CIRI – CIRI MANUSIA TERBURUK DALAM ISLAM
Rasulullah
SAW sebagai teladan dan contoh kita selalu memberikan ciri2 atau tanda2
tentang kriteria manusia terbaik dihadapan Allah SWT. Selain menyebutkan
beberapa kriteria manusia-manusia terbaik menurut pandangan Islam,
hadits-hadits Rasulullah ternyata juga memberikan tanda2 kriteria
manusia-manusia terburuk. Tentu saja, maksudnya cukup jelas. Beliau
mendorong kita untuk meniru kebaikan kelompok pertama, dan menjauhi keburukan
kelompok kedua. Mungkin sudah cukup banyak dikupas tentang siapa saja
sebaik-baik manusia (khairun-naas) itu, maka kini giliran kita mengetahui
siapa saja seburuk-buruk manusia (syarrun-naas). Pertanyaannya Mengapa
demikian?
Sebab,
mengetahui keburukan adalah salah satu cara untuk bisa menghindarinya.
Seorang Sahabat Nabi, yaitu Hudzaifah bin Yaman
pernah berkata, “Dulu orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang
kebaikan, namun saya bertanya kepada beliau tentang keburukan, karena saya
khawatir jika terjerumus ke dalamnya.”
Jadi,
siapa sajakah manusia-manusia terburuk itu, sehingga kita bisa mendidik
diri kita sendiri agar tidak seperti mereka?
Pertama, orang yang bermuka dua. Rasulullah
bersabda, “Kalian akan mendapati seburuk-buruk manusia adalah orang-orang
yang bermuka dua. Dia mendatangi kelompok yang ini dengan satu wajah, dan
mendatangi kelompok lainnya dengan wajah lain pula.” (Riwayat
Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah).
Yang
dimaksud “orang bermuka dua” adalah kaum munafik. Dia tidak memiliki
pendirian dan keteguhan dalam imannya. Maka, bila berkumpul dengan kaum
Muslimin, seolah-olah ia bagian dari mereka. Namun, jika bersama-sama kaum
kafir, bisa jadi ia lebih dahsyat kekafirannya dibanding kaum kafir itu sendiri.
Padahal,
Allah mengancam kaum munafik akan dimasukkan ke dasar neraka yang terdalam.
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu
(ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu
sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS.
an-Nisa’: 145)
Kedua, orang yang ditakuti sesama manusia karena
kejahatannya Suatu ketika, ada seseorang yang minta izin untuk bertamu
kepada Rasulullah. Tatkala melihatnya, beliau berkata, “Izinkah dia masuk.
Dia ini seburuk-buruk keturunan – atau: anggota – suatu kabilah!” Tatkala
dia telah masuk, ternyata Rasulullah bersikap sangat lembut dan bahkan
tertawa-tawa bersamanya. Setelah ia pergi, ‘Aisyah bertanya, “Wahai
Rasulullah, Anda telah menyatakan apa yang Anda nyatakan tadi (tentang orang
itu), lalu mengapa Anda berbicara secara lemah lembut kepadanya?” Beliau
menjawab, “Wahai ‘Aisyah, sungguh manusia yang paling buruk kedudukannya di
sisi Allah adalah seseorang yang ditinggalkan – atau: dijauhi – oleh
sesamanya semata-mata mereka takut kepada kejahatannya.” (Riwayat
Bukhari-Muslim, dari ‘Aisyah).
Ketiga, orang yang tidak bisa disadarkan oleh
pesan-pesan Al-Qur’an. Rasulullah bersabda, “Di antara manusia yang
terburuk adalah seorang pendurhaka lagi kurang ajar, yang membaca Kitab
Allah namun tidak tersadarkan oleh satu pun darinya.” (Riwayat Ahmad,
dengan sanad hasan).
Jadi,
apakah yang bisa diharapkan dari seseorang yang tidak mempan oleh nasihat
dari Allah? Hatinya telah terkunci mati, sehingga ia akan lebih sesat
dibanding seekor hewan ternak sekalipun.
“Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat- ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka
berbuat zalim.
“Barangsiapa
yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan
barangsiapa yang disesatkan Allah [583], maka merekalah orang-orang yang
merugi.”
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka
Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. Kedatangan
azab Allah kepada orang-orang yang mendustakan ayat- ayat-Nya dengan cara
istidraj.” (QS. al-A’raf: 177-179)
Dalam
ayat yang lain Allah Mengatakan :
“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka
itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak
itu).” (QS: al-Furqan:44).
Ciri Manusia terburuk yang Keempat, orang yang mengalami Hari Kiamat
dan menjadikan kuburan sebagai masjid. Rasulullah bersabda, “Di antara
manusia terburuk adalah mereka yang mendapati Hari Kiamat dan orang-orang
yang menjadikan kuburan sebagai masjid.” (Riwayat Ibnu Hibban. Isnad-nya
hasan).
Hadits
ini berhubungan dengan pernyataan beliau lainnya, bahwa Hari Kiamat tidak
akan terjadi kecuali jika sudah tidak ada seorang pun yang menyeru nama
Allah di muka bumi. Tentu saja, zaman di mana nama Allah tidak lagi dikenal
pastilah merupakan zaman terburuk, dan berisi manusia-manusia terburuk.
Adapun menjadikan kuburan sebagai masjid, maka cukup banyak hadits lain
yang melarangnya, di antaranya karena hal itu meniru-niru atau menyamai
perbuatan kaum Yahudi dan Kristen.
Kelima, orang yang merusak akhiratnya demi meraih
dunia milik orang lain. Rasulullah
bersabda, “Di antara orang yang paling buruk kedudukannya pada Hari Kiamat
adalah seseorang hamba yang menghancurkan akhiratnya demi merebut dunia
milik orang lain.” (Riwayat Ibnu Majah. Menurut al-Bushiri: sanad-nya
hasan).
Yang
dimaksud adalah orang yang membunuh sesamanya demi merampok hartanya,
sehingga karena ambisi dunia itulah dia merebut hak milik orang lain dan
menghancurkan akhiratnya sendiri. Atau, dia bersedia membantu orang zhalim
demi meraih iming-iming duniawi, sehingga agamanya pun hancur.Keenam, orang
yang panjang umurnya, tapi jelek amal perbuatannya. Abu Bakrah bercerita,
bahwa suatu kali seseorang bertanya kepada Rasulullah, “Orang seperti
apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya dan
baik amalnya.” Dia bertanya lagi, “Lalu, orang seperti apa yang paling
buruk?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya, tapi jelek amal
perbuatannya.” (Riwayat Tirmidzi. Hadits shahih li ghairihi).
Ketujuh, orang yang tidak bisa diharapkan
kebaikannya dan justru tidak bisa dirasa aman dari keburukannya. Abu
Hurairah bercerita, bahwa suatu kali Rasulullah berdiri di dekat beberapa
orang yang duduk-duduk, lalu bertanya, “Maukah kalian aku beritahu siapa
orang terbaik dibandingkan orang terburuk di antara kalian?” Mereka pun
terdiam (tidak menjawab). Beliau mengulangi pertanyaannya tiga kali, lalu
ada seseorang yang menjawab, “Mau, wahai Rasulullah. Beritahu kami siapa
orang terbaik dibanding orang terburuk di antara kami.” Beliau bersabda,
“Yang terbaik di antara kalian adalah orang yang bisa diharapkan
kebaikannya dan dirasa aman dari keburukannya. Sedangkan orang terburuk di
antara kalian adalah orang yang tidak bisa diharapkan kebaikannya dan
justru tidak bisa dirasa aman dari keburukannya.” (Riwayat Tirmidzi. Hadits
hasan-shahih).
Wallahu
a’lam
Orang - orang yang Didoakan oleh Malaikat
Allah
SWT berfirman, "Sebenarnya (malaikat - malaikat itu) adalah hamba -
hamba yang dimuliakan, mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan
mereka mengerjakan perintah - perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu
yang dihadapan mereka dan yang dibelakang mereka, dan mereka tidak
memberikan syafa'at melainkan kepada orang - orang yang diridhai Allah, dan
mereka selalu berhati - hati karena takut kepada-Nya" (QS Al Anbiyaa'
26-28)
Inilah
orang - orang yang didoakan oleh para malaikat :
Orang
yang tidur dalam keadaan bersuci. Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari
Abdullah bin Umar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa
yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam
pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa 'Ya Allah,
ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci'" (hadits
ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib
I/37)
Orang
yang duduk menunggu shalat. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra.,
bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah salah seorang diantara kalian
yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali
para malaikat akan mendoakannya 'Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah
sayangilah ia'" (Shahih Muslim no. 469)
Orang
- orang yang berada di shaf bagian depan di dalam shalat. Imam Abu Dawud
(dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra' bin 'Azib ra., bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada
(orang - orang) yang berada pada shaf - shaf terdepan" (hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)
Orang
- orang yang menyambung shaf (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalm
shaf). Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan
Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang
- orang yang menyambung shaf - shaf" (hadits ini dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)
Para
malaikat mengucapkan 'Amin' ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Jika seorang Imam membaca 'ghairil maghdhuubi 'alaihim
waladh dhaalinn', maka ucapkanlah oleh kalian 'aamiin', karena barangsiapa
ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni
dosanya yang masa lalu" (Shahih Bukhari no. 782)
Orang
yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat. Imam Ahmad
meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Para
malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama
ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum
batal wudhunya, (para malaikat) berkata, 'Ya Allah ampunilah dan sayangilah
ia'" (Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)
Orang
- orang yang melakukan shalat shubuh dan 'ashar secara berjama'ah. Imam
Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat (
yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari
hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap
tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat 'ashar dan
malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat 'ashar) naik (ke
langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal,
lalu Allah bertanya kepada mereka, 'Bagaimana kalian meninggalkan hambaku
?', mereka menjawab, 'Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat
dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka
ampunilah mereka pada hari kiamat'" (Al Musnad no. 9140, hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)
Orang
yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda' ra., bahwasannya Rasulullah
SAW bersabda, "Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan
tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan.
Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali
dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut
berkata 'aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan'"
(Shahih Muslim no. 2733)
Orang
- orang yang berinfak. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak satu hari pun
dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun
kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, 'Ya Allah, berikanlah
ganti bagi orang yang berinfak'. Dan lainnya berkata, 'Ya Allah,
hancurkanlah harta orang yang pelit'" (Shahih Bukhari no. 1442 dan
Shahih Muslim no. 1010)
Orang
yang makan sahur. Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan
dari Abdullah bin Umar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang -
orang yang makan sahur" (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)
Orang
yang menjenguk orang sakit. Imam Ahmad meriwayatkan dari 'Ali bin Abi
Thalib ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang mukmin
menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya
yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan sa
ja
hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh" (Al Musnad
no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, "Sanadnya shahih")
Seseorang
yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain. Diriwayatkan oleh Imam
Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku
atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni
langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan,
semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang
lain" (dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At
Tirmidzi II/343)
10 Jawaban Mengatasi Bisikan Iblis
Ada
sepuluh cara setidaknya, agar kita bisa menjawab godaan setan yang selalu
ingin menjerumuskan kita ke jurang neraka. Cara praktis mengusir iblis dan
bala tentaranya itu tertuang nasihat seorang ulama dalam dialog antara
manusia dan iblis:
1.
Jika ia datang kepadamu dan berkata:" Anakmu mati," katakan
kepadanya : Sesungguhnya mahluk hidup diciptakan untuk mati, dan penggalan
mdariku(putraku) akan masuk surga. Dan hal itu membuatku bahagia".
2.
Jika ia datang kepadamu dan berkata:" Hartamu musnah," katakan
kepadanya : "Segala puji bagi Allah Zat Yang Maha Memberi dan
Mengambil, dan menggugurkan atasku kewajiban zakat."
3.
Jika ia datang kepadamu dan berkata:" Orang-orang menzalimimu
sedangkan kamu tidak menzalimi seorangpun." maka katakan kepadanya :
"Siksaan akan menimpa orang-orang yang berbuat zalim dan tidak menimpa
orang-orang yang berbuat kebajikan (Mukhsinin)".
4.
Dan jika ia datang kepadamu dan berkata: "Betapa banyak
kebaikanmu," dengan tujuan menjerumuskan untuk bangga diri(Ujub). Maka
katakan kepadanya: "Kejelekan-kejelekanku jauh lebih banyak dari pada
kebaikanku".
5.
Dan jika ia datang kepadamu dan berkata:"Alangkah banyaknya
shalatmu". Maka katakan : "Kelalaianku lebih banyak dibanding
shalatku".
6.
Dan jika ia datang dan berkata: "Betapa banyak kamu bersedekah kepada
orang-orang". Maka katakan kepadanya: "Apa yang saya terima dari
Allah jauh lebih banyak dari yang saya sedekahkan".
7.
Dan jika ia berkata kepadamu : "Betapa banyak orang yang
menzalimimu". Maka katakan kepadanya : "Orang-orang yang kuzalimi
lebih banyak".
8.
Dan jika ia berkata kepadamu : "Betapa banyak amalmu". Maka
katakan kepadanya: "Betapa seringnya aku bermaksiat".
9.
Dan jika ia datang kepadamu dan berkata: "Minumlah minuman-minuman
keras!". Maka katakan : "Saya tidak akan mengerjakan
maksiat".
10.
Dan jika ia datang kepadamu dan berkata: "Mengapa kamu tidak mencintai
dunia?". Maka katakan : "Aku tidak mencintainya dan telah banyak
orang lain yang tertipu olehnya".
|
ISTIQOMAH
Istiqomah
adalah komitmen & konsisten dalam tauhid, ibadah & akhlak. Rahasia
besar ISTIQOMAH adalah:
1.
HADIAH ALLAH, "ALLAH menyeru manusia menuju ke SyurgaNYA, &
menunjuki org yg dikehendakiNYA kpd JALAN yg LURUS". (Yunus:25),
2.
Hidupnya dalam manhaj ALQUR'AN & AS SUNNAH,
3.
Para Malaikat mengaguminya, mendoakannya & mengaminkan setiap doa2 nya,
4.
"As sahlu" kemudahan urusan dunia & akhirat,
5.
Bahagia sekali krn hidupnya dalam KETERATURAN TAAT,
6.
Buah dari KEIKHLASAN akan RIDHO ALLAH,
7.
Puncak dari "Ma'rifatullah wa mahabbatuhu" mengenal &
mencintai ALLAH,
8.
Amalan para Rasul,
9.
Meninggal dunia dalam KENIKMATAN TAAT & KERINDUAN BERJUMPA dengan
ALLAH,
10.
Meraih SYURGA ALLAH. (QS 41: 30-32).
"Allahumma Ya ALLAH haqqiqna bittaqwa
wal istiqoomah...Ya ALLAH tetapkan kuatkan hidup kami dalam ketaqwaan &
istiqomah...aamiin".
Tanda-Tanda Husnul Khatimah
Setiap
yang bernyawa pasti akan tiba ajalnya (QS Ali-Imran [3]:185). Hanya saja
waktu dan lokasinya adalah sebuah misteri. Manusia tidak dapat mengetahui
dan menetapkan jadwal kematian, karena ini adalah rencana dari Allah SWT.
Kematian
pula bukanlah kejadian biasa, tapi ia adalah peristiwa besar yang
menyakitkan yang ditandai dengan terputusnya hubungan antara roh dan jasad,
perubahan situasi dan adanya peralihan dari suatu alam ke alam lain.
Kematian
berlaku dengan fenomena yang beraneka ragam, secara umum dapat dibagi
kepada dua keadaan. Pertama, meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah
(akhir hayat yang bagus).
Dan
kedua, meninggal dunia dalam keadaan suul khatimah (akhir hayat yang
buruk). Keadaan yang pertama menunjukkan suatu gambaran bahwa nasib yang
akan dialami oleh si mayat setelah kematiannya akan bahagia.
Sebaliknya,
keadaan yang kedua menggambarkan keburukan yang bakal dialaminya. Bagi
orang yang meninggal dalam keadaan husnul khatimah mempunyai tanda-tanda
tertentu yang sepatutnya diketahui oleh setiap individu, terutama kalangan
umat Islam.
Tanda-tanda
tersebut, di antaranya sebagai berikut. Pertama, mengucapkan kalimat tauhid
(syahadah). Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang di akhir hayatnya
mengucapkan la ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah,
kecuali Allah SWT), maka ia masuk surga.” (HR Abu Dawud).
Kedua,
dahi atau keningnya berkeringat. Sebuah riwayat dari Buraidah bin Hashib RA,
dia berada di Khurasan. Lalu, saudaranya kembali kepadanya dalam keadaan
sakit sehingga ia sempat menyaksikan kematiannya.
Saat
saudaranya meninggal dunia, ia melihat keringat keluar dari dahinya, dan
berkata, “Allahu Akbar”. Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“Meninggalnya seorang Mukmin ditandai dengan keringat di dahinya.” (HR
Tirmizi, Nasa’i, dan Ibn Majah).
Ketiga,
meninggal dunia pada malam Jumat atau siang harinya. Tanda ini didasarkan
pada hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Umar RA. Dia mendengar bahwa Nabi
SAW bersabda, “Tidaklah seorang Muslim meninggal dunia pada hari Jumat atau
malamnya, melainkan Allah akan melindunginya dari fitnah siksa kubur.” (HR
Tirmizi).
Keempat,
mati syahid. Ada lima macam mati syahid yang disebutkan oleh Nabi Muhammad
SAW, yakni disebabkan wabah (al-math’un), sakit perut ( al-mabthun), karam
atau tenggelam (al-ghariq), tertimpa tanah runtuh (shahibul hadm), dan
syahid dalam perang di jalan Allah. (HR Bukhari dan Muslim).
Itulah
di antara tanda-tanda meninggal dunia secara husnul khatimah yang
disebutkan oleh nabi dan rasul panutan kita, Nabi Muhammad SAW.
Mudah-mudahan kelak kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang
meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah (akhir yang baik), yakni
golongan yang memperoleh hakikat kebahagiaan dan kemuliaan di sisi Allah
SWT. Wallahu al-Musta’an.
|
TIGA
NASEHAT
Rasulullah
SAW pernah memberikan tiga buah nasehat kepada kedua sehabatnya Abu Dzar
Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman bin Jabal:
“Bertakwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu
berada, dan ikutilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat
menghapuskannya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak terpuji.” HR.
Tirmidzi
Tiga
pesan Rasulullah SAW tersebut layak untuk kita perhatikan karena sangat
berkaitan erat dengan kehidupan kita sehari-hari.
1-
BERTAQWA DIMANA SAJA
Definisi
dari kata taqwa dapat dilihat dari percakapan antara sahabat Umar dan Ubay
bin Ka’ab ra. Suatu ketika sahabat Umar ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab
apakah taqwa itu? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?”
Umar menjawab; “Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?”
Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay
berkata; “Maka demikian pulalah taqwa!”
Sedang
menurut Sayyid Qutub dalam tafsirnya—Fi Zhilal al-Qur`an—taqwa adalah
kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan
hati-hati terhadap semua duri atau halangan dalam kehidupan.
Kalau
ada suatu iklan minuman ringan: “Dimana saja dan kapan saja …”, maka
nasehat Nabi SAW ini menunjukkan bahwa kita harus bertaqwa dimana saja.
Sedang perintah taqwa kapan saja terdapat dalam surat Ali Imron 102:
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam”
Jadi
dimanapun dan kapanpun kita harus menjaga ketaqwaan kita. Taqwa dimana saja
memang sulit untuk dilakukan dan harus usaha yang dilakukan harus ekstra
keras. Akan sangat mudah ketaqwaan itu diraih ketika kita bersama orang
lain, tetapi bila tidak ada orang lain maka maksiyat dapat dilaksanakan.
Sebagai contoh, ketika kita berkumpul di dalam suatu majelis zikir, pikiran
dan pandangan kita akan terjaga dengan baik. Tetapi ketika kita berjalan sendirian
di suatu tempat perbelanjaan, maka pikiran dan pandangan kita bisa tidak
terjaga. Untuk menjaga ketaqwaan kita dimanapun saja, maka perlunya kita
menyadari akan pengawasan Allah SWT baik secara langsung maupun melalui
malaikat-Nya.
2
KEBAIKAN YANG MENGHAPUSKAN KESALAHAN
Setiap
orang selalu melakukan kesalahan. Hari ini mungkin kita sudah melakukan
kesalahan baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari. Oleh sebab
itu, segera setelah kita melaksanakan kesalahan, lakukan kebaikan. Kebaikan
tersebut dapat menghapuskan kesalahan yang telah dilakukan.
Untuk
dosa yang merugikan diri sendiri, maka salah satu cara untuk menghapusnya
adalah dengan bersedekah. Rasulullah SAW bersabda “sedekah itu menghapus
kesalahan sebagaimana air memadamkan api”. Maka ada orang yang ketika dia
sakit maka dia akan memberikan sedekah agar penyakitnya segera sembuh. Hal
ini dikarenakan segala penyakit yang kita miliki itu adalah karena
kesalahan yang kita pernah lakukan.
Sedang
dosa yang dilakukan terhadap orang lain maka yang perlu dilakukan adalah
memohon maaf yang bagi beberapa orang sangat sulit untuk dilakukan. Padahal
Rasulullah SAW selalu minta maaf ketika bersalah bahkan terhadap Ibnu Ummi
Maktum beliau memeluknya dengan hangat seraya berkata “Inilah orangnya, yang
membuat aku ditegur oleh Allah… (QS. Abasa)”. Setelah minta maaf kemudian
bawalah sesuatu hadiah atau makanan kepada orang tersebut, maka kesalahan
tersebut insya Allah akan dihapuskan.
3-
AKHLAQ YANG TERPUJI
Akhlaq
terpuji adalah keharusan dari setiap muslim. Tidak memiliki akhlaq tersebut
akan dapat mendekatkan seseorang dalam siksaan api neraka. Dari beberapa
jenis akhlaq kita terhadap orang lain, yang perlu diperhatikan adalah
akhlaq terhadap tetangga.
“Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan menyakiti
tetangganya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah)
Dari Abu Syuraih ra, bahwa Nabi Muhammad saw
bersabda: “Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak
beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman.” Ada yang bertanya: “Siapa itu
Ya Rasulullah?” Jawab Nabi: “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari
gangguannya.” (HR. Bukhari)
Dari
hadits tersebut, peringatan Allah sangat keras sampai diulangi tiga kali
yaitu tidak termasuk golongan orang beriman bagi tetangganya yang tidak
aman dari gangguannya. Maka terkadang kita perlu instropeksi dengan
menanyakan kepada tetangga apakah kita mengganggu mereka.
Wallahua’lam
bish showab.
|
Berdoa di Bulan Ramadhan
“Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran.”
Peletakan
ayat ini diantara ayat-ayat tentang shoum Ramadhan bukan tanpa maksud.
Kalau ditilik dari asbabun nuzul ayat ini adalah berkenaan dengan datangnya
seorang Arab Badui kepada Nabi SAW yang bertanya: “Apakah Tuhan kita itu
dekat, sehingga kami dapat munajat/memohon kepada-Nya, atau jauh, sehingga
kami harus menyeru-Nya?” Nabi SAW terdiam, hingga turunlah ayat ini.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Marduwaih, Abussyaikh
dan lain-lain).
Menurut
riwayat lain, ayat ini turun berkenaan dengan sabda Rasulullah SAW:
“Janganlah kalian berkecil hati dalam berdoa, karena Allah SWT telah
berfirman ‘Ud’uni astajib lakum’ (berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku
mengijabahnya)” (QS 40:60). Berkatalah salah seorang di antara mereka:
“Wahai Rasulullah! Apakah Tuhan mendengar doa kita atau bagaimana?” Sebagai
jawabannya, turunlah ayat ini (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir yang
bersumber dari Ali.)
Menurut
Sayyid Qutb dalam kitabnya Fii Zhilalil Quran, Allah menjawab langsung
tentang keberadaanNya yang sangat dekat dan langsung berfirman bahwa Dia
akan mengabulkan segala doa kita. Dalam ayat ini juga terdapat tiga syarat
untuk diterimanya suatu doa. Pertama, doa tersebut harus dipanjatkan
kepada-Nya secara langsung. Jadi janganlah kita berdoa kepada mahluk Allah
seperti jin, makam atau pohon. Dan kalaupun berdoa akan lebih baik apabila
doa tersebut diucapkan secara langsung kepada-Nya. Syarat kedua dalam
berdoa adalah kita harus memenuhi segala perintah Allah SWT. Seperti ketika
seorang anak sebaiknya mengikuti nasehat/perintah orang tuanya untuk
mendapatkan yang diinginkannya. Sedang syarat ketiga adalah kita harus
beriman kepada-Nya agar doa kita diterima.
Walaupun
ayat 186 ini tidak mengandung kata shoum, tapi penempatan ayat ini menunjukkan
pentingnya kita berdoa pada bulan Ramadhan. Hal ini sesuai dengan hadits
nabi SAW:
“Orang
yang berpuasa memiliki doa yang mustajab pada waktu berbuka.” (Diriwayatkan
oleh Imam Abu Dawud)
Atau
dalam hadits lain, nabi SAW bersabda:
“Ada tiga orang yang tidak akan ditolak doanya
yaitu pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sehingga dia berbuka dan
orang yang dianiaya. Doa mereka diangkat oleh Allah di bawah awan pada hari
kiamat dan dibukakan untuknya pintu-pintu langit dan Allah berfirman, ‘Demi
keagungan-Ku, Aku akan menolongmu walaupun sesudah suatu waktu’” (Riwayat
Imam Ahmad, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)
Demikianlah,
urgensi dari berdoa dalam bulan Ramadhan karena hal itu meningkatkan
kemungkinan doa kita diterima. Maka perbanyaklah kita berdoa dalam bulan
Ramadhan. Semoga Allah SWT menerima doa kita.
Wallahua’lam bish showab.
|
Membiasakan Berbuat Baik
Dalam
suatu hadits qudsi, Allah SWT berfirman “Jikalau seseorang hamba itu
mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta dan jikalau ia
mendekal padaKu sehasta, maka Aku mendekat padanya sedepa. Jikalau hamba
itu mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan
bergegas.” (HR. Bukhari)
Didalam
melihat jalan hidup masyarakat di sekitar kita, bisa kita lihat bahwa
beberapa orang mempunyai kecenderungan tertentu. Orang yang terbiasa
berbuat maksiyat, maka dari hari kehari dia akan semakin terjerumus kedalam
lembah yang hitam. Sebaliknya orang yang suka sholat berjamaah ke masjid,
maka dia akan ramah ke tetangganya, rutin berinfaq dan bahagia kehidupan
keluarganya.
Semakin
seseorang memperbanyak dan membiasakan berbuat baik, maka semakin banyak
terbuka pintu-pintu kebaikan yang lain. Hal ini sesuai dengan hadits qudsi
diatas bahwa semakin tinggi intensitas dan kualitas ibadah kita kepada
Allah SWT maka semakin dekatlah kita dengan-Nya.
Salah
satu kunci kesuksesan hidup kita adalah bagaimana kita membiasakan berbuat
baik. Semakin kita terbiasa berbuat baik, maka semakin mudah jalan kita
untuk mencapai kebahagiaan hidup. Agar manusia terbiasa beribadah, maka
beberapa ibadah dilakukan berulang dalam kurun waktu tertentu seperti
sholat lima kali dalam sehari, puasa sunnah dua kali seminggu dan sholat
jum’at sekali sepekan.
Permasalahan
awal yang biasanya ditemukan dalam melakukan sesuatu yaitu dalam
memulainya. Memulai suatu aktifitas terkadang lebih berat dibandingkan
ketika melaksanakannya. Maka ketika kita mendorong mobil yang mogok, akan
diperlukan tenaga yang besar saat sebelum mobil bergerak. Setelah mobil
tersesebut bergerak, diperlukan daya dorong yang kecil. Ada juga sifat kita
yang menunda perbuatan baik, padahal perbuakan baik janganlah ditunda.
Kalau kita ada keinginan untuk menunda, maka tundalah untuk menunda. Hal
ini seperti yang disampaikan Rasulullah saw:
“Bersegeralah
untuk beramal, jangan menundanya hingga datang tujuh perkara. Apakah akan
terus kamu tunda untuk beramal kecuali jika sudah datang: kemiskinan yang
membuatmu lupa, kekayaan yang membuatmu berbuat melebihi batas, sakit yang
merusakmu, usia lanjut yang membuatmu pikun, kematian yang tiba-tiba
menjemputmu, dajjal, suatu perkara gaib terburuk yang ditunggu, saat
kiamat, saat bencana yang lebih dahsyat dan siksanya yang amat pedih.” (HR.
Tirmidzi)
Salah
satu cara untuk mempermudah kita dalam memulai suatu amal ibadah adalah
dengan mengetahui akan besarnya manfaat yang akan dirasakan. Segala
hambatan atau godaan untuk tidak melaksanakan kebaikan tersebut akan bisa
dilewatkan dengan keyakinan yang kuat. Oleh sebab itu, kita wajib untuk
mencari ilmu tentang fadhilah (kelebihan) dari suatu amalan atau ibadah.
Bahkan untuk menguatkan hati, kita juga perlu mencari ilmu secara berulang
kali. Bahkan beberapa pengulangan dalam Al Quran digunakan agar manusia
semakin ingat.
“Dan
sesungguhnya dalam Al Quran ini Kami telah ulang-ulangi
(peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan
itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari.” (QS. Al Israa’ 41)
Jadi,
mulailah perbuatan baik yang ingin anda lakukan sekarang dan jangan
ditunda. Kalau belum yakin, perluas dan perdalam ilmu agar kita semakin
yakin.
Wallahu
a’lam bish showab.
|
3 Cara Allah SWT Mengawasi
Karena
taku didatangi pencuri, maka warga suatu perumahan menyewa penjaga atau
hansip. Tetapi terkadang pencurian masih terjadi walau hansip sudah
dibayar. Hal ini bisa terjadi bila hansip tersebut lengah atau ketiduran,
sehingga si pencuri bisa melakukan aksinya. Hansip juga manusia!
Bagaimana
dengan Yang Maha Mengetahui? Allah SWT mengawasi manusia 24 jam sehari atau
setiap detik tidak ada lengah. Didalam melakukan pengawasan, ada 3 cara
yang dilakukan Allah SWT:
Pertama, Allah SWT melakukan pengawasan secara
langsung. Tidak tanggung-tanggung, Yang Menciptakan kita selalu bersama
dengan kita dimanapun dan kapanpun saja. Bila kita bertiga, maka Dia yang
keempat. Bila kita berlima, maka Dia yang keenam (QS. Al Mujadilah 7).
Bahkan Allah SWT teramat dekat dengan kita yaitu lebih dekat dari urat
leher kita.
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya.” (QS. Qaaf 16)
Kedua, Allah SWT melakukan pengawasan melalui
malaikat. “ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang
duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” (QS. Qaaf 17)
Kedua malaikat ini akan mencatat segala amal
perbuatan kita yang baik maupun yang buruk; yang besar maupun yang kecil.
Tidak ada yang tertinggal. Catatan tersebut kemudian dibukukan dan
diserahkan kepada kita (QS. Al Kahfi 49).
Kedua, Allah SWT melakukan pengawasan melalui diri
kita sendiri. Ketika kelak nanti meninggal maka anggota tubuh kita seperti
tangan dan kaki akan menjadi saksi bagi kita. Kita tidak akan memiliki
kontrol terhadap anggota tubuh tersebut untuk memberikan kesaksian
sebenarnya.
“Pada
hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka
dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka
usahakan.” (QS. Yaasiin 65)
Kesimpulannya,
kita hidup tidak akan bisa terlepas dimanapun dan kapanpun saja dari
pengawasan Allah SWT. Tidak ada waktu untuk berbuat maksiyat. Tidak ada
tempat untuk mengingkari Allah SWT. Yakinlah bahwa perbuatan sekecil apapun
akan tercatat dan akan dipertanyakan oleh Allah SWT dihari perhitungan
kelak.
Wallahu
a’lam bish showab.
|
Pentingnya Menghafal dan Memahami Al Quran
Al
Quran diturunkan kepada Muhammad Rasulullah SAW selama 23 tahun masa
kerasulan beliau. Al Quran di turunkan secara berangsur-angsur kepada
Rasulullah SAW dengan perantaraan malaikat Jibril. Malaikat Jibril
menurunkan Al Quran ke dalam hati Rasulullah dan beliaupun langsung
memahaminya. Hal ini disebutkan dalam Al Quran surat Al Baqarah (2) : 97.
Katakanlah:
“Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah
menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan
apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira
bagi orang-orang yang beriman.”
Kemudian
Rasulullah SAW mengajarkan Al Quran itu kepada para shahabatnya. Mereka
menuliskannya di pelepah daun daun kering, batu, tulang dll. Pada saat itu
belum ada kertas seperti zaman modern sekarang ini. Kemudian para shahabat
langsung menghafalnya dan mengamalkannya. Demkian Al Qur;an di ajarkan
kepada para shahabat-shahabat yang lain. Al Quran difahami dengan
menghafal. Bukan dengan sekedar membaca.
Pada
saat Rasulullah telah wafat, banyak terjadi peperangan. Dalam peperangan
Yamamah misalnya , banyak para sahabat pemghafal Quran yang syahid. Melihat
kondisi ini Umarpun meminta Abu bakar sebagai khalifah untuk membuat Mushaf
Al Quran. Abu bakar sempat menolak. „ Apakah engkau meminta aku untuk
melakukan apa yang Rasulullah tidak lakukan ?“ ujar beliau. Tapi dengan
gigih Umar bin Khattab menjelaskan urgensinya pembuatan Mushaf bagi
kepentingan kaum muslimin di masa yang datang. Akhirnya Abu Bakarpun dapat
diyakinkan dan kemudian setuju dengan ide Umar bin Khattab.
Abu
Bakarpun lalu meminta Zaid bin Haritsah untuk melakukan tugas ini. Zaid bin
Haritsah pun sempat berkata : „ Apakah engkau meminta aku untuk melakukan
apa yang Rasulullah tidak lakukan ?“. Tapi akhirnya Zaidpun setuju dan
mulai mengumpulkan shahifah-sahhifah yang tersebar di tangan para shahabat
yang lain. Batu, daun-daun kering, tulang dll itupun disimpan di rumah
Hafsah.
Barulah
pada zaman Khalifah Utsman bin Affan, Mushaf Al Quran selesai sebanyak 5
buah. Satu disimpan Utsman dan 4 yang lain disebar ke : Makkah, Syria, Basrah
dan Kufah. Jadi pada saat itu para shahabat, tabi’it dan thabi’i tabiin
mempelajari al Quran dengan menghafal karena jumlah Mushaf yang sangat
sedikit.
Bagaimana
dengan kondisi zaman sekarang? Bila kita perhatikan di sekitar kita,
diantara teman-teman dan keluarga kita, ada berapa persen diantara mereka
yang hafal Al Quran ? Berapa persen yang sedang menghafal Al Quran? Mungkin
kita susah memberikan persentase karena dihitung dengan jari-jari tangan
kita belum tentu genap semuanya.
Kaum
muslimin saat ini masih cukup berpuas diri dengan membaca Mushaf Al Quran
dan tidak memahami maknanya. Padahal membaca Al Quran baru langkah awal
interaksi Al Quran. Al Quran sebagai petunjuk bagi kita tidak cukup dibaca
tapi juga dihafal dan difahami.
Mungkin
ada sebagian yang berkata mengapa perlu menghafal ? Tidakkah cukup dengan
membaca Mushaf dan membaca tarjemahan ? Ternyata tidak cukup. Dengan
menghafal Al Quran ada „rasa“ (atau zauk) yang diberikan Allah kepada hati
kita. Rasa ini didapat karena ayat-ayat yang dibaca berulang-ulang.
Pengulangan kalam-kalam suci itulah yang menjadi „makanan“ untuk hati. Dan
sesuai dengan ayat di Al Baqarah : 97 diatas, Al Quran itu diturunkan di
hati Nabi Muhammad. Bukan di akal fikiran beliau. Artinya Al Quran itu
konsumsi/makanan hati bukan sekedar fikiran.
Rasa
inilah yang menjadikan kita nikmat mengenal Allah, memahami kehendakNya dan
ringan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala laranganNya. „ Rasa
„ ini kurang ada juga sedikit ketika kita hanya membaca. Apalagi bila
membacanya tidak diiringi dengan pemahaman artinya. Dan membaca tidak
diulang-ulang. Efeknya sangat berbeda dengan mengulang-ulangnya.
Kaum
muslimin saat ini cukup berpuas diri dengan membaca „buta“ Al Quran dan
menimba ilmu dari para ustadz, kiai dan pemuka-pemuka agama. Tanpa
menghilangkan rasa hormat kepada para penyampai-penyampai risalah agama,
kita sebagai hamba Allah, secara individual juga mempunyai kewajiban
berusaha memahami Al Quran dari aslinya langsung dari firman-firmanNya.
Bila
kita menghafal dan mentadaburi Al Quran maka Allah akan mengajarkan kepada
kita pengetahuan melalui hati kita dengan perantaraan ilham. Seperti yang
difirmankan Allah SWT dalam surat Asy Syams ayat 8-10:
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.“
Ilham
ini dapat dirasakan dengan dalam hati kita. Bukankah kita pernah bingung
tentang suatu masalah, kemudian pada suatu saat kita, „cling“ mememukan
cara untuk menyelesaikan masalah dengan baik. Itulah ilham.
Atau
ilham itu sebagai furqan atau pembeda mana-mana amal yang haq dan mana-man
yang bathil. Sebagai misal ketika kita masuk ke tempat maksiat maka hati
kita akan terasa tidak enak, tidak nyaman. Itulah peringatan dari hati kita
yang bersih. Furqan inilah yang dibutuhkan di dalam kehidupan ketika
berperang dengan bisikan-bisikan syaithan yang membujuk-bujuk kita untuk
berbuat maksiat dengan iming-iming duniawi yang menggiurkan. Karena itu
sangatlah kita memerlukan furqan yang menjadikan kita mantap mengetahui
yang haq dan yang bathil. Seperti disebutkan oleh Allah Azza wa Jalla dalam
surat Al Anfaal ayat 29:
Hai
orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan
kepadamu Furqaan. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu,
dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Al
Quran juga sebuah petunjuk/pedoman hidup bagi kita kaum muslimin :
Kitab
(Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa.
(QS Al Baqarah : 2)
Jadi
intinya Al Qu’an adalah pedoman hidup. Tapi hanya segelintir orang yang
hafal dan faham Al Quran. Bagaimana Al Quran bisa menjadi pedoman hidup
seorang muslim secara individual bila membaca dan memahaminya secara tuntas
saja belum dilakukan ? Dan banyak diantara kaum muslimin yang meninggal
dalam keadaan belum pernah membaca dengan tuntas Al Quran.
Bayangkan
apabila kita akan pergi ke puncak Gunung Semeru. Sebelum pergi kita
dibekali dengan peta, rambu-rambu dan petunjuk-petunjuk oleh seorang
pendaki gunung profesional. Tetapi kita tidak memahami petunjuk-petunjuk
tersebut. Apakah kita dijamin akan sampai di puncak gunung semeru dengan
selamat ? Kita mungkin lebih senang bertanya dengan penduduk setempat. Bila
kita bertemu dengan penduduk yang sangat kenal gunung semeru mungkin kita
akan sampai dengan selamat. Tetapi bila orang kita tanya juga kurang faham
jalan ke puncak gunung, akankah kita sampai ke puncak dengan selamat atau
mungkin kita bisa tersesat ? Padahal bila kita memahami, petunjuk, peta dan
juga bertanya maka kita akan mendapat jalan pintas untuk sampai ke puncak
gunung.
Memang
solusi pemahaman Al Quran ini tidak akan dapat berhasil bila sistem
pendidikan agama tidak berjalan intensif sejak dini. Sebagai permisalan,
bahasa Inggris diajarkan sejak SD. Maka kita lihat ketika lulus SMA para
mahasiswa sudah bisa belajat dari diktat berbahas Inggris. Bila sistem ini
diterpakan juga untuk bahasa Arab (sebagai media inti pemahaman Al Quran)
maka ketika berumur 20-25 seorang muslim sudah mulai bisa memahami Al Quran
dengan mandiri.
Wahai
saudara-saudaraku kaum muslimin, memahami Al Quran bukan fardhu kifayah
yang dibebankan kepada ulama, kiai atau ustadz. Tapi seperti dicontohkan
oleh para sahabat, membaca, menghafal, memahami dan melaksanakan Al Quran
dilakukan sebagai kewajiban indivial setiap kaum muslimin. Bila secara
individu seorang muslim meningkat kualitasnya, keluarga yang dibinanya juga
akan berkulaitas sehingga akhirnya sebuah masyarakat madani yang dirindukan
selama ini juga dapat terwujud.
Demikianlah
renungan kita tentang Al Quran. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayahNya
kepada kita semua sehingga kita menjadi orang-orang yang mencintai Al
Quran, membacanya, menghafalkannya, memahaminya dan mengamalkannya.
Wallahu
alam bi shawab
|
Iman yang Haq
Kita
sebagai orang yang memeluk agama Islam tidak boleh berpuas diri dengan
predikat seorang Muslim. Karena keislaman seseorang tidak cukup untuk dapat
menurunkan pertolongan Allah dalam kehidupan kita di dunia. Keislaman juga
belum tentu bisa menyelamatkan kita dari siksa api neraka. Hanya
orang-orang yang beriman sejati yang mendapatkan semua janji2Nya yaitu
kebahagian dunia dan akhirat.
Bagaimanakah
kriteria atau ciri-ciri orang-orang beriman yang sering dipanggil Allah
dengan mesra “…yaa ayyuhal ladzina aamanu…..” ? Allah yang Maha Pengasih
telah menyebutkan di dalam Al Quran surat Al Anfal :2-4
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah
iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.
(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian
dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman
dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian
di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
Dalam
firman Allah SWT tersebut jelas sekali menyebutkan bahwa seorang mukmin
yang Haq, yang benar-benar tulen, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut
1.
Hatinya yang gemetar hatinya bila disebutkan Asma Allah
Gemetarnya
bisa disebabkan karena banyak hal, karena kagum dan takluk pada Kebesaran
Allah. Kebesaran dan Kemuliaan Dzat , Sifat maupun PerbuatanNya. Bisa juga
karena takut terhadap siksa api neraka yang sangat pedih dan terbayangkan
dosa dan kebodohan yang telah dilakukan. Bisa juga gemetar karena berharap
karunia surga – dunia maupun akhirat-. Terkadang gemetar haru mengingat
sifat Kasih Sayang dan PengampunNya ataupun gemetar hati karena melihat
Kebesaran ciptaanNya.
Asma
Allah yang disebutkan dalam Al Quran dan hadits biasa disebut dengan 99
Asmaul Husna (bahkan lebih dari itu) menunjukkan Sifat-Sifat Allah yang
Agung yang wajib kita ketahui, fahami dan hayati maknanya. Pemahaman atas
makna dan tafakkur pada ciptaan2Nya dan Kebesaran Asma-asma Allah itulah
yang dapat menghantarkan seseorang pada “wajilat quluubukum”
2.
Keimanannya bertambah bila dibacakan ayat-ayat Tuhan
Ayat
dalam bahasa Arab artinya bukti. Orang-orang yang imannya tulen bila
dihadapannnya dibacakan ayat Al Quran (dalil naqli) ataupun bukti aqli yang
berupa demonstrasi Kebesaran Allah dalam penciptaan makhluk-makhlukNya maka
bibirnyapun berucap “ Subhanallah…”. Bila membaca Al Quran yang menyebutkan
tentang janji-janji Allah keimanannya bertambah, semangat hidupnya makin
membara dan semakin giat beramal shalih.
Dan
bila dia melihat Kebesaran Allah dalam penciptaan langit , buni dan jagad
raya alam semesta maka diapun makin tunduk dan kagum pada Kuasa Allah.
Bahkan ketika melihat betapa sempurna dan hebatnya pasukan-pasukan Allah
yang berupa misalnya lebah lebah dan madu yang dihasilkan, maka diapun
makin yakin dan kagum pada Allah.
Hari-hari
orang beriman tidak pernah ada yang menjemukan. Setiap detik yang dilalui
dipakai untuk “melihat” demonstrasi Kekuasaan Allah, bertafakkur dan
kemudian bertasbih kepada Allah. Dan itu semua makin meningkatkan imannya.
3.
Bertawakkal hanya kepada Allah
Bagi
orang yang imannya Haq, tidak pernah ada rasa takut dan gentar menghadapi
pernak-pernik dan badai di dalam kehidupan dunia. Ketergantungannya kepada
Allah dan keyakinan bahwa Allah selalu menuntun dan melindunginya
menjadikan langkahnya pasti menapaki roda kehidupan.
…. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia
akan Mengadakan baginya jalan keluar. dan memberinya rezki dari arah yang
tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah
Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
Putus
asa tidak ada dalam kamus hidupnya. Hidup dijalani dengan lapang dan mudah
karena jalan keluar dalam tiap masalah, insya Allah ada. Dan rezeki juga
sudah ditanggung oleh Allah Azza wa Jalla.
4.
Mendirikan Shalat
Mereka
ini adalah orang-orang yang gandrung shalat. Shalat menjadi obat segala
masalah kehidupan. Persis seperti yang disabdakan junjungan kita Rasulullah
SAW :
Apabila
engkau mempunyai masalah maka shalat (sunnah) lah 2 rakaat” (HR Bukhari)
Mereka
ini bukan sekedar melakukan shalat tapi mendirikannya. Menjaga
rukun-rukunnya, waktunya, sunnah-sunnahnya dan juga kekhusyuannya. Shalat
merupakan saat-saat yang indah bermunajat kepada Allah, mengadukan beban
hidup, memohonkan kemudahan hidup di dunia dan juga kemuliaan hidup di
akhirat. Shalat tidaklah menjadi beban bagi mereka bahkan shalat merupakan
saat beristirahat dari keruwetan hidup. Dan tepatlah sabda Rasulullah saat
menyuruh Bilal adzan dengan berkata : “Wahai Bilal, berilah istirahat
kepada kita semua!”
Dan
bukti mereka mendirikan shalat adalah akhlaknya di luar shalat. Mengapa ?
Karena shalat itulah yang menghalangi mereka berbuat maksiat dan mungkar.
Semakin baik mutu shalat maka semakin tinggilah akhlak seseorang
5.
Menafkahkan rezeki yang dipunyai
Ciri
terakhir seorang mukmin yang tulen adalah mudahnya dia bersedekah. Baginya
harta karunia Allah yang didalamnya ada hak fakir miskin. Sedekah adalah
tanda syukur kepada Allah kerena diberi kelapangan dalam harta. Tapi dia
juga bersedekah dalam keadaan sempit karena jalan kemudahan akan datang
dengan derasnya sedekah. Hati orang yang mukmin tidak terikat oleh harta
yang dimiliki. Harta diletakkannya di tangan bukan di hati
Demikianlah
ciri-ciri seorang mukmin yang Haq, yang tulen. Dan mukmin sejati inilah
yang mendapatkan janji Allah yaitu kemuliaan derajat, pengampunan dosa-dosa
dan rezeki yang halal dan berkah.
Semoga
bahasan ini bisa menjadi jalan intropeksi bagi diri kita masing-masing.
Apakah kita sudah mempunyai 5 ciri-ciri di atas ? Bila sudah, kita harus
mensyukuri dan meminta Allah mengekalkan sifat-sifat mulia ini dalam diri
kita. Bila kita belum memiliki 5 ciri ini maka kita perlu berusaha
semaksimal mungkin agar kita bisa menjadi seorang mukmin sejati, yang
dicintai Allahu Rabbi.
|
Tehnik Menghafal dan Murajaah Al Quran
Bagi
para penghafal Al Quran yang pemula, menambah hafalan mempunyai kesulitan
tersendiri. Tetapi seiring dengan waktu kesulitan ini akan terlampaui.
Ketika itu kesulitan lain timbul yaitu mengulang hafalan (murajaah). Pada
saat hafalan makin bertambah banyak, murajaah juga semakin berat.
Untuk
surat-surat yang agak panjang (50 ayat) dan yang panjang (diatas 100 ayat),
biasanya kita sangat hafal separuh awal dari surat tersebut. Untuk separuh
terakhir sulit bagi kita untuk mengingatnya. Ini akan ditandai dengan
“macet” ketika saat memurajaah. Mengapa hal ini terjadi? Hal ini disebabkan
kita selalu menghafal/murajaah dari awal surat (ayat 1). Ketika selesai
menghafalkan sebuah surat, ayat-ayat awal itulah yang lebih sering
dilafadzkan dibandingkan dengan ayat-ayat yang akhir. Sehingga otak kita
lebih hafal ayat-ayat awal. Itulah sebabnya kita sangat hafal ayat-ayat
awal surat dan sering lupa pada ayat-ayat akhir surat.
Kesulitan
kedua adalah ketika kita „macet“ sulit bagi kita untuk mengetahui ayat
selanjutnya. Ayat-ayat setelah „ayat macet“ menjadi gelap. Ini dikarenakan
kita menghafal secara sekuensial/berurutan, sehingga satu ayat selalu
diingat setelah ayat sebelumnya. Sehingga kalau ayat “sebelumnya” macet
maka ayat selanjutnya menjadi hilang juga. Dalm hal ini tidak ada cara lain
untuk mengingatnya selain membuka mushaf Al Qur’an.
Lalu
bagaimana cara efektif untuk menanggulangi masalah tersebut?
Kuncinya
adalah ketika proses menghafal sebuah surat dilakukan. Hafalkan surat
dengan cara memotongnya menjadi 10 ayat 10 ayat. Di dalam tiap sepuluh ayat
potong-potong lagi menjadi 5 ayat-5 ayat.
Misalnya
kita menghafal surat An Naba yang didalamnya ada 40 ayat. Caranya adalah
sebagai berikut :
1.
Hafalkan ayat 1 sampai lancar. Lakukan sampai ayat 5.
2.
Kemudian hafalkan secara berurut ayat 1 sampai dengan ayat 5.
Ikatlah
ayat 1 sampai ayat 5 dengan mengulang-ulangnya bersama-sama sampai lancar.
Gerak-gerakkan jari-jari tangan anda sesuai dengan ayat yang sedang di
hafal. Bila menghafal ayat 1 gerakkan ibu jari, ayat 2 gerakkan jari
telunjuk, ayat 3 gerakkan jari tengah, ayat 4 gerakkan jari manis dan ayat
5 gerakkan jari kelingking.
3.
Kemudian hafalkan ayat 6 sampai 10 sambil menggerak-gerakkan jari-jari
tangan kiri sama seperti yang dilakukan oleh tangan kanan. Ulang-ulang ayat
6 sampai 10 sampai lancar. Kegiatan ini mengikat ayat 6 sampai dengan ayat
10
4.
Sekarang mengulang menghafal ayat 1 sampai 10 dengan sambil
menggerak-gerakkan jari sesuai dengan nomor ayat yang dilafazkan. Lakukan
sampai lancar. Hal ini mengikat ayat 1 sampai 10.
5.
Lakukan langkah diatas untuk ayat 11-20, ayat 21-30 dan ayat 31-40.
6.
Terakhir gabungkan semua ayat (ayat 1 sampai 40) dalam surat tsb.
Ulang-ulang sampai lancar
Kemudian
bagaimana anda murajaah sebuah surat bila kita telah menghafal secara
konvensional? Bila surat tersebut ayat-ayatnya pendek maka kelompokkan
menjadi 10 ayat-10 ayat. Hafalkan per 10 ayat. Bila suratnya berayat yang
panjang-panjang seperti Al Baqarah, Ali Imran, An Nisaa dll, maka pecah 10
ayat menjadi 5 ayat-ayat.
Manfaat
dari menghafal dengan sistem potongan ini adalah:
1.
Ketika murajaah kita tidak selalu harus memulai dari awal surat – ayat1-
sehingga untuk surat yang panjang murajaah dapat dilakukan
sepotong-sepotong di dalam shalat kita. Misalnya: untuk setiap rakaat
shalat kita membaca 10 ayat. Maka ketika shubuh kita sudah dapat murajaah
sampai 40 ayat (sunnat shubuh 2 rakaat dan shubuh
2 rakaat). Ini cukup bagus untuk surat An
Naba yang 40 ayat. Atau untuk surat yang panjang seperti Al Baqarah, bila
dilakukan 10 ayat untuk setiap rakaat shalat, maka selesai shalat isya kita
sudah murajaah 100 ayat! Bila ditambah dengan shalat2 sunnah rawatib maka
kita bisa murajaah 200 ayat dalam sehari. Dan bila ditambahkan dengan
shalat dhuha dan tahajjud kita bisa mnyelesaikan 286 ayat Al Baqarah dalam shalat
yang dilakukan sehari semalam!
2.
Kita tidak merasa susah murajaah karena seakan-akan kita sedang menghafal
surat-surat yang pendek saja. Secara psikologis kita merasa lebih ringan.
Dan di dalam memurajaah surat yang panjang kita mempunyai
3.
Menguatkan secara merata ayat-ayat di seluruh surat. Bukan hanya ayat-ayat
awal surat saja. Ketika memurajaah surat-surat yang panjang dan kemudian
terputus oleh kondisi eksternal – tamu datang, telfon berdering, anak
menangis, masakan gosong dll- kita masih tetap bisa melanjutkan ayat
selanjutnya setelah kondisi eksternal tertangani. Tanpa harus mengulangi
dari awal surat. Dengan metoda menghafal konvensional maka kita kita harus
selalu mengulangi mulai dari awal surat lagi. Kondisi-kondisi seperti ini
akan menguatkan hafalan ayat-ayat awal dan menurunkan kualitas hafalan
ayat-ayat akhir.
4.
Hafal nomot ayat tanpa kita sadari. Ini adalah bonus yang sangat bermanfaat
untuk kita
5.
Mengatasi kasus „ayat macet“. Bila macet di satu ayat biasanya akan
berhenti memurajaah surat tersebut karena ayat-ayat yang selanjutnya sangat
bergantung pada ayat yang macet/lupa. Tetapi dengan sistem ‚potong surat’
ini kita masih tetap bisa terus memurajaah ayat-ayat setelah ayat macet
ini. Mengapa ? Karena dalam menghafal sistem ini setiap ayat independen
diletakkan dalam memori otak kita. Sebuah ayat tidak hanya dikaitkan dengan
ayat yang sebelumnya –seperti dalam sistem menghafal konvensional- tapi
juga dikaitkan dengan nomornya (yang diingat secara tidak sadar dengan
menggerak-gerakkan jari tangan ketika menghafal). Ketika memori yang
terkait dengan ayat sebelum terlupakan maka ada „ pengait“ yang lain yaitu
nomor surat. Percaya atau tidak? Anda tinggal mencoba sistem ini dan
merasakan hasilnya!
Melakukan
metoda ini tak sesulit membaca baris-baris di atas. Bila anda melakukannya
ini adalah hal yang sangat simpel. Metoda ini menjadikan kita santai dan
tidak stres dalam memurajaah. Karena kita mempunyai „petunjuk/milestones“
dalam surat-surat hafalan kita yaitu ayat 1, 11, 21, 31, 41 dst. Kita akan
memurajaah „ayat-ayat pendek“, yaitu 10 ayat saja. Cobalah anda praktekkan
dan anda akan terkejut dengan hasilnya.
Selamat
bermurajaah!
|
Membangun Peradaban
“…
kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka
pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang mu’min dan
bersikap tegas kepada orang kafir, yang berjihad di jalan Allah dan yang
tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela ….” (QS Al-Maidah: 54)
Rasulullah
saw yang telah membawa perubahan superbesar dalam sejarah kehidupan manusia
memulai masa kenabiannya di usia 40 tahun. Dan hanya dalam 23 tahun masa
kenabiannya, beliau mampu membangun dasar peradaban rabbani, yang
menjunjung tinggi aspek superioritas hukum Islam, keseimbangan peran dan
kewajiban antarkomponen masyarakat.
Ketika
ada pertanyaan bagaimana bisa dalam waktu sesingkat itu dapat terbangun
sebuah sistem yang mengalami masa kejayaan selama berabad-abad, maka
jawaban yang paling tepat adalah karena Rasulullah menggunakan sistem
ilahiyah dalam membangun peradabannya. Sistem yang mengacu kepada
kitabullah. Sistem ini integral dan komprehensif serta mampu memecahkan
seluruh persoalan hidup manusia.
Menurut
Dr Ali Abdul Halim Mahmud setidaknya ada 2 pilar pokok yang harus dibangun
ketika kita ingin membangun (kembali) sebuah peradaban rabbani. Pertama
adalah pilar tarbawi (pembinaan dan pendidikan), berupa pola
belajar-mengajar, dengan ragam perangkatnya dengan tujuan untuk
menyempurnakan potensi pribadi. Kemudian yang kedua, yaitu pilar tanzhimi
(institusional) berupa pembangunan institusi internal masyarakat yang
mengatur kode etik dalam kehidupan bermasyarakat, dan institusi eksternal
yang mengatur kekuasaan dan hubungan antarbangsa.
Perubahan
peradaban ini bisa dimulai. Caranya dengan membangun kepribadian individu
Muslim dengan Islam pada seluruh aspek kehidupan. Kemudian pembentukan
keluarga-keluarga shalihah dengan seluruh nilai dan moralitasnya. Akhirnya
akan terbentuk sistem masyarakat dengan seluruh interaksi sosial dan
pengaturannya yang dinaungi dalam wadah institusi yang menjunjung tinggi
nilai-nilai ilahiyah.
Muaranya
adalah perubahan peradaban. Perubahan yang berakar pada tegaknya sistem
nilai yang mengacu pada nilai-nilai transendental dan ilahiyah. Peradaban
yang di dalamnya terbentuk struktur kemasyarakatan yang menjunjung tinggi
nilai-nilai kebenaran ilahi.
Herry
Nugraha
|
13 Alasan Agar Sholat Lebih Khusuk
Dari
banyak ibadah kita kepada Allah SWT, ada satu ibadah yang merupakan kunci
dari seluruh ibadah dan amal yang lain dimana kalau kita berhasil
melakukannya maka akan terbuka ibadah atau amal yang lain. Kunci dari
segala ibadah adalah sholat.
“Amal
yang pertama kali ditanyai Allah pada seorang hamba di hari kiamat nanti
adalah sholat. Bila sholatnya dapat diterima, maka akan diterima seluruh
amalnya, dan bila sholatnya ditolak, akan tertolah seluruh amalnya.”
Pada
kenyataannya, bagaimana amalan sholat kita pada umumnya? Seperti yang
disabdakan oleh Rasulullah SAW:
“Akan
datang satu masa atas manusia, mereka melakukan sholat namun pada
hakikatnya mereka tidak sholat.”
Banyak
dari kita menganggap bahwa sholat adalah suatu perintah bukan suatu
kebutuhan. Jadi sholat sering dianggap suatu beban dan hanya bersifat
menggugurkan kewajiban. Betapa sering kita rasanya malas untuk sholat,
sholat sambil memikirkan pekerjaan, sholat secepat kilat tanpa tumakninah,
mengakhirkan waktu sholat atau bahkan lupa berapa rakaat yang telah
dilakukan.
Padahal
kunci amal ibadah kita adalah sholat. Jadi, kita bisa memasang strategi
dalam hidup dengan memperbaiki sholat kita terlebih dahulu sehingga amalan
yang lain akan mengikuti. Dan hal ini butuh suatu kesungguhan untuk
mencapainya. Tahap awal untuk mencapai kekhusukan sholat adalah mengetahui
kegunaan bagi diri kita apabila kita dapat melakukan sholat dengan khusuk.
Berikut adalah 13 alasan mengapa kita perlu khusuk dalam sholat:
1.
Mendapatkan keberuntungan yang besar, yaitu masuk dalam surga firdaus. Hal
ini tersebut dalam QS. Al Mukminun 2 dan 11:
2.
Solusi terhadap permasalahan kita.
“Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu
sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’” (QS. Al Baqarah 45)
Bila
ada problema hidup maka sholatlah, bila ada keiinginan sholatlah, bila akan
marah sholatlah. Maka ketika akan bertemu dua kekuatan utama pada perang
Badar, Rosululloh SAW sholat dan bermunajat kepada Allah SWT agar diberikan
kemenangan dalam perang.
3.
Mencegah perbuatan keji dan mungkar (QS. Al Ankabut 45)
Karena
sholat khusuk hanya bisa dilaksanakan dengan menghadirkan perasaan dekatnya
Allah SWT, maka bila akan berbuat maksiyat akan ingat akan Allah SWT.
4.
Melembutkan hati. Terkadang hati kita menjadi keras karena kesibukan dalam
bekerja atau menghadapi masalah kehidupan. Dengan sholat yang khusuk, hati
menjadi lebih lunak karena kita seringnya kita berserah diri dan merendah
dihadapan Allah SWT.
5.
Memupuk kesabaran. Dengan sholat yang dilaksanakan dengan tumakninah, maka
diperlukan waktu beberapa saat untuk sholat; tidak dengan tergesa-gesa. Hal
ini akan memupuk rasa kesabaran kita.
6.
Menghapuskan dosa. Didalam suatu hadits disebutkan bahwa dosa-dosa kecil
kita akan dihapus diantara sholat 5 waktu. Tentu saja hal ini bila kita
menghayati bacaan didalam duduk diantara dua sujud rabbighfirli dan
wa’fu’anni.
7.
Menyembuhkan penyakit. Prof. M. Sholeh dari Universitas Airlangga Surabaya
telah meneliti bahwa sholat malam bisa meningkatkan imunitas tubuh kita.
halat bisa mencegah naik turunnya hormon kortisol yang berperan sebagai
indikator stres. Sedangkan stres merupakan salah satu faktor utama pemicu
penyakit, termasuk kanker. Yang sederhana saja, bila kita sedang pening
atau sakit gigi maka sholatlah dengan khusuk maka rasa sakit tersebut akan
hilang. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah ada pendapat bahwa sholat
juga merupakan sarana terbaik untuk bermeditasi.
8.
Menunggu-nunggu waktu sholat. Karena sholat adalah kesempatan untuk
bermunajat, berdialog dan mencurahkan hati ke Yang Maha Kuasa, maka waktu
sholat akan selalu ditunggu. Pekerjaan rumah, rapat atau aktifitas lain
akan diberhentikan 10-15 menit sebelum waktu sholat sehingga memberi
kesempatan untuk sholat berjamaah di masjid. Perasaan untuk menunggu waktu
sholat adalah seperti seorang perjaka yang menunggu waktu untuk bertemu
yang dicinta.
9.
Mempersiapkan sholat dengan sebaiknya. Karena kita merasa akan bertemu
dengan Yang Maha Agung, maka pakaian akan diperhatikan seperti baju koko,
kopyah dan sarung digunakan yang bersih. Tidak lupa minyak wangi juga
dipakai agar harum ketika bertemu dengan Yang Maha Pencipta.
10.
Menangis dalam sholat. Kesejukan dalam sholat akan membawa hati untuk
bersyukur dan mohon ampun kepada Allah SWT. Tidak terasa air mata akan
mengalir bahkan ketika sholat Dhuhur di masjid kantor.
11.
Merasa sedih ketika sholat akan selesai. Tertanam rasa ingin berlama-lama
dengan Yang Maha Pengasih. Ketika tasyahud akhir rasanya tidak ingin
menyelesaikan sholat.
12.
Merasakan nikmatnya sholat di masjid. Akan terasa suasana sholat di masjid
lebih indah dibandingkan sholat di rumah. Sehingga, keinginan untuk sholat
berjamaah di masjid akan selalu ada. Maka tidak heran ketika sahabat Umar
ra menjual kebunnya dikarenakan terlupa sholat jamaah di masjid karena sibuk
mengurus kebunnnya.
13.
Tetap khusuk dalam berzikir. Terkadang dzikir yang kita lantunkan setelah
sholat fardhu hanya mengalir sebatas di mulut saja tanpa penghayatan dalam
hati kita. Setelah sholat dengan khusuk, maka kekhusukan tersebut akan
berlanjut hingga kita berdzikir.
Allahumma
a’inni ala dzikrika wa syukrika wa husni ibadatika. Ya Allah, bantulah aku
dalam mengingatMu dan dan bersyukur kepadaMu dan perbaiki ibadahku.
Wallahu
a’lam bish showab.
gatot
h. Pramono
|
TAKWA
Kultum
berjudul Takwa Adalah Bekal Terbaik Bagi Seseorang Hamba~
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu
alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt atas berkat dan rahmat-nya yang
diberikan kepada kita sehinnga kta dapat berkumpul di tembat yang sederhana
ini guna mendengarkan kultum.
Shalawat
dan salam kita dapat kirimkan kepada Nabi Besar Muhammad saw yang telah
membawa kita dari alam yang gelap gulita ke alam yang terang benderang,
dengan kata lain”Minazzulumaati ilan-nur”.
Pada
kesempatan ini saya ingin membawakan sebuah kultum yang berjudul “Takwa
Adalah Bekal Terbaik Bagi Seseorang Hamba”
Dalam
surah Al-Baqarah ayat 197 Allah
berfirman:
Artinya
: “Berbekallah! Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.
Bertakawalah
kepada-Ku, wahai orang-orang yang berakal!”
Ibnu
Katsir menulis; firman Allah, “Berbekallah! Sesungguhnya sebaik baik bekal
adalah takwa”, yakni setelah Allah memerintahkan mereka agar berbekal untuk
safar di dunia, Allah mengarahkan mereka agar berbekal untuk safar akhirat.
Bekal itu adalah senantiasa bertakwa dalam perjalanan menuju ke sana. Ini
seperti firman Allah, ‘Dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa
itulah yang paling baik’, yakni setelah Allah menyebut pakaian lahir, Allah
mengingatkan pakaian batin, pakaian ma’nawi. Pakaian itu adalah
kekhusyu’an, ketaatan, dan ketawaan. Allah menyebut bahwa pakaian ini lebih
baik dan lebih bermanfaat daripadanya. Tentang ‘Berbekallah! Sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah takwa’, Atha’ Al-Khurasani mengatakan bahwa
maksudnya adalah bekal ke akhirat.”
Az-Zamakhsyari
menulis; jadikanlah bekal kalian ke akhirat berupa menjauhi
perbuatan-perbuatan buruk. Sungguh, sebaik-baik bekal adalah menjauhi
perbuatan-perbuatan buruk. Konon, penduduk Yaman tidak berbekal seraya
mengatakan, “kami adalah orang-orang yang bertawakal. Kami berhaji ke
Baitullah, pastilah Allah memberi kami makan sehingga kami tidak
menyusahkan orang lain.” Maka turunlah ayat ini berkenan dengan mereka.
Makna ayat ini : berbekallah dan tinggalkanlah meminta makanan, menyusahkan
orang-orang, dan memberatkan mereka. Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah
takwa. ‘bertakwalah kepada-Ku!’ yakni bahwa takwa kepada Allah adalah
kewajiban akal. Maka orang-orang yang berakal yang tidak bertakwa kepada
Allah seakan-akan tidak punya akal lagi.
http://andiafifahgani.wordpress.com/2012/01/01/kultum-berjudul-takwa-adalah-bekal-terbaik-bagi-seseorang-hamba/
|
Berkahnya waktu sahur
Oleh Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc
Waktu
adalah ibarat pisau atau pedang yang sangat tajam. Jika Anda tidak bisa
menggunakannya dengan baik dan tepat, bisa jadi pisau atau pedang itu akan
melukai diri Anda sendiri. Itulah salah satu nasihat bijak dari Ali bin Abi
Thalib tentang urgensi waktu dalam kehidupan umat manusia.
Karena
pentingnya masalah waktu ini, sehingga Allah SWT pun sering bersumpah di
dalam Alquran dengan mempergunakan kata-kata waktu. Misalnya “Demi masa.”
(QS [103]: 1), “Demi waktu dhuha.” (QS [93]: 1), “Demi waktu malam.” (QS
[92]: 1), dan “Demi waktu fajar.” (QS [89]: 1).
Di
antara waktu yang mendapatkan perhatian Alquran dan as-sunnah adalah waktu
sahur. “Orang-orang yang sabar, orang-orang yang jujur, orang-orang yang
tunduk dan patuh (pada ketentuan Allah dan Rasul-Nya), orang-orang yang
menginfakkan sebagian hartanya, dan orang-orang yang memohon ampun kepada
Allah pada waktu sahur.” (QS Ali Imran [3]: 17).
Maksudnya,
orang-orang yang memiliki kebiasaan atau perilaku tersebut adalah
orang-orang yang akan mendapatkan keselamatan dan kesuksesan dalam
hidupnya, baik di dunia maupun di akhirat nanti, salah satunya adalah
dengan selalu beristighfar.
Mereka
itulah orang-orang yang punya kesadaran tauhid yang tinggi kepada-Nya,
kesadaran yang menempatkannya pada posisi merendahkan diri dan selalu
merasa banyak dosa di hadapan-Nya. Dengan istighfar ini, orang tersebut
ingin membersihkan hati, pikiran, dan perilakunya dari perbuatan maksiat
kepada Allah SWT. Apalagi dilakukannya pada waktu sahur, suatu waktu yang
tidak banyak orang yang mampu bermunajat dan beristighfar kepada-Nya.
Dalam
sebuah hadis Qudsi digambarkan bahwa pada waktu sahur tersebut, Allah
dengan para malaikat-Nya turun ke langit dunia sambil berfirman, “Adakah di
antara hamba-Ku yang memohon ampun, pasti akan Kuampuni. Adakah di antara
hamba-Ku yang memohon pertolongan, pasti akan Kuberikan pertolongan
kepadanya.”
Salah
satu amaliyah di dalam bulan Ramadhan yang sangat dianjurkan oleh
Rasulullah SAW (sunnah muakadah) adalah makan pada waktu sahur. “Makan
sahurlah kamu sekalian, karena di dalamnya terdapat keberkahan.” (HR Imam
Bukhari dan Muslim).
Makna
keberkahan ini bukan hanya terbatas semata-mata pada makan dan minumnya,
tetapi juga pada aktivitas ibadah lainnya yang dilakukan pada waktu sahur
tersebut, seperti shalat tahajj\ud, bermunajat kepada Allah SWT, dan
membaca Alquran.
Jika
bangun pada waktu sahur ini dilakukan satu bulan terus-menerus, diharapkan
akan menjadi suatu kebiasaan sekaligus kebutuhan bagi orang-orang yang
beriman. Waktu sahur adalah waktu emas (golden time) yang sangat berharga
yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin karena di dalamnya terdapat
berbagai macam keberuntungan, keindahan, dan kenikmatan. Orang akan khusyu
dalam bermunajat kepada Allah SWT, akan khusyu pula dalam beribadah kepada
Allah SWT, dan khusyuk pula dalam berzikir kepada Allah SWT.
Oleh
karena itu, mari kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya waktu sahur yang
sangat berharga ini. Semoga Allah SWT melimpahkan keberkahan hidup kepada
kita semua. Amien. Wallahu a’lam.
|
Sempurnakan Ramadhan dengan Iktikaf
Oleh Dr Abdul Mannan
Tadarus,
salah satu kegiatan mengisi iktikaf di malam 10 hari terakhir Ramadhan
Ramadhan
tinggal beberapa hari lagi. Sudahkah kita jadikan momentum istimewa ini
sebagai media untuk benarbenar meraih predikat taqwa? Hari terakhir
Ramadhan bukanlah saat untuk semata-mata mempersiapkan Lebaran, bekerja
kian giat agar bisa belanja pakaian dan makanan, sampai-sampai meninggalkan
ibadah iktikaf.
Bagi
orang yang benar-benar merasa terpanggil oleh Allah SWT, tentu ia akan
jadikan Ramadhan ini benar-benar berarti dalam hidupnya. Ia akan berusaha
se mak simal mungkin meraih kerida an Allah SWT. Satu upaya yang harus
dilakukan dengan penuh keimanan dan penuh semangat di bulan suci ini ialah
iktikaf, terkhusus pada sepuluh hari terakhir. Di penghujung ayat tentang
Ramadhan (QS 2: 187), Allah menyebut tentang iktikaf. Ini mengindikasikan
bahwa iktikaf adalah hal penting untuk diutamakan seorang Muslim di bulan
Ramadhan.
Selain
itu, Rasulullah SAW tidak pernah melewatkan momentum Ramadhan untuk
iktikaf. Bahkan, pada tahun di mana Beliau meninggalkan umatnya untuk
selamalamanya. “Nabi dahulu iktikaf pada sepuluh hari terakhir dari
Ramadhan, hingga Beliau diwafatkan Allah SWT, kemudian istri-istrinya
iktikaf setelahnya.” (HR Bukhari).
Secara
bahasa iktikaf berarti menetapi sesuatu dan menahan diri agar senantiasa
tetap berada padanya, baik hal itu berupa kebajikan maupun keburukan.
Sementara
secara istilah iktikaf bermakna menetapnya seorang Muslim di dalam masjid
untuk melaksanakan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT.
Secara
historis, iktikaf dalam praktiknya juga dilakukan oleh Nabi dan umat
sebelum Rasulullah SAW. Kisah ini terdapat dalam firman-Nya: “Dan telah
Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk
orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk, dan yang sujud.” (QS 2:
125).
Iktikaf
akan membantu seorang Muslim mencapai derajat takwa dengan lebih sempurna.
Sebab, dengan iktikaf, dia akan senantiasa terdorong untuk melakukan
ibadahibadah dengan penuh kekhusyukan. Situasi demikian tentu akan mendorong
terjadinya peningkatan kualitas iman dan takwa.
Orang
yang iktikaf akan terbantu untuk melakukan shalat berjamaah tepat waktu,
shalat tarawih, shalat tahajud, shalat sunah, membaca Alquran, tafakur,
zikir, dan beragam bentuk ibadah lainnya. Dengan cara demikian, insya Allah
orang yang beriktikaf akan terbantu untuk mendapatkan malam lailatul qadar.
Iktikaf
tidak saja mendorong kesa daran untuk melakukan ba nyak ibadah, tetapi juga
kesadaran untuk mencintai masjid. Kecintaan kepada masjid adalah salah satu
ciri seorang yang ber iman kepada Allah dan hari akhir.
Allah
berfirman, Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah,
maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang
yang mendapat petunjuk. (QS 9: 18).
Jadi,
marilah kita laksanakan iktikaf dengan penuh kesungguhan.
|
Urgensi I`tikaf di Masjid
I’tikaf,
secara bahasa, berarti tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang
baik. Jadi, i’tikaf adalah tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat
beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Beri’tikaf bisa
dilakukan kapan saja. Namun, Rasulullah saw sangat menganjurkan I’tikaf di
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Inilah waktu yang baik bagi kita
untuk bermuhasabah dan taqarub secara penuh kepada Allah swt. guna
mengingat kembali tujuan diciptakannya kita sebagai manusia. “Sesungguhnya
tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu,”
begitu firman Allah di QS. Az-Zariyat (51): 56.
Para
ulama sepakat bahwa i’tikaf, khususnya 10 hari terakhir di bulan Ramadhan,
adalah ibadah yang disunnahkan oleh Rasulullah saw. Beliau sendiri
melakukanya 10 hari penuh di bulan Ramadhan. Aisyah, Umar bin Khattab, dan
Anas bin Malik menegaskan hal itu, “Adalah Rasulullah saw. beri’tikaf pada
10 hari terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bahkan, pada
tahun wafatnya Rasulullah saw. beri’tikaf selama 20 hari. Para sahabat
selalu melaksanakan ibadah ini. Sehingga Imam Ahmad berkata, “Sepengetahuan
saya tak seorang ulama pun mengatakan i’tikaf bukan sunnah.”
“I’tikaf
disyariatkan dengan tujuan agar hati beri’tikaf dan bersimpuh di hadapan
Allah, berkhalwat dengan-Nya, serta memutuskan hubungan sementara dengan
sesama makhluk dan berkonsentrasi sepenuhnya kepada Allah,” begitu kata
Ibnu Qayyim.
Itulah
urgensi i’tikaf. Ruh kita memerlukan waktu berhenti sejenak untuk disucikan.
Hati kita butuh waktu khusus untuk bisa berkonsentrasi secara penuh
beribadah dan bertaqarub kepada Allah saw. Kita perlu menjauh dari
rutinitas kehidupan dunia untuk mendekatkan diri seutuhnya kepada Allah
saw., bermunajat dalam doa dan istighfar serta membulatkan iltizam dengan
syariat sehingga ketika kembali beraktivitas sehari-hari kita menjadi
manusia baru yang lebih bernilai.
Waktu
I’tikaf
Rasulullah
memulai i’tikaf dengan masuk ke masjid sebelum matahari terbenam memasuki
malam ke-21. Ini sesuai dengan sabdanya, “Barangsiapa yang ingin i’tikaf
denganku, hendaklah ia i’tikaf pada 10 hari terakhir.”
I’tikaf
selesai setelah matahari terbenam di hari terakhir bulan Ramadhan. Tetapi,
beberapa kalangan ulama lebih menyukai menunggu hingga dilaksanakannya
shalat Ied.
Hal-Hal
Saat I’tikaf
Disunnahkan
bagi orang yang beri’tikaf untuk memperbanyak ibadah dan taqorrub kepada
Allah SWT. Seperti shalat sunnah, membaca AL Qur’an, Qiyamullail, tasbih,
tahmid, tahlil, takbir, istighfar, shalawat kepada Nabi SAW, doa dan
sebagainya. Namun demikian yang menjadi prioritas ulama adalah
ibadah-ibadah mahdhah. Bahkan sebagian ulama seperti Imam Malik,
meninggalkan segala aktivitas ilmiah lainnya dan berkonsentrasi penuh pada
ibadah-ibadah mahdhah.Dalam upaya memperkokoh keislaman dan ketaqwaan,
diperlukan bimbingan dari orang-orang yang ahli, karenanya dalam
memanfaatkan momentum i’tikaf bisa dibenarkan melakukan berbagai kajian
keislaman yang mengarahkan peserta i’tikaf untuk membersihkan diri dari
segala dosa dan sifat tercela serta menjalani kehidupan sesudah i’tikaf
secara lebih baik sebagaimana yang ditentukan Allah SWT dan Rasul-Nya. Hal
hal yang bisa menjadi bahan kajian saat I’tikaf adalah Tafsir, Hadist,
Siroh Nabawiyah, Siroh sahabat, Fiqh, Kajian Kontemporer, Muhsabah dll.
Semoga kita bisa memanfaatkan momentum ramadhan kali ini diakhiri dengan
ber-i’tikaf di masjid. Wallahua`lam
|
Keutamaan 10 Hari Terakhir Bulan Ramadhan
Bulan
Ramadhan merupakan bulan yang agung, bulan yang selalu dijadikan momentum untuk
meningkatkan kebaikan, ketakwaan serta menjadi ladang amal bagi orang-orang
yang shaleh dan beriman kepada Allah SwT.
Tidak
terasa, Ramadhan tahun ini sudah mendekati akhir karena telah telah
memasuki 10 hari terakhir. Sebagian ulama kita membagi fase bulan Ramadhan
dengan tiga bagian. Fase pertama, yaitu 10 hari pertama adalah sebagai fase
rahmat, 10 hari kedua atau pertengahan adalah fase maghfiroh, serta fase
ketiga atau 10 hari terakhir adalah fase pembebasan dari api neraka. Maka
saat ini kita berada dalam fase ketiga, yaitu fase pembebasan dari api
neraka. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Salman al- farisi,
“Adalah bulan Ramadhan, awalnya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya
pembebasan dari api neraka.”
Rasulullah
Muhammad Saw, yang merupakan manusia terpilih dan suri tauladan terbaik
bagi kita, jika Ramadhan memasuki 10 hari terakhir, maka beliau semakin
memaksimalkan diri dalam beribadah. Beliau menghidupkan malam harinya untuk
mendekatkan diri kepada Allah SwT, bahkan beliau membangunkan keluarganya
agar turut beribadah. Dari Aisyah r.a., ia menceritakan tentang keadaan
Nabi Saw ketika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, “Beliau jika
memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, mengencangkan ikat pinggang,
menghidupakn malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari).
Rasulullah
Saw sangat memerhatikan 10 hari terakhir bulan Ramadhan karena di dalamnya
begitu banyak keutamaan yang bisa didapatkan pada waktu-waktu tersebut.
Beberapa di antaranya: Pertama, sebagaimana sudah lazim kita pahami bahwa
sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan adalah turunnya lailatul qadr.
Malam yang sangat dinantikan untuk didapatkan oleh orang-orang yang
melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan dan pengharapan ridha Allah
SwT, karena pada malam tersebut siapa saja yang beribadah kepada Allah SwT
dengan penuh keimanan dan pengharapan kepada Allah SwT maka nilai ibadahnya
sama dengan bernilai ibadah selama 1000 bulan yang juga berarti sama dengan
83 tahun 4 bulan. Sebagaimana firman Allah SwT dalam surat Al-Qadr ayat 3:
“Lailatul Qdr itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 3).
Tentunya
dengan mendapatkan lailatul qadr adalah suatu hal yang sangat membahagiakan
bagi orang yang beriman yang melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan
kepada Allah SwT. oleh karenanya, pada hari 10 terakhir ini tidak sedikit
dari kaum muslimin yang melakukan i’tikaf di masjid agar rangkaian ibadah
yang dilaksanakan, shalat malam, tadarus Al-Qur’an, berdzikir dan
amalan-amalan lainnya dapat dilaksanakan dengan khusyuk, tentunya dengan
tujuan lailatul qadr dapat diraih. Pada malam tersebut keberkahan Allah swT
melimpah ruah, banyaknya malaikat yang turun pada malam tersebut, termasuk
Jibril a.s. Allah SwT berfirman: “Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga
terbit fajar.” (QS. Al-Qadr; 5).
Dalam
sebuah hadits shahih Rasulullah saw juga menyebutkan tentang keutamaan
melakukan qiyamullail di malam tersebut. Beliau bersabda. “Barangsiapa
melakukan shalat malam pada lailatul qadr karena iman dan mengharap pahala
Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Keutamaan
kedua adalah sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan merupakan pamungkas bulan
ini, sehingga hendaknya setiap insan manusia yang beriman kepada Allah SwT
mengakhiri Ramadhan dengan kebaikan, yaitu dengan berupaya dengan
semaksimal mungkin mengerahkan segala daya dan upayanya untuk meningkatkan
ibadah pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Karena amal perbuatan itu
tergantung pada penutupnya atau akhirnya.
Rasullah
Saw bersabda: “Ya Allah, jadikan sebaik-baik umurku adalah penghujungnya.
Dan jadikan sebaik-baik amalku adalah pamungkasnya. Dan jadikan sebaik-baik
hariku adalah hari di mana saya berjumpa dengan-Mu kelak.”
Dengan
demikian mari kita maksimalkan sisa-sisa bulan Ramadhan ini dengan
meningkatkan amaliyah ibadah kita kepada Allah SwT dengan qiyamullail
(menghidupkan malam) pada bulan Ramadhan, khususnya pada malam-malam
penghujung bulkan ini. Semoga kita mendapatkan segala limpahan kemuliaan
dari Allah SwT. Amiiiin……
|
Ya Allah jadikan umur Ramadhan ku panjang
Tak
terasa hari kemenangan telah tiba, antara sedih dan senang melingkupi.
Banyak penyesalan dalam diri berbarengan dengan membuncahnya optimisme masa
datang berkecamuk di hati. Betapa tidak, terasa sedih karena bulan yang
suci telah pergi, diri ini terasa jauh dari kata manusia bertaqwa, ibadah
masih banyak kurang disana sini, astaghfirulloh. Namun berbarengan dengan
hal tersebut disinilah tiba ujian sebenarnya, jika ingin di asumsikan bahwa
bulan ramadhan adalah bulan latihan maka 11 bulan kedepan adalah medan
operasi yang sebenarnya. Bak nasi sudah menjadi bubur, ramadhan telah usai,
penyesalan hanyalah tinggal penyesalan, mungkin tingkah laku dan amalan
kita dalam 11 bulan kedepan akan menjadi sebuah jawaban, apakah penyesalan
ini bisa berubah menjadi senyuman atau tetap menjadi sebuah penyesalan.
Teringat
wejangan ustadz lulusan al-azhar saat itu di salman,
“Parameter
keberhasilan ramadhan adalah ketika umur ramadhannya panjang”
Tentu
saja kita ingin ramadhan kita berhasil,lalu apa yang di maksud dengan umur
ramadhannya panjang?
Umur
ramadhan panjang -ustadz tersebut menjelaskan- adalah ketika ibadah-ibadah
selama bulan ramadhan kita berbekas ketika ramadhan telah usai. Jika kita
merenung kebelakang, ada sedikitnya 3 hal yang biasanya kita jarang lakukan
tetapi di bulan ramadhan fungsi tersebut ada,yaitu :
1.
Bulan Ramadhan sebagai bulan penggemblengan diri
Syahrut
tarbiyah, bulan penggemblengan. Dimana dirasa atau tidak, bagi seorang yang
mengaku beriman, secara langsung atau tidak langsung ibadah kita relatif
meningkat dari bulan lainnya. Shaum kita, tilawah kita, qiyam kita, dhuha
kita, berjamaah kita, sholat sunnah kita, sedekah kita dan ibadah-ibadah
lainnya cenderung naik derajatnya sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
2.
Ramadhan menumbuhkan kepekaan sosial
Syahr
al Muwa-sat, berarti Bulan Kepekaaan Sosial
Mengapa
puasa dapat menumbuhkan kepekaan sosial? Sebab, orang yang berpuasa telah
merasakan rasa lapar dan dahaga, mulai terbit matahari hingga tenggelamnya
sang surya. Temyata, tidak enak sekali kalau perut keadaan kosong dan
tenggorokan kering. Padahal, rasa lapar dan dahaga kita hanya sebentar. Di
Indonesia, rata-rata waktu puasa kita 13-14 jam. Itu pun kita sudah menyiapkan
berbagai menu serta berbagai suplemen dan vitamin di waktu sahur dan
berbuka. Di sini, kita dapat merasakan penderitaan orang lain.
3.
Bulan ramadhan sebagai penjaga hawa nafsu
Semua amal anak Adam dapat dicampuri
kepentingan hawa nafsu kecuali shaum. Maka sesungguh shaum itu semata-mata
untuk-Ku dan Aku sendiri yg akan membalas {Hr. Bukhari Muslim}.
Diikatnya
syaitan ketika bulan ramadhan, membuat kita lebih mudah menahan nafsu baik
makan maupun syahwat yang lain. Jika hawa nafsu sudah bisa kita kendalikan
maka ketika syetan dilepas kembali mereka sudah tunduk pada keinginan kita.
Dengan demikian hidup kita pun dapat dijalani dengan hawa nafsu yg berada
dalam keridhaan-Nya.
Pertanyaannya
sekarang adalah apakah kita sanggup dengan hasil penggemblengan selama
ramadhan kemarin, kita bisa istiqomah dalam beribadah, menjaga hawa nafsu
selalu dalam kebaikan dan senantiasa memilki kepekaan simpati dan empati
terhadap sesama seperti ramadhan kemarin?
Ya
Allah jadikan umur ramadhan ku panjang hingga penghujung usia
“Yaa muqollibal qulub, tsabbit qolbi
alaa dinik”
Wahai Zat yang membolak-balikkan hati,
tetapkanlah hati kami dalam agama-Mu
[HR. Muslim, Ahmad]
wallohu’alam
|
Kedudukan Puasa Ramadhan
Terjemahan dari : Muhammad Ibn Syâmi Muthâin
Syaibah
oleh :
Syafar Abu Difa
Segala
puji bagai Allah. Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi
terakhir, Nabi kita Muhammad, keluarganya, para sahabat dan siapa saja yang
mengambil petunjuknya hingga hari kiamat.
Adapun
selanjutnya:
Saudaraku
Muslim, puasa Ramadhan merupakan salah satu dari lima Rukun Islam, maka
perhatikanlah benar-benar rukun asas ini, agar dosa-dosamu yang lalu
benar-benar diampuni. Perhatian tersebut dalam bentuk:
Puasamu
haruslah karena imanmu, bahwa Allah mewajibkan puasa Ramadhan. Allah swt-
telah berfirman:
“…Barangsiapa
di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah
ia berpuasa pada bulan itu… “ (QS. Al-Baqarah: 185)
Dan
sabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam-:
“Datang
kepada kalian bulan Ramadhan, bulan berkah, Allah azzawajalla mewajibkan
kalian berpuasa pada bulan itu.”
[HR.
Ahmad dan an-Nasai. Hadits sahih]
Mengetahui
dengan keyakinan bahwa puasa Ramadhan merupakan salah satu dari lima
fondasi yang Islam dibangun di atasnya. Berimanlah dengan hal itu.
Mengetahui pentingnya puasa, serta kedudukannya dalam agama Islam ini.
Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda dalam Hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Umar -radiallahu’anhu-:
“Islam
dibangun atas lima perkara: Persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak
diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, berhaji ke baitullah (Kakbah) dan puasa
Ramadhan.”
[HR.
As-Syaikhân (al-Bukhari dan Muslim)]
Yakinilah
bahwa pada puasa Ramadhan terdapat kebaikan untukmu, karena yang
mewajibkannya adalah Allah yang mengetahui apa yang terbaik bagi
makhluk-Nya. Sebagaimana firman-Nya -ta’âla-:
“Apakah
Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan);
dan Dia Maha Lembut lagi Maha Mengetahui?” (QS. Al-Mulk: 14)
Jika
berpuasa, harapkanlah pahalanya di sisi Allah. Jangan mencari sesuatu
selain pahala puasamu di sisi Rabb-mu. Jangan termasuk mereka yang berniat
puasa agar terjaga dari penyakit, mengobati sakit yang diderita, ingin
mengurangi berat badan atau semata mengurangi hawa nafsunya tanpa
mengharapkan pahala dari Allah. Allah -ta’âla- telah berfirman:
“Barangsiapa
yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan
kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka
di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh
di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah
mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.”
(QS. Al-Hûd: 15-16)
Maka
itu jadikan puasamu semata-mata karena wajah Allah, negeri akhirat dan
tengah menaati perintah Allah dan rasul-Nya -shalallahu alaihi wasalam-
“Aku dengar dan aku taati.”
Jika
engkau mengharap pahala puasamu kepada Tuhan-mu, yang tidak mengganjarnya
selain Dia sendiri, itu akan menuntutmu berpuasa sesempurna mungkin dalam
menjaga niat maupun mengharap balasan, jauh dari apa-apa yang merusak
puasamu, baik yang membatalkan maupun yang merusak kesempurnaan pahala.
Jadikan pandanganmu tertumpu pada sabda Rasulullah -shalallahu alaihi
wasalam- :
“Setiap
amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali lipat hingga 700 kali
lipat. Allah -azzawajalla- berfirman, “Kecuali puasa, sesungguhnya ia
untuk-Ku, dan Aku yang akan mengganjarnya.”
[HR.
As-Syaikhân]
Jika
engkau berpuasa, wahai saudaraku Muslim, hendaknya yang ada di benak,
pikiran dan hatimu adalah menginginkan wajah Allah semata. Terdorong dengan
sabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam-:
“(Allah
berfirman: ) ‘Kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku yang akan
mengganjarnya. Dia meninggalkan hawa nafsu dan makanannya demi aku.”
Jika
engkau menjalani puasa Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka
engkau akan mendapatkan pengampunan dosa-dosa (kecil) yang telah lalu
dengan keutamaan dan rahmat Allah. Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam-
bersabda dalam hadits Abu Hurairah -radiallahu’anhu-:
“Siapa
yang puasa Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu.”
[HR.
As-Syaikhân]
Tetapi
engkau harus menghindari dosa-dosa besar. Rasulullah -shalallahu alaihi
wasalam- telah bersabda:
“Antara
shalat lima waktu, Jumat ke Jumat, Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus
dosa di antara itu semua, jika dosa besar dapat dihindari.” [HR. Muslim dan
selainnya]
Allah-lah
pemberi taufiq
Syariat
dan Hakikat Shaum
“Yaa ayyuhal ladziina aamanuu kutiba
‘alaikumush shiyaamu kamaa kutiba ‘alal ladziina min qablikum la’allakum
tattaqquun”, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu shaum
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Al
Baqarah, 2 : 183)
Seruan
ayat di atas khususnya ditujukan hanya bagi orang-orang yang beriman. Ini
bermakna bahwa tidak ada arti apa-apa bagi amal seseorang jika dilakukan
tidak berdasar iman. Betapapun mulianya amal perbuatan seseorang, kalau
dilakukan tanpa dasar iman dengan niat semata-mata ingin mencapai ridha
Allah, maka sia-sialah amalnya itu, dia tidak menjadi amal yang shaleh di
hadapan Allah SWT.
Adapun
ciri-ciri orang yang beriman cukup banyak dipaparkan dalam Al Qur’an, salah
satu di antaranya sebagaimana dalam
firman-Nya: “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta
dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar” (Al
Hujuraat, 49 : 15).
Berkaitan
dengan Ramadhan, ada beberapa hadits yang patut kita simak. Di antaranya
dalam sabdanya: “Jika tiba bulan suci Ramadhan maka dibukalah oleh Allah
pintu-pintu surga (rahmat Allah) dan ditutuplah rapat-rapat pintu neraka
dan syaitan pun dibelenggu” (HR. Bukhari). Maknanya, bahwa dalam bulan
Ramadhan, Allah SWT memberikan peluang bagi setiap orang yang mau
melaksanakan ibadah dengan Allah membuka selebar-lebarnya jalan masuk
syurga dan seakan-akan tertutuplah baginya untuk masuk pintu neraka
Jahannam.
Untuk
memudahkan orang-orang memasuki pintu syurga, maka selama bulan Ramadhan
Iblis pun dibelenggu oleh Allah. Mereka tidak diberi kesempatan oleh Allah
untuk menggoda manusia agar manusia lebih mudah lagi menuju syurga. Bila
syaitan selama bulan Ramadhan dibelenggu, maka saat itu pula semoga kita
bisa introspeksi diri kita, siapa sebenarnya diri kita ? Karena ada di
antara saudara kita yang melakukan perbuatan maksiat di luar bulan Ramadhan
sering pula dia berdalih menyalahkan syaitan, karena syaitanlah yang
menjerumuskannya.
Dalam
hadits lain, dari Abu Hurairah ra. berkata: Nabi Saw. bersabda: “Setiap amal Bani Adam dilipatgandakan
pahalanya, satu kebaikan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat.
Allah berfirman: “kecuali shaum, shaum itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan
memperhitungkannya” (HR. Muslim)
Kenapa Allah SWT sampai harus menyatakan, bahwa shaum itu khusus
untuk-Ku ? Padahal semua ibadah yang kita lakukan dalam kehidupan ini
semuanya hanya untuk Allah. Memang, semua ibadah yang kita lakukan adalah
untuk Allah, tapi mungkinkah seseorang itu shalat, berzakat, menunaikan
haji dan bersedekah bukan karena Allah? “Sangat mungkin”. Tapi sangat kecil
kemungkinan seseorang itu shaum bukan karena Allah.
Dalam
lanjutan haditsnya, lalu Allah SWT menjanjikan bagi seseorang yang bisa
mencapai hakikat shaum, dikatakan bahwa dia akan memperoleh “dua”
kebahagiaan atau kenikmatan. Kenikmatan pertama, dia akan memperoleh
kebahagiaan atau kenikmatan saat berbuka. Kenikmatan ini bisa diperoleh
seseorang yang shaum setelah dari terbit fajar hingga terbenam matahari
bisa mengendalikan hawa nafsu dari perbuatan yang tidak diridhai
Allah. Kenikmatan kedua, orang yang
bisa mencapai hakikat shaum dijanjikan Allah di akhirat kelak dia bisa
berjumpa dengan Allah.
Pada
ujung hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ini dinyatakan bahwa “bau
mulut orang yang sedang shaum itu di sisi Allah lebih wangi daripada minyak
kasturi”. Pernyataan Allah SWT yang seperti ini menunjukkan bahwa setiap
orang yang shaum dan shaumnya baik dan benar sesuai yang dicontohkan
Rasulullah Saw, maka semua aspek kehidupannya dihargai oleh Allah. Dari
mulai ucap, sikap dan perilakunya akan bernilai di sisi Allah SWT. Kenapa
bisa disimpulkan demikian ? Karena bau mulut seorang yang sedang shaum saja
bernilai.
Dalam
hadits lain dari Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Bukhori, Rasulullah
Saw menyatakan, “Barang siapa yang tidak bisa menahan diri dari
ucapan-ucapan yang keji atau melakukan perbuatan yang keji, maka tidak ada
kepentingan bagi Allah dia menahan diri dari lapar dan dahaga”. Syariat
shaum di antaranya adalah menahan diri dari makan dan minum yang halal,
sebab dari yang haram seseorang sudah pasti harus “shaum” (menahan diri)
seumur hidup. Agar seseorang bisa menahan diri dari yang haram seumur
hidup, maka dilatihlah ia oleh Allah selama bulan Ramadhan dari terbit
fajar hingga terbenam matahari dengan bershaum dari hak milik sendiri yang
halal. Maka apa artinya shaum dari yang halal, kalau sepanjang hari
melakukan yang haram dengan mengucapkan kata-kata yang keji, misalnya.
Adakah
maksud tertentu di balik perintah “Shaum” (menahan diri) untuk menikmati
sesuatu yang halal dari terbit fajar hingga terbenam matahari ? Padahal,
yang akan dinikmati itu adalah milik sendiri yang halal. Maksud dari
latihan selama sebulan “Shaum” dari yang halal itu adalah diharapkan
sebelas bulan berikutnya di luar bulan Ramadhan semestinya bisa dan mampu
shaum untuk menahan diri dari yang haram. Inilah sebenarnya hakikat shaum
yang dikehendaki oleh Allah yang jika dipenuhi oleh setiap Mu’min,
dipastikan ia akan mencapai derajat termulia di sisi Allah SWT yakni
Muttaqien sebagai buah dari shaumnya (Q.S. Al Baqarah, 2 : 183).
Agar
kita mencapai derajat Muttaqien (Q.S. Al Hujuraat, 49 : 13) kita dituntut
menunaikan amal ibadah termasuk di dalamnya ibadah shaum dengan penuh
kesungguhan sehingga kita tidak sampai terancam oleh peringatan Rasulullah
Saw yang dalam haditsnya menyatakan, “Alangkah banyaknya orang yang melakukan
ibadah shaum, mereka tidak memperoleh apa-apa dari shaumnya kecuali lapar
dan dahaga” (HR. Ahmad dan Hakim). IniIah yang mesti kita khawatirkan,
bagaimana agar jangan sampai kita masuk golongan mayoritas orang yang shaum
tapi tidak sampai kepada tujuan shaum yang menjadikan kita insan yang
muttaqien.
Semoga
ibadah Ramadhan kita kali ini dapat mengantarkan kita untuk dapat memenuhi
kriteria-kriteria takwa yang telah sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.
Amin!
Wallahu
a’lam bish-shawab
|
Menjadikan Shaum tak Sekadar Ritual
Ramadhan
selalu dinanti hamba-hamba Allah yang beriman. Selama sebulan penuh,
insan-insan beriman dan bertakwa diwajibkan untuk menunaikan ibadah shaum.
Shaum Ramadhan bertujuan untuk mencetak hamba-hamba Allah SWT yang beriman
dan bertakwa.
Secara
bahasa shaum berarti menahan (imsak). Sedangkan secara istilah shaum
berarti menahan makan, minum, menggauli istri dan segala yang membatalkan
puasa, dari terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan niat ibadah.
Psikiater
terkemuka di Tanah Air, Prof Dr Dadang Hawari, menegaskan, inti dari shaum
adalah pengendalian diri. Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia itu, menambahkan, shaum bukan hanya sekedar menahan lapar dan
dahaga. “Yang paling penting adalah mengendalikan diri dari hal-hal yang
dilarang,” tuturnya.
Dengan
mampu mengendalikan diri, tutur dia, maka seorang Muslim dapat tercegah
dari segala perbuatan keji dan munkar. Saat ini, kata Dadang, perbuatan
keji dan munkar tengah melanda sebagian besar masyarakat Indonesia.
Perbuatan keji dan munkar itu, lanjutnya, berbentuk 5M.
Pertama,
madat alias narkotika. Kedua, minuman keras. Ketiga, main judi. Keempat
maling termasuk korupsi. Kelima madon atau main perempuan, prostitusi,
pelacuran, dan penyimpangan seksual lainnya. “Kalau shaum benar-benar
dilaksanakan dengan baik, maka seorang Muslim akan anti terhadap 5M tadi,”
ungkapnya. Sayangnya, kata dia, pada sebagian Muslim, puasa masih hanya
jadi sebatas ritual.
“Akibatnya,
puasa, ya, puasa, korupsi dan kemaksiatan tetap masih juga,” ujarnya.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Dadang menegaskan, hal itu terjadi karena
rukun Islamnya saja yang dijalankan.
“Rukun
imannya di mana? Kalau, misalnya, saya beriman kepada Allah yang Maha
Tunggal, Maha Mengetahui, Maha Melihat, bagaimana saya mau korupsi. Apalagi
saya percaya bahwa malaikat di kanan-kiri, mencatat apa yang saya lakukan.
Maka tidak mungkin saya melakukan hal-hal yang keji dan munkar itu. Rukun
iman ini yang kurang. Ini yang menjadi masalah kita.”
Majelis
Pimpinan Badan Kerja Sama Pondok Pesantren se-Indonesia (BKSPPI), Prof KH
Didin Hafidhuddin, mengungkapkan, tujuan utama shaum bulan Ramadhan adalah
mencetak manusia-manusia yang bertakwa. Menurut dia, takwa adalah orang
yang selalu berusaha meningkatkan kualitas diri, kualitas akhlak, kualitas
pengetahuan, kualitas ibadahnya kepada Allah maupun juga kualitas kesalehan
sosialnya.
Ia
mengungkapkan, praktik-praktik yang dijalankan dalam ibadah shaum
menggambarkan sesuatu yang sangat luar biasa. Shaum, kata dia, meng ajarkan
prinsip hidup jujur. Seorang yang berpuasa tidak mau makan, minum, di
tengah hari, walaupun itu makanan dan minuman halal, serta tidak ada orang
yang tahu. Semua itu dilakukan karena sadar bahwa Allah Maha Tahu.
Hal
seperti itu sudah seharusnya diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
“Kita jadi tidak mau berbuat curang, korupsi, walapun tidak ada yang tahu,
pengawas tidak tahu, aparat hukum tidak tahu. Kita menyadari Allah Maha
Tahu,” papar ketua umum Baznas itu. Kesadaran semacam itu, kata dia, harus
dibangun seluruh umat Muslim.
Selain
itu, papar dia, ibadah puasa juga membangun empati kepada sesama, terutama
kepada orang-orang fuqara. Empati bermakna, seorang Muslim tak akan
mengkonsumsi sesuatu secara berlebih-lebihan, sementara orang lain banyak
yang membutuhkan.
Ibadah
shaum, tutur Kiai Didin, juga bertujuan membangun ukhuwwah. “Satu perasaan
yang diba ngun oleh ajaran Islam. Kalau sama rata nggak mung kin. Yang
dibangun oleh Islam sama-rasa,” ujarnya. Sehingga, antara sesama Muslim tumbuh
ka sih sayangnya, saling mencintai, menghormati, menghargai seperti satu
tubuh yang tak dapat dipisahkan Ketua MUI Kabupaten Bogor, Dr KH Ahmad
Mukri Ajie, menambahkan, Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan keutamaan,
penuh dengan kemuliaan, antara lain dengan melaksanakan puasa Ramadhan.
Sehingga, shaum Ramadhan bisa melebur berbagai kealpaan dan dosa.
|
3 Hikmah penting dalam mengarungi bulan Ramadhan
Ramadhan
sering datang dengan tiba-tiba, dan berlalu begitu cepat tanpa terasa. Ia
adalah momentum termahal yang pernah kita punya untuk mendulang pahala …
Ramadhan
yang dirindukan telah menjelang.
Setiap kita mempunyai beragam cara untuk menyambutnya. Musim
kebaikan tahunan ini memang tak layak untuk dilewatkan begitu saja. Bahkan Rasulullah SAW sejak awal
mengadakan briefing penyambutan Ramadhan di tengah-tengah para
sahabat. Dari Abu Hurairah ra,
Rasulullah SAW bersabda : “ Sungguh telah datang padamu sebuah bulan yang
penuh berkah dimana diwajibkan atasmu puasa di dalamnya, (bulan) dibukanya
pintu-pintu surga, dan ditutupnya pintu-pintu neraka jahannam, dan
dibelenggunya syaitan-syaitan, Di dalamnya ada sebuah malam yang lebih
mulia dari seribu bulan. Barang siapa diharamkan dari kebaikannya, maka
telah diharamkan (seluruhnya) “(HR Ahmad, Nasa’i dan Baihaqi)
Ramadhan
sering datang dengan tiba-tiba, dan berlalu begitu cepat tanpa terasa. Ia
adalah momentum termahal yang pernah kita punya untuk mendulang pahala. Ini
mirip bulan promosi dan besar-besaran
yang ditawarkan di pusat-pusat perbelanjaan. Kebaikan nilai
pahalanya menjadi berlipat-lipat, semua orang berburu memborongnya. Saya
sering mengibaratkan Romadhon itu : Bagaikan kita mendapat ‘hadiah’ di
sebuah pusat perbelanjaan. Kita diberi kesempatan untuk mengambil semua
barang belanja di dalamnya, namun hanya dalam waktu beberapa saat saja
! Allah SWT menggambarkannya dalam
Al-Qur’an : ” (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu” ( QS Al-Baqarah
184)
Semua
kita, jika diberi kesempatan ‘gratisan’ semacam itu, pasti segera meloncat
lalu berlari menuju rak-rak belanjaan untuk segera mengambil barang-barang,
dari yang termahal hingga termurah. Nyaris tanpa henti hingga waktunya
selesai. Lelah berkeringat bukan masalah. Apa yang dalam pikiran kita
adalah ini kesempatan berharga.. Sekali lengah atau berhenti bisa berarti
kerugian yang tak terbayangkan. Apa
makna dari gambaran di atas ? Satu arti yang harus kita pahami dan kita
catat dengan baik adalah ; bahwa Ramadhan memang benar-benar berbeda. Perlu
interaksi, konsentrasi dan energi yang berbeda pula dalam menyikapinya.
Jangan sekali-sekali menyamakan
Ramadhan dengan sebelas bulan yang lainnya. Berbeda dan sungguh
berbeda, bahkan mulai dari cara kita menyambutnya. Yang menyamakan
siap-siap saja gulung tikar di hari-hari pertama.
Salah
satu cara kita menyambutnya adalah dengan memahami Hikmah Ramadhan. Kita
bisa sesibuk apapun dalam bulan Ramadhan, tapi tanpa menyelami hikmahnya,
barangkali yang tersisa saat Syawal menjelang hanyalah kelelahan fisik yang
tak terkira. Saat musim mudik usai, mungkin hanya suara parau sisa
kebut-kebutan tilawah yang bersisa. Namun sebaliknya, dengan mengetahui
sejuta hikmah dalam Ramadhan, maka kita akan menikmati amal-amal ibadah
dalam Ramadhan dengan penuh penghayatan dan kekhusyukan. Kita menjalani
paket ibadah Ramadhan lengkap dengan lebih ringan karena memahami
manfaatnya buat kita. Dan lebih hebat lagi, setelah Ramadhan usai pun kita
masih bisa merasakan hikmahnya dalam menjalani hari-hari selanjutnya.
Mari
sejenak mengambil ibarat : seorang yang minum obat-obatan dan seorang yang
minum madu atau multivitamin. Yang minum obat-obatan, biasanya sekedar
‘menggugurkan’ kewajiban agar terbebas dari rasa sakitnya. Ia sendiri tak
pernah paham khasiat apa yang terkandung dalam obat tersebut. Yang jelas
dokter mewajibkannya meminum obat tersebut secara rutin tiga kali sehari.
Maka ia meminumnya dengan setengah hati dan terbebani. Lain lagi dengan
seorang yang minum madu atau multivitamin yang sejenis. Ia tahu persis
khasiat yang terkandung di dalamnya, sebagaimana ia juga meyakini manfaat
besar yang akan ia dapatkan ketika meminumnya. Maka ia meminumnya dengan
begitu ringan dan bersemangat. Contoh kedua inilah yang ingin kita
praktekkan dalam hari-hari Ramadhan kita. Kita memahami hikmah dan
‘khasiat’ ramadhan bagi diri kita, lalu menikmati dan menjalani semua amal
dan aktifitas di dalamnya dengan penuh semangat, gairah dan vitalitas !! (
ups .. mirip iklan jadinya).
Saya
meyakini ada sejuta hikmah dalam Ramadhan yang mulia ini. Mari kita intip
tiga di antaranya sebagai penyemangat awal sekaligus oleh-oleh Ramadhan
saat telah usai nanti :
Pertama
: Ramadhan sebagai Training Keikhlasan
Puasa
adalah ibadah yang melatih keikhlasan. Maka puasa Ramadhan selama sebulan
adalah training keikhlasan yang sangat efektif. Sejak awal Rasulullah SAW
menjelaskan betapa ibadah puasa benar-benar jalur langsung antara seorang
dengan Tuhannya. Puasa menjadi ibadah yang begitu mulia karena langsung
dinilai oleh Allah sang Maha Mulia.
Beliau meriwayatkan firman Allah SWT dalam sebuah hadits Qudsi : “
Setiap amal manusia adalah untuknya kecuali Puasa, sesungguhnya (puasa) itu
untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya “ ( HR Ahmad dan Muslim).
Ibadah
Puasa melatih kita untuk ikhlas dalam arti yang paling sederhana, yaitu :
beramal hanya karena Allah SWT, mengharap pahala dan keridhoan-Nya. Betapa tidak ? Hampir semua ibadah bisa
dideteksi dengan mudah oleh semua manusia, kecuali puasa. Orang menjalankan
sholat dan zakat bisa dengan mudah
terlihat dengan mata telanjang. Apalagi ibadah haji, rasa-rasanya
satu kampung pun bisa mengetahui kalau salah satu kita menunaikan ibadah
haji. Berbeda dengan puasa, yang hampir-hampir tidak bisa diketahui oleh
orang lain karena kita ‘sekedar’ menahan tidak makan minum dan berhubungan
badan.
Artinya,
dalam puasa kita dipaksa untuk ‘ikhlas’ menjalani itu semua hanya karena
Allah SWT. Sekiranya bukan karena ikhlas, akan sangat mudah bagi seseorang
untuk mengelabui keluarga atau teman-temannya. Ia bisa ikut sahur dan juga
berbuka bersama keluarga, tapi di siang hari mungkin saja menyantap lahan
makanan di warung langganannya. Kita semua juga bisa berakting puasa dengan
mudah, tapi lihatlah : tidak pernah terbersit dalam hati kita untuk
menjalani puasa dengan modus semacam itu. Subhanallah, inilah training keikhlasan
terbaik yang pernah kita dapati. Sebulan penuh merasa di awasi dan beramal
hanya karena Allah SWT. Mari kita sedikit berangan, seandainya kaum
muslimin di Indonesia bisa mengambil sedikit saja oleh-oleh keikhlasan
samacam ini untuk bulan-bulan selanjutnya, bisa kita bayangkan angka
kejahatan, korupsi dan sebagainya insya Allah akan menurun drastis. Karena
mereka semua merasa di awasi oleh Allah SWT, lalu menjalankan ketaatan
dengan ikhlas sebagaimana meninggalkan kemaksiatan juga dengan ikhlas.
Kedua
: Ramadhan untuk Training Keistiqomahan
Momentum
Ramadhan yang penuh dengan berbagai
amalan –dari pagi hingga malam hari- mau tidak mau, suka tidak suka, akan
membuat seorang berlatih untuk istiqomah dalam hari-hari selanjutnya. Kita
semua benar-benar menjadi orang yang sibuk dalam bulan Ramadhan. Bangun di
awal hari untuk sholat malam dan sahur, kemudian siang hari yang dihiasi
tilawah dan dakwah, belum lagi malam hari yang bercahayakan tarawih dan
tadaruh. Semua kita lakukan dalam tempo sebulan penuh terus menerus. Sebuah
kebiasaan tahunan yang nyaris tidak kita percaya bahwa kita bisa
menjalaninya. Semangat beribadah
kita benar-benar dipacu saat memulai Ramadhan. Bahkan Rasulullah SAW
memberikan panduan agar melipatgandakan semangat saat akan melepas bulan
mulia tersebut. Dari Aisyah ra, ia berkata : adalah Nabi SAW ketika masuk
sepuluh hari yang terakhir (Romadhon), menghidupkan malam, membangunkan
istrinya, dan mengikat sarungnya (HR Bukhori dan Muslim)
Bila
training keistiqomahan ini kita resapi dengan baik, maka kita akan terbiasa
beramal secara terus menerus dan berkelanjutan dalam bulan yang lain.
Segala halangan dan rintangan akan teratasi dengan sempurna karena semangat
istiqomah yang telah tertempa dalam dada kita. Pada bulan berikutnya, saat
lelah melanda, ada baiknya kita mengingat kembali semangat kita yang
menyala-nyala dalam bulan Ramadhan. Untuk kemudian bangkit dan melanjutkan
amal dengan penuh semangat !
Ketiga
: Ramadhan sebagai Training Ihsan
Syariat
kita mengajarkan untuk optimal atau ihsan dalam setiap ibadah. Tak terkecuali
dengan ibadah puasa Ramadhan. Setiap kita diminta untuk meniti hari-hari
puasa dengan penuh ketelitian. Menjaganya dari segala onak yang justru akan
memporakporandakan pahala puasa kita. Rasulullah SAW telah mengingatkan : ”
Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi tidak mendapatkan dari puasanya
kecuali hanya rasa lapar. Dan betapa banyak orang yang sholat malam, tapi
tidak mendapatkan dari sholatnya kecuali hanya begadang ” (HR Ibnu Majah)
Ini
artinya, hari-hari puasa kita haruslah penuh kehati-hatian. Menjaga lisan,
pandangan dan anggota badan lainnya dari kemaksiatan. Sungguh berat, tapi
tiga puluh hari latihan seharusnya akan membuat kita melangkah lebih ringan
dalam hal ihsan pada bulan-bulan selanjutnya. Bahkan semestinya, perilaku ihsan ini
memang menjadi branding kaum muslimin dalam setiap amalnya.
Terakhir,
banyak hikmah lain yang terserak sedemikian rupa dalam titian tiga puluh
hari yang mulia ini. Tidak ada
pilihan lain bagi kita kecuali mengais hikmah-hikmah tersebut dari hari ke
hari Ramadhan kita, untuk kemudian menjadikannya sebagai simpanan dalam
menyambut bulan-bulan berikutnya.
Mari memulai dari keinginan tulus dalam hati untuk mensukseskan
Ramadhan tahun ini. Lalu diikuti dengan kesungguhan dalam mengisinya bahkan
hingga saat hilal Syawal menjelang. Agar kegembiraan yang dijanjikan bisa
kita dapatkan. Rasulullah SAW bersabda : ” Bagi orang yang berpuasa ada dua
kegembiraan, kegembiraan ketika berbuka ( buka puasa dan juga saat Idul
Fitri) dan kegembiraan saat bertemu Tuhan mereka ” ( Hadits Bukhori &
Muslim ). Wallahu a’lam bisshowab.
|
Semangat kerja sebagai penghapus dosa
Abu
Hurairah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya ada
dosa-dosa yang tidak terhapuskan dengan melakukan shalat, puasa, haji, dan
umrah.” Para sahabat bertanya, “Lalu, apa yang dapat menghapuskannya, wahai
Rasulullah SAW?” Beliau menjawab, “Bersemangat dalam mencari rezeki.”
Semangat
dalam bekerja merupakan keharusan untuk siapa pun yang ingin mendapatkan
kesuksesan dan kebahagiaan. Baik sukses di dunia maupun akhirat. Begitu
pun, dengan orang yang semangat dalam bekerja, dia akan meraih kebagiaan.
Bahagia karena akan mendapatkan impian dan harapannya.
Islam
sangat menghargai orang yang penuh dedikasi dan loyalitas dalam bekerja.
Dalam kondisi apa pun, kita harus tetap bersemangat untuk selalu bergerak
menangkap peluang-peluang dan membuka pintu-pintu rezeki yang telah
disediakan-Nya. Allah Maha Rahman dan Rahim, Allah pula Mahakaya. Oleh
karena itu, kita jangan takut kehabisan dengan kekayaan di dunia ini.
Untuk
membuktikan dan meraih anugerah-Nya, Allah SWT menyeru kita untuk bergerak
dinamis menyambut rezeki-Nya. Bukan dengan berdiam diri banyak zikir dan
berdoa, atau mengasingkan diri untuk semedi dan lain sebagainya, tetapi
bergerak terus menciptakan dan membuka peluang. Berdoa harus, tetapi rezeki
tidak datang dengan sendirinya kalau tidak ditopang dengan berusaha
meraihnya. Bekerja juga merupakan bentuk ibadah yang kualitasnya sama
dengan ibadah-ibadah lainnya.
Dalam
surah Al-Jumu’ah [62]: 10, Allah SWT berfirman, “Apabila telah ditunaikan
shalat, bertebaranlah kamu di muka bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” Rasulullah SAW bersabda,
“Mencari rezeki yang halal adalah wajib sesudah menunaikan yang fardhu
(seperti shalat dan puasa).” (HR Thabrani dan Baihaqi).
Kalau
tidak bergerak dan kerja keras, hal itu melawan sunatullah dan apa yang
pernah dicontohkan Rasulullah SAW. Rasul bersabda, “Sebaik-baik manusia
dalam melakukan pekerjaannya adalah mereka yang berusaha semaksimal mungkin
dengan mengeluarkan kemampuan yang ada dalam dirinya.” Tidak langsung
memvonis diri tidak mampu dan tidak ditakdirkan untuk miskin atau gagal.
Rasulullah
SAW sangat menyukai orang yang bekerja dengan penuh tantangan, ketimbang
mudah putus asa atau pasrah terhadap usaha yang sedang dikerjakan.
Rasulullah SAW pernah mencium tangan Sa’ad bin Mu’adz ketika melihat tangan
Sa’ad yang kasar karena bekerja keras. “Inilah dua tangan yang dicintai
Allah,” kata Nabi Muhammad SAW.
Di
dalam hadis lain yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari, Nabi Muhammad SAW
bersabda, “Demi Allah, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi
ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual,
itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain, terkadang ia
dapat atau terkadang ia ditolak.”
Sangat
disayangkan karena tidak sedikit mental yang tidak siap bertarung dalam
meraih rezeki-Nya. Mereka ingin mudah dalam meraihnya, salah satunya dengan
meminta. Kalau ingin sukses, keluarkanlah keringat dari badan sendiri dan
berjuanglah untuk menikmati kerja keras.
Sumber:Republika
|
3 hal pengurang nilai shaum ramadhan
Oleh : K.H. Didin Hafidhuddin
marilah
kita berpuasa dengan benar, baik secara lahiriah (tidak makan dan minum)
maupun memuasakan hati dan pikiran kita dari hal-hal yang buruk.
Dalam
sebuah hadis sahih, Rasulullah SAW menyatakan, banyak orang yang berpuasa,
tetapi tidak menghasilkan apa pun dari puasanya, selain lapar dan haus. (HR
Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim).
Hadis
ini mengisyaratkan secara tegas bahwa hakikat shaum (puasa) itu,
sesungguhnya, bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga. Akan tetapi, puasa
adalah menahan diri dari ucapan dan perbuatan kotor yang merusak dan tidak
bermanfaat. Termasuk juga kemampuan untuk mengendalikan diri terhadap
cercaan dan makian orang lain. Itulah sebagian dari pesan Rasulullah SAW
terhadap kaum Muslimin yang ingin puasanya diterima Allah SWT.
Pada
umumnya, orang yang berpuasa mampu menahan diri dari makan dan minum, dari
terbit fajar sampai terbenam matahari, sehingga puasanya sah secara hukum
syariah. Akan tetapi, banyak yang tidak mampu (mungkin juga kita)
mengendalikan diri dari hal-hal yang mereduksi, bahkan merusak pahala puasa
yang kita lakukan.
Pertama,
ghibah, menyebarkan keburukan orang lain, tanpa bermaksud untuk
memperbaikinya. Hanya agar orang lain tahu bahwa seseorang itu memiliki aib
dan keburukan yang disebarkan di televisi dan ditulis dalam surat kabar dan
majalah, lalu semua orang mengetahuinya. Penyebar keburukan orang lain
pahalanya akan mereduksi sekalipun ia melaksanakan puasa, bahkan mungkin
hilang akibat perbuatan ghibah yang dilakukannya.
Kedua,
memiliki pikiran-pikiran buruk dan jahat, dan berusaha melakukannya,
seperti ingin memanfaatkan jabatan dan kedudukan untuk memperkaya diri,
terus-menerus melakukan korupsi, mengurangi takaran dan timbangan,
mempersulit orang lain, dan melakukan suap-menyuap. Jika hal itu semua
dilakukan, perbuatan tersebut pun dapat mereduksi pahala puasa, bahkan juga
dapat menghilangkan pahala serta nilai-nilai puasa itu sendiri.
Ketiga,
sama sekali tidak memilik empati dan simpati terhadap penderitaan orang
lain yang sedang mengalami kelaparan atau penderitaan, miskin, dan tidak
memiliki apa-apa. Orang yang berpuasa, akan tetapi tetap berlaku kikir dan
bakhil, nilai puasanya akan direduksi atau dihilangkan oleh Allah SWT.
Oleh
karena itu, marilah kita berpuasa dengan benar, baik secara lahiriah (tidak
makan dan minum) maupun memuasakan hati dan pikiran kita dari hal-hal yang
buruk. Latihlah pikiran dan hati kita untuk selalu lurus dan jernih,
disertai dengan kepekaan sosial yang semakin tinggi. Berusahalah membantu
orang-orang yang sedang mengalami kesulitan hidup. Wallahu a’lam
bish-shawab.
|
Enam Keutamaan di Bulan Ramadhan
Ramadhan
adalah bulan berkah, bulan sejuta hikmah, dan bulan kemuliaan yang lebih
baik dari seribu bulan. Pendek kata, beruntunglah orang-orang yang bertemu
dengan Ramadhan dan bisa berbuat kebajikan di dalamnya. Kemuliaan dan
keberkahan Ramadhan telah disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya.
“Wahai
segenap manusia, telah datang kepada kalian bulan yang agung penuh berkah,
bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari
seribu bulan. Allah menjadikan puasa di siang harinya sebagai kewajiban,
dan qiyam di malam harinya sebagai sunah. Barangsiapa menunaikan ibadah
yang difardukan, maka pekerjaan itu setara dengan orang mengerjakan 70
kewajiban.
Ramadhan
merupakan bulan kesabaran dan balasan kesabaran adalah surga. Ramadhan
merupakan bulan santunan, bulan yang di mana Allah melapangkan rezeki
setiap hamba-Nya. Barangsiapa yang memberikan hidangan berbuka puasa bagi
orang yang berpuasa, maka akan diampuni dosanya, dan dibebaskan dari
belenggu neraka, serta mendapatkan pahala setimpal dengan orang yang
berpuasa tanpa mengurangi pahala orang berpuasa tersebut.” (HR Khuzaimah).
Dari
hadis di atas, ada beberapa keutamaan Ramadhan. Pertama, syahrul azhim
(bulan yang agung). Azhim adalah nama dan sifat Allah. Namun, juga
digunakan untuk menunjukkan kekaguman terhadap kebesaran dan kemuliaan
sesuatu. Ramadhan mulia dan agung, karena Allah sendiri telah mengagungkan
dan memuliakannya.
Kedua,
syahrul mubarak. Bulan ini penuh berkah, berdayaguna dan bermanfaat. Detik
demi detik, waktu yang berjalan pada bulan suci ini, ia bagaikan rangkaian
berlian yang sangat berharga bagi orang beriman. Karena semuanya diberkahi
dan amal ibadahnya dilipatgandakan.
Ketiga,
syahru shiyam. Pada bulan Ramadhan dari awal hingga akhir kita menegakkan
satu dari lima rukun (tiang) Islam yang sangat penting, yaitu shaum
(puasa). Keempat, syahru nuzulil qur’an. “Bulan Ramadhan adalah bulan yang
di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan
bagi petunjuk, dan furqan (pembeda).” (Al-Baqarah [2]: 185).
Kelima,
syahrul musawwah (bulan santunan). Di bulan Ramadhan sangat dianjurkan bagi
setiap Muslim untuk saling bederma, berkasih sayang dengan sesamanya yang
keadaannya jauh memprihatinkan daripada kita.
Keenam,
syahrus shabr (bulan sabar). Bulan Ramadhan melatih jiwa Muslim untuk
senantiasa sabar tidak mengeluh dan tahan uji. Sabar adalah kekuatan jiwa
dari segala bentuk kelemahan mental, spiritual, dan operasional. Orang
bersabar akan bersama Allah sedangkan balasan orang-orang yang sabar adalah
surga. Semoga semua bisa memanfaatkan momentum Ramadhan ini untuk
memperbanyak ibadah kepada Allah. Amin.
|
Beberapa kesalahan umum di bulan Ramadhan
Seperti
kita ketahui bersama bahwa Ramadan adalah bulan yang penuh dengan kebaikan,
bulan yang penuh dengan ampunan, bulan yang penuh berkah, bulan yang Insya
Allah membawa manusia dalam taraf keimanan yang paling tinggi.
Berbagai
kebaikan yang kita kerjakan di bulan Ramadan akan mendapatkan pahala yang
berlipat ganda dari Allah? Jika kita mengerjakan ibadah sunnah, maka
ganjarannya akan sama dengan mengerjakan ibadah wajib di hari-hari lainnya.
Dan bila kita mengerjakan ibadah wajib, maka Allah akan mengganjarnya
dengan pahala 700 kali lipat dari pahala di hari-hari biasa. Belum lagi
janji ampunan dari Allah bagi kita. Plus door prize malam Lailatul Qadar di
10 hari terakhir bulan Ramadan.
Namun
sayangnya banyak sekali orang yang tidak memanfaatkan bulan ini dengan
sebaik-baiknya. Ramadan hanyalah menjadi sebuah ritual menjelang lebaran,
tanpa memiliki dampak apapun bagi kondisi keimanan kita.
Berikut
adalah kesalahan-kesalahan umum dalam memaknai Bulan Ramadan:
1.
Uang belanja bertambah.
Salah
satu hikmah puasa adalah agar kita bisa berempati dengan kesusahan yang
dirasakan oleh kaum fakir miskin. Bagaimana lapar dan dahaganya kaum fakir
dan miskin. Beruntungnya, kita masih yakin kapan kita akan makan, kita
hanya menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Setelah itu kita masih bisa makan sepuasnya, sedangkan bagi kaum fakir
miskin mungkin mereka harus berpuasa tanpa tahu kapan mereka memiliki uang
untuk membeli makanan pengganjal perut.
Dengan
merasakan empati yang sama seperti yang dirasakan oleh fakir miskin, maka
kita akan lebih mensyukuri hidup kita. Kita menjadi lebih peduli untuk
berbagi dengan sesama.
Jika
jumlah waktu makan kita dibatasi, logikanya anggaran belanja makanan kita
pun berkurang. Namun yang terjadi malah, anggaran belanja selama bulan
Ramadhan malah berlipat ganda. Mengapa ini bisa terjadi?
Sebagian
besar dari kita menganggap ibadah puasa kita harus diganjar dengan aneka
makanan istimewa setelah seharian penuh menahan lapar dan dahaga. Saat
berbuka puasa dan makan sahur, meja makan kita akan dipenuhi dengan aneka
makanan dan minuman yang tidak biasa disajikan di hari biasa. Tak jarang
malah terkadang sangat berlebihan dan terlalu diada-adakan. Alhasil
anggaran belanja pun meningkat drastis. Subhanallah!
Perintah
puasa mengajarkan kesederhanaan. Sudah sepatutnyalah kita berlaku sederhana.
Tidak perlu berlebihan.
“Makan
dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan……..” (QS al-A’raaf: 31-32).
”Sesungguhnya
orang yang mubazir itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat
ingkar kepada Tuhan.” (Surah al-Isra’, ayat 27).
2.
Berpuasa tetapi tidak shalat.
Banyak
sekali orang yang menjalankan perintah puasa, tetapi mangkir dalam ibadah
shalat. Alasan untuk mangkir dari shalat pun beragam, ada yang karena
tertidur ada yang karena terlalu asyik kongkow-kongkow bersama teman dalam
rangka buka bersama. Percuma saja menahan lapar dari terbit fajar hingga
terbenam matahari kalau tidak shalat. Bukankah shalat itu tiang agama.
Bahkan shalat adalah rukun Islam kedua sebelum puasa. Amal yang pertama
kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat.
“Sesungguhnya
amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah
shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan
keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika
ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala
mengatakan,’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat
sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya
yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”
Dalam
riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu.
Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.” (HR. Abu Daud.
Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Masyobih
no. 1330)
3.
Menghabiskan waktu berpuasa dengan tidur, menonton TV, mengobrol, atau
membaca bacaan-bacaan yang tidak Islami.
Sering
kita mendengar bahwa tidurnya orang puasa merupakan ibadah. Hadits ini
diriwayatkan oleh perawi yang bernama Sulaiman bin Amr An-Nakhahi.
Namun
belakangan diketahui bahwa Sulaiman bin Amr ini termasuk ke dalam daftar
para pendusta, di mana pekerjaannya adalah pemalsu hadits.
Beberapa
ahli hadits seperti Al Imam Bukhari, Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah,
Yahya bin Ma’in, Yazid bin Harun, bahkan Imam Ibnu Hibban juga ikut
mengomentari, Sulaiman bin AmrAn-Nakha’i adalah orang Baghdad yang secara
lahiriyah merupakan orang shalih, sayangnya dia memalsu hadits. Keterangan
ini bisa kita dapat di dalam kitab Al-Majruhin minal muhadditsin
wadhdhu’afa wal-matrukin. Juga bisa kita dapati di dalam kitab Mizanul I’tidal.
Rasanya
keterangan tegas dari para ahli hadits senior tentang kepalsuan hadits ini
sudah cukup lengkap, maka kita tidak perlu lagi ragu-ragu untuk segera
membuang ungkapan ini dari dalil-dalil kita. Dan tidak benar bahwa tidurnya
orang puasa itu merupakan ibadah.
Oleh
karena itu, tindakan sebagian saudara kita untuk banyak-banyak tidur di
tengah hari bulan Ramadhan dengan alasan bahwa tidur itu ibadah,
jelas-jelas tidak ada dasarnya. Apalagi mengingat Rasulullah SAW pun tidak
pernah mencontohkan untuk menghabiskan waktu siang hari untuk tidur.
Kalau
pun ada istilah qailulah, maka prakteknya Rasulullah SAW hanya sejenak
memejamkan mata. Dan yang namanya sejenak, paling-paling hanya sekitar 5
sampai 10 menit saja. Tidak berjam-jam sampai meninggalkan tugas dan
pekerjaan. Itupun karena Rasulullah kelelahan semalam suntuk bergadang
untuk bermunajat kepada Allah.
Sekalipun program acara yang dibesut
bertajuk Ramadhan, namun tetap saja tayangannya tak jauh dari parade banci,
banyolan tidak mendidik, mengandung kekerasan fisik dan tekanan psikis, dan
hal-hal lain yang sangat jauh dari nuansa Islami
Beberapa
orang menghabiskan waktu dengan menonton televisi seharian sambil menunggu
maghrib. Padahal tidak semua stasiun TV mengisi bulan Ramadhan dengan tayangan
positif dan belum semua stasiun TV menjadikan Ramadhan sebagai bulan mulia
dengan memperbanyak tayangan positif. Sekalipun program acara yang dibesut
bertajuk Ramadhan, namun tetap saja tayangannya tak jauh dari parade banci,
banyolan tidak mendidik, mengandung kekerasan fisik dan tekanan psikis, dan
hal-hal lain yang sangat jauh dari nuansa Islami.
Hanya
sedikit stasiun televisi yang berusaha mengisi Ramadhan dengan tayangan
positif dan produktif, baik dari nilai keagamaan maupun nilai sosial. Salah
satunya adalah Metro TV. Semua tayangan khusus Ramadhannya memiliki
nilai-nilai yang mampu meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan
seseorang. Dari Tafsir Al Misbah, Sukses Syariah, Inspirasi Ramadan,
Ensiklopedi Islam, dan lain sebagainya.
Ada baiknya
bila kita merasa lelah setelah seharian mengaji dan berzikir, kita
menyegarkan pikiran dengan menonton tayangan Ramadhan yang memiliki nilai
positif. Bukan sinetron picisan yang mengumbar kekerasan dan kedengkian,
atau banyolan khas para banci, atau malah gosip-gosip para pesohor negeri.
Menahan
lapar dan dahaga lebih mudah dibandingkan menahan diri untuk banyak bicara.
Ada baiknya mulut kita juga berpuasa dari dari perkataan-perkataan yang
tidak penting yang dapat memancing dosa lebih jauh. Banyak bicara membuat
lidah kita mudah tergelincir untuk berdusta, atau membicarakan orang lain.
Lalu
bagaimana dengan sebagian orang pencinta buku yang menghabiskan waktu
dengan membaca buku?
Membaca
buku adalah baik. Namun ada baiknya buku-buku yang dibaca adalah buku-buku
Islami yang dapat meningkatkan Iman dan Takwa kita. Sungguh ironis, bila
berpuasa namun membaca novel porno tetap jalan.
Kita
tidak ingin hanya menahan lapar dan dahaga seharian penuh tanpa mendapat
pahala dari Allah bukan?
4.
Ngabuburit di mal tanpa maksud dan tujuan yang jelas.
Daripada
menghabiskan waktu di mal untuk window shopping atau kongkow-kongkow lebih
baik di masjid mengkhatamkan bacaan Al Quran atau memperbanyak ibadah
sunnah. Kita tidak perlu capek, atau tergoda untuk membatalkan puasa. Mata
kita tidak perlu melihat hal-hal yang buruk atau mengurangi pahala puasa.
Dan yang terpenting, kita tidak perlu menghabiskan uang untuk hal-hal yang
tidak penting.
5.
Sibuk road show dari bukber yang satu ke yang lain, atau sahur keliling.
Sesekali
menghadiri acara buka bersama dengan maksud untuk bersilaturahmi adalah
juga bagian dari hikmah berpuasa. Namun kalau kita malah disibukkan dengan
jadwal buka bersama yang padat hingga kita melalaikan shalat. Itu namanya
celaka…
Saya
tidak ingin melarang para pembaca sekalian untuk menghindari reuni yang
bertajuk ‘Acara Buka Bersama’. Saya hanya mencoba mengingatkan, jangan
sampai kegiatan buka bersama yang sebenarnya tujuannya baik malah menjadi
ajang maksiat.
Bila
orang-orang berkumpul biasanya, lidah begitu lincahnya berkata-kata
membicarakan orang lain (ghibah). Semakin asyik mengobrol sambil menikmati
hidangan berbuka puasa membuat kita malah melalaikan ibadah wajib, yakni
shalat Maghrib.
6.
Mudik menjadi alasan untuk tidak berpuasa dan shalat.
Menjama’
shalat dibolehkan bila seseorang berada dalam keadaan safar (perjalanan).
Namun para ulama menetapkan bahwa sebuah safar itu minimal harus menempuh
jarak tertentu dan ke luar kota. Di masa Rasulullah SAW, jarak itu adalah 2
marhalah. Satu marhalah adalah jarak yang umumnya ditempuh oleh orang
berjalan kaki atau naik kuda selamasatu hari. Jadi jarak 2 marhalah adalah
jarak yang ditempuh dalam 2 hari perjalanan.
Di
zaman sekarang ini, ketika jarak itu dikonversikan, para ulama mendapatkan hasil
bahwa jarak 2 marhalah itu adalah 89 km atau tepatnya 88, 704 km. Maka
tidak semua perjalanan bisa membolehkan shalat jama’, hanya yang jaraknya
minimal 88, 704 km saja yang membolehkan. Bila jaraknya kurang dari itu,
belum dibenarkan untuk menjama’.
Ritual
tahunan mudik seringkali menjadi pembenaran orang-orang untuk tidak
berpuasa dan shalat. Alasannya karena mereka adalah musafir. Memang benar
Allah memberikan keringanan bagi mereka yang sedang dalam perjalanan untuk
tidak berpuasa dan menggabungkan/meringkas bilangan rakaat shalat bila
telah mencapai jarak 88,704 km.
Dari
Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw bersabda: “Wahai penduduk Mekkah
janganlah kalian mengqashar shalat kurang dari 4 burd dari Mekah ke
Asfaan.” (HR at Tabrani dan ad-Daruqutni)
“Adalah
Ibnu Umar ra dan Ibnu Abbas ra mengqashar shalat dan buka puasa pada
perjalanan yang menempuh jarak 4 burd yaitu 16 farsakh.”
Dan
perjalanan yang mendapatkan rukhsoh adalah perjalanan yang bukan untuk
maksiat. Ulama kita menyebutkan:
“Rukhsoh
(keringanan) tidak diperoleh jika bermaksiat.”
Dan
hal ini, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
“Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS
Al-Baqarah:173)
Padahal
musim mudik biasanya ada pada 10 hari terakhir Ramadhan dimana Allah
melimpahkan bonus pahala yang berlipat ganda. Sayang sekali bukan kalau
anda menyia-nyiakannya?
7.
Sibuk memperbaharui pakaian, rumah, mobil, dan lain-lain tanpa berminat
untuk memperbaharui Iman-Islam.
Sebagian
besar dari kita mementingkan hal-hal duniawi untuk menyambut hari yang
Fitri. Bagi mereka pakaian baru serba putih, sepatu baru, cat rumah baru, dan
lain-lain sebagainya adalah salah satu cara pengejawantahan arti kembali
suci.
Idul
Fitri juga diartikan dengan kembali ke fitrah (awal kejadian). Dalam arti
mulai hari itu dan seterusnya, diharapkan kita semua kembali pada fitrah
setelah sebulan penuh di ’gojlok’ di bulan Ramadhan. Menjadi manusia baru
yang lebih baik. Jangan sampai berakhir Ramadhan, berakhir pula tadarus,
amal, shalat dan ibadah-ibadah lainnya.
Ada
baiknya hal-hal tersebut diatas kita renungkan secara mendalam, sebab 30
hari di bulan Ramadhan merupakan hari-hari yang penuh dengan berbagai bonus
dari Allah swt, sehingga sangat merugi jika disia-siakan. Di sisi lain
begitu banyak alternatif kegiatan positif lainnya yang bisa dijadikan
aktivitas yang bermakna ibadah tatkala ramadhan.
|
Ketika setan pun menyuruh ibadah
Abu Hurairah justru ditanya oleh Nabi SAW.
“Apa yang kamu lakukan terhadap orang yang kamu tangkap tadi malam?”
Sahabat
Abu Hurairah RA pernah diamanati Nabi SAW untuk menjaga gandum hasil zakat.
Tiba-tiba di malam hari, ada lelaki yang mencuri gandum itu. Ia lalu
ditangkap oleh Abu Hurairah RA. “Kamu akan kubawa kepada Nabi SAW,” kata
Abu Hurairah kepada pencuri itu. Namun, pencuri itu memelas. Dengan bujuk
rayunya, dia mengatakan, sudah seminggu anak dan istrinya belum makan. Abu
Hurairah akhirnya melepaskan pencuri itu, dan memintanya agar tidak mencuri
lagi.
Esoknya
sehabis shalat Subuh, sebelum sempat melapor, Abu Hurairah justru ditanya
oleh Nabi SAW. “Apa yang kamu lakukan terhadap orang yang kamu tangkap tadi
malam?” Abu Hurairah kemudian menjelaskan apa yang terjadi. “Ingat, nanti
malam ia akan datang lagi,” kata Nabi SAW. Benar, malam kedua pencuri tadi
datang lagi. Dan, setelah mengambil gandum, ia ditangkap oleh Abu Hurairah.
Ia juga memelas lagi dan Abu Hurairah pun tidak tahan sehingga pencuri itu
dilepaskan lagi.
Esoknya,
Nabi SAW bertanya lagi kepada Abu Hurairah, seperti kemarin. Abu Hurairah
juga menjawab seperti itu. Nabi SAW mengingatkan lagi, pencuri itu nanti
malam akan datang lagi. Dalam hati, Abu Hurairah RA berkata, “Nanti malam,
dia tidak akan aku lepaskan lagi.” Benar saja, pencuri itu datang untuk
yang ketiga kalinya dan kembali mencuri gandum. Abu Hurairah kembali
menangkapnya. “Sekarang, tidak mungkin aku lepaskan kamu. Kamu harus saya bawa
kepada Nabi SAW.”
Pencuri
tadi sangat cerdik. Kepada Abu Hurairah, ia mengatakan, “Saya siap dibawa
kepada Nabi SAW, tapi bolehkah saya berbicara, wahai Abu Hurairah?” Abu
Hurairah berkata, “Silakan, mau bicara apa?” Si pencuri tadi berucap,
“Wahai Abu Hurairah, maukah kamu saya beri wiridan?” “Tentu mau, wiridan
apakah itu?” jawab Abu Hurairah penasaran. Memang, para sahabat senang
dengan wiridan dan bacaan. Pencuri itu berkata, “Bacalah ayat kursi sebelum
kamu tidur, Allah akan menjaga kamu dari godaan setan.”
Mendengar
kata-kata pencuri itu, Abu Hurairah terkesima, “Rupanya pencuri ini seorang
ustaz.” Akhirnya tanpa basa-basi lagi, Abu Hurairah melepaskan pencuri itu.
Esoknya, Nabi SAW bertanya seperti pertanyaan yang kemarin. Abu Hurairah
pun menjawab, “Pencuri tadi malam itu memberi wiridan kepada saya. Saya
disuruh membaca ayat kursi sebelum tidur malam. Insya Allah, Allah akan
menjaga saya dari gangguan setan,” jawab Abu Hurairah. Nabi SAW berkata,
“Apa yang dia katakan itu adalah benar, tetapi dia itu bohong.” “Tahukah
kamu, wahai Abu Hurairah, siapa pencuri itu? Dia adalah setan,” kata
Rasulullah SAW.
Kisah
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari itu memberikan pelajaran bagi kita.
Pertama, setan dari jenis jin dapat menjelma menjadi manusia. Kedua, setan
dapat menyuruh manusia untuk beribadah, membaca Alquran, shalat, puasa,
haji, dan sebagainya. Abu Hurairah telah diluruskan oleh Nabi SAW sehingga
ia tidak membaca ayat kursi karena mengikuti perintah setan, tetapi
mengikuti perintah Nabi SAW. Sekiranya seseorang menjalankan ibadah tetapi
dia mengikuti perintah setan dan bukan perintah Allah, maka dia telah
beribadah kepada setan. Wallahu a’lam.
Oleh
Prof Dr KH Ali Mustafa Yaqub
|
Inilah Bonus Ramadhan!
Oleh: Prof Dr KH Achmad Satori Ismail
Watak
manusia memang mencintai materi (QS Ali Imran: 14). Walaupun kesenangan
materi adalah palsu dan menipu (QS
Ali Imran: 185, al-Hadid: 20)). Dan, jika dia tenggelam dalam kemateriannya
maka posisinya bisa lebih rendah dari binatang. (QS al A’raf 179).
Memang,
manusia harus seimbang antara materi dan rohani. Namun, orang yang bisa
melepaskan diri dari kekuasaan kemateriannya, akan naik ke derajat
malaikat. Saat orang berpuasa, berusaha untuk meninggalkan kemateriannya
dan menuju alam malakut. Sehingga, Allah menyanjungnya dalam hadis Qudsi
yang artinya: “Setiap amalan anak
cucu Adam adalah baginya kecuali puasa. Puasa adalah milik-Ku dan Aku akan
langsung membalasnya. Puasa adalah perisai, jika salah seorang berpuasa jangan
berkata kotor dan jangan bertengkar. Bila dihina seorang atau diajak duel,
hendaknya menjawab: aku sedang puasa …” (HR Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, dan
Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).
Itulah
bonus bagi orang yang puasa Ramadhan. Agar manusia yang materialis ini bisa
tawazun (seimbang), Allah memberi motivasi dengan berbagai cara. Sebagai
makhluk ekonom, ia tertarik dengan segala bentuk transaksi yang
menguntungkan. Untuk itu, Alquran banyak menggunakan istilah ekonomi,
seperti istilah transaksi (as-Shaf: 10), rugi dan timbangan (ar-Rahman: 9),
dan lainnya.
Supaya
umat Islam di bulan Ramadhan mencapai puncak dalam ibadah maka Allah
menyediakan beragam bonus. Rasulullah SAW bersabda, “Umatku diberi lima
keistimewaan pada bulan Ramadhan yang tidak diberikan kepada umat sebelum
mereka: Bau mulutnya orang-orang
puasa lebih wangi di sisi Allah dibandingkan bau minyak kasturi, setiap
hari malaikat memintakan ampunan bagi mereka saat berpuasa sampai berbuka,
Allah menghiasi surga untuk mereka kemudian berfirman, “Hamba-hamba-Ku yang
saleh tengah melepaskan beban dan kesulitan maka berhiaslah, setan-setan
dibelenggu sehingga tidak bisa menggoda dan orang-orang puasa diampuni
dosa-dosa mereka pada malam terakhir bulan Ramadhan.” (HR Ahmad, al-Bazzar,
al-Baihaqi).
Selain
itu, pada malam pertama Ramadhan setan dibelenggu, pintu surga dibuka,
pintu neraka ditutup, dan penyeru dari langi memanggil, “Wahai pencari
kebaikan, songsonglah dan wahai pencari kejahatan berhentilah! Dan, Allah
membebaskan banyak manusia dari neraka setiap malam Ramadhan.”
Orang
yang berpuasa diberi keistimewan dengan dua kebahagiaan, yakni kebahagiaan
saat berbuka dan saat bertemu dengan Allah di surga. Di surga ada pintu
yang disiapkan untuk orang puasa, yaitu pintu ar-rayyan. Bila para shoimin
di dunia telah masuk, semua pintu ditutup dan tidak ada yang masuk lagi
selain mereka.
Lebih
dari itu, di bulan suci ini, Allah menyediakan satu malam yang lebih baik
dari seribu bulan, yaitu lailatul qadar (malam kemuliaan). Barang siapa
yang tidak mendapat kebaikan malam itu sungguh dia termasuk orang celaka.
Demikian besar bonus yang disediakan Allah pada setiap Ramadhan. Tidak
cukupkah bagi kita untuk bermujahadah dalam beribadah demi menyongsong
keutamaannya? Boleh jadi di antara kita, ada yang tidak bertemu kembali
dengan bonus-bonus Ramadhan.
|
Puasa Justru Meningkatkan Daya Tahan Tubuh
Ramadhan
telah tiba, umat Islam menyambutnya dengan gembira. Pada bulan Ramadhan
umat Islam melaksanakan ibadah puasa satu bulan penuh, sebagai salah satu
rukun yang wajib di jalani.
Dibalik
kewajiban menahan haus dan lapar serta nafsu mulai dari setelah waktu sahur
sampai waktu maghrib, puasa juga menyimpan banyak maslahat bagi manusia.
Selain meningkatkan aspek rohani, shaum juga meningkatkan daya tahan tubuh
serta meremajakan tubuh dari sel-sel yang telah mati.
Secara
biokimia sel yang ada dalam tubuh kita dilihat dari segi reproduksinya
terbagi dua, yaitu meosis dan mitosis. Meosis terjadi pada sel reproduksi 1
sel membelah jadi 4, sedangkan Mitosis terjadi untuk berbagai jenis sel
dari ujung rambut ujung kaki dengan proses pembelahan sel 1 menjadi 2, 2
jadi 4 dan seterusnya.
Karena
jumlah sel dalam tubuh kita miliaran maka adanya kerusakan sel dalam tubuh
dan perlunya penggantian suku cadang. Tetapi, proses pembelahan sel tidak
selalu berjalan mulus dan teratur karena banyaknya gangguan. Ternyata
dengan shaum kondisi ini bisa dicegah.
Selama
kondisi shaum tubuh kita memerlukan banyak energi, tetapi karena tidak
makan dan minum maka sumber energi yang dipakai berasal dari glikogen di
dalam hati, juga lapisan lemak di belakang kulit kita. Dengan banyaknya
pemakaian cadangan energi dalam tubuh menyebabkan proses pembelahan sel
berjalan serentak dan banyak.
Namun
proses ini pun masih dapat terganggu apabila energi cadangan ini untuk
keperluan lain, misalnya marah-marah. Karena energi untuk pembelahan sel
dimanfaatkan untuk melampiaskan hawa nafsu. Ini salah satu hikmah mengapa
selama bulan shaum kita harus menahan marah.
Proses
penggantian sel ini juga membutuhkan waktu, lamanya penggantian suku cadang
secara menyeluruh dari ujung rambut ke ujung kaki sekitar 30 hari. Ini juga
hikmah lain mengapa shaum dijalankan selama satu bulan gunanya memberikan
waktu yang cukup bagi terjadinya regenerasi sel secara sempurna.
Dengan
satu bulan penuh kita menunaikan shaum ramadhan dengan benar dan baik,
secara ruhani Allah menjanjikan kita bersih seperti bayi yang baru lahir,
selain itu juga secara fisik kita melakukan peremajaan sel dalam tubuh
kita.
|
Cara Optimal Menundukkan Buaian Nafsu
Oleh KH Didin Hafidhuddin
Imam
Muslim meriwayatkan sebuah hadis dari Rasulullah SAW. “Bukanlah shaum itu
semata-mata menahan lapar dan dahaga (pada siang hari), tetapi shaum itu
sesungguhnya menahan diri dari ucapan dan perbuatan kotor dan merusak. Jika
seseorang tiba-tiba mencelamu atau memarahimu (padahal engkau sedang
berpuasa), katakanlah kepadanya, ‘Saya sedang berpuasa.’”
Sungguh
luar biasa taujih (arahan) Rasul SAW tersebut. Nasihat di atas mengingatkan
kita untuk memaknai hakikat ibadah shaum (puasa) selama ini. Shaum adalah
imsak atau pengendalian diri yang sesungguhnya. Pengendalian diri untuk
tidak makan, tidak minum, serta tidak mengumbar hawa nafsu melalui ucapan,
pendengaran dan penglihatan, apalagi melalui pikiran.
Shaum
adalah upaya pengendalian diri yang optimal. Jika seseorang mampu
melaksanakannya, pasti ia termasuk orang-orang yang akan meraih kesuksesan
dan keselamatan. Betapa tidak, secara empiris kita melihat orang yang
berhasil dalam hidupnya, mereka adalah orang-orang yang mampu mengendalikan
diri dalam menyikapi dan merespons segala sesuatu dengan baik. Orang yang
mampu mengendalikan diri pasti tidak akan menggunakan dan menghalalkan
segala cara untuk meraih sesuatu yang diinginkannya, seperti jabatan dan
harta.
Sebaliknya,
orang yang tidak mampu mengendalikan diri pasti akan berbuat sesukanya. Ia
tidak pernah memikirkan akibat dari perbuatannya. Ada kalanya melakukan
pembohongan kepada publik atau menggunakan uang untuk meraih jabatan dan
kedudukan (money politic). Itulah perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang
yang tidak bertanggung jawab dan tidak pernah berpuasa dengan menghayati
makna dan hakikatnya.
Berbagai
masalah yang menimpa bangsa kita saat ini, seperti ekonomi, pendidikan,
budaya, politik, dan bahkan akhlak, disebabkan ketidakmampuan kita dalam
mengendalikan diri. Jadi, hal tersebut membiarkan hawa nafsu sebagai
panglima kehidupan dan merendahkan fungsi serta peran hati nurani dan akal
yang sehat.
Karena
itu, mari kita jalani ibadah puasa dengan berusaha memuasakan seluruh anggota
tubuh agar hakikat puasa, yaitu pengendalian diri, dapat kita raih dengan
sebaik-baiknya. Wallahu a’lam.
Do'a
Mustajab
Hidup
ini tak lekang dengan masalah, silih berganti dari masalah satu ke masalah
lain. Akan tetapi jika kita mau berfikir sebenarnya dibalik masalah
tersebut ada pelajaran yang berharga yang dapat kita petik. Rugilah kita
tatkala menyia-nyiakan masalah, berlari dari masalah ataupun pura-pura
mengaburkan masalah tersebut.
Dengan
demikian hendaknya kita mencari cara agar kita dapat mensiasati kelemahan
itu agar menjadi lebih tegar tatkala kita dirundung masalah.
berdoalah
kepada Allah karena itulah kunci dari segala masalah kita, Allah telah
berfirman:
“Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),
bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a
apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran.” (Al Baqarah: 186)
Apa
susahnya kita mengadu kepada Allah yang telah mentakdirkan semua masalah
yang telah menghampiri kita? Segala masalah akan ada kunci jawabnya
meskipun entah kapan waktunya. Kita hanya bisa serahkan kepada Allah dan
berusaha semaksimal mungkin untuk memecahkannya. Ingatlah saudariku apapun
masalahnya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah
hati menjadi tenang.” (Qs Ar-Ra’d: 28)
Doa
adalah kunci yang sangat ampuh dan mujarab untuk melepaskan kepenatan hati,
rasa was-was ataupun segala masalah yang sedang kita hadapi. Ingatlah bahwa
doa adalah inti ibadah. Kita percaya bahwa dengan terus dan terus memohon
kepada Allah maka Allah akan memudahkan urusan kita.
Ibnul
Qayyim Rahimahullah berkata:
“Jika
Allah akan memberi kunci kepada seorang hamba, berarti Allah akan membuka
(pintu kebaikan) kepadanya dan jika seseorang disesatkan Allah, berarti ia
akan tetap berada di depan pintu tersebut.”
Tentu
saja tidak semua doa dapat diterima. Oleh karena itu pandai-pandailah dalam
mensiasati agar doa terkabul. Dalam kesempatan kali ini akan kami jelaskan
orang-orang yang beruntung karena doanya terkabul dan waktu-waktu mustajab
untuk berdoa. Akan tetapi hal ini tidak berarti memvonis orang-orang yang
tidak termasuk dalam golongan di atas, doanya tidak dikabulkan, Wallahu
a’lam bishawab.
Serahkan
semua usaha kita kepada Allah, karena Allah yang berhak menentukan hasil
dari proses yang kita usahakan.
Rasulullah
Shalallahu’alaihi wasallam bersabda:
“ Allah Subhanahu wata’ala berfirman, ’Aku
sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, Aku bersamanya bila dia ingat
Aku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku mengingatnya dalam diri-Ku.
Jika dia menyebut Nama-Ku dalam suatu perkumpulan, Aku menyebutkan dalam
perkumpulan yang lebih baik dari mereka. Bila dia mendekat kepada-Ku
sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepada-Ku
sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika dia datang kepada-Ku dengan
berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR
Bukhari Muslim)
Ada
beberapa golongan manusia yang doanya terkabul, antara lain;
• Doa seorang muslim terhadap saudaranya
tanpa sepengetahuan saudaranya
Dari
Abu Darda’ Radhiyallahu’anhu, dia berkata bahwa Nabi Muhammamad
Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda:“Tidak seorang muslim berdoa untuk
saudaranya yang tidak ada dihadapannya kecuali ada seorang malaikat yang
ditugaskan berkata kepadanya:’Aamiin, dan bagimu seperti yang kau do’akan.”
(HR Muslim)
•
Orang yang memperbanyak berdoa pada saat lapang dan bahagia
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam
bersabda:“Barangsiapa yang ingin doanya terkabul pada saat sedih dan susah
maka hendaklah memperbanyak berdoa pada saat lapang.” (HR At-Tirmidzi,
Dishahihkan oleh Dzahabi dan dihasankan oleh Al-albani)
•
Orang yang teraniaya
Dari
Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam
bersabda:“Hati-hatilah dengan doa orang-orang yang teraniaya, sebab tidak
ada hijab antaranya dengan Allah (untuk mengabulkan).” (HR Bukhari &
Muslim)
• Doa
orangtua kepada anaknya dan doa seorang musafir
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda:”Tiga orang yang doanya pasti terkabullkan; doa orang yang
teraniaya, doa seorang musafir dan doa orangtua terhadap anaknya.” HR Abu
Daud dan dihasankan oleh Al-Albani
• Doa
orang yang sedang berpuasa
Dari
Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu, dia Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam
bersabda:“Tiga doa yang tidak ditolak; doa orangtua terhadap anaknya, doa
orang yang sedang puasa, dan doa seorang musafir.” HR Baihaqi dan
dishahihkan oleh Al-Albani
Kemudian
lebih baik lagi tatkala kita tahu waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa
sehingga kita bisa maksimal dalam berdoa. Antara lain:
•
Sepertiga Akhir Malam
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:“Sesungguhnya Rabb kami yang Maha Berkah lagi Maha Tinggi
turun setiap malam ke langit dunia pada sepertiga akhir malam terakhir,
lalu berfirman: Barangsiapa yang berdoa, pasti akan Kukabulkan, barangsiapa
yang memohon pasti akan Aku perkenankan dan barangsiapa yang meminta ampun,
pasti akan Ku ampuni.” (HR Bukhari)
•
Tatkala berbuka puasa bagi orang yang berpuasa
Dari
Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu’anhu, dia mendengar Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:“Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa
pada saat berbuka ada doa yang tidak ditolak.” (HR Ibnu Majah)
•
Pada setiap dubur shalat fardhu (sesudah tasyahud akhir, sebelum salam)
Dari
Abu Umamah Radhiyallahu’anhu, Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam ditanya tentang doa yang paling didengar oleh Allah Subhanahu
wata’alla, beliau menjawab:“Dipertengahan malam yang akhir dan pada setiap
dubur shalat fardhu.” (HR At Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani)
•
Pada saat perang berkecamuk
Dari
Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu’alaihi
wasallam bersabda:“Ada dua doa yang tidak tertolak atau jarang tertolak; doa
pada saat adzan dan doa tatkala perang berkecamuk.” (HR Abu Daud
dishahihkan oleh Imam Nawawi dan Al-Albani)
•
Sesaat pada hari Jum’at
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, Abul Qasim Shalallahu’alaihi wasallam
bersabda:“Sesungguhnya pada hari Jum’at ada sesaat yang tidak bertepatan
seorang hamba muslim shalat dan memohon sesuatu kebaikan kepada Allah
melainkan akan dikabulkan. Beliau berisyarat dengan tangannya untuk
menunjukkan sebentarnya waktu tersebut.” (HR Al Bukhari)
•
Pada waktu bangun tidur malam hari bagi orang yang bersuci dan berdzikir
sebelum tidur
Dari
‘Amr bin ‘Anbasah Radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:“Tidaklah seorang hamba tidur dalam keadaan suci lalu
terbangun pada malam hari kemudian memohon sesuatu tentang urusan dunia
atau akhirat melainkan Allah akan mengabulkannya.” (HR Ibnu Majah)
•
Diantara adzan dan iqamah
Dari
Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda:“Doa tidak akan ditolak antara adzan dan iqamah.” (HR Abu Daud,
dishahihkan Al-Albani)
•
Pada waktu sujud dalam shalat
Dari
Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda:“Adapun pada waktu sujud, maka bersungguh-sungguhlah berdoa sebab
doa saat itu sangat diharapkan untuk terkabul.” (HR Muslim)
•
Pada saat sedang turun hujan
Dari
Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda:“Dua doa yang tidak pernak ditolak; doa pada waktu adzan dan doa
pada waktu turun hujan.” (HR Hakim dan dishahihkan oleh Al-Albani)
•
Pada saat ada orang yang baru saja meninggal
Dari
Ummu Salamah Radhiyallahu’anha, Rasulullah Shallallahu’alahi wasallam
bersabda tatkala Abu Salamah sakaratul maut:“Susungguhnya tatkala ruh
dicabut, maka pandangan mata akan mengikutinya.” Semua keluarga histeris.
Beliau bersabda:”Janganlah kalian berdoa untuk diri kalian kecuali
kebaikan, sebab para malaikat meng-amini apa yang kamu ucapkan.” (HR
Muslim)
•
Pada malam lailatul qadr
Allah
Subhanahu wata’alla berfirman:“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu
bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat jibril dengan
izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam penuh kesejahteraan
sampai terbit fajar.” (Qs Al Qadr: 3-5)
• Doa
pada hari Arafah
Dari
‘Amr bin Syu’aib Radhiyallahu’anhu dari bapaknya dari kakeknya, Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:“Sebaik-baik doa adalah pada hari
Arafah.” (HR At Tirmidzi dishahihkan Al-Albani)
Semoga
bermanfaat dan dapat mengoptimalkan agar doa terkabul. Wallahu a’lam.
|
|