang kita tempuh adalah:
Pertama,
kita harus yakin bahwa jalan lurus yang kita tempuh itu adalah jalan para
nabi, shiddiqien, ulama, syuhada dan orang-orang shalih.
Kedua,
kita harus merasa sebagai orang-orang terpilih karena kebenaran yang kita
pegang, sebagai-mana firman Allah: "Segala puji bagi Allah dan
kesejahteraan atas hamba-hambaNya yang Ia pilih." (QS. 27: 59)
Bagaimana
perasaan kita seandainya Allah menciptakan kita sebagai benda mati,
binatang, orang kafir, penyeru bid'ah, orang fasik, orang Islam yang tidak
mau berdakwah atau da'i yang sesat? Mudah-mudahan kita berada dalam
keyakinan yang benar yakni sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah yang
sesungguhnya.
Berdakwah
Jika
tidak digerakkan, jiwa seseorang tentu akan rusak. Untuk menggerakkan jiwa
maka perlu dicarikan medan yang tepat. Di antara medan pergerakan yang
paling agung adalah berdakwah. Dan berdakwah merupakan tugas para rasul
untuk membebaskan manusia dari adzab Allah.
Maka
tidak benar jika dikatakan, fulan itu tidak ada perubahan. Jiwa manusia,
bila tidak disibukkan oleh ketaatan maka dapat dipastikan akan disibukkan
oleh kemaksiatan. Sebab, iman itu bisa bertambah dan berkurang.
Jika
seorang da'i menghadapi berbagai tantangan dari ahlul bathil dalam
perjalanan dakwahnya, tetapi ia tetap terus berdakwah maka Allah akan
semakin menambah dan mengokohkan keimanannya.
Dekat
dengan Ulama
Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Di antara manusia ada
orang-orang yang menjadi kunci kebaikan dan penutup kejahatan." (HR.
Ibnu Majah, no. 237, hasan)
Senantiasa
bergaul dengan ulama akan semakin menguatkan iman seseorang. Tercatat dalam
sejarah bahwa berbagai fitnah telah terjadi dan menimpa kaum muslimin, lalu
Allah meneguhkan iman kaum muslimin melalui ulama. Di antaranya seperti
diutarakan Ali bin Al Madini Rahimahullah: "Di hari riddah
(pemurtadan) Allah telah memuliakan din ini dengan Abu Bakar dan di hari
mihnah (ujian) dengan Imam Ahmad."
Bila
mengalami kegundahan dan problem yang dahsyat Ibnul Qayyim mendatangi
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah untuk mendengarkan berbagai nasehatnya.
Sertamerta kegundahannya pun hilang berganti dengan kelapangan dan
keteguhan iman ( Al Wabilush Shaib, hal. 97).
Meyakini
Pertolongan Allah
Mungkin
pernah terjadi, seseorang tertimpa musibah dan meminta pertolongan Allah,
tetapi pertolongan yang ditunggu-tunggu itu tidak kunjung datang, bahkan
yang dialaminya hanya bencana dan ujian. Dalam keadaan seperti ini manusia
banyak membutuh-kan tsabat agar tidak berputus asa. Allah berfirman: Dan
berapa banyak nabi yang berperang yang diikuti oleh sejumlah besar
pengikutnya yang bertaqwa, mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang
menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu dan tidak pula menyerah (kepada
musuh). Dan Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada do'a mereka
selain ucapan, Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan
kami yang berlebihan dalam urusan kami. Tetapkanlah pendirian kami dan
tolonglah kami terhadap orang-orang kafir. Karena itu Allah memberikan
kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akherat. " (Ali
Imran: 146-148)
Mengetahui
Hakekat Kebatilan
Allah
berfirman: "Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan
orang-orang kafir yang bergerak dalam negeri ." (Ali Imran: 196)
"Dan
demikianlah Kami terang-kan ayat-ayat Al Qur'an (supaya jelas jalan
orang-orang shaleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berbuat
jahat (musuh-musuh Islam)." (Al An'am: 55)
"Dan
Katakanlah, yang benar telah datang dan yang batil telah sirna,
sesungguhnya yang batil itu pastilah lenyap." (Al Isra': 81)
Berbagai
keterangan ayat di atas sungguh menentramkan hati setiap orang beriman.
Mengetahui bahwa kebatilan akan sirna dan kebenaran akan menang akan
mengukuhkan seseorang untuk tetap teguh berada dalam keimanannya.
Memiliki
Akhlak Pendukung Tsabat
Akhlak
pendukung tsabat yang utama adalah sabar. Sebagaimana sabda Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam:"Tidak ada suatu pemberian yang diberikan
kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabar-an."
(HR. Al Bukhari dan Muslim)
Tanpa
kesabaran iman yang kita miliki akan mudah terombang-ambingkan oleh
berbagai musibah dan ujian. Karena itu, sabar termasuk senjata utama
mencapai tsabat.
Nasehat
Orang Shalih
Nasehat
para shalihin sungguh amat penting artinya bagi keteguhan iman. Karena itu,
dalam segala tindakan yang akan kita lakukan hendaklah kita sering-sering
meminta nasehat mereka. Kita perlu meminta nasehat orang-orang shalih saat
mengalami berbagai ujian, saat diberi jabatan, saat mendapat rezki yang
banyak dan lain-lain.
Bahkan
seorang sekaliber Imam Ahmad pun, beliau masih perlu mendapat nasehat saat
menghadapi ujian berat oleh intimidasi penguasa yang tiranik. Bagaimana
pula halnya dengan kita?
Merenungi
Nikmatnya Surga
Surga
adalah tempat yang penuh dengan kenikmatan, kegembiraan dan suka-cita. Ke
sanalah tujuan pengembaraan kaum muslimin.
Orang
yang meyakini adanya pahala dan Surga niscaya akan mudah menghadapi
berbagai kesulitan. Mudah pula baginya untuk tetap tsabat dalam keteguhan
dan kekuatan imannya.
Dalam
meneguhkan iman para sahabat, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
sering mengingatkan mereka dengan kenikmatan Surga. Ketika melewati Yasir,
istri dan anaknya Ammar yang sedang disiksa oleh kaum musyrikin beliau
mengatakan: "Bersabarlah wahai keluarga Yasir, tempat kalian nanti
adalah Surga". (HR. Al Hakim/III/383, hasan shahih)
Mudah-mudahan
kita bisa merawat dan terus-menerus meneguhkan keimanan kita sehingga Allah
menjadikan kita khusnul khatimah. Amin.
Muhammad
Shalih Al Munajjid, bit tasharruf waz ziyadah
|
15 ALASAN MERINDUKAN RAMADHAN
Seperti
seorang kekasih, selalu diharap-harap kedatangannya. Rasanya tak ingin
berpisah sekalipun cuma sedetik. Begitulah Ramadhan seperti digambarkan
sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah, "Andaikan tiap hamba
mengetahui apa yang ada dalam Ramadhan, maka ia bakal berharap satu tahun
itu puasa terus." Sesungguhnya, ada apanya di dalam Ramadhan itu,
ikutilah berikut ini:
1.
Gelar taqwa
Taqwa
adalah gelar tertinggi yang dapat diraih manusia sebagai hamba Allah. Tidak
ada gelar yang lebih mulia
dan
tinggi dari itu. Maka setiap hamba yang telah mampu meraih gelar taqwa, ia
dijamin hidupnya di surga dan diberi kemudahan-kemudahan di dunia. Dan
puasa adalah sarana untuk mendapatkan gelar taqwa itu.
"Hai
orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa." (QS al-Baqarah:
183)
Kemudahan-kemudahan
yang diberikan Allah kepada hambanya yang taqwa, antara lain:
a.
Jalan keluar dari semua masalah
Kemampuan
manusia amat terbatas, sementara persoalan yang dihadapi begitu banyak.
Mulai dari masalah dirinya, anak, istri, saudara, orang tua, kantor dan
sebagainya. Tapi bila orang itu taqwa, Allah akan menunjukkan jalan
berbagai persoalan itu. Bagi Allah tidak ada yang sulit, karena Dialah
pemilik kehidupan ini.
"..Barangsiapa
bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar." (QS. Ath Thalaaq: 2)
"..Dan
barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya." (QS. Ath Thalaaq: 4)
b.
Dicukupi kebutuhannya
"Dan
memberinya rezeki dari arah yang tak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa
bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya...."(QS. Ath Thalaaq: 3)
c.
Ketenangan jiwa, tidak khawatir dan sedih hati
Bagaimana
bisa bersedih hati, bila di dalam dadanya tersimpan Allah. Ia telah
menggantungkan segala hidupnya kepada Pemilik kehidupan itu sendiri. Maka
orang yang selalu mengingat-ingat Allah, ia bakal memperoleh ketenangan.
"Hai
anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang
menceritakan kepadamu ayat-ayat-KU, maka barangsiapa bertaqwa dan
mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati." (QS. al-A'raaf: 35)
2.
Bulan pengampunan
Tidak
ada manusia tanpa dosa, sebaik apapun dia. Sebaik-baik manusia bukanlah
yang tanpa dosa, sebab itu tidak mungkin. Manusia yang baik adalah yang
paling sedikit dosanya, lalu bertobat dan bernjanji tidak mengulangi
perbuatan dosa itu lagi. Karena dosa manusia itu setumpuk, maka Allah telah
menyediakan alat penghapus yang canggih. Itulah puasa pada bulan Ramadhan.
Beberapa hadis menyatakan demikian, salah satunya diriwayatkan Bukhari
Muslim dan Abu Dawud, "Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan karena
keimanannya dan karena mengharap ridha Allah, maka dosa-dosa sebelumnya
diampuni."
3.
Pahalanya dilipatgandakan
Tidak
hanya pengampunan dosa, Allah juga telah menyediakan bonus pahala
berlipat-lipat kepada siapapun yang berbuat baik pada bulan mulia ini.
Rasulullah bersabda, "Setiap amal anak keturunan Adam dilipatgandakan.
Tiap
satu
kebaikan sepuluh lipad gandanya hingga tujuh ratus lipat gandanya."
(HR. Bukhari Muslim).
Bahkan
amalan-amalan sunnah yang dikerjakan pada Ramadhan, pahalanya dianggap sama
dengan mengerjakana amalan wajib (HR. Bahaiqi dan Ibnu Khuzaimah). Maka
perbanyaklah amal dan ibadah, mumpung Allah menggelar obral pahala.
4.
Pintu surga dibuka dan neraka ditutup
"Kalau
datang bulan Ramadhan terbuka pintu surga, tertutup pintu neraka, dan
setan-setan terbelenggu."(HR Muslim) Kenapa pintu surga terbuka?
Karena sedikit saja amal perbuatan yang dilakuka n, bisa mengantar
seseorang ke surga. Boleh diibaratkan, bulan puasa itu bulan obral. Orang
yang tidak membeli akan merugi. Amal sedikit saja dilipatgandakan
ganjarannya sedemikian banyak. Obral ganjaran itu untuk mendorong orang
melakukan amal-amal kebaikan di bulan Ramadhan. Dengan demikian otomatis
pintu neraka tertutup dan tidak ada lagi kesempatan buat setan menggoda
manusia.
5.
Ibadah istimewa
Keistimewaan
puasa ini dikatakan Allah lewat hadis qudsinya, "Setiap amalan anak
Adam itu untuk dirinya, kecuali puasa. Itu milik-Ku dan Aku yang
membalasnya karena ia (orang yang berpuasa) meninggalkan syahwat dan
makanannya karena Aku." (HR Bukhari Muslim) Menurut Quraish Shihab,
ahli tafsir kondang dari IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, puasa dikatakan
untuk Allah dalam arti untuk meneladani sifat-sifat Allah. Itulah subtansi
puasa.
Misalnya,
dalam bidang jasmani, kita tahu Tuhan tidak beristri. Jadi ketika berpuasa
dia tidak boleh melakukan hubungan seks. Allah tidak makan, tapi memberi
makan. Itu diteladani, maka ketika berpuasa kita tidak makan, tapi kita
memberi makan. Kita dianjurkan untuk mengajak orang berbuka puasa. Ini
tahap dasar meneladani Allah.
Masih
ada tahap lain yang lebih tinggi dari sekedar itu. Maha Pemurah adalah
salah satu sifat Tuhan yang seharusnya juga kita teladani. Maka dalam
berpuasa, kita dianjurkan banyak bersedekah dan berbuat kebaikan. Tuhan
Maha Mengetahui. Maka dalam berpuasa, kita harus banyak belajar. Belajar
bisa lewat membaca al-Qur'an, membaca kitab-kitab yang bermanfaat, meningkatkan
pengetahuan ilmiah.
Allah
swt setiap saat sibuk mengurus makhluk-Nya. Dia bukan hanya mengurus
manusia. Dia juga mengurus binatang. Dia mengurus semut. Dia mengurus
rumput-rumput yang bergoyang. Manusia yang berpuasa meneladani Tuhan dalam
sifat-sifat ini, sehingga dia harus selalu dalam kesibukan.
Perlu
ditekankan meneladani Tuhan itu sesuai dengan kemampuan kita sebagai
manusia. Kita tidak mampu untuk tidak tidur sepanjang malam, tidurlah
secukupnya. Kita tidak mampu untuk terus-menerus tidak makan dan tidak
minum. Kalau begitu, tidak makan dan tidak minum cukup sejak terbitnya
fajar sampai tenggelamnya matahari saja.
6.
Dicintai Allah
Nah,
sesesorang yang meneladani Allah sehingga dia dekat kepada-Nya. Bila sudah
dekat, minta apa saja akan mudah dikabulkan. Bila Allah telah mencintai
hambanya, dilukiskan dalam satu hadis Qudsi, "Kalau Aku telah
mencintai seseorang, Aku menjadi pendengaran untuk telinganya, menjadi
penglihatan untuk matanya, menjadi pegangan untuk tangannya, menjadi langkah
untuk kakinya." (HR Bukhari)
7.
Do'a dikabulkan
"Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, katakanlah bahwa Aku
dekat. Aku mengabulkan permohonan orang berdo'a apabila dia berdo'a, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku." (QS. al-Baqarah:
186)
Memperhatikan
redaksi kalimat ayat di atas, berarti ada orang berdo'a tapi sebenarnya
tidak berdo'a. Yaitu do'anya orang-orang yang tidak memenuhi syarat. Apa
syaratnya? "maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah)Ku."
Benar,
berdo'a pada Ramadhan punya tempat khusus, seperti dikatakan Nabi saw,
"Tiga do'a yang tidak ditolak; orang berpuasa hingga berbuka puasa,
pemimpin yang adil dan do'anya orang teraniaya. Allah mengangkat do'anya ke
awan dan membukakan pintu-pintu langit. 'Demi kebesaranKu, engkau pasti Aku
tolong meski tidak sekarang." (HR Ahmad dan Tirmidzi)
Namun
harus diingat bahwa segala makanan yang kita makan, kecucian pakaian,
kesucian tempat, itu punya hubungan yang erat dengan pengabulan do'a. Nabi
pernah bersabda, ada seorang yang sudah kumuh pakaiannya, kusut rambutnya
berdo'a kepada Tuhan. Sebenarnya keadaannya yang kumuh itu bisa
mengantarkan do'anya dia diterima. Tapi kalau makanannya haram, minumannya
haram, pakaiannya yang dipakainya terambil dari barang yang haram,
bagaimana bisa dikabulkan doa'nya?
Jadi
do'a itu berkaitan erat dengan kesucian jiwa, pakaian dan makanan. Di bulan
Ramadhan jiwa kita diasah hingga bersih. Semakin bersih jiwa kita, semakin
tulus kita, semakin bersih tempat, pakaian dan makanan, semakin besar
kemungkinan untuk dikabulkan do'a.
8.
Turunnya Lailatul Qodar
Pada
bulan Ramadhan Allah menurunkan satu malam yang sangat mulia. Saking
mulianya Allah menggambarkan malam itu nilainya lebih dari seribu bulan
(QS. al-Qadr). Dikatakan mulia, pertama lantaran malam itulah awal
al-Qur'an diturunkan. Kedua, begitu banyak anugerah Allah dijatuhkan pada
malam itu.
Beberapa
hadits shahih meriwayatkan malam laulatul qodar itu jatuh pada sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan. Seperti dirawikan Imam Ahmad, "Lailatul qadar
adalah di akhir bulan Ramadhan tepatnya di sepuluhb terakhir, malam
keduapuluh satu atau duapuluh tiga atau duapuluh lima atau duapuluh tujuh
atau duapuluh sembilan atau akhir malam Ramadhan. Barangsiapa mengerjakan
qiyamullail (shalat malam) pada malam tersebut karena mengharap ridha-Ku,
maka diampuni dosanya yang lampau atau yang akan datang."
Mengapa
ditaruh diakhir Ramadhan, bukan pada awal Ramadhan? Rupanya karena dua
puluh malam sebelumnya kita mengasah dan mengasuh jiwa kita. Itu adalah
suatu persiapan untuk menyambut lailatul qodar.
Ada
dua tanda lailatul qadar. Al Qur'an menyatakan, "Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat JIbril dengan izin Tuhan mereka untuk
mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan/kedamaian sampai
terbit fajar. (QS al-Qadr: 4-5)
Malaikat
bersifat gaib, kecuali bila berubah bentuk menjadi manusia. Tapi kehadiran
malaikat dapat dirasakan. Syekh Muhammad Abduh menggambarkan, "Kalau
Anda menemukan sesuatu yang sangat berharga, di dalam hati Anda akan
tercetus suatu bisikan, 'Ambil barang itu!' Ada bisikan lain berkata,
'Jangan ambil, itu bukan milikmu!' Bisikan pertama adalah bisikan setan.
Bisikan kedua adalah bisikan malaikat." Dengan demikian, bisikan
malaikat selalu mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal positif. Jadi
kalau ada seseorang yang dari hari demi hari sisi kebajikan dan positifnya
terus bertambah, maka yakinlah bahwa ia telah bertemu dengan lailatul
qodar.
9.
Meningkatkan kesehatan
Sudah
banyak terbukti bahwa puasa dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya, dengan
puasa maka organ-organ pencernaan dapat istirahat. Pada hari biasa
alat-alat pencernaan di dalam tubuh bekerja keras. Setiap makanan yang
masuk ke dalam tubuh memerlukan proses pencernaan kurang lebih delapan jam.
Empat jam diproses di dalam lambung dan empat jam di usus kecil (ileum).
Jika malam sahur dilakukan pada pukul 04.00 pagi, berarti pukul 12 siang
alat pencernaan selesai bekerja. Dari pukul 12 siang sampai waktu berbuka,
kurang lebih selama enam jam, alat pencernaan mengalami istirahat total.
Meningkatkan
sistem kekebalan tubuh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan para ahli
kesehatan, ternyata dengan berpuasa sel darah putih meningkat dengan pesat
sekali. Penambahan jumlah sel darah putih secara otomatis akan meningkatkan
sistem kekebalan tubuh.
Menghambat
perkembangan atau pertumbuhan bakteri, virus dan sel kanker. Dalam tubuh
manusia terdapat parasit-parasit yang menumpang makan dan minum. Dengan
menghentikan pemasukan makanan, maka kuman-kuman penyakit seperti
bakteri-bakteri dan sel-sel kanker tidak akan bisa bertahan hidup. Mereka
akan keluar melalui cairan tubuh bersama sel-sel yang telah mati dan
toksin.
Manfaat
puasa yang lain adalah membersihkan tubuh dari racun kotoran dan ampas,
mempercepat regenasi kulit, menciptakan keseimbangan elektrolit di dalam
lambung, memperbaiki fungsi hormon, meningkatkan fungsi organ reproduksi,
meremajakan atau mempercepat regenerasi sel-sel tubuh, meningkatkan fungsi
fisiologis organ tubuh, dan meningkatkan fungsi susunan syaraf.
10.
Penuh harapan
Saat
berpuasa, ada sesuatu yang diharap-harap. Harapan itu kian besar menjelang
sore. Sehari penuh menahan lapar dan minum, lalu datang waktu buka, wah...
rasanya lega sekali. Alhamdulillah. Itulah harapan yang terkabul. Apalagi
harapan bertemu Tuhan, masya' Allah, menjadikan hidup lebih bermakna.
"Setiap orang berpuasa selalu mendapat dua kegembiraan, yaitu tatkala
berbuka puasa dan saat bertemu dengan Tuhannya." (HR. Bukhari).
11.
Masuk surga melalui pintu khusus, Rayyaan
"Sesungguhnya
di surga itu ada sebuah pintu yang disebut rayyan yang akan dilewati oleh
orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat nanti, tidak diperbolehkan
seseorang melewatinya selain mereka. Ketika mereka dipanggil, mereka akan
segera bangkit dan masuk semuanya kemudian ditutup." (HR. Bukhari)
12.
Minum air telaganya Rasulullah saw
"Barangsiapa
pada bulan Ramadhan memberi makan kepada orang yang berbuka puasa, maka itu
menjadi ampunan bagi dosa-dosanya, dan mendapat pahala yang sama tanpa
sedikit pun mengurangi pahala orang lain. Mereka (para sahabat) berkata,
'Wahai Rasulullah, tidak setiap kami mempunyai makanan untuk diberikan
kepada orang yang berbuka puasa.' Beliau berkata, 'Allah memberikan pahala
kepada orang yang memberi buka puasa meski dengan sebutir kurma, seteguk
air, atau sesisip susu...Barangsiapa memberi minum orang yang berpuasa maka
Allah akan memberinya minum seteguk dari telagak dimana ia tidak akan haus
hingga masuk surga." (HR. Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi)
13.
Berkumpul dengan sanak keluarga
Pada
tanggal 1 Syawal ummat Islam merayakan Hari Raya Idhul Fitri. Inilah hari
kemenangan setelah berperang melawan hawa nafsu dan syetan selama bulan
Ramadhan. Di Indonesia punya tradisi khusus untuk merayakan hari bahagia
itu yang disebut Lebaran. Saat itu orang ramai melakukan silahtuhrahim dan
saling memaafkan satu dengan yang lain. Termasuk kerabat-kerabat jauh
datang berkumpul. Orang-orang yang bekerja di kota-kota pulang untuk
merayakan lebaran di kampung bersama kedua orang tuanya. Maka setiap hari
Raya selalu terjadi pemandangan khas, yaitu orang berduyun-duyun dan
berjubel-jubel naik kendaraan mudik ke kampung halaman. Silahturahim dan
saling memaafkan itu menurut ajaran Islam bisa berlangsung kapan saja.
Tidak mesti pada Hari Raya. Tetapi itu juga tidak dilarang. Justru itu
momentum bagus. Mungkin, pada hari biasa kita sibuk dengan urusan
masing-masing, sehingga tidak sempat lagi menjalin hubungan dengan tetangga
dan saudara yang lain. Padahal silahturahim itu dianjurkan Islam, sebagaimana
dinyatakan hadis, "Siapa yang ingin rezekinya dibanyakkan dan umurnya
dipanjangkan, hendaklah ia menghubungkan tali silaturahmi!" (HR.
Bukhari)
14.
Qaulan tsaqiilaa
Pada
malam Ramadhan ditekankan (disunnahkan) untuk melakukan shalat malam dan
tadarus al-Qur'an. Waktu paling baik menunaikan shalat malam sesungguhnya
seperdua atau sepertiga malam terakhir (QS Al Muzzammil: 3). Tetapi demi
kesemarakan syiar Islam pada Ramadhan ulama membolehkan melakukan terawih
pada awal malam setelah shalat isya' dengan berjamaah di masjid. Shalat ini
populer disebut shalat tarawih. Shalat malam itu merupakan peneguhan jiwa,
setelah siangnya sang jiwa dibersihkan dari nafsu-nafsu kotor lainnya.
Ditekankan pula usai shalat malam untuk membaca Kitab Suci al-Qur'an secara
tartil (memahami maknanya). Dengan membaca Kitab Suci itu seseorang bakal
mendapat wawasan-wawasan yang luas dan mendalam, karena al-Qur'an memang
sumber pengetahuan dan ilham.
Dengan
keteguhan jiwa dan wawasan yang luas itulah Allah kemudian mengaruniai
qaulan tsaqiilaa (perkataan yang berat). Perkataan-perkataan yang berbobot
dan berwibawa. Ucapan-ucapannya selalu berisi kebenaran. Maka orang-orang
yang suka melakukan shalat malam wajahnya bakal memancarkan kewibawaan.
15.
Hartanya tersucikan
Setiap
Muslim yang mampu pada setiap Ramadhan diwajibkan mengeluarkan zakat. Ada
dua zakat, yaitu fitrah dan maal. Zakat fitrah besarnya 2,5 kilogram per
orang berupa bahan-bahan makanan pokok. Sedangkan zakat maal besarnya 2,5
persen dari seluruh kekayaannya bila sudah mencapai batas nisab dan
waktunya. Zakat disamping dimaksudkan untuk menolong fakir miskin, juga
guna mensucikan hartanya. Harta yang telah disucikan bakal mendatangkan
barakah dan menghindarkan pemiliknya dari siksa api neraka. Harta yang
barakah akan mendatangkan ketenangan, kedamaian dan kesejahteraan.
Sebaliknya, harta yang tidak barakah akan mengundang kekhawatiran dan
ketidaksejahteraan
|
IMAN YANG HAQ
Kita
sebagai orang yang memeluk agama Islam tidak boleh berpuas diri dengan
predikat seorang Muslim. Karena keislaman seseorang tidak cukup untuk dapat
menurunkan pertolongan Allah dalam kehidupan kita di dunia. Keislaman juga
belum tentu bisa menyelamatkan kita dari siksa api neraka. Hanya
orang-orang yang beriman sejati yang mendapatkan semua janji2Nya yaitu
kebahagian dunia dan akhirat.
Bagaimanakah
kriteria atau ciri-ciri orang-orang beriman yang sering dipanggil Allah
dengan mesra “…yaa ayyuhal ladzina aamanu…..” ? Allah yang Maha Pengasih
telah menyebutkan di dalam Al Quran surat Al Anfal :2-4
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah
iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian
dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman
dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian
di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
Dalam
firman Allah SWT tersebut jelas sekali menyebutkan bahwa seorang mukmin
yang Haq, yang benar-benar tulen, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut>
1.
Hatinya yang gemetar hatinya bila disebutkan Asma Allah
Gemetarnya
bisa disebabkan karena banyak hal, karena kagum dan takluk pada Kebesaran
Allah. Kebesaran dan Kemuliaan Dzat , Sifat maupun PerbuatanNya. Bisa juga
karena takut terhadap siksa api neraka yang sangat pedih dan terbayangkan
dosa dan kebodohan yang telah dilakukan. Bisa juga gemetar karena berharap
karunia surga – dunia maupun akhirat-. Terkadang gemetar haru mengingat
sifat Kasih Sayang dan PengampunNya ataupun gemetar hati karena melihat
Kebesaran ciptaanNya.
Asma
Allah yang disebutkan dalam Al Quran dan hadits biasa disebut dengan 99
Asmaul Husna (bahkan lebih dari itu) menunjukkan Sifat-Sifat Allah yang
Agung yang wajib kita ketahui, fahami dan hayati maknanya. Pemahaman atas
makna dan tafakkur pada ciptaan2Nya dan Kebesaran Asma-asma Allah itulah
yang dapat menghantarkan seseorang pada “wajilat quluubukum”
2.
Keimanannya bertambah bila dibacakan ayat-ayat Tuhan
Ayat
dalam bahasa Arab artinya bukti. Orang-orang yang imannya tulen bila
dihadapannnya dibacakan ayat Al Quran (dalil naqli) ataupun bukti aqli yang
berupa demonstrasi Kebesaran Allah dalam penciptaan makhluk-makhlukNya maka
bibirnyapun berucap “ Subhanallah…”. Bila membaca Al Quran yang menyebutkan
tentang janji-janji Allah keimanannya bertambah, semangat hidupnya makin
membara dan semakin giat beramal shalih.
Dan
bila dia melihat Kebesaran Allah dalam penciptaan langit , buni dan jagad
raya alam semesta maka diapun makin tunduk dan kagum pada Kuasa Allah.
Bahkan ketika melihat betapa sempurna dan hebatnya pasukan-pasukan Allah
yang berupa misalnya lebah lebah dan madu yang dihasilkan, maka diapun
makin yakin dan kagum pada Allah.
Hari-hari
orang beriman tidak pernah ada yang menjemukan. Setiap detik yang dilalui
dipakai untuk “melihat” demonstrasi Kekuasaan Allah, bertafakkur dan
kemudian bertasbih kepada Allah. Dan itu semua makin meningkatkan imannya.
3.
Bertawakkal hanya kepada Allah
Bagi
orang yang imannya Haq, tidak pernah ada rasa takut dan gentar menghadapi
pernak-pernik dan badai di dalam kehidupan dunia. Ketergantungannya kepada
Allah dan keyakinan bahwa Allah selalu menuntun dan melindunginya
menjadikan langkahnya pasti menapaki roda kehidupan.
….
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan
keluar. dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa
yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang
(dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi
tiap-tiap sesuatu.
Putus
asa tidak ada dalam kamus hidupnya. Hidup dijalani dengan lapang dan mudah
karena jalan keluar dalam tiap masalah, insya Allah ada. Dan rezeki juga
sudah ditanggung oleh Allah Azza wa Jalla.
4.
Mendirikan Shalat
Mereka
ini adalah orang-orang yang gandrung shalat. Shalat menjadi obat segala
masalah kehidupan. Persis seperti yang disabdakan junjungan kita Rasulullah
SAW :
Apabila
engkau mempunyai masalah maka shalat (sunnah) lah 2 rakaat” (HR Bukhari)
Mereka
ini bukan sekedar melakukan shalat tapi mendirikannya. Menjaga rukun-rukunnya,
waktunya, sunnah-sunnahnya dan juga kekhusyuannya. Shalat merupakan
saat-saat yang indah bermunajat kepada Allah, mengadukan beban hidup,
memohonkan kemudahan hidup di dunia dan juga kemuliaan hidup di akhirat.
Shalat tidaklah menjadi beban bagi mereka bahkan shalat merupakan saat
beristirahat dari keruwetan hidup. Dan tepatlah sabda Rasulullah saat
menyuruh Bilal adzan dengan berkata : “Wahai Bilal, berilah istirahat
kepada kita semua!”
Dan
bukti mereka mendirikan shalat adalah akhlaknya di luar shalat. Mengapa ?
Karena shalat itulah yang menghalangi mereka berbuat maksiat dan mungkar.
Semakin baik mutu shalat maka semakin tinggilah akhlak seseorang
5.
Menafkahkan rezeki yang dipunyai
Ciri
terakhir seorang mukmin yang tulen adalah mudahnya dia bersedekah. Baginya
harta karunia Allah yang didalamnya ada hak fakir miskin. Sedekah adalah
tanda syukur kepada Allah kerena diberi kelapangan dalam harta. Tapi dia
juga bersedekah dalam keadaan sempit karena jalan kemudahan akan datang
dengan derasnya sedekah. Hati orang yang mukmin tidak terikat oleh harta
yang dimiliki. Harta diletakkannya di tangan bukan di hati
Demikianlah
ciri-ciri seorang mukmin yang Haq, yang tulen. Dan mukmin sejati inilah
yang mendapatkan janji Allah yaitu kemuliaan derajat, pengampunan dosa-dosa
dan rezeki yang halal dan berkah.
Semoga
bahasan ini bisa menjadi jalan intropeksi bagi diri kita masing-masing.
Apakah kita sudah mempunyai 5 ciri-ciri di atas ? Bila sudah, kita harus
mensyukuri dan meminta Allah mengekalkan sifat-sifat mulia ini dalam diri
kita. Bila kita belum memiliki 5 ciri ini maka kita perlu berusaha
semaksimal mungkin agar kita bisa menjadi seorang mukmin sejati, yang
dicintai Allahu Rabbi
|
19 PERKARA YANG MERUSAK AMAL
1.
Kufur, Syirik, Murtad, dan Nifaq.
Wahai
orang Muslim, wahai hamba Allah! Ketahuilah, siapa yang mati dalam keadaan
kafir atau musyrik atau murtad, maka segala amal yang baik tidak ada
manfaatnya untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti shadaqah,
silaturrahim, berbuat baik kepada tetangga dan lain-lainnya. Sebab di
antara syarat taqarrub adalah mengetahui siapa yang didekati. Sementara itu
orang kafir tidak begitu. Maka secara spontan amalnya menjadi rusak dan
sia-sia.
Allah
berfirman: "Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, maka
mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka
itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya" [Al-Baqarah: 217].
"Barang
siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam), maka
hapuslah amalannya dan ia pada akhirat termasuk orang-orang yang
merugi." [Al-Maidah: 5].
"Dan
sesunggunya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu
dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi’." [Az-Zumar: 65].
Allah
juga berfirman, mengabarkan tentang keadaan semua rasul: "Seandainya
mereka mempersekutukan Allah, niscaya leyaplah dari mereka amalan yang
telah mereka kerjakan." [Al-An’am: 88].
Dan
juga sabda Rasulullah saw: "Apabila orang-orang mengumpulan
orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian untuk satu hari
dan tiada keraguan di dalamnya, maka ada penyeru yang berseru: ‘Barangsiapa
telah menyekutukan seseorang dalam suatu amalan yang mestinya dikerjakan karena
Allah, lalu dia minta pahala di sisi-Nya, maka sesungguhnya Allah adalah
yang paling tidak membutuhkan untuk dipersekutukan’." [HR. At-Tirmidzi
3154, Ibnu Majah 4203, Ahmad 4/215, Ibnu Hibban 7301, hasan].
2.
Riya’.
Celaan
terhadap riya’ telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Firman Allah:
"... seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada
manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu sperti batu yang licin dan diatasnya ada tanah, kemudian
batu itu mejadilah bersih (tidak bertanah). Mereka itu tidak menguasai
sesuatu sesuatu apapun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang kafir." [ Al-Baqarah: 264].
Rasullullah
saw bersabda: "Sesungguhnya yang aku paling takutkan atas kamu
sekalian ialah syirik kecil, yaitu riya’. Allah berfirman pada hari kiamat,
tatkala memberikan balasan terhadap amal-amal manusia, ‘Pergilah kepada
orang-orang yang dulu kamu berbuat riya’ di dunia, lalu lihatlah apakah
kamu mendapatkan balasan bagi mereka?" [HR. Ahmad 5/428, 429, shahih].
Maka
dari itu jauhilah riya’, karena ia merupakan bencana amat jahat, yang bisa
menggugurkan amal dan menjadikannya sia-sia. Ketahuilah, bahwa orang-orang
yang riya’ adalah pertama kali menjadi santapan neraka, karena mereka telah
menikmati hasil perbuatannya di dunia, sehingga tidak ada yang menyisa di
akhirat.
Ya
Allah, sucikanlah hati kami dari nifaq dan amal kami yang riya’ teguhkanlah
kami pada jalan-Mu yang lurus, agar datang keyakinan kepada kami.
3.
Menyebut-Nyebut Shadaqah dan Menyakiti Orang Yang Diberi.
Allah
berfirman: "Hai orang-orang yang beriman jangalah kamu menghilangkan
(pahala) shadaqahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima)." [Al-Baqarah: 264].
Ketahuilah
wahai hamba Allah! Jika engkau menshadaqahkan harta karena mengharap balasa
dari orang yang engkau beri, maka engkau tidak adakn mendapatkan keridhaan
Allah. Begitu pula jika engkau menshadaqahkannya karena terpaksa dan
menyebut-nyebut pemberianmu kepada orang lain.
Rasulullah
saw bersabda: "Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan
yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua,
menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan takdir." [HR. Ibnu Abi Ashim
323, Ath-Thabrany 7547, hasan].
Abu
Bakar Al-Warraq berkata, "Kebaikan yang paling baik, pada setiap waktu
adalah perbuatan yang tidak dilanjuti dengan menyebut-nyebutnya."
Allah
berfirman: "Perkataan baik dan pemberian maaf lebih baik dari shadaqah
yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah
Maha Kaya lagi Maha Penyantun." [Al-Baqarah: 263].
4.
Mendustakan Takdir.
Ketahuilah
wahai orang Mukmin, iman seorang hamba tidak dianggap sah kecuali dia
beriman kepada takdir Allah, baik maupun buruk. Dia juga harus tahu bahwa
bencana yang menimpanya bukan unutk menyalahkannya, dan apa yang membuatnya
salah bukan untuk menimpakan bencana kepadanya. Semua ketentuan sudah
ditetapkan dan ditulis di Mushhaf yang hanya dikethaui Allah semata, sebelum
suatu peristiwa benar-benar terjadi dan sebelum Dia menciptakan alam.
Rasulullah
saw bersabda: "Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan
yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua,
menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan takdir."
Dan
sabda beliau yang lain: "Andaikata Allah mengadzab semua penhuni
langit dan bumi-Nya, maka Dia tidak zhalim terhadap mereka. Dan, andaikata
Allah merahmati mereka, maka rahmat-Nya itu lebih baik bagi mereka dari
amal-amal mereka. Andaikata engkau membelanjakan emas seperti gunung Uhud
di jalan Allah, maka Allah tidak akan menerima amalmu sehingga engkau
beriman kepada takdir, dan engkau tahu bahwa bencana yang menimpamu, dan
apa yang membuatmu salah bukan untuk menimpakan bencana kepadamu. Andaikata
engkau mati tidak seperti ini, maka engkau akan masuk neraka." [HR.
Abu Daud 4699, Ibnu Majah 77, Ahmad 5/183, 185, 189, shahih].
5.
Meninggalkan Shalat Ashar.
Allah
memperingatkan manusia agar tidak meninggalkan shalatul-wustha (shalat ashar)
karena dilalaikan harta, keluarga atau keduniaan. Allah mengkhususkan bagi
pelakunya dengan ancaman keras, khususnya shalat ashar. Firman-Nya:
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang yang
lalai dari shalatnya." [Al-Ma’un: 4-5].
Rasulullah
saw bersabda: "Orang tidak mengerjakan shalat ashar, seakan-akan dia
ditinggalkan sendirian oleh keluarga dan hartanya." [HR. Al-Bukhari
2/30, Muslim 626]
Dari
Abu Al-Malih, atau Amir bin Usamah bin Umair Al-Hadzaly, dia berkata,
"Kami bersama Buraidah dalam suatu perperangan pada suatu hari yang
mendung. Lalu ia berkata, ‘Segeralah melaksanakan shalat ashar, karena Nabi
saw pernah berkata: "Barangsiapa meninggalkan shalat ashar, maka
amalnya telah lenyap." [HR. Al-Bukhari 2/31, 66].
6.
Bersumpah Bahwa Allah Tidak Mengampuni Seseorang
Dari
Jundab ra sesungguhnya Rasulullah saw mengisahkan tentang seorang laki-laki
yang berkata, "Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni Fulan. Padahal
Allah telah berfirman, ‘Siapa yang bersumpah kepada-Ku, bahwa aku tidak
mengampuni Fulan, maka aku mengampuni Fulan itu dan menyia-nyiakan amalnya
(orang yang bersumpah)." [HR. Muslim 16/174].
Ketahuilah,
bahwa memutuskan manusia dari rahmat Allah merupakan sebab bertambahnya
kedurhakaan orang yang durhaka. Karena dia merasa yakin, pintu rahmat Ilahi
sudah ditutup di hadapannya, sehingga dia semakin menyimpang jauh dan
durhaka, hanya karena dia hendak memuaskan nafsunya. Allah akan
mengadzabnya dengan adzab yang tidak diberikan kepada orang lain.
Bukanlah
sudah selayaknya jika Allah menghapus pahala amal orang yang menutup pintu
kebaikan dan membuka pintu keburukan, sebagai balasan yang setimpal
baginya?
7.
Mempersulit Rasulullah, dengan Perkataan maupun Perbuatan.
Allah
berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan
suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan
suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian
yang lainm supaya tidak menghapus (pahala) amalanmu, sedang kamu tidak menyadarinya."
[Al-Hujurat: 2].
Dari
Anas bin Malik ra, tatkala ayat ini turun maka Tsabit bin Qais di rumahnya,
seraya berkata, "Pahala amalku telah terhapus, dan aku termasuk
penghuni neraka." Dia juga menghidari Nabi saw. Lalu beliau bertanya
kepada Sa’d bin Mu’adz, "Wahai Abu Amr, mengapa Tsabit mengeluh?"
Sa’d
menjawab, "Dia sedang menyendiri dan saya tidak tahu kalau dia sedang
mengeluh."
Lalu
Sa’d mendatangi Tsabit dan mengabarkan apa yang dikatakan Rasulullah. Maka
Tsabit berkata, "Ayat ini telah turun, sedang engkau sekalian tahu
bahwa aku adalah orang yang paling keras suaranya di hadapan Rasulullah.
Berarti aku termasuk penghuni neraka."
Sa’d
menyampaikan hal ini kepada beliau, lalu beliau berkata, "Bahwa dia
termauk penghuni surga." [HR. Al-Bukhari 6/260, Muslim 2/133-134].
Dengan
hadits ini jelaslah bahwa mengeraskan suara yang dapat menghapus pahala
amal adalah suara yang menggangu Rasulullah, menentang perintah beliau,
tidak taat dan tidak mengikuti beliau, baik perkataan maupun perbuatan.
Allah
berfirman: "Hai orang-orang yang beriman taatlah kepada Allah dan
Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu." [Muhammad:
33].
8.
Melakukan Bid’ah Dalam Agama.
Melakukan
bid’ah akan mengugurkan amal dan menghapus pahala. Dalam hal ini Rasulullah
saw bersabda: "Barangsiapa yang menciptakan sesuatu yang baru dalam
agama kami ini yang tidak termasuk bagian darinya, maka ia tertolak."
Dalam
riwayat lain disebutkan: "Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang
tidak termasuk agama kami, maka ia tertolak." [HR. Al-Bukhari 5/301,
Muslim 12/16].
9.
Melanggar Hal-Hal Yang Diharamkan Allah Secara Sembunyi-Sembunyi.
Dari
Tsauban ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: "Benar-benar akan
kuberitahukan tentang orang-orang dari umatku yang datang pada hari kiamat
dengan membawa beberapa kebaikan seperti gunung Tihamah yang berwarna
putih, lalu Allah menjadikan kebaikan-kebaikan itu sebagai debu yang
berhamburan". Tsauban berkata, "Wahai Rasulullah, sebutkan
sifat-sifat mereka kepada kami dan jelaskan kepada kami, agar kami tidak
termasuk diantara mereka, sedang kami tidak mengetahuiny". Beliau
bersabda: "Sesungguhnya mereka itu juga saudara dan dari jenismu.
Mereka shalat malam seperti yang kamu kerjakan. Hanya saja mereka adalah
orang-orang yang apabila berada sendirian dengan hal-hal yang diharamkan
Allah maka, mereka melanggarnya." [HR. Ibnu Majah 4245, shahih].
10.
Merasa Gembira Jika Ada Orang Mukmin Terbunuh.
Darah
orang Muslim itu dilindungi. Maka seseorang tidak boleh menumpahkan
darahnya menurut hak Islam.
Rasulullah
saw bersabda: "Barangsiapa membunuh seorang Mukmin lalu ia merasa
senag terhadap pembunuhannya itu, maka Allah tidak akan menerima ibadah
yang wajib dan yang sunat darinya." [HR. Abu Daud 4270, shahih].
11.
Menetap Bersama Orang-Orang Musyrik Di Wilayah Perperangan.
Dari
Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata: "Aku
berkata, ‘wahai Nabi Allah, aku tidak pernah mendatangimu sehingga aku
menjalin persahabatan lebih banyak dari jumlah jari-jari tangan? Apakah
sekarang aku tidak boleh mendatangimu dan mendatangi agamamu? Sesungguhnya
aku dulu adalah orang yang tidak pernah melalaikan sesuatu pun kecuali apa
yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya kepadaku, dan sesungguhnya aku ingin
bertanya atas ridha Allah, dengan apa Rabb-mu mengutusmu kepada kami?"
Beliau
menjawab, "Dengan Islam."
"Apakah
tanda-tanda Islam itu?", Dia bertanya.
Beliau
menjawab, "Hendaklah engkau mengucapkan: ‘Aku berserah diri kepada
Allah’, hendaklah engkau bergantung kepada-Nya, mendirikan shalat dan
mengeluarkan zakat. Setiap orang Muslim atas orang Muslim lainnya adalah
haram (menyakiti), keduanya adalah saudara dan saling menolong. Allah tidak
akan menerima suatu amalan dari orang Muslim setelah dia masuk Islam,
sehingga dia meninggalkan orang-orang kafir untuk bergabung dengan
orang-orang Muslim." [HR. An-Nasa’i 5/82-83, Ibnu Majah 2536, Ahmad
5/4-5, hasan].
12.
Mendatangi Dukun dan Peramal.
Beliau
saw mengancam orang-orang yang mendatangi dukun dan sejenisnya, lalu
meminta sesuatu kepadanya, bahwa shalatnya tidak akan diterima selama empat
puluh hari. Beliau bersabda: "Barangsiapa mendatangi peramal lalu
bertanya tentang sesuatu kepadanya, maka shalatnya tidak akan diterima
selama empat puluh hari." [HR. Muslim 14/227].
Ancaman
ini diperuntukkan bagi orang yang mendatangi dukun dan menanyakan sesuatu
kepadanya. Sedangkan orang yang membenarkannya, maka dia dianggap sebagai
orang yang mengingkari apa yang diturunkan kepada Rasulullah saw. Beliau
bersabda: "Barangsiapa mendatangi peramal atau dukun lalu membenarkan
apa yang dikatakannya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan
kepada Muhammad saw." [HR. Muslim 135, Abu Daud 3904, Ahmad
2/408-476].
13.
Durhaka Kepada Kedua Orang Tua.
Allah
telah memerintahkan agar berbuat baik kepada ibu bapak dan berbakti kepada
keduanya. Dia memperingatkan, mendurhakai keduanya dan mengingkari
kelebihan keduanya dalam pendidikan merupakan dosa besar dan melenyapkan
pahala amal. Rasulullah saw bersabda: "Tiga orang, Allah tidak
menerima ibadah yang wajib dan yang sunat dari mereka, yaitu orang yang
durhaka kepada orang tua, menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan
takdir."
14.
Meminum Khamr.
Rasulullah
saw bersabda: "Barangsiapa meminum khamr, maka shalatnya tidak
diterima selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah
mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima
(lagi) selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah
mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima
(lagi) selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah
mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima
(lagi) selama empat puluh pagi (hari). Dan, jika mengulanginya keempat
kalinya, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi
(hari). Jika dia bertaubat maka Allah tidak mengampuninya dan Dia
mengguyurnya dengan air sungai al-khabal." Ada yang bertanya,
"Wahai Abu Abdurrahman (Nabi), apakah sungai al-khabal itu?"
Beliau menjawab, "Air sungai dari nanah para penghuni neraka."
[HR. At-Tirmidzi 1862, shahih].
15.
Perkataan Dusta dan Palsu.
Rasulullah
saw bersabda: "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan
pelaksaannya, maka Allah tidak mempunyai kebutuhan untuk meninggalkan
makanan dan minumannya." [HR. Al-Bukhari 4/16, 10/473].
Di
dalam hadits ini terkandung dalil perkataan palsu dan pengamalannya dapat
meleyapkan pahala puasa.
16.
Memelihara Anjing, Kecuali Anjing Pelacak, Penunggu Tanaman atau Berburu.
Rasulullah
saw bersabda: "Barangsiapa memelihara seekor anjing, maka pahala
amalnya dikurangi setiap hari satu qirath (dalam riwayat lain: dua qirath)
kecuali anjang untuk menjaga tanaman atau pun anjing pelacak." [HR.
Al-Bukhari 6/360, Muslim 10, 240].
17.
Wanita Yang Nusyuz, Hingga Kembali Menaati Suaminya.
Rasulullah
saw bersabda: "Dua orang yang shalatnya tidak melebihi kepalanya,
yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya hingga kembali lagi kepadanya dan
wanita yang mendurhakai suaminya hingga kembali lagi."
18.
Orang Yang Menjadi Imam Suatu Kaum dan Mereka Benci Kepadanya.
Rasulullah
saw bersabda: "Tiga orang yang shalatnya tidak melebihi telinga
mereka, yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya sehingga dia kembali
yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya sehingga dia kembali, wanita yang
semalaman suaminya dalam keadaan marah kepadanya, dan imam suatu kaum,
sedang mereka benci kepadanya." [HR. At-Tirmidzi 360, shahih].
Ada
kisah yang dinukil dari Manshur, dia berkata: "Kami pernah bertanya
tentang masalah imam. Maka ada yang menjawab, "Yang dimaksud hadits
ini adalah imam yang zhalim. Sedangkan imam yang menegakkan Sunnah, maka
dosanya kembali kepada orang-orang yang membencinya."
19.
Orang Muslim Mejauhi Saudaranya Sesama Muslim Tanpa Alasan Yang Dibenarkan
Syariat.
Dari
Abu Hurairah ra, seungguhnya Rasulullah saw bersabda: "Pintu-pintu
surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, lalu setiap hamba yang tidak
menyekutukan sesuatu dengan Allah akan diampuni, kecuali seseorang yang
antara dirinya dan saudaranya terdapat permusuhan. Lalu dikatakan:
‘Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini
hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai.
Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai." [HR. Muslim 16/122,
123].
(Salim
Al-Hilaly)
|
3 JENIS PEKERJAAN YANG DICINTAI ALLAH
Suatu
ketika Abdullah bin Mas’ud bertanya
pada Rasulullah SAW: ” Wahai Rasulullah pekerjaan apakah yang paling Allah
cintai?”, Beliau menjawab: “Shalat pada waktunya”. Ia bertanya: “Lalu
apalagi Ya Rasul?”, Beliau menjawab: “Taat pada orang tua”. Ia bertanya:
“Lalu apalagi Ya Rasul?”, Beliau
menjawab: “Jihad di jalan Allah.”
Hadist
di atas diriwayatkan lebih dari satu imam, sebut saja Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, Nasa’i, Ahmad, Dârul Quthni dan yang lainnya.
Hadis
ini cukup menarik perhatian kita, selain perawinya yang banyak, kandungan
hadis di atas pun layak untuk dicermati. Mengapa shalat tepat pada waktunya
dapat menempati rating teratas dari sekian banyak pekerjaan yang sangat
Allah cintai, ternyata ia dapat “menyisihkan” ketaatan pada orang tua dan
jihad di jalan Allah.
Padahal,
sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa perintah untuk taat pada orang
tua adalah perintah yang sangat urgent, terbukti hampir dalam setiap
larangan menyekutukan Tuhan (syirik) selalu disandingkan dengan perintah
untuk menaati orang tua. Belum lagi dengan Jihad. Ternyata shalat pada
waktunya dapat mengungguli sebuah amalan yang balasannya sudah dijanjikan
Allah berupa surga dan selalu
menjadi idaman seluruh Muslim.
Menurut
Prof Dr Musthafa ‘Imarah, Dosen Hadis dan Ilmu Hadis Fakultas Ushuludin
Univeristas Al-Azhar, Kairo, Rasulullah SAW memang tidak hanya sekali
ditanya tentang pekerjaan yang paling dicintai Allah, jawaban Beliau pun
variatif disesuaikan dengan orang yang bertanya dan kondisi saat itu. Walau
demikian, hadis shalat pada awal waktu adalah hadis terbanyak yang terdapat
dalam kitab-kitab hadis dibanding dengan hadis-hadis lain.
Kenyataan
ini cukup menarik hingga Ibnu Hajar dalam “Fathul Bari” nya menukil
perkataan Ibnu Bazizah bahwa jihad memang didahulukan dibanding pekerjaan
fisik yang lain karena ia merupakan pekerjaan yang berat, akan tetapi
kesabaran untuk menjaga shalat dan melaksanakannya tepat waktu adalah
pekerjaan yang terus dilakukan secara berulang-ulang hingga hanya orang
yang benar-benar bertakwalah yang dapat terus menjaganya.
Dr
Abdul Fattah Abu Ghuddah menyimpulkan bahwa dalam hadis tersebutlah
terdapat kunci kesuksesan Umat Islam, yaitu
dengan memanfaatkan waktu. Ia berargumen karena shalat termasuk
ibadah yang sudah ditentukan waktunya. Jika seorang Muslim melaksanakannya
tepat waktu, dan juga selalu memperhatikan setiap pekerjaan pada waktunya
maka hal itu akan membuat semuanya dapat terlaksana dengan baik sebagaimana
mestinya karena ia sudah menjadi sebuah kebiasaan dan watak dalam prilaku
dan kehidupan soerang Muslim. Dari sinilah terlihat jelas rahasia mengapa
syariat mengistimewakan ibadah shalat dibanding seluruh ibadah lain.
Selain
shalat sebenarnya syariat pun telah menggambarkan beberapa pekerjaan yang
harus sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Seperti haji, zakat (baik
zakat fitr atau zakat mâl), puasa, berkurban, memberi nafkah, hutang,
gadai, bertamu, haid, nifas dan lain-lain. Dari sini Islam ingin mengisyaratkan
akan pentingnya penentuan waktu dan banyaknya kemaslahatan dan manfaat yang ada didalamnya.
Mudah-mudahan
kita selalu dijadikan orang-orang yang selalu menjaga shalat dan menjadi
hamba yang on time. Allahu wa Rasuluhu a’lam.
|
10 WASIAT NABI THD PUTRINYA
Ada
10 wasiat Rasulullah kepada puterinya Fathimah binti Muhammad. Sepuluh
wasiat yang beliau sampaikan merupakan mutiara yang termahal nilainya bila
kemudian dimiliki oleh setiap isteri salehah.
1. Ya
Fathimah, kepada wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya,
Allah pasti akan menetapkan kebaikan baginya dari setiap biji gandum,
melebur kejelekan, dan meningkatkan darjat wanita itu.
2. Ya
Fathimah, kepada wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami
dan anak-anaknya, nescaya Allah menjadikan dirinya dengan neraka sejauh
tujuh tabir pemisah.
3. Ya
Fathimah, tiadalah seorang yang meminyaki rambut anak-anaknya lalu
menyisirnya dan mencuci pakaiannya, melainkan Allah akan menetapkan pahala
baginya seperti pahala memberi makan seribu orang yang kelaparan dan
memberi pakaian seribu orang yang telanjang.
4. Ya
Fathimah, tiadalah wanita yang menahan keperluan jiran tetangganya,
melainkan Allah akan menahannya dari minum telaga kautsar pada hari kiamat
nanti.
5. Ya
Fathimah, yang lebih utama dari seluruh keutamaan di atas adalah keredhaan
suami terhadap isteri. Andaikata suamimu tidak redha kepadamu, maka aku
tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah wahai Fathimah, kemarahan suami adalah
kemurkaan Allah.
6. Ya
Fathimah, apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan
baginya, dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta
melebur seribu kejelekan. Ketika wanita merasa sakit akan melahirkan, Allah
menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah.
Jika dia melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti
ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya. Bila meninggal ketika
melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikitpun. Didalam kubur akan
mendapat pertamanan indah yang merupakan bahagian dari taman syurga. Dan
Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala seribu orang yang
melaksanakan ibadah Haji dan Umrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan
baginya hingga hari kiamat.
7. Ya
Fathimah, tiadalah wanita yang melayani suami selama sehari semalam dengan
rasa senang serta ikhlas, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya serta
memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau,
dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan
Allah memberikan kepadanya pahala seratus kali beribadah Haji dan Umrah.
8. Ya
Fathimah, tiadalah wanita yang tersenyum di hadapan suami, melainkan Allah
memandangnya dengan pandangan penuh kasih.
9. Ya
Fathimah, tiadalah wanita yang membentangkan alas tidur untuk suami dengan
rasa senang hati, melainkan para malaikat yang memanggil dari langit
menyeru wanita itu agar menyaksikan pahala amalnya, dan Allah mengampuni
dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang.
10.
Begitu indah menjadi wanita, dengan kelembutan dan kasihnya dapat merubah
dunia Jadikanlah diri-dirimu menjadi wanita solehah, agar negeri menjadi
indah, kerana dirimu adalah tiang negeri ini.
|
Perjalanan
waktu terus berlangsung. Tanpa terasa sekian ramadhan telah dilewati. Ini
membuktikan bahwa masa sudah saling berdekatan sebagaimana yang di
beritakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Barangkali sebagian kita
telah melalui ramadhan selama enam puluh tahun, ada pula yang lima puluh
tahun, empat puluh tahun, tiga puluh tahun, dua puluh tahun, atau lebih
maupun kurang. Namun apa hasil yang sudah kita raih untuk kebaikan agama
dan akherat kita. Sudahkah tempaan bulan suci ramadhan mampu meningkatkan
kualitas ketakwaan kita kepada Allah. Atau masihkah tingkah laku kita sama
dengan masa sebelumnya bahkan malah lebih parah. Kita memohon kepada Allah
ampunan dan rahmat-Nya.
Wahai
segenap kaum muslimin, marilah kita merenungi Firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang berikut ini, (yang artinya):
“Wahai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana
diwajibkan atas orang –orang yang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian
bertakwa (kepada Allah)”. (Al Baqarah: 183)
Apabila
bertakwa kepada Allah menjadi tujuan yang utama dalam melaksanakan puasa
ramadhan berarti pemenangnya adalah orang yang berhasil meningkatkan mutu
ketakwaannya selepas bulan yang suci ini. Tentu sangat ironis, jika seorang
yang berpuasa di bulan ramadhan justru lebih jauh dari Allah pada
bulan-bulan yang berikutnya. Bahkan merupakan kesalahan yang besar bila
seorang yang berpuasa mau menahan diri dari hawa nafsu dan syahwat
hanya dalam bulan suci ramadhan dan
tak lebih dari itu. Semestinya, fenomena rasa antusias yang sedemikain
tinggi untuk melaksanakan ibadah dan menjauhi kemaksiatan dalam bulan suci
ramadhan bisa ditularkan pada perputaran waktu yang selanjutnya.
Wahai
segenap kaum muslimin, marilah kita menghilangkan dari benak kita asumsi
bahwa ramadhan hanya sekadar seremonial ritual agama yang di gelar karena
adat istiadat umat islam.
Selepasnya, kita kembali kepada kemerosatan keyakinan dan moral yang
sudah berlangsung sebelumnya dengan sangat parah dan rendah.
Marilah kita menjadikan
ramadhan sebagai pendidikan spiritual yang mampu membentuk kita sebagai
manusia-manusia berkualitas di mata Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Wahai
segenap kaum muslimin, sesungguhnya bulan suci ramadhan ini mengandung
berbagai pelajaran dan hikmah yang cukup banyak. Ibarat buah yang sudah
ranum diatas pohonnya dan hanya tinggal menanti siapa yang datang untuk
memetiknya. Dalam tulisan yang ala kadarnya ini, kami mencoba untuk
menyuguhkan sebagian pelajaran dan hikmah bulan suci ramadhan bagi para
pembaca yang budiman, dengan harapan semoga Allah memberkati kehidupan kita
dari waktu ke waktu yang kita lalui, sehingga kita menjadi semakin baik dan
lebih bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Berpuasa
Berpuasa
adalah syariat dahulu kala yang diwarisi oleh para nabi dan rasul sampai
kepada nabi kita Muhammad shallahu ‘alihi wasalam. Berpuasa menyimpan
keberkatan dan kemanfaatan yang banyak sekali, baik dari sisi agama maupun
kehidupan. Oleh karena itu, islam mensyariatkan amalan yang mulia ini bukan
hanya pada bulan suci ramadhan. Selain puasa ramadhan disana masih terdapat
puasa-puasa yang lainnya, Ada yang wajib dan ada pula yang sunnah. Yang wajib, misalnya seperti puasa
qadha`, puasa kaffarah, dan puasa nadzar. Adapun yang sunnah, misalnya
seperti puasa nabi Daud yaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka, Puasa
hari senin dan kamis, puasa hari-hari putih yaitu tanggal tiga belas, empat
belas, dan limas belas dari setiap pertengahan bulan hijriyah dan lain
sebagainya.
Berpuasa
disyariatkan oleh Allah melalui Rosul-Nya adalah dalam rangka meningkatkan
mutu ketakwaan kita. Disamping itu, berpuasa dapat menghindarkan kita dari
segala gejolak hawa nafsu dan syahwat yang menyesatkan. Singkatnya, dengan
berpuasa, kita bisa menyelamatkan diri dari amukan api neraka. Rosulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, (yang artinya):
“Berpuasa
itu adalah tameng yang dengannya seorang hamba bisa membentengi diri dari
amukan api neraka”. (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan yang selain keduanya,
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dengan sanad yang hasan)
Ya,
berpuasa adalah tameng yang membentengi kita dari amukan api neraka.
Bagaimana tidak? Dengan berpuasa, kita telah menutup pintu-pintu syaithan
yang berada dalam tubuh kita.
Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, (yang artinya):
“Sesungguhnya
syaithan itu mengalir pada diri seorang anak Adam laksana aliran darah”.
(HR. Al Bukhari dan Muslim dari Shafiyyah radhiyallahu ‘anha)
Maka
dengan berpuasa, kita telah menutup pintu syaithan untuk menyelusup ke
dalam diri kita. Sebab kita telah meninggalkan makan, minum, dan syahwat
kita selama berpuasa karena Allah. Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah Ta’ala
berfirman, (yang artinya):
“Setiap
amalan anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa
itu adalah untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya. Dia meninggalkan makan,
minum, dan syahwatnya karena Aku”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu)
Wahai
segenap kaum muslimin, ketahuilah, bahwa lambung yang penuh merupakan
sarang syaithan yang paling kotor. Dari lambung yang penuh itu, dia akan
menggoda seorang manusia untuk durhaka kepada Allah. Seorang hamba yang
lambungnya penuh memiliki tenaga, kekuatan, daya, dan potensi yang cukup
besar untuk berbuat apa saja. Maka syaithan menggunakan peluang emas ini
untuk menggodanya agar memuaskan segenap hawa nafsu dan syahwat dunia yang
diinginkannya tanpa harus memperdulikan syariat Allah. Oleh karena itu,
barangsiapa yang ingin mampu mengendalikan berbagai dorongan hawa nafsu dan
syahwat kesenangan dunia yang sedang bergejolak hebat dalam dirinya, maka
hendaklah dia berpuasa. Maka dengan berpuasa, dia akan terbebas dari segala
ajakan hawa nafsu dan syahwat yang bisa menjerongkokkannya ke dalam
berbagai lembah hitam yang rendah lagi nista. Termasuk syahwat dunia yang
bisa dia redam dengan berpuasa adalah syahwat terhadap wanita-wanita yang
diharamkan atasnya. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, (yang
artinya):
“Wahai
sekalian para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang sudah mampu, maka
hendaklah dia segera menikah, karena yang demikian itu lebih menundukkan
pandangannya dan menjaga kehormatannya, dan barangsiapa yang belum mampu,
maka hendaklah dia berpuasa, karena yang demikian itu buat dirinya adalah
tameng”. (HR. Al Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)
Betapa
banyak para pria yang terjungkal ke dalam lembah neraka jahannam disebabkan
oleh fitnah wanita. Intinya, bahwa berpuasa adalah senjata ampuh guna
meredam dan mengendalikan hawa nafsu dan syahwat yang durjana. Jika kita
telah mengetahui hal ini, maka berpuasa bukan hanya amalan rutinitas pada
bulan suci ramadhan. Akan tetapi lebih daripada itu, berpuasa adalah
kebutuhan rohani yang semestinya ditunaikan sesuai prosedur syariat islam
yang benar demi menggapai kebaikan dunia dan akherat, sehingga kita menjadi
manusia-manusia yang lebih bertakwa dan berkualitas di mata Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Wallahu a’lam bish shawab.
|
5 Perusak Hati
Hati
adalah pengendali. Jika ia baik, baik pula perbuatannya. Jika ia rusak,
rusak pula perbuatannya. Maka menjaga hati dari kerusakan adalah niscaya
dan wajib.
Tentang
perusak hati, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan ada lima perkara,
'bergaul dengan banyak kalangan (baik dan buruk), angan-angan kosong,
bergantung kepada selain Allah, kekenyangan dan banyak tidur.'
Bergaul
dengan banyak kalangan
Pergaulan
adalah perlu, tapi tidak asal bergaul dan banyak teman. Pergaulan yang
salah akan menimbulkan masalah. Teman-teman yang buruk lambat laun akan
menghitamkan hati, melemahkan dan menghilangkan rasa nurani, akan membuat
yang bersangkutan larut dalam memenuhi berbagai keinginan mereka yang
negatif.
Dalam
tataran riel, kita sering menyaksikan orang yang hancur hidup dan
kehidupannya gara-gara pergaulan. Biasanya out put semacam ini, karena
motivasi bergaulnya untuk dunia. Dan memang, kehancuran manusia lebih
banyak disebabkan oleh sesama manusia. Karena itu, kelak di akhirat, banyak
yang menyesal berat karena salah pergaulan. Allah berfirman:
"Dan
(ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya
seraya berkata, 'Aduhai (dulu) kiranya aku mengambil jalan bersama-sama
Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si
fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari
Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu telah datang kepadaku." (Al-Furqan:
27-29).
"Teman-teman
akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain,
kecuali orang-orang yang bertakwa." (Az-Zukhruf: 67).
"Sesungguhnya
berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan
perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini, kemudian di
hari Kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian
kamu melaknati sebagian (yang lain), dan tempat kembalimu adalah Neraka,
dan sekali-kali tidak ada bagimu para penolong." (Al-Ankabut: 25).
Inilah
pergaulan yang didasari oleh kesamaan tujuan duniawi. Mereka saling
mencintai dan saling membantu jika ada hasil duniawi yang diingini. Jika
telah lenyap kepentingan tersebut, maka pertemanan itu akan melahirkan duka
dan penyesalan, cinta berubah menjadi saling membenci dan melaknat.
Karena
itu, dalam bergaul, berteman dan berkumpul hendaknya ukuran yang dipakai
adalah kebaikan. Lebih tinggi lagi tingkatannya jika motivasi pertemanan
itu untuk mendapatkan kecintaan dan ridha Allah.
Larut
dalam angan-angan kosong
Angan-angan
kosong adalah lautan tak bertepi. Ia adalah lautan tempat berlayarnya
orang-orang bangkrut. Bahkan dikatakan, angan-angan adalah modal
orang-orang bangkrut. Ombak angan-angan terus mengombang-ambingkannya,
khayalan-khayalan dusta senantiasa mempermainkannya. Laksana anjing yang
sedang mempermainkan bangkai.
Angan-angan
kosong adalah kebiasaan orang yang berjiwa kerdil dan rendah. Masing-masing
sesuai dengan yang diangankannya. Ada yang mengangankan menjadi raja atau
ratu, ada yang ingin keliling dunia, ada yang ingin mendapatkan harta
kekayaan melimpah, atau isteri yang cantik jelita. Tapi itu hanya
angan-angan belaka.
Adapun
orang yang memiliki cita-cita tinggi dan mulia, maka cita-citanya adalah
seputar ilmu, iman dan amal shalih yang mendekatkan dirinya kepada Allah.
Dan ini adalah cita-cita terpuji. Adapun angan-angan kosong ia adalah tipu
daya belaka. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memuji orang yang
bercita-cita terhadap kebaikan.
Bergantung
kepada selain Allah
Ini
adalah faktor terbesar perusak hati. Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya
dari bertawakkal dan bergantung kepada selain Allah.
Jika
seseorang bertawakkal kepada selain Allah maka Allah akan menyerahkan
urusan orang tersebut kepada sesuatu yang ia bergantung kepadanya. Allah
akan menghinakannya dan menjadikan perbuatannya sia-sia. Ia tidak akan
mendapatkan sesuatu pun dari Allah, juga tidak dari makhluk yang ia
bergantung kepadanya. Allah berfirman, artinya:
"Dan
mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar
sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak,
kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan
(pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan
menjadi musuh bagi mereka." (Maryam: 81-82)
"Mereka
mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan.
Berhala-berhala itu tidak dapat menolong mereka, padahal berhala-berhala
itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka." (Yasin:
74-75)
Maka
orang yang paling hina adalah yang bergantung kepada selain Allah. Ia
seperti orang yang berteduh dari panas dan hujan di bawah rumah laba-laba.
Dan rumah laba-laba adalah rumah yang paling lemah dan rapuh. Lebih dari
itu, secara umum, asal dan pangkal syirik adalah dibangun di atas
ketergantungan kepada selain Allah. Orang yang melakukannya adalah orang
hina dan nista. Allah berfirman, artinya: "Janganlah kamu adakan tuhan
lain selain Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan
(Allah)." (Al-Isra': 22)
Terkadang
keadaan sebagian manusia tertindas tapi terpuji, seperti mereka yang
dipaksa dengan kebatilan. Sebagian lagi terkadang tercela tapi menang,
seperti mereka yang berkuasa secara batil. Sebagian lagi terpuji dan
menang, seperti mereka yang berkuasa dan berada dalam kebenaran. Adapun
orang yang bergantung kepada selain Allah (musyrik) maka dia mendapatkan
keadaan yang paling buruk dari empat keadaan manusia, yakni tidak terpuji
dan tidak ada yang menolong.
Makanan
Makanan
perusak ada dua macam.
Pertama
, merusak karena dzat/materinya, dan ia terbagi menjadi dua macam. Yang
diharamkan karena hak Allah, seperti bangkai, darah, anjing, binatang buas
yang bertaring dan burung yang berkuku tajam. Kedua, yang diharamkan karena
hak hamba, seperti barang curian, rampasan dan sesuatu yang diambil tanpa
kerelaan pemiliknya, baik karena paksaan, malu atau takut terhina.
Kedua,
merusak karena melampaui ukuran dan takarannya. Seperti berlebihan dalam
hal yang halal, kekenyangan kelewat batas. Sebab yang demikian itu
membuatnya malas mengerjakan ketaatan, sibuk terus-menerus dengan urusan
perut untuk memenuhi hawa nafsunya. Jika telah kekenyangan, maka ia merasa
berat dan karenanya ia mudah mengikuti komando setan. Setan masuk ke dalam
diri manusia melalui aliran darah. Puasa mempersempit aliran darah dan
menyumbat jalannya setan. Sedangkan kekenyangan memperluas aliran darah dan
membuat setan betah tinggal berlama-lama. Barangsiapa banyak makan dan
minum, niscaya akan banyak tidur dan banyak merugi.
Dalam
sebuah hadits masyhur disebutkan: "Tidaklah seorang anak Adam memenuhi
bejana yang lebih buruk dari memenuhi perutnya (dengan makanan dan
minuman). Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap (makanan) yang bisa
menegakkan tulang rusuknya. Jika harus dilakukan, maka sepertiga untuk
makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk
nafasnya." (HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan Hakim, dishahihkan oleh
Al-Albani).
Kebanyakan
tidur
Banyak
tidur mematikan hati, memenatkan badan, menghabiskan waktu dan membuat lupa
serta malas. Di antara tidur itu ada yang sangat dibenci, ada yang berbahaya
dan sama sekali tidak bermanfaat. Sedangkan tidur yang paling bermanfaat
adalah tidur saat sangat dibutuhkan.
Segera
tidur pada malam hari lebih baik dari tidur ketika sudah larut malam. Tidur
pada tengah hari (tidur siang) lebih baik daripada tidur di pagi atau sore
hari. Bahkan tidur pada sore dan pagi hari lebih banyak madharatnya
daripada manfaatnya.
Di
antara tidur yang dibenci adalah tidur antara shalat Shubuh dengan
terbitnya matahari. Sebab ia adalah waktu yang sangat strategis. Karena
itu, meskipun para ahli ibadah telah melewatkan sepanjang malamnya untuk
ibadah, mereka tidak mau tidur pada waktu tersebut hingga matahari terbit.
Sebab waktu itu adalah awal dan pintu siang, saat diturunkan dan
dibagi-bagikannya rizki, saat diberikannya barakah. Maka masa itu adalah
masa yang strategis dan sangat menentukan masa-masa setelahnya. Karenanya,
tidur pada waktu itu hendaknya karena benar-benar sangat terpaksa.
Secara
umum, saat tidur yang paling tepat dan bermanfaat adalah pada pertengahan
pertama dari malam, serta pada seperenam bagian akhir malam, atau sekitar
delapan jam. Dan itulah tidur yang baik menurut pada dokter. Jika lebih
atau kurang daripadanya maka akan berpengaruh pada kebiasaan baiknya.
Termasuk tidur yang tidak bermanfaat adalah tidur pada awal malam hari,
setelah tenggelamnya matahari. Dan ia termasuk tidur yang dibenci Rasul
Shallallahu 'alaihi wa sallam .
(Disadur dari Mufsidaatul Qalbi Al-Khamsah, min
kalami Ibni Qayyim Al-Jauziyyah) Abu Okasha Ainul Haris
|
GANJARAN SEDEKAH
"Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
butir, pada tiap-tiap butir, seratus biji, Allah melipatgandakan (ganjaran)
bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (Karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui" (QS. Al-Baqarah:261)
Kebaikan
yang dikerjakan oleh setiap muslim akan diganjar Allah 10 kali lipat sampai
700 kali lipat. Tidak terkecuali bersedekah dan berinfak di jalan Allah
SWT. Bersedekah termasuk ibadah yang bermanfaat bagi si pelaku dan objek
yang menerima sedekah tersebut. Bersedekah itu tidak mengurangi harta,
bahkan harta yang disedekahi akan membawa berkah. Hal itu dipraktekan oleh
Rasulullah saw seperti yang diriwayatkan oleh Hakim bin Hizam bahwa
Rasulullah saw itu senang bersedekah tetapi beliau tidak mau menerima
sedekah. Banyak orang masuk Islam karena pemberian dari Rasulullah saw.
Tetapi Annas bin Malik melaporakan bahwa mereka masuk Islam di pagi hari
disebabkan oleh dunia, di sore hari mereka telah berubah, dan justru
mengeluarkan hartanya di jalan Allah SWT.
Nabi
Muhammad saw mengingatkan bahwa manusia senang membanggakan hartanya,
sementara yang dia dapat menikmatinya hanya sedikit; barang yang dipakai
akan usang, makanan yang dimakan menjadi sari dan kotoran, dan yang
disedekahkan di jalan Allah , itu saja yang tertinggal dan bermanfaat (HR.
Muslim).
Alangkah
beruntungnya orang yang mengerti terhadap amanat harta yang diembanya,
sehingga dia tidak berkeberatan untuk menyalurkannya di jalan Allah, itulah
harta yang berkah.
Oleh
:
Al-Islam
- Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
|
MEMBANGUN KELUARGA ISLAMI
4:21)
yang kata ini digunakan juga untuk menyebut perjanjian antara para Nabi
dengan Allah Swt dalam mengemban perjuangan da’wah (QS 33:7). Oleh karena
itu pernikahan dan walimatul arusy harus dilaksanakan yang sesuai dengan
ajaran Islam. Karena itu pernikahan jangan sampai dinodai dengan hal-hal
yang bernilai maksiat. Sesudah pernikahan berlangsung, kehidupan berumah
tanggapun harus dijalani dengan sebaik-baiknya meskipun tantangan dan
godaan menjalani kehidupan rumah tangga yang Islami sangat banyak.
Untuk
menjalani kehidupan rumah tangga yang islami, ada beberapa hal yang harus
mendapat perhatian suami dan isteri.
1.
Memperkokoh Rasa Cinta.
Cinta
merupakan perekat dalam kekokohan kehidupan rumah tangga, bila rasa cinta
suami kepada isteri atau sebaliknya telah hilang dari hatinya, maka
kehancuran rumah tangga sangat sulit dihindari. Oleh karena itu suasana
cinta mencintai harus saling ditumbuh-suburkan atau diperkokoh, tidak hanya
pada masa-masa awal kehidupan rumah tangga, tapi juga pada masa-masa
selanjutnya hingga suami isteri mencapai masa tua dan menemui kematian.
Rasulullah
Saw sebagai seorang suami berhasil membagi dan menumbuh-suburkan rasa cinta
kepada semua isterinya sehingga isteri yang satu mengatakan dialah yang
paling dicintai oleh Rasul, begitu juga dengan isteri yang lainnya.
Berumah
tangga itu diumpamakan seperti orang yang sedang berlayar, ketika pelayaran
baru dimulai, kondisi di kapal masih tenang karena disamping penumpangnya
betul-betul ingin menikmati pelayaran itu, juga karena belum ada kesulitan,
belum ada ombak dan angin kencang yang menerpa, tapi ketika kapal itu telah
mencapai lautan yang jauh, barulah terasa ombak besar dan angin yang sangat
kencang menerpa, dalam kondisi seperti itu saling mengokohkan rasa cinta
antara suami dengan isteri menjadi sesuatu yang sangat penting dalam
menghadapi dan mengatasi terpaan badai kehidupan rumah tangga. Pernikahan
dilangsungkan dengan maksud agar lelaki dan wanita yang mengikat hubungan
suami isteri dapat memperoleh ketenangan dan rasa cinta. Allah berfirman
yang artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menjadikan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar menjadi tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir (QS 30:21).
2.
Saling Hormat Menghormati.
Saling
cinta mencintai itu harus diperkokoh dengan saling hormat menghormati,
suami hormat kepada isteri dengan memberikan penghargaan yang wajar
terhadap hal-hal baik yang dilakukan isterinya, begitu juga dengan isteri
terhadap suaminya dengan menerima apa-apa yang diberikan suami meskipun
jumlahnya tidak banyak.
Awal-awal
kehidupan rumah tangga selalu dengan masa romantis yang segalanya indah,
bahkan adanya kelemahan dan kekurangan tidak terlalu dipersoalkan,
romantisme memang membuat penilaian suami terhadap isteri dan isteri
terhadap suaminya menjadi sangat subyektif. Tapi ketika rumah tangga
berlangsung semakin lama mulailah muncul penilaian yang obyektif dalam arti
suami menilai isteri atau isteri menilai suami apa adanya. Dulu ketika masa
romantis, kekurangan masing-masing sebenarnya sudah terlihat tapi tidak
terlalu dipersoalkan, tapi sekarang kekurangan yang tidak prinsip saja
dipersoalkan, dalam kondisi seperti itulah diperlukan konsolidasi hubungan
antara suami dan isteri hingga masing-masing menyadari bahwa memang
kekurangan itu ada tapi dia juga harus menyadari akan adanya kelebihan.
Dalam
kehidupan rumah tangga Rasulullah Saw, beliau telah mencontohkan kepada
kita betapa beliau berlaku baik kepada keluarganya, dalam satu hadits
beliau bersabda: Orang yang paling baik diantara kamu adalah yang paling
baik dengan keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku
(HR. Thabrani).
3.
Saling Menutupi Kekurangan.
Suami
dan isteri tentu saja memiliki banyak kekurangan, tidak hanya kekurangan
dari segi fisik, tapi juga dari sifat-sifat. Oleh karena itu suami isteri
yang baik tentu saja menutupi kekurangan-kekurangan itu yang berarti tidak
suka diceriterakan kepada orang lain, termasuk kepada orang tuanya sendiri.
Meskipun
demikian dengan maksud untuk konsultasi dan perbaikan atas persoalan
keluarga kepada orang yang sangat dipercaya, maka seseorang boleh saja
mengungkapkan kekurangan sifat-sifat suami atau isteri.
4.
Kerjasama Dalam Keluarga.
Dalam
mengarungi kehidupan rumah tangga tentu saja banyak beban yang harus
diatasi, misalnya beban ekonomi, dalam hal ini suami harus mencari nafkah
dan isteri harus membelanjakannya dengan sebaik-baiknya dalam arti untuk
membeli hal-hal yang baik dan tidak boros. Begitu juga dengan tanggung
jawab terhadap pendidikan anak yang dalam kaitan ini diperlukan kerjasama
yang baik antara suami dan isteri dalam menghasilkan anak-anak yang shaleh.
Kerjasama yang baik dalam mendidik anak itu antara lain dalam bentuk
sama-sama meningkatkan keshalehan dirinya sebagai orang tua karena mendidik
anak itu harus dengan keteladanan yang baik, juga tidak ada kontradiksi
antara sikap bapak dengan ibu dalam mendidik anak dan sebagainya. Keharusan
kita bekerjasama dalam hal-hal yang baik difirmankan Allah yang artinya:
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS 5:2).
5.
Memfungsikan Rumah Tangga Secara Optimal.
Masa
sesudah menikah juga harus dijalani dengan memfungsikan keluarga seoptimal
mungkin sehingga rumah tangga itu tidak sekedar dijadikan seperti terminal
dalam arti anggota keluarga menjadikan rumah sekedar untuk singgah
sebagaimana terminal, tapi semestinya rumah tangga itu difungsikan sebagai tempat
kembali guna menghilangkan rasa penat dan memperbaiki diri dari pengaruh
yang tidak baik serta memperkokoh hubungan dengan sesama anggota keluarga.
Oleh
karena itu keluarga harus dioptimalkan fungsinya seperti masjid dalam arti
rumah difungsikan juga sebagai tempat untuk mengokohkan hubungan dengan
Allah Swt dan sesama anggota keluarga sehingga bisa dihindari sikap
individual antar sesama anggota keluarga.
Disamping
itu rumah juga harus difungsikan seperti madrasah yang anggota keluarganya
harus memperoleh ilmu dan pembinaan karakter sehingga suami dan isteri
diharapkan berfungsi seperti guru bagi anak-anaknya yang memberikan ilmu
dan keteladanan yang baik.
Yang
juga penting dalam kehidupan sekarang dan masa mendatang adalah
memfungsikan keluarga seperti benteng pertahanan yang memberikan kekuatan
pertahanan aqidah dan kepribadian dalam menghadapi godaan-godaan kehidupan
yang semakin banyak menjerumuskan manusia ke lembah kehidupan yang bernilai
maksiat dalam pandangan Allah dan rasul-Nya.
Mewujudkan
rumah tangga yang Islami merupakan sesuatu yang tidak mudah, banyak sekali
kendala, baik internal maupun eksternal yang harus dihadapi. Namun harus
diingat bahwa kendala yang besar dan banyak itu bukan berarti mewujudkan
rumah tangga yang Islam tidak bisa, setiap kita harus yakin akan
kemungkinan bisa membentuk rumah tangga yang Islami, kalau kita sudah
yakin, maka kita dituntut membuktikan keyakinan itu dengan kesungguhan. Hal
ini karena melaksanakan ajaran Islam memang sangat dituntut kesungguhan
yang sangat.
Akhirnya
untuk meraih kehidupan rumah tangga yang bahagia, ada baiknya kita telaah
hadits Rasul saw berikut ini:
Empat
perkara yang merupakan dari kebahagian seseorang, yaitu: mempunyai isteri
yang shalehah, mempunyai anak yang berbakti, mempunyai teman yang shaleh
dan mencari rizki di negerinya sendiri (HR. Dailami dari Ali ra)
|
|