GHIBAH
Janganlah
sebagian kamu mengunjing (ghibah) sebagian yang lain, sukakah seorang
diantaramu memakan saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujarat:12)
Setiap
muslim berkewajiban untuk menjaga lidahnya, hendaknya dia berkata baik
sehingga bermaslahat bagi dirinya dan pendengarnya atau dia diam (HR.
Muttafaq Alaih). Karena setiap kata yang keluar dari lisan seseorang akan
dicatat sebagai kebaikan atau keburukan sesuai apa yang dia bicarakan
(lihat QS. Qaf:18). Maka dari itu. Nabi saw selalu menganjurkan setiap
muslim untuk menjaga lidahnya, karena banyak orang tergelincir ke neraka
karena terlalu mengumbar lidahnya yang tidak bertulang itu. "Barang
siapa dapat menjaga antara kumis dan jenggotnya (yakni lidah) dan antara
kedua kakinya (yakni kemaluannya), maka aku jamin surga" demikian
sabda Rasulullah saw (HR. Muttafaq Alaih).
Terlalu
banyak bukti bahwa diantara sumber konflik antar pemerintah, masyarakat dan
individu disebabkan oleh pernyataan-pernyataan yang sarat dengan tendensi
buruk, yang berakibat menyinggung bahkan melukai perasaan pihak lain.
Ghibah salah satu penyakit masyarakat yang dapat memperkeruh suasana.
Rasulullah saw pernah mendefinisikan ghibah itu, yaitu Anda menyebut
saudara / kawan Anda dengan sesuatu yang tidak disukainya. Kemudian beliau
ditanya, kalau hal itu memang ada pada orang itu? beliau menjawab,
"Kalau pernyataan itu memang ada pada orang itu berarti Anda telah
melakukan ghibah, kalau tidak ada berarti Anda berbohong" (HR.
Muslim). Memang sebaik-baik orang Islam adalah yang dapat menjaga lisan dan
tangannya, sehingga tidak mengganggu pihak lain (HR. Muttafaq Alaih). Dan
sepantasnya kita membersihkan diri dari ghibah, karena itu sifat orang
beriman (lihat QS. Al-Qashosh:55 dan Al-Mukminun:3)
Oleh
:
Al-Islam
- Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
|
MENANGIS
KARENA TAKUT PADA ALLAH SWT
Menangis
adalah karunia Allah Subhannahu wa Ta'ala yang sangat besar yang diberikan
kepada manusia. Setiap orang yang menangis tentu memiliki alasan-alasan
yang berbeda antara satu dengan yang lain. Bisa jadi seseorang menangis
karena takut pada sesuatu, karena bahagia, karena terharu, bisa jadi juga
seseorang menangis karena iba, karena menderita, karena kehilangan sesuatu,
kematian, musibah dan sebagainya.
Namun
ada satu tangisan yang sangat disenangi dan dipuji oleh Allah Subhannahu wa
Ta'ala , yaitu seseorang yang mengingat Allah Subhannahu wa Ta'ala lalu air
matanya bercucuran karena merasa takut kepada-Nya. Dan sungguh luar biasa
keutamaan yang akan diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada orang yang
bisa mencucurkan air mata karena takut pada-Nya.
Keutamaan
Menangis karena Takut kepada Allah Ta'ala.
Menangis
karena takut kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala memiliki kedudukkan yang
sangat tinggi dan mulia di sisi Allah, sebagaimana ditegaskan dalam
nash-nash Al-Qur'an maupun Hadits-hadits Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam , diantaranya:
Firman
Allah Subhannahu wa Ta'ala , artinya,
"Dan
mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan kekhusyuan mereka
bertambah". (QS. 17:109)
Firman-Nya
yang lain,artinya,
"Sesungguhnya
orang-orang yang takut kepada Rabbnya Yang tidak tampak oleh mereka, mereka
akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar" (QS. 67:12)
Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya,
"Tujuh
golongan yang mendapat naungan Allah pada suatu hari yang tidak ada naungan
kecuali naungan Allah; …(dan disebutkan diantaranya) seseorang yang
berzikir (ingat) kepada Allah dalam kesendiriannya kemudian air matanya
mengalir" ( HR. al-Bukhari, Muslim dan lain-lainya )
Rasulullah
bersabda, artinya,
"Tidak
akan masuk ke dalam api neraka seseorang yang menangis karena takut kepada
Allah hingga air susu ibu (yang sudah diminum oleh anaknya) kembali ke
tempat asalnya" ( HR.at-Tirmidzi )
Sabda
Rasulullah , artinya,"Barangsiapa yang mengingat Allah kemudian dia
menangis sehingga air matanya mengalir jatuh ke bumi niscaya dia tidak akan
diazab pada hari kiamat kelak" (HR. Al-Hakim dan dia berkata sanadnya
shahih)
Dari
Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
artinya,
"Semua
mata pada hari Kiamat nanti akan menangis kecuali (ada beberapa mata yang
tidak menangis) (pertama) mata yang dijaga dari hal-hal yang diharamkan
Allah, (ke dua) mata yang digunakan untuk berjaga-jaga (pada malam hari) di
jalan Allah, (ke tiga) mata yang darinya keluar sesuatu (menangis) walau
(air mata yang keluar) hanya sekecil kepala seekor lalat karena takut pada
Allah" ( HR.Ashbahâni )
Dari
Ibnu Mas'ud Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,
artinya,
"Setiap
mukmin yang meneteskan air mata karena takut kepada Allah walau hanya
sekecil kepala seekor lalat, lalu air matanya itu membasahi pipinya niscaya
Allah haramkan neraka untuk menyentuhnya" (HR.Ibnu Majah, al-Baihaqi
dan Ashbahâni )
Dari
al-Abbâs Bin Abdul Muthallib Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi
wasalam bersabda, artinya,
"Dua
jenis mata yang tidak tersentuh api neraka, (pertama) mata yang menangis
(ditengah kesendirian) dimalam hari karena takut pada Allah Subhannahu wa
Ta'ala , dan (kedua) mata yang digunakan untuk berjaga-jaga (pada malam
hari) di jalan Allah." (HR. At-Thabrani)
Dari
Zaid Bin Arqom Radhiallaahu anhu , dia berkata, "Seseorang bertanya
kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , “Ya Rasulullah dengan apa
aku membentengi diri dari api neraka? Rasulullah menjawab, “Dengan air
matamu, karena mata yang menangis karena takut pada Allah niscaya neraka
tidak akan menyentuhnya selama-lamanya" ( HR. Ibnu Abi Dunya dan
Ashbahâny )
Kiat-kiat
yang Mengantarkan Kita untuk Bisa Menangis.
Memperbanyak
membaca al-Qur'an dengan memahami maknanya, terutama ayat-ayat yang kita
baca di dalam shalat, kemudian berusaha untuk merenungi dan meresapi
maknanya ke dalam hati. Di samping itu pilih waktu, suasana dan tempat yang
tepat, seperti tengah malam, ketika shalat tahajjud dan sebagainya.
Jika
hal ini bisa kita perhatikan, insya Allah akan membawa pengaruh yang
berarti dalam kehidupan kita, sehingga kita akan mudah tersentuh dan
menangis ketika membaca al-Qur'an, atau ketika sedang shalat.
Diriwayatkan
dari Abdullah bin Syukhair Radhiallaahu anhu dia berkata, "Aku
mendatangi Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam yang sedang shalat, dan
(aku mendengar) dari rongga dadanya ada gemuruh seperti gemuruh air
mendidih dari periuk yang ada di atas tungku berapi, (disebabkan) karena
tangisan beliau" (HR.Abu Daud dan at-Tirmidzi )
Demikian
juga Abu Bakar As-Shiddîq Radhiallaahu anhu, beliau sangat mudah tersentuh
dengan bacaan Al-Qur'an dan selalu menangis tatkala melantunkan bacaan
al-Qur'an.
Juga
Umar bin Khattab Radhiallaahu anhu apabila menjadi imam shalat Isya dan
Subuh, beliau sering membaca surat Yusuf, dan setiap kali membaca surat ini
maka beliau menangis dan suara tangisannya terdengar hingga shaf yang
paling belakang, dan karena seringnya beliau menangis sehingga ada bekas
menghitam di kedua pipinya.
Mengenali
Nama-Nama Allah yang Maha Tinggi dan Sifat-Sifat-Nya yang Agung sebagaimana
yang telah dijelaskan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Juga berusaha untuk
merenungi kebesaran, keagungan, ketinggian dan kesempurnaan Allah melalui
keindahan dan keunikan ciptaanNya, disertai dengan introspeksi atas
kelemahan diri kita sebagai hambaNya.
Menghadiri
majlis-majlis ilmu, mendengarkan nasehat-nasehat para ulama yang bisa
menyentuh batin kita, sehingga membuat kita menangis. Shalatlah berjamaah
di belakang imam yang mudah menangis ketika melantunkan ayat-ayat suci
al-Qur'an, simaklah kaset-kaset ceramah yang berisi nasehat-nasehat
terutama mengenai tazkiyatun nafs, bacaan-bacaan murattal yang isinya penuh
dengan kekhusyu'an dan tangisan. Suasana seperti itu bisa menyentuh dan
mempengaruhi diri kita.
Mengingat
kematian kita. Bagaimana kita akan meregang nyawa mengadapi sakaratul maut
dan kita ingatlah ajal kita yang semakin dekat ke ambang pintu kematian.
Perhatikan bagaimana keadaan orang-orang yang sedang sakaratul maut, baik
yang tampak padanya tanda-tanda khusnul khatimah ataupun sû`ul khatimah.
Lalu renungkan kejadian-kejadian itu secara mendalam. Kemudian kita
bayangkan jika kejadian-kejadian yang mengerikan itu menimpa diri kita
sendiri, dengan tubuh yang semakin lemah, semakin dingin dan semakin tidak
berdaya menghadapi kematian, dengan nafas yang tersengal-sengal meregang
nyawa yang mau keluar. Tubuh kita menggigil menahan sakitnya sakaratul
maut, lalu malaikat maut menarik nyawa dari tubuh kita yang sudah kaku tak
bergerak. Hanya diri kita sendiri yang merasakan sakitnya sakaratul maut.
Tak seorang pun bisa membantu untuk meringankan betapa sakitnya sakaratul
maut, dan tak seorangpun bisa berbuat tatkala nyawa kita dipegang oleh
Malaikat Maut.
Setelah
nyawa kita berpisah dengan jasad, berarti kita sudah meninggalkan dunia
yang fana ini untuk selama-lamanya, maka orang-orang yang ada di sekeliling
kita menangis sambil meneteskan air mata menyaksikan tubuh kita yang sudah
tidak bernyawa. Lalu tubuh kita dimandikan, dikafani, lalu dishalatkan dan
dikuburkan. Anak, istri, keluarga, kerabat dan teman kita mengantarkan
jasad kita ke kuburan. Lalu setelah itu mereka meninggalkan kita sendirian
di dalam kubur dengan pemandangan yang mengerikan, dan kita tidak tahu
apakah kuburan kita itu menjadi taman surga atau justru lorong menuju ke
neraka? Di tengah pekatnya kegelapan alam kubur yang menakutkan itu, tiada
seorang pun yang menemani kita. Tiada seorang pun yang bisa menolong kita.
Tiada seorang pun yang bisa memberi bantuan pada kita selain amalan yang merupakan
bekal yang telah kita persiapkan semasa hidup. Kita hanya berharap agar
semua amal ibadah yang sempat kita lakukan semasa hidup di dunia diterima
Allah, karena sangat banyak amalan manusia yang tidak mendapat ridha Allah
Subhannahu wa Ta'ala . Banyaknya amalan ibadah yang dilakukan oleh
seseorang belum menjadi jaminan untuk terbebasnya dia dari azab kubur
kecuali apabila Allah berkenan menerimannya.
Mengingat
dan membayang kan kedahsyatan hari Kiamat. Pada hari itu terdengar tiupan
pertama terompet malikat Israfil yang sangat dahsyat, sehingga
menggelegarkan alam jagat raya ini dan seluruh isinya. Semua makhluk
dicekam ketakutan. Semua manusia dalam kebingungan, panik, dan sangat
takut. Mereka semua seperti orang yang sedang mabuk. Semua lari tapi entah
ke mana tujuannya. Pada hari itu seorang ibu yang sedang menyusui anaknya
tidak peduli lagi dengan anak yang sedang dia susui. Seorang bapak tidak
bisa berbuat apa pun untuk menolong anak dan istrinya. Semua hanya
mengurusi diri sendiri tapi tidak ada yang bisa diperbuat. Semuanya dicekam
ketakutan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Lalu terdengar lagi
suara tiupan terompet malikat Israfil untuk yang ke dua kali. Semua makhluk
semakin histeris lalu semuanya musnah. Bumi, gunung, bangunan dan apa saja
yang ada semuanya hancur. Semuanya mati dan tiada satupun makluk yang
selamat dan lolos dari kehancuran alam semesta ini.
Mengingat
Murka Allah kepada umat-umat terdahulu, seperti umat nabi Luth
alaihissalam. Mereka dibinasakan dengan hujan batu, lalu bumi mereka
dibalikkan oleh Allah Ta'alakarena mereka bergelimang dengan dosa liwath
(gay/ homoseksual). Dan masih banyak lagi umat-umat terdahulu yang
dihancurkan Allah Ta'ala karena kedurhakaan mereka kepada-Nya.
Ingatlah
Kondisi Ummat Islam di masa lalu yang penuh dengan kejayaan dan kemuliaan,
lalu bandingkan dengan kondisi kita saat ini yang begitu lemah dan
dihinakan.
Memperbanyak
Do'a agar Allah Ta'alamenganugerahkan karunia-Nya kepada kita agar bisa
menangis karena takut padaNya. Hendaklah kita selalu bermunajat pada-Nya
dan sungguh-sungguh dalam berdo'a agar kita dijauhkan dari hati yang tidak
khusyu' dan mata yang tidak bisa menangis.
Jangan
Meremehkan Dosa, karena dosa sekecil apa pun akan dipertanggungjawabkan di
hadapan Allah. Ibnu Mas'ud ra berkata, “Sesungguhnya seorang mukmin melihat
dosa-dosanya seakan-akan dia berada di bawah sebuah gunung dan dia khawatir
kalau gunung itu ditimpakan kepadanya. Sedangkan seorang fasik melihat
dosa-dosanya seperti dia melihat seekor lalat yang bertengger di hidungnya.
Semoga
Allah Ta'ala menjadikan kita termasuk hambaNya yang senantiasa menangis
karena takut padaNya.
(Abu
Abdillah Dzahabi)
|
IKHLAS DAN BEBERAPA PERUSAKNYA
Pentingnya
amalan hati
Secara
umum amalan hati lebih penting dan ditekankan daripada amalan lahiriyah.
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah mengatakan:"Bahwasanya ia meru pakan
pokok keimanan dan landasan utama agama, seperti mencintai Allah Subhannahu
wa Ta'ala dan rasulNya, bertawakal kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala ,
ikhlas dalam menjalankan agama semata-mata karena Allah Subhannahu wa
Ta'ala , bersyukur kepadaNya, bersabar atas keputusan atau hukumNya, takut
dan berharap kepadaNya,.. dan ini semua menurut kesepakatan para ulama adalah
perkara wajib (Al fatawa 10/5, juga 20/70)
Imam
Ibnu Qayyim juga pernah berkata: "Amalan hati merupakan hal yang pokok
dan utama, sedangkan anggota badan adalah pengikut dan penyempurna.
Sesungguhnya niat ibarat ruh, dan gerakan anggota badan adalah jasadnya.
Jika ruh itu terlepas maka matilah jasad. Oleh karena itu memahami
hukum-hukum yang berkaitan dengan hati lebih penting daripada memahami
hukum-hukum yang berkaitan dengan gerakan anggota badan (Badai 'ul Fawaid
3/224).
Lebih
jauh lagi dalam kitab yang sama beliau menegaskan bahwa perbuatan yang
dilakukan anggota badan tidak ada manfaatnya tanpa amalan hati, dan
sesungguhnya amalan hati lebih fardhu (lebih wajib) bagi seorang hamba
daripada amalan anggota badan.
Kedudukan
Ikhlas
Ikhlas
merupakan hakikat dari agama dan kunci dakwah para rasul Shallallaahu
'alaihi wa Salam .
Allah
Subhannahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan (ikhlas)
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan meunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus." (QS. 98:5)
Juga
firmanNya yang lain, artinya: "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya
Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya." (QS.
67:2)
Berkata
Al Fudhail (Ibnu Iyadl, penj), makna dari kata ahsanu 'amala (lebih baik
amalnya) adalah akhlasuhu wa Ashwabuhu, yang lebih ikhlas dan lebih benar
(sesuai tuntunan).
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu beliau berkata: 'Aku mendengar
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda, Allah Subhannahu wa
Ta'ala berfirman, artinya: "Aku adalah Tuhan yang tidak membutuhkan
persekutuan , barang siapa melakukan suatu per-buatan yang di dalamnya
menyekutukan Aku dengan selainKu maka Aku tinggalkan dia dan juga
sekutunya." (HR. Muslim).
Oleh
karenanya suatu ketaatan apapun bentuknya jika dilakukan dengan tidak
ikhlas dan jujur terhadap Allah, maka amalan itu tidak ada nilainya dan
tidak berpahala, bahkan pelakuknya akan menghadapi ancaman Allah yang
sangat besar. Sebagaimana dalam hadits, bahwa manusia pertama yang akan
diadili pada hari kiamat nanti adalah orang yang mati syahid, namun niatnya
dalam berperang adalah agar disebut pemberani. Orang kedua yang diadili adalah
orang yang belajar dan mengajarkan ilmu serta mempelajari Al Qur'an, namun
niatnya supaya disebut sebagai qori' atau alim. Dan orang ketiga adalah
orang yang diberi keluasan rizki dan harta lalu ia berinfak dengan harta
tersebut akan tetapi tujuannya agar disebut sebagai orang yang dermawan.
Maka ketiga orang ini bernasib sama, yakni dimasukkan kedalam Neraka.
(na'udzu billah min dzalik).
Pengertian
Ikhlas
Ada
beberapa pengertian ikhlas, diantarnya:
pertama,
Semata-mata bertujuan karena Allah ketika melakukan ketaatan. kedua, Ada
yang mengatakan ikhlas ialah membersihkan amalan dari ingin mencari
perhatian manusia. Ketiga, Sebagian lagi ada yang mendefinisikan bahwa
orang yang ikhlas ialah orang yang tidak memperdulikan meskipun seluruh
penghormatan dan peng-hargaan hilang dari dirinya dan berpindah kepada
orang lain,karena ingin memperbaiki hatinya hanya untuk Allah semata dan ia
tidak senang jikalau amalan yang ia lakukan diperhatikan oleh
orang,walaupun perbuatan itu sepele.
Ditanya
Sahl bin Abdullah At-Tusturi, Apa yang paling berat bagi nafsu? Ia
menjawab: "Ikhlas, karena dengan demikian nafsu tidak memiliki tempat
dan bagian lagi." Berkata Sufyan Ats-Tsauri: "Tidak ada yang
paling berat untuk kuobati daripada niatku, karena ia selalu
berubah-ubah."
Perusak-perusak
Keikhlasan
Ada
beberapa hal yang bisa merusak keikhlasan yaitu:
1)
Riya' ialah memperlihatkan suatu bentuk ibadah dengan tujuan dilihat
manusia, lalu orang-orangpun memujinya. 2) Sum'ah, yaitu beramal dengan
tujuan untuk didengar oleh orang lain (mencari popularitas).3)'Ujub, masih
termasuk kategori riya' hanya saja Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membedakan
keduanya dengan mengatakan bahwa: "Riya' masuk didalam bab
menyekutukan Allah denga makhluk, sedang ujub masuk dalam bab menyekutukan Allah
dengan diri-sendiri. (Al fatawaa, 10/277)
Disamping
itu ada bentuk detail dari perbuatan riya' yang sangat tersembunyi, atau di
sebut dengan riya' khafiy' yaitu:
1)Seseorang
sudah secara diam-diam melakukan ketaatan yang ia tidak ingin menampakkannya
dan tidak suka jika diketahui oleh banyak orang, akan tatapi bersamaan
dengan itu ia menyukai kalau orang lain mendahului salam terhadapnya,
menyambutnya dengan ceria dan penuh hormat, memujinya, segera memenuhi
keinginannya, diperlakukan lain dalam jual beli (diistimewakan), dan diberi
keluasan dalam tempat duduk. Jika itu semua tidak ia dapatkan ia merasa ada
beban yang mengganjal dalam hatinya, seolah-olah dengan ketaatan yang ia
sembunyikan itu ia mengharapkan agar orang selalu menghormatinya.
2)Menjadikan
ikhlas sebagai wasilah (sarana) bukan maksud dan tujuan.
Syaikhul
Islam telah memperingatkan dari hal yang tersembunyi ini, beliau berkata:
"Dikisahkan bahwa Abu Hamid Al Ghazali ketika sampai kepadanya, bahwa
barangsiapa yang berbuat ikhlas semata-mata karena Allah selama empatpuluh
hari maka akan memancar hikmah dalam hati orang tersebut melalui lisanya
(ucapan), berkata Abu Hamid: "Maka aku berbuat ikhlas selama empat
puluh hari, namun tidak memancar apa-apa dariku, lalu kusampaikan hal ini kepada
sebagian ahli ilmu, maka ia berkata: "Sesungguhnya kamu ikhlas hanya
untuk mendapatkan hikmah, dan ikhlasmu itu bukan karena Allah semata.
Kemudian
Ibnu Taymiyah berkata: "Hal ini dikarenakan manusai terkadang ingin
disebut ahli ilmu dan hikmah, dihormati dan dipuji manusia, dan lain-lain,
sementara ia tahu bahwa untuk medapatkan semua itu harus dengan cara ikhlas
karena Allah.Jika ia menginginkan tujuan pribadi tapi dengan cara berbuat
ikhlas karena Allah,maka terjadilah dua hal yang saling bertentangan.
Dengan kata lain, Allah di sini hanya dijadikan sebagai sarana saja, sedang
tujuannya adalah selain Allah.
Yaitu
apa yang diisyaratkan Ibnu Rajab beliau berkata: "Ada satu hal yang
sangat tersembunyi, yaitu terkadang seseorang mencela dan menjelek-jelekan
dirinya dihadapan orang lain dengan tujuan agar orang tersebut
menganggapnya sebagai orang yang tawadhu' dan merendah, sehingga dengan itu
orang justru mengangkat dan memujinya. Ini merupakan pintu riya' yang
sangat tersembunyi yang selalu diperingatkan oleh para salafus shaleh.
Cara-cara
mengobati riya'
1)Harus
menyadari sepenuhnya , bahwa kita manusia ini semata-mata adalah hamba. Dan
tugas seorang hamba adalah mengabdi dengan sepenuh hati, dengan mengharap
kucuran belas kasih dan keridhaanNya semata.
2)Menyaksikan
pemberian Allah, keutamaan dan taufikNya, sehingga segala sesuatunya diukur
dengan kehendak Allah bukan kemauan diri sendiri.
3)Selalu
melihat aib dan kekurangan diri kita, merenungi seberapa banyak bagian dari
amal yang telah kita berikan untuk hawa nafsu dan syetan. Karena ketika
orang tidak mau melakukan suatu amal, atau melakukannya namun sangat minim
maka berarti telah memberikan bagian (yang sebenarnya untuk Allah), kepada
hawa nafsu atau syetan.
3)
Memperingatkan diri dengan perintah-perintah Allah yang bisa memperbaiki
hati.
4)Takut
akan murka Allah, ketika Dia melihat hati kita selalu dalam keadaan berbuat
riya'.
4)
Memperbanyak ibadah-ibadah yang tersembunyi seperti qiyamul lail, shadaqah
sirri, menagis karena Allah dikala menyandiri dan sebagainya.
5)
Membuktikan pengagungan kita kepada Allah, dengan merealisasikan tauhid dan
mengamalkannya.
6)Mengingat
kematian dan sakaratul maut, kubur dan kedah syatannya, hari akhir dan
huru-haranya.
7)
Mengenal riya', pintu-pintu masuk dan kesamarannya, sehingga bisa terbebas
darinya.
8)
Melihat akibat para pelaku riya' baik di dunia maupun di akhirat.
9)
Meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah dari perbuatan
riya'dengan membaca doa:"Ya Allah aku berlindung kepadamu dari berbuat
syirik padahal aku mengetahui,dan aku mohon ampun atas apa-apa yang tidak
ku ketahui."
Wallahu
a'lam bis shawab.
Disarikan
dari buku al ikhlash wa asy syirkul asghar,Dr Abdul Aziz bin Muhammad Al
Abdul Lathif, Darul Wathan Riyadh
(Ibnu
Djawari)
|
Fastabiqul Khairat
"Kemudian
kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara
hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang mendzalimi diri mereka
sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada
yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah, yang demikian itu
adalah karunia yang amat besar." (QS. Fathir:32)
Allah
SWT membagi umat Islam ke dalam tiga bagian. Masing-masing sesuai dengan
kadar perbuatannya. Mereka yang amal buruknya lebih banyak disebut telah
mendzalimi dirinya sendiri. Gambaran mereka disebutkan oleh Ibnu Taimiyah
dalam masalah sholat, seperti orang yang sholatnya tidak tepat waktu,
bahkan sering mengakhirkan sholatnya sampai hampir masuk waktu sholat
lainnya. Kelompok kedua, adalah umat Islam yang antara amal kebaikan dan
keburukannya seimbang. Disebutkan oleh Ibnu Taimiyah sebagai orang yang
melaksanakan kewajibannya, tanpa mempedulikan sunnah-sunnah, seperti mereka
mengerjakan sholat wajib tepat waktu dan berjamaah hanya saja tidak
menambah dengan sholat-sholat sunnah. Adapun yang ketiga adalah mereka yang
amal baiknya lebih banyak dari amal buruknya. Mereka disebut telah
melaksanakan ajaran Islam dengan baik pada setiap kesempatan dan mereka
inilah yang dinamai 'Saabiqun Lilkhairaat. Permisalannya seperti orang yang
sholat wajib tepat waktu, berjamaah dan menambah dengan sholat-sholat
sunnah. Tentunya kita umat Islam hendaknya berupaya untuk menjadi kelompok
ketiga tersebut agar kualitas umat Islam tidak seperti buih laut.
Kelihatannya mayoritas secara kuantitas, tetapi kualitas pemahaman dan
aplikasi Islamnya sangat rendah.
Maka
dari itu marilah kita memenuhi panggilan Al-Quran 'Fastabiqul Khairaat'
(QS. Al-Baqarah:148). Hal itu berarti kita harus menyingsingkan baju menggunakan
setiap potensi dan peluang untuk kepentingan Islam guna menggapai surga
yang lebarnya seluas langit dan bumi, disediakan bagi mereka yang bertakwa
(QS. Al-Imran:123)
|
Bisikan Setan
Setan
menurut al-Qur'an surah al-An'am ayat 112 dan surah an-Naas dan juga
menurut berbagai teks hadits adalah terdiri dari jin dan manusia. Keduanya
aktif bekerja menjalankan misi mereka masing-masing. Salah satu tugas setan
adalah membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia, sebagaimana firman
Allah di dalam surah an-Naas, artinya,
"Katakanlah,
"Aku berlindung kepada Rabb (Tuhan yang memelihara dan menguasai)
manusia. Raja manusia. Ilaah (sembahan) manusia, dari kejahatan (bisikan)
setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada
manusia, dari (golongan) jin dan manusia."
Di
dalam ayat-ayat di atas, Allah memerintahkan manusia agar beristi-'adzah
(memohon perlindungan kepadaNya) dari bisikan jahat setan jin dan setan
manusia. Alwaswas adalah bisikan-bisikan setan yang halus sedang al-khannas
terambil dari kata khanasa, yang berarti kembali mundur, melempem,
bersembunyi serta timbul tenggelam. Maksudnya adalah setan kembali menggoda
manusia pada saat manusia lengah dan melupakan Allah, kemudian dia mundur
dan melempem pada saat manusia berdzikir mengingat Allah Ta'ala.
Strategi
Setan Memperdaya Manusia
Misi
dan pekerjaan setan itu ada dua, pertama, menyuruh manusia melakukan dosa
dan kejahatan, dan yang ke dua, menghalang-halangi manusia dari segala
macam bentuk perbuatan baik yang diridlai Allah Ta'ala. Di dalam Sahih
Muslim nomor ke 5109 bersumber dari 'Iyad bin Himar al-Mujasyi'i,
disebutkan bahwa Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,Allah
berfirman, "Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan
hanif (cenderung kepada kebenaran), lalu setan-setan mendatangi mereka, dan
menyelewengkannya dari agama mereka dan (setan-setan itu) mengharamkan
terhadap mereka apa yang Aku halalkan bagi mereka dan menyuruh mereka
mempersekutukan Aku…"
Berdasarkan
hadits ini, dapat dikatakan, bahwa yang menyeleweng-kan manusia dari dien
(Islam) adalah setan, termasuk menggelincirkan manusia kepada perbuatan
syirik. Namun manusia yang dapat dikuasai setan, hanya mereka yang tak
memperdulikan tuntunan Allah dan menjadikan setan itu sebagai pembimbing
jalan hidupnya. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengemukakan enam tahapan yang
dilalui setan dalam menyesatkan dan mem-perdaya manusia.
Tahap
pertama ialah pengafiran atau pemusyrikan manusia. Kalau yang diajak setan
itu muslim, yang beriman teguh, yang tak dapat dikafirkan dan dimusyrikkan,
setan akan melangkah ke tahapan dakwah ke dua, yaitu pem-bid'ahan. Setan
pada tahapan ke dua ini berupaya menjadikan orang Muslim sebagai ahlul
bid'ah. Kalau yang didakwahi setan itu kalangan Ahlus Sunnah, yang teguh dan
istiqamah memegang Sunnah, setan melangkah pada tahap yang ke tiga, yaitu
menjebak orang Islam kepada kaba’ir (dosa-dosa besar). Kalau yang
bersangkutan beriman teguh, sehingga tak mau melakukan dosa-dosa besar,
setan tetap tidak berputus asa, untuk terus berupaya mencari taktik lain,
dengan melangkah ke tahap yang ke empat, yaitu menjebak manusia dengan
dosa-dosa kecil.
Kalau
tahap ke empat ini gagal juga, setan melangkah ke tahap ke lima, yaitu
menyibukkan manusia kepada masalah-masalah yang mubah (boleh), sehingga
yang bersangkutan menghabiskan waktunya untuk urus-an-urusan yang mubah,
yang dampaknya, lupa menunaikan perbuatan-perbuatan yang dicintai Allah
Ta'ala, yang berpahala, yang semua Muslim diperintahkan mengamalkannya.
Kalau tahap ke lima ini gagal juga, setan melanjutkan strategi gandanya ke
tahapan yang ke enam, yaitu menyi-bukkan manusia dalam urusan-urusan kurang
bermanfaat atau yang man-faatnya lebih kecil, sehingga dampak
persoalan-persoalan yang lebih penting dan yang lebih baik jadi tertinggalkan
dan terabaikan. Misalnya, sibuk dengan amalan sunnah, sehingga amalan wajib
tertinggalkan.
Adapun
perangkap atau jerat-jerat yang dipasang setan tidak terhitung jenis dan
jumlahnya, di antaranya ialah:
1.
Mengadu Domba Sesama Muslim dan Buruk Sangka
Di
dalam hadits yang diriwayatkan al-Bukhari, Rasulullah bersabda yang
artinya, “Sesungguhnya iblis telah berputus asa untuk disembah oleh
orang-orang yang sholeh, tetapi ia berusaha mengadu domba di antara
mereka.".
Caranya
ialah menciptakan dan menyebarkan permusuhan, kebencian dan fitnah di
antara mereka. Sikap buruk sangka (terhadap Allah maupun manusia) biasanya
datang dari setan. Dalilnya antara lain ialah hadits Shafiyyah binti Huyay
(istri Rasulullah) ia berkata yang artinya, "Ketika Rasulullah sedang
beri'tikaf di masjid, saya mendatanginya pada suatu malam dan bercerita.
Kemudian saya pulang diantar beliau. Ada dua orang Anshar berjalan dan
ketika keduanya melihat Rasulullah, mereka mempercepat langkah. Rasulullah
berkata, "Pelan-pelanlah. Dia adalah Shafiyah binti Huyay".
Mereka berkata, "Subhanallah (Maha Suci Allah), Rasulullah!"
Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya setan berjalan di tubuh manusia
pada peredaran darah, aku khawatir setan itu melontarkan kejahatan di hati
kamu berdua , sehingga timbul prasangka yang buruk." (HR. Al-Bukhari
240, Muslim 2174-2175).
2.
Menganggap Baik dan Indah Kebid'ahan.
Ibadah
yang sudah baik dari Nabi, oleh setan dimodifikasi, antara lain dilakukan
penambahan-penambahan di sana sini atau pun pengurangan-pengurangan. Apa
yang tidak disunnahkan Nabi, dilakukan, sebaliknya yang disunnahkan Nabi
justru ditinggalkan.
Sebagian
manusia dibisiki agar merekayasa hadits palsu yang disandar kan kepada
Rasulullah sambil berdalih, “Kami memang berdusta mengarang hadits, namun
bukan dengan niat menentang Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam ,
melainkan membela beliau. Tak terhitung jumlah hadits yang direkayasa untuk
menakut-nakuti manusia dari neraka, agar melakukan amal kebaikan atau pun
menggambarkan surga dengan cara aneh pula.
3.
Membisikkan Bahwa Islam Hanyalah Muamalah.
Terkadang
setan membisikkan ke dalam hati manusia, "Dien (Islam) adalah muamalah
(pergaulan/akhlak yang baik). Yang penting dalam beragama adalah cukup
berbuat baik saja terhadap sesama manusia, jangan mendustai atau menipu
mereka walaupun kamu tidak shalat. Bukankah Rasulullah mengatakan, bahwa
agama adalah muamalah?" Sebagai hasilnya, banya orang yang berprinsip,
tak shalat tak mengapa, asal tidak jahat terhadap sesama manusia. Kepada
yang lain, dibisikinya pula, "Yang penting adalah hati dan niat baik,
sepanjang engkau lalui waktu malammu tanpa menyimpan dengki dan kebencian
terhadap manusia, cukuplah sudah”. Akibatnya yang bersangkutan meninggalkan
banyak amal shaleh, karena mencu-kupkan diri dengan niat baik saja!
Kepada
kalangan yang berkecim-pung di politik, setan jin membisikkan, "Yang
penting adalah kita harus mengenal keadaan riil kaum muslimin dan keadaan
musuh-musuh mereka. Dengan demikian hal paling penting adalah
masalah-masalah politik. Ibadah biarlah dilakukan kalangan ahli ibadah
saja.
4.
Membisikkan bahwa Islam Hanya Mengatur Hubungan dengan Allah Saja.
Kepada
mereka, setan membisik-kan, "Engkau zuhud dengan mening-galkan semua
urusan dunia, termasuk urusan politik." Urusan pemerintahan, biarlah
orang kafir saja yang mengatur, karena itu adalah masalah keduniaan yang
tidak ada sangkut pautnya dengan agama, sedang agama hanya mengatur
hubungan dengan Allah saja.
5.
Membisikkan Bahwa yang Penting Bersatu.
Datang
pula kelompok lain dengan pendapat, "Yang paling penting adalah
menyatukan barisan kaum muslimin. Kelompok ini menjadikan persatuan sebagai
hal paling penting, walaupun dibandingkan masalah aqidah! Dasar mereka
ialah musuh-musuh Allah sedang gencar ingin menghabisi Islam. Memang benar
umat Islam harus bersatu, tetapi harus di atas dasar dien, bukan bersatu
dalam kekacauan dan perbedaan aqidah.
6.
Menunda Kebaikan atau Melaku-kannya Secara Asal-Asalan.
Salah
satu bisikan jahat setan ialah agar umat Islam dalam melakukan kebaikan
bersikap menunda-nunda atau sebaliknya melakukannya, namun dengan
tergesa-gesa tanpa perhitungan. Sehingga akibatnya banyak kebaikan yang
tidak terlaksana atau dilakukan namun secara serampangan dan asal-asalan,
baik itu amal yang bersifat individual maupun kolektif
7.
Membisiki Manusia Sebagai Orang yang Terbaik
Di
sisi lain, setan membisikkan di dalam hati manusia, "Engkau lebih baik
dari orang lain, engkau melakukan shalat, sementara orang lain banyak yang
tidak shalat." Setan membisiki setiap orang yang beribadah agar
memperhatikan kelakuan orang-orang yang berada di bawahnya dalam beramal
shaleh, untuk mencegahnya dari beramal lebih baik. Padahal yang dituntut
dari kita adalah sebaliknya yaitu merasa kurang di dalam kebaikan, misalnya
kita perhatikan orang yang berpuasa sunah Senin dan Kamis ketika kita tidak
melakukannya. Tetapi setan sangat jahat dan lihai, dengan berbagai cara, ia
memperdayakan kita agar kita merasa sudah cukup, sudah hebat dan sempurna,
sehingga kita merasa tak perlu belajar dari orang lain.
8.
Menjadikan Satu Kebaikan Sebagai Penghalang Kebaikan yang Lain
Untuk
menjauhkan kita dari tugas dakwah, setan terkadang membisiki hati kita,
"Kamu harus tawadhu, siapa yang tawadhu karena Allah, niscaya akan
ditinggikan-Nya. Bukan level kamu melibatkan diri dalam tugas da'wah!
Urusan da'wah hanya untuk orang berilmu tinggi saja! Kalau kamu melibat-kan
diri juga dalam tugas da'wah, kamu berarti sombong, tak tahu diri."
Setan
terus menekan kita sampai mencapai derajat di mana kita merasa tak berguna
dan tak mampu memikul tugas da'wah'. Padahal kita akan dimintai
pertanggungjawaban terhadap kemampuan yang seharusnya kita pergunakan untuk
tugas da'wah itu.
Mudah-mudahan
Allah senantiasa membantu kita mengalahkan musuh nyata kita, yaitu setan,
baik setan jin maupun manusia. Akhirnya, marilah kita sama-sama berdo’a
dengan do’a yang diajarkan Allah. Terapinya, membiasakan melakukan dzikir
pagi dan sore, banyak-banyak membaca al-Qur’an, dan selalu berdzikir
memohon perlindungan kepada Allah.
"Wahai
Rabbku!, aku berlindung kepadaMu dari bisikan-bisikan jahat setan dan aku
berlindung kepadamu Rabbku mereka mendatangiku…" (Al-Mu'minun ayat
97-98). Wallaahu ‘a'lam.
(
Muhammad Hanafi Maksum )
|
Citi-Ciri Wanita Shalihah
Tidak
banyak syarat yang dikenakan oleh Islam untuk seseorang wanita untuk
menerima gelar solehah, dan seterusnya menerima pahala syurga yang penuh
kenikmatan dari Allah swt. Mereka hanya perlu memenuhi 2 syarat saja yaitu
:
Taat
kepada Allah dan RasulNya
Taat
kepada suami
Perincian
dari dua syarat di atas adalah sebagai berikut :
Taat
kepada Allah dan RasulNya
Bagaimana
yang dikatakan taat kepada Allah swt?
Mencintai
Allah swt dan Rasulullah saw melebihi dari segala-galanya.
Wajib
menutup aurat
Tidak
berhias dan berperangai seperti wanita jahiliah
Tidak
bermusafir atau bersama dengan lelaki dewasa kecuali ada bersamanya
mahramnya.
Sering
membantu lelaki dalam perkara kebenaran, kebajikan dan taqwa
Berbuat
baik kepada ibu & bapa
Sentiasa
bersedekah baik dalam keadaan susah ataupun senang
Tidak
berkhalwat dengan lelaki dewasa
Bersikap
baik terhadap tetangga
Taat
kepada suami
Memelihara
kewajiban terhadap suami
Sentiasa
menyenangkan suami
Menjaga
kehormatan diri dan harta suaminya selama suami tiada di rumah.
Tidak
cemberut di hadapan suami.
Tidak
menolak ajakan suami untuk tidur
Tidak
keluar tanpa izin suami.
Tidak
meninggikan suara melebihi suara suami
Tidak
membantah suaminya dalam kebenaran
Tidak
menerima tamu yang dibenci suaminya.
Sentiasa
memelihara diri, kebersihan fisik dan kecantikannya serta kebersihan
rumahtangga.
Faktor Yang Merendahkan Martabat Wanita
Sebenarnya
puncak rendahnya martabat wanita adalah datang dari faktor dalam. Bukanlah
faktor luar atau yang berbentuk material sebagaimana yang
digembar-gemborkan oleh para pejuang hak-hak palsu wanita.
Faktor-faktor
tersebut ialah :
1.
Lupa mengingat Allah
Karena
terlalu sibuk dengan tugas dan kegiatan luar atau memelihara anak-anak,
maka tidak heran jika banyak wanita yang tidak menyadari bahwa dirinya
telah lalai dari mengingat Allah.
Dan
saat kelalaian ini pada hakikatnya merupakan saat yang paling berbahaya
bagi diri mereka, di mana syetan akan mengarahkan hawa nafsu agar memainkan
peranannya. Firman Allah swt di dalam surah al-Jathiah, ayat 23: artinya:
"Maka
sudahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya
dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya. Dan Allah telah mengunci
mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya."
Sabda
Rasulullah saw: artinya:
"Tidak
sempurna iman seseorang dari kamu, sehingga dia merasa cenderung kepada apa
yang telah aku sampaikan." (Riwayat Tarmizi)
Mengingati
Allah swt bukan saja dengan berzikir, tetapi termasuklah menghadiri
majlis-majlis ilmu.
2.
Mudah tertipu dengan keindahan dunia
Keindahan
dunia dan kemewahannya memang banyak menjebak wanita ke perangkapnya. Bukan
itu saja, malahan syetan dengan mudah memperalatkannya untuk menarik kaum
lelaki agar sama-sama bergelimang dengan dosa dan noda. Tidak sedikit yang
sanggup durhaka kepada Allah swt hanya kerana kenikmatan dunia yang terlalu
sedikit. Firman Allah swt di dalam surah al-An'am: artinya :
"Dan
tidaklah penghidupan dunia ini melainkan permainan dan kelalaian dan
sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa,
oleh karena itu tidakkah kamu berfikir."
3.
Mudah terpedaya dengan syahwat
4.
Lemah iman
5.
Bersikap suka menunjuk-nunjuk.
Ad-dunya
mata' , khoirul mata' al mar'atus sholich
Dunia
adalah perhiasan, perhiasan dunia yang baik adalah Wanita sholichah
|
Berlindung Dari Fitnah
Berlindung
kepada Allah, khususnya pada masa-masa fitnah sedang menyebar dan
merajalela merupakan sebuah keharusan dan hal yang amat penting. Dan itu
merupakan jalan yang paling tepat untuk terlepas dari kejahatan
fitnah-fitnah itu, baik yang besar atau pun yang kecil.
Jika
seseorang memperhatikan berbagai macam fitnah, seperti fitnah kehidupan
dunia dengan iming-iming nafsu dan syahwatnya; Fitnah kematian,
penghimpunan manusia di padang Mahsyar, serta huru-hara Akhirat; Fitnah
kekacauan, pembunuhan dan peperangan; Fitnah tersumbatnya suara kebenaran
dan merebaknya kebatilan; Fitnah ujub, besar kepala dan sebagainya, maka
sungguh akan menggugah hati untuk menyelamatkan diri darinya dan mendorong
untuk berlindung kepada Allah subhanahu wata’ala, minta keselamatan dan
terbebas dari segala keburukannya.
Fitnah
Dunia
Fitnah
dunia beserta isinya, berupa permainan, kesenangan dan syahwat mengharuskan
kita untuk selalu berlindung kepada Allah dari keburukannya. Merupakan
fitnah dunia yang sangat besar bagi seorang laki-laki adalah fitnah
(ujian/godaan) wanita. Oleh karena itu Nabi Yusuf ’alaihis salam tatkala
khawatir terhadap fitnah wanita, beliau mengatakan,
“Dan
jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan
cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka)dan tentulah aku termasuk
orang-orang yang bodoh". (QS. 12:33)
Harta
benda juga merupakan fitnah yang harus dimintakan perlindungan kepada Allah
dari keburukannya. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
meminta perlindungan dari jahatnya fitnah kekayaan, sebagaimana disebutkan
dalam sebuah hadits shahih tatkala berlindung dari berbagai fitnah dunia,
salah satunya adalah, "Dan (aku berlindung) dari buruknya fitnah
kekayaan." (HR. al-Bukhari, merupakan sebuah penggalan hadits)
Keluarga
dan anak-anak juga merupakan fitnah dunia sebagaimana firman Allah
subhanahu wata’ala, artinya,
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan
anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan
(bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. 64:14-15)
Oleh
karena itu seorang hamba harus memohon kepada Allah agar menjadikan
keluarga dan anak cucunya sebagai qurrata ain, penyejuk hati dan pembawa
kebaikan. Seorang muslim sadar bahwa keluarga dan anak-anak adalah
merupakan fitnah dan ujian hidup. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Dan
orang-orang yang berkata, "Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. 25:74)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengajarkan do’a, "Dan aku
berlindung kepada-Mu dari (keburukan) fitnah hidup."
Fitnah
Syetan
Syetan
adalah fitnah bagi manusia. Dia selalu menghiasi keburukan sehingga tampak
indah dan baik, agar manusia tertipu dan tersesat. Fitnah syetan termasuk
sangat besar. Ia selalu menggoda manusia dan mendampingi semenjak lahir
hingga menjelang kematiannya. Maka Allah subhanahu wata’ala menganjur kan
agar kita berlindung kepada-Nya dari segala gangguan syetan, sebagaimana
dalam firman-Nya,
“Dan
katakanlah,“Ya Rabbku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan
syetan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Rabbku, dari kedatangan
mereka kepadaku". (QS. 23:97-98)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa do’a dan dzikir kepada Allah
merupakan senjata ampuh bagi seorang muslim untuk menghadapi gangguan
syetan. Diriwayatkan dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya,
"Tidaklah
seorang hamba mengucapkan setiap pagi dan sore (doa), "Dengan menyebut
Nama Allah, yang dengan menyebut-Nya maka tidak berbahaya segala sesuatu
yang berada di bumi dan di langit dan Dia Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Dia ucapkan) sebanyak tiga kali maka tidak akan
membahayakannya segala suatu apapun." (HR.Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu
Majah dan Ahmad, dan sanadnya hasan)
Dan
tatkala Abu Bakarradhiyallahu ‘anhu, meminta kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam untuk mengajar kan sebuah kalimat (doa) yang diucapkan
ketika pagi dan sore hari, maka di antara yang diajarkan beliau adalah
berlindung kepada Allah dari syetan dan sekutunya. Beliau bersabda,
"Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku dan kejahatan
syetan beserta sekutunya." (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ahmad dan
al-Hakim, dishahihkan oleh adz-Dzahabi)
Fitnah
Akhirat
Fitnah
akhirat dimulai sejak seseorang masuk ke alam kubur hingga datangnya hari
Kiamat dengan kedahsyatannya. Semua itu harus dimohonkan perlindungan
kepada Allah subhanahu wata’ala agar kita selamat dari malapetaka nya, dan
dengan keutamaan serta rahmat-Nya kita dimasukkan ke dalam surga.
Termasuk
fitnah akhirat yang besar adalah fitnah kubur, yaitu pertanyaan di kubur
terhadap seorang hamba tentang siapa Rabbnya, apa agamanya, siapa Nabinya
dan seterusnya. Jika dia seorang yang istiqamah di atas agama Allah maka
akan selamat dan dapat berbicara serta menjawab sesuai yang diridhai Allah
subhanahu wata’ala. Jika dia menyepelekan agama dan zhalim maka akan
mendapatkan kerugian dan mengucapkan kalimat kekufuran, kita berlindung
kepada Allah dari hal itu.
Oleh
karena itu dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam berlindung dari adzab kubur.
Fitnah
al-Masih ad-Dajjal
Fitnah
dajjal adalah termasuk fitnah terbesar yang akan dialami manusia menjelang
hari Kiamat, dan dia merupakan salah satu tanda akan terjadinya Kiamat
Kubra (kiamat besar). Tentang kapan munculnya dajjal, maka tidak seorang
pun mengetahuinya, yang penting adalah bahwa seseorang tidak akan dapat
selamat dari fitnah dajjal kecuali atas perlindungan Allah subhanahu
wata’ala. Sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta
perlindungan kepada-Nya dari fitnah dajjal tersebut.
Dalam
sebuah hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya,
"Barang
siapa yang membaca sepuluh ayat pertama dari surat al-Kahfi maka akan
dijaga dari dajjal." Dan di dalam riwayat yang lain disebutkan,
"Barang siapa yang membaca sepuluh ayat terakhir dari surat al-Kahfi
maka akan dijaga dari dajjal." (HR. Muslim)
Fitnah
Jahannam
Merupakan
salah satu fitnah akhirat adalah fitnah adzab Jahannam. Semoga Allah
menjaga kita darinya. Oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala menganjurkan
kepada kita untuk berlindung dari adzab Jahannam tersebut, sebagaimana
firman Allah subhanahu wata’ala tatkala menyebutkan di antara sifat hamba
Allah, yang artinya
“Dan
orang-orang yang berkata, "Ya Rabb kami, jauhkan azab jahannam dari
kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasan yang kekal".
Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat
kediaman.” (QS. 25:65-66)
Dalam
sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
berlindung kepada Allah dari adzab Jahannam
Fitnah
Orang Kafir
Salah
satu fitnah yang dihadapi oleh orang mukmin di setiap tempat dan waktu
adalah permusuhan orang-orang kafir. Oleh karena itu Allah subhanahu
wata’ala menyebutkan tentang orang-orang mukmin pengikut Thalut
alaihissalam, tatkala menghadapi musuh mereka Jalut dan tentaranya maka
mereka berlindung kepada Allah dengan berdoa, sebagaimana firman Allah,
“Tatkala
Jalut dan tentaranya telah tampak oleh mereka, mereka pun berdo'a, "Ya
Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokoh- kanlah
pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir".
(QS. 2:250)
Allah
subhanahu wata’ala berfirman tentang kaum Nabi Musa, artinya,
“Berkata
Musa, "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawa-kallah
kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri". Lalu
mereka berkata, "Kepada Allah-lah kami bertawakal! Ya Rabb kami,
janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim, dan
selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang
kafir". (QS. 10:84-86)
Allah
subhanahu wata’ala juga menyebutkan tentang Nabi Ibrahim dan kaumnya yang
berd’oa kepada Allah,
"Ya
Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang
kafir. Dan ampunilah kami Ya Rabb kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. 60:5)
Disebutkan
dalam sebuah hadits shahih dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu
dia berkata, "Ketika terjadi perang Badar, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam melihat ke arah kaum musyrikin yang berjumlah seribuan
orang sedangkan shahabat beliau hanya tiga ratus tiga belas orang. Maka
beliau menghadap kiblat lalu menengadahkan tangan berdoa kepada Rabbnya,
"Ya Allah penuhilah untukku apa yang Kau janjikan, ya Allah
datangkanlah kepadaku apa yang Kau janjikan. Ya Allah jika Kamu binasakan
sekelompok ahlul Islam ini, maka Engkau tidak disembah di muka bumi."
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terus-menerus berdoa dengan menengadahkan
tangan, menghadap ke kiblat sehingga kain yang ada di pundaknya terjatuh.
Lalu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu datang mengambil kain itu kemudian
meletakkannya kembali di pundak beliau. Dia lalu mendekat dari arah
belakang Nabi dan berkata, "Wahai Nabi Allah, telah cukup permohonanmu
kepada Allah, sesungguhnya Dia akan memberikan untukmu apa yang Dia
janjikan kepadamu.” Maka Allah subhanahu wata’ala menurunkan ayat,
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu
diperkenankan-Nya bagimu, "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala
bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang bertutut-turut".
(QS. 8:9). (HR Muslim)
Amat
banyak saudara kita di negeri Islam yang sedang menghadapi ujian dan cobaan
dari orang kafir, berada dalam penindasan kaum salibis, zionis dan
kapitalis. Maka kita hendaknya senantiasa memohon kepada Allah, agar segera
mengentaskan musibah tersebut dengan secepatnya.
Fitnah
Ujub dan Bangga Diri
Ujub,
terpedaya dan bangga diri merupakan fitnah yang selayaknya dimintakan
perlindungan kepada Allah. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena
sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali
kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. 17:37)
Fitnah
ini hendaknya diwaspadai khusunya oleh para aktivis dakwah, penyebar ilmu,
para pejuang dan orang semisal mereka yang banyak dibutuhkan olah umat
Islam di zaman ini. Hendaklah mereka hati-hati dari fitnah ini, dengan
banyak berlindung dan bersandar kepada Allah subhanahu wata’ala, agar
jangan menjadikan amalnya sebagaimana amal yang Dia firmankan,
“Dan
Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. 25:23).Hanya kepada Allah kita
mohon pertolongan.
Sumber:
Kutaib, “Dharuratu alluju’ ilallah ‘inda hudutsil fitan,” DR. Abdul Hamid
bin Abdur Rahman al-Suhaiban
|
Membiasakan Berbuat Baik
Salah satu kunci kesuksesan hidup kita
adalah bagaimana kita membiasakan berbuat baik. Semakin kita terbiasa
berbuat baik, maka semakin mudah jalan kita untuk mencapai kebahagiaan
hidup.
Dalam
suatu hadits qudsi, Allah SWT berfirman “Jikalau seseorang hamba itu
mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta dan jikalau ia
mendekal padaKu sehasta, maka Aku mendekat padanya sedepa. Jikalau hamba
itu mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan
bergegas.” (HR. Bukhari)
Didalam
melihat jalan hidup masyarakat di sekitar kita, bisa kita lihat bahwa
beberapa orang mempunyai kecenderungan tertentu. Orang yang terbiasa
berbuat maksiyat, maka dari hari kehari dia akan semakin terjerumus kedalam
lembah yang hitam. Sebaliknya orang yang suka sholat berjamaah ke masjid,
maka dia akan ramah ke tetangganya, rutin berinfaq dan bahagia kehidupan
keluarganya.
Semakin
seseorang memperbanyak dan membiasakan berbuat baik, maka semakin banyak
terbuka pintu-pintu kebaikan yang lain. Hal ini sesuai dengan hadits qudsi
diatas bahwa semakin tinggi intensitas dan kualitas ibadah kita kepada
Allah SWT maka semakin dekatlah kita dengan-Nya.
Salah
satu kunci kesuksesan hidup kita adalah bagaimana kita membiasakan berbuat
baik. Semakin kita terbiasa berbuat baik, maka semakin mudah jalan kita
untuk mencapai kebahagiaan hidup. Agar manusia terbiasa beribadah, maka
beberapa ibadah dilakukan berulang dalam kurun waktu tertentu seperti
sholat lima kali dalam sehari, puasa sunnah dua kali seminggu dan sholat
jum’at sekali sepekan.
Permasalahan
awal yang biasanya ditemukan dalam melakukan sesuatu yaitu dalam
memulainya. Memulai suatu aktifitas terkadang lebih berat dibandingkan
ketika melaksanakannya. Maka ketika kita mendorong mobil yang mogok, akan
diperlukan tenaga yang besar saat sebelum mobil bergerak. Setelah mobil
tersesebut bergerak, diperlukan daya dorong yang kecil. Ada juga sifat kita
yang menunda perbuatan baik, padahal perbuakan baik janganlah ditunda.
Kalau kita ada keinginan untuk menunda, maka tundalah untuk menunda. Hal
ini seperti yang disampaikan Rasulullah saw:
“Bersegeralah
untuk beramal, jangan menundanya hingga datang tujuh perkara. Apakah akan
terus kamu tunda untuk beramal kecuali jika sudah datang: kemiskinan yang
membuatmu lupa, kekayaan yang membuatmu berbuat melebihi batas, sakit yang
merusakmu, usia lanjut yang membuatmu pikun, kematian yang tiba-tiba
menjemputmu, dajjal, suatu perkara gaib terburuk yang ditunggu, saat
kiamat, saat bencana yang lebih dahsyat dan siksanya yang amat pedih.” (HR.
Tirmidzi)
Salah
satu cara untuk mempermudah kita dalam memulai suatu amal ibadah adalah
dengan mengetahui akan besarnya manfaat yang akan dirasakan. Segala
hambatan atau godaan untuk tidak melaksanakan kebaikan tersebut akan bisa
dilewatkan dengan keyakinan yang kuat. Oleh sebab itu, kita wajib untuk
mencari ilmu tentang fadhilah (kelebihan) dari suatu amalan atau ibadah.
Bahkan untuk menguatkan hati, kita juga perlu mencari ilmu secara berulang
kali. Bahkan beberapa pengulangan dalam Al Quran digunakan agar manusia
semakin ingat.
“Dan
sesungguhnya dalam Al Quran ini Kami telah ulang-ulangi
(peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan
itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari.” (QS. Al Israa’ 41)
Jadi,
mulailah perbuatan baik yang ingin anda lakukan sekarang dan jangan
ditunda. Kalau belum yakin, perluas dan perdalam ilmu agar kita semakin
yakin.
|
Bahaya matinya rasa malu!
Oleh Yuminah Rohmatulllah
Malu
adalah suatu sifat atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan
sesuatu yang rendah atau kurang sopan. Malu merupakan salah satu kategori
akhlak yang terpuji (akhlak mahmudah). “Malu adalah bagian dari keimanan
seseorang.” (HR al-Hakim dan Baihaqi).
Perasaan
malu itu meliputi tiga hal. Pertama, malu kepada diri sendiri, yakni
perasaan malu di dalam hati, di kala akan melanggar larangan Allah. Kedua,
malu kepada orang lain, yakni menjaga semua anggota badan dan
gerak-geriknya dari hawa nafsu. Setiap akan melakukan perbuatan yang
rendah, ia akan tertegun, tertahan, dan akhirnya tidak jadi berbuat. Karena
desakan malunya, takut berbuat yang buruk, takut menerima siksaan Allah di
akhirat kelak. Ketiga, malu kepada Allah, artinya jika ia melakukan
kekejian akan mendapat siksa yang pedih. Malu kepada Allah merupakan sendi
utama dan dasar budi pekerti yang mulia. “Malulah kamu kepada Allah dengan
sebenar-benar malu.” (HR Tirmidzi).
Setiap
orang mempunyai rasa malu, entah besar ataupun kecil. Malu itu merupakan
kekuatan preventif (pencegahan) guna menghindarkan diri dalam kehinaan atau
terulangnya kesalahan serupa. Akan tetapi, rasa malu itu bisa luntur dan
pudar, hingga akhirnya lenyap (mati) karena berbagai sebab. Jika malu sudah
mati dalam diri seseorang, berarti sudah tak ada lagi kebaikan yang bisa diharapkan
dari dirinya. Ibarat kendaraan, remnya sudah blong atau tidak dapat
berfungsi lagi. “Jika engkau tidak tahu malu lagi, perbuatlah apa saja yang
engkau kehendaki.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dapat
dibayangkan, bila rasa malu itu telah hilang dalam diri seseorang, segala
perilakunya makin sulit dikendalikan. Sebab, dia akan melakukan berbagai
perbuatan tak terpuji, seperti korupsi, menyontek, menipu, mempertontonkan
aurat dengan pakaian yang seksi dan mini, berzina, mabuk-mabukan,
pembajakan, pelecehan seksual, dan pembunuhan. Mereka sudah dikuasai oleh
nafsu serakah. Orang yang sudah dikuasai nafsu serakah dan tidak ada lagi
rasa malu dalam dirinya maka perbuatannya sama dengan perilaku hewan yang
tidak punya akal, kecuali sekadar nafsu.
Hilangnya
rasa malu pada diri seseorang merupakan awal datangnya bencana pada
dirinya. “Sesungguhnya Allah SWT apabila hendak membinasakan seseorang,
maka dicabutnya rasa malu dari orang itu. Bila sifat malu sudah dicabut
darinya, maka ia akan mendapatinya dibenci orang, malah dianjurkan orang
benci padanya. Jika ia telah dibenci orang, dicabutlah sifat amanah
darinya. Jika sifat amanah telah dicabut darinya, kamu akan mendapatinya
sebagai seorang pengkhianat. Jika telah menjadi pengkhianat, dicabutnya
sifat kasih sayang. Jika telah hilang kasih sayangnya, maka jadilah ia
seorang yang terkutuk. Jika ia telah menjadi orang terkutuk maka lepaslah
tali Islam darinya.” (HR Ibnu Majah).
“Malu
adalah bagian dari keimanan seseorang.” (HR al-Hakim dan Baihaqi).
Hilangnya rasa malu, berarti mulai menipisnya rasa keimanan dalam dirinya.
Dan, jika keimanan sudah semakin hilang, perbuatannya akan jauh dari rida
Allah SWT. Naudzubillah.
|
3 Hal penyemangat shaum kita di bulan Ramadhan
1.
Pengampunan Dosa
Allah
dan Rasul-Nya memberikan targhib (spirit) untuk melakukan puasa Ramadhan
dengan menjelaskan keutamaan serta tingginya kedudukan puasa, dan kalau
seandainya orang yang puasa mempunyai dosa seperti buih di lautan niscaya
akan diampuni dengan sebab ibadah yang baik dan diberkahi ini.
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
(bahwasanya) beliau bersabda (yang artinya) : “ Barangsiapa yang berpuasa
di bulan Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisab (mengharap wajah ALLAH)
maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” [Hadits Riwayat Bukhari
4/99, Muslim 759, makna "Penuh iman dan Ihtisab' yakni membenarkan
wajibnya puasa, mengharap pahalanya, hatinya senang dalam mengamalkan,
tidak membencinya, tidak merasa berat dalam mengamalkannya]
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu juga, -Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda (yang artinya) : “ Shalat yang lima waktu, Jum’at ke
Jum’at. Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa yang terjadi di antara
senggang waktu tersebut jika menjauhi dosa besar” [Hadits Riwayat Muslim
233].
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu juga, (bahwasanya) Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah naik mimbar kemudian berkata : Amin, Amin, Amin”
Ditanyakan kepadanya : “Ya Rasulullah, engkau naik mimbar kemudian
mengucapkan Amin, Amin, Amin?” Beliau bersabda (yang artinya) : “
Sesungguhnya Jibril ‘Alaihis salam datang kepadaku, dia berkata :
“Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan tapi tidak diampuni dosanya maka
akan masuk neraka dan akan Allah jauhkan dia, katakan “Amin”, maka akupun
mengucapkan Amin….” [Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah 3/192 dan Ahmad 2/246
dan 254 dan Al-Baihaqi 4/204 dari jalan Abu Hurairah. Hadits ini shahih,
asalnya terdapat dalam Shahih Muslim 4/1978. Dalam bab ini banyak hadits
dari beberapa orang sahabat, lihatlah dalam Fadhailu Syahri Ramadhan
hal.25-34 karya Ibnu Syahin].
2.
Dikabulkannya Do’a dan Pembebasan Api Neraka
Rasullullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “ Sesungguhnya Allah
memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka setiap siang dan malam
dalam bulan Ramadhan, dan semua orang muslim yang berdo’a akan dikabulkan
do’anya” [Hadits Riwayat Bazzar 3142, Ahmad 2/254 dari jalan A'mas, dari
Abu Shalih dari Jabir, diriwayatkan oleh Ibnu Majah 1643 darinya secara
ringkas dari jalan yang lain, haditsnya shahih. Do'a yang dikabulkan itu
ketika berbuka, sebagaimana akan datang penjelasannya, lihat Misbahuh
Azzujajah no. 60 karya Al-Bushri]
3.
Orang yang Puasa Termasuk Shidiqin dan Syuhada
Dari
‘Amr bin Murrah Al-Juhani[1] Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Datang
seorang pria kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata :
“Ya Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan
yang hak kecuali Allah, engkau adalah Rasulullah, aku shalat lima waktu,
aku tunaikan zakat, aku lakukan puasa Ramadhan dan shalat tarawih di malam
harinya, termasuk orang yang manakah aku ?” Beliau menjawab (yang artinya)
: “ Termasuk dari shidiqin dan syuhada” [Hadits Riwayat Ibnu Hibban (no.11
zawaidnya) sanadnya Shahih]
Source
: Shifat shaum an Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, penulis
Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. Penerbit Al
Maktabah Al islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H. Edisi Indonesia Sifat Puasa
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh terbitan Pustaka Al-Mubarok (PMR),
penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal Akhir 1424 H.
|
Kenapa kita tidak bisa bersabar?
Oleh Syamsul Arifin
Kesabaran
itu susah. Menjalani takdir yang diberi; berusaha terus melaju dengan apa
yang ada, tanpa pernah putus asa, bukan suatu hal yang mudah.
Kesabaran
bukan hanya kita praktekkan ketika menerima musibah, tapi juga harus bisa
kita usahakan dalam bentuk yang aktif.
Secara
umum, kesabaran itu terdiri dari tiga jenis:
(1)
Kesabaran ketika ditimpa musibah, (2) Kesabaran agar bisa terus menjalankan
kebaikan, dan
(3)
Kesabaran untuk bisa menghindari diri dari keburukan.
Orang-orang
yang bersabar harus mampu menjaga dirinya dari melakukan perbuatan yang
dilarang, dan harus juga bisa mengarahkan dirinya agar bisa terus berada di
koridor kebaikan sebagaimana telah diperintahkan.
Penyebab
ketidaksabaran
Dari
dialog antara Nabi Musa AS dan Khidhr, kita bisa mengetahui salah satu
penyebab kita tidak sabar. Kisah perjalanan mereka berdua bisa kita lihat
di surat Al-Kahfi. Salah satu potongan perkataan Khidhr kepada Nabi Musa AS
yaitu:
“Dan
bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” (QS. Al-Kahfi: 68)
Jika
kita tidak bisa mendapatkan apa yang kita inginkan, terbentur kondisi
realita tidak sesuai pengharapan/usaha, terkadang bisa menyebabkan ketidaksabaran.
Akhirnya mempertanyakan keputusan Tuhan. Nnaudzubillah.
Maha
Suci Allah dengan segala Kesempurnaan-Nya
Kita
lupa bahwa Allah memiliki sifat Al `Adl (maha adil), Al `Aliim (maha
mengetahui/memiliki ilmu), Al Hakiim (maha bijaksana), juga Ar Rahman (Maha
Pengasih) dan Ar Rahiim (Maha Penyayang).
Lupa
seakan-akan tidak ada kekuasaan Ilahi yang mengawasi kita, yang maha
memelihara dan menjaga.
Kita
merasa yakin bahwa apa yang kita rencanakan, inginkan, usahakan, merupakan
satu-satunya hal yang terbaik bagi diri kita di dunia dan akhirat. Padahal
dengan keterbatasan ilmu yang kita miliki, hal ini belum tentu 100 persen
benar.
Bisa
jadi Allah menetapkan suatu hal yang jauh lebih baik di balik kegagalan
kita, mengatur skenario yang lebih indah dari apa yang telah kita sangka,
menjaga dan mengarahkan diri kita dari keterpurukan di dunia dan kerugian
di akhirat –karena sekali lagi, Allah maha mengetahui dan janganlah ragu,
karena Dia juga maha penyayang terhadap hamba-hamba-Nya.
Yang
perlu kita lakukan cukuplah sederhana, bersyukur ketika diberi nikmat, dan
bersabar ketika diuji. Bersabarnya bukan hanya pasif, tapi juga aktif,
terus mencari jalan keluar lainnya, terus mencari solusi, berusaha lagi
tanpa pernah mengenal putus asa.
|
Lailatul Qadar Vs Budaya Konsumerisme
Namun,
fakta yang ada di masyarakat justru sebaliknya. Pada sepuluh hari terkahir
ramadhan, masyarakat Indonesia di sibukkan oleh persiapan menjelang hari
lebaran.
Puasa
ibarat sebuah kompetisi. Pada sepuluh hari pertama adalah babak penyisihan.
Dalam babak penyisihan ini, semua peserta ambil bagian, baik itu sebagai
peserta yang memang benar-benar serius dalam mengikuti kompetisi dan
mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelumnya. Dan juga peserta yang hanya
sekedar peserta yang tidak mempunyai persiapan apapun.
Sepuluh
hari kedua, masuk babak perempat final dan semifinal. Pada babak ini, hanya
tinggal beberapa peserta yang telah melewati babak penyisihan. Dan sepuluh
hari ketiga, adalah babak final. Sudah barang tentu, peserta yang masuk
babak final adalah peserta yang sudah mempersiapkan diri secara maksimal
jauh sebelum kompetisi dimulai.
Sesuai
tahapan-tahapan tersebut, maka fase sepuluh hari ketiga adalah fase akhir
dari kompetisi yang sedang kita lalui. Sebagaimana biasanya sebuah
kompetisi, maka ganjaran dan hadiah yang diberikan pada babak akhir
kompetisi sangat besar dan banyak. Apalagi bila menjadi juara, fasilitas
yang didapatkan akan begitu besar dan banyak.
Sepuluh
hari ketiga pada bulan Ramadhan, Allah SWT menjanjikan pahala yang begitu
besar bagi ummatnya. Bahkan ada satu malam yang sangat istimewa, yaitu
malam lailatul Qadar. Lailatul qadar adalah malam yang lebih mulai dari
pada seribu bulan.
Para
ulama pada akhir-akhir bulan ramadhan, selalu mengajak kepada kaum muslim
untuk terus meningkatkan intensitas dan frekwensi beribadahnya. Bahkan kita
diajak untuk melakukan beri’tikaf dimesjid demi untuk mendapatkan malam
lailatul qadar.
Namun,
fakta yang ada di masyarakat justru sebaliknya. Pada sepuluh hari terkahir
ramadhan, masyarakat Indonesia di sibukkan oleh persiapan menjelang hari
lebaran. Persiapan lebaran mulai dari mempersiapkan baju baru untuk anak,
ibu, suami atau istri dan untuk keluarga lainnya. Sementara persiapan yang
lainnya adalah persiapan mudik. Hampir semua masyarakat Indonesia,
disibukkan oleh dua hal tersebut. Tak heran jika pada akhir Ramadhan,
sebahagian umat Islam lebih memilih pusat perbelanjaan dan tempat penjualan
tiket, baik itu agen perjalanan, terminal, stasiun, dan pelabuhan
penyeberangan. Setali tiga uang dengan budaya masyarakat, pusat
perbelanjaan pun menawarkan penawaran-penawaran yang menarik bagi
pengunjungnya. Sehingga mampu meraup keuntungan yang besar.
Fakta
ini menunjukkan bahwa, budaya konsumerisme dalam masyarakat begitu
menonjol. Dan budaya ini telah mengalahkan janji-janji pahala yang sudah
dijanjikan oleh Allah SWT. Akibanya frekweksi dan intensitas beribadah
masyarakat Islam pada akhir ramadhan bukannya semakin meningkat bahkan
sebaliknya semakin menurun.
Di
Mesjid-mesjid, baik itu di Mesjid-mesjid besar hingga mushalla dan
surau-surau, jamaah mesjid semakin sedikit. Dan menjelang hari lebaran,
hanya akan tinggal beberapa orang saja. Dalam sebuah kompetisi, yang
beberapa orang inilah yang masuk babak final dan kemungkinan akan menjadi
juara.
Puasa
adalah tempat training bagi segenap umat Islam, untuk bisa konsisten dalam
melakukan segala hal. Tempat pelatihan dimana setiap orang diajarkan untuk
bisa melawan segala hawa nafsunya. Jika pada akhir bulan Ramadhan kita
tidak lagi mampu untuk menjaga konsistensi beribadah kita dan larut dalam
menuruti keinginan untuk keinginan kita semata, maka training yang kita
lakukan pada bulan ramadhan telah gagal menghasilkan sesuatu bagi diri
kita.
|
Meraih untung dengan shalat berjamaah
Ibnu Umar
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Shalat berjamaah lebih utama
27 derajat dibandingkan shalat sendirian.” (HR Bukhari dan Muslim). Dengan
alasan ini, seperti diceritakan Jabir ra, saking inginnya mendapatkan
keutamaan pahala shalat berjamaah di masjid, banyak sahabat dari Bani
Salamah terdorong pindah rumah mendekati masjid Nabi.
Mendengar
kabar tersebut , Rasulullah bertanya
kepada mereka, “Benarkah kalian ingin pindah rumah mendekati masjid?”
Mereka menjawab, “Benar, ya Rasulullah.” Nabi bersabda, “Wahai Bani
Salamah, tetaplah di tempat kalian, karena setiap langkah kaki kalian ke
masjid dicatat satu pahala.”
Selain
itu, orang yang shalat berjamaah di masjid masih mendapat bonus pahala,
yaitu setiap langkah kakinya ke masjid dapat menghapus satu kesalahan.
Bahkan, selama menunggu datangnya shalat, dia tetap memperoleh pahala
shalat. Setelah itu, selesai shalat, selama ia berada di masjid dan belum
batal wudhu, para malaikat berdoa untuknya, “Ya Allah, berkahilah dia. Ya
Allah, rahmatilah dia.” (Muttafaqun ‘alaih).
Rangkaian
shalat dimulai dari berwudhu, yang merupakan sarat sahnya shalat. Dalam
hadis yang diriwayatkan Malik, Nasa’, Ibnu Majah, dan Hakim, Rasul
memberikan penjelasan mengenai wudhu ini. Beliau mengatakan, jika seseorang
berwudhu lalu berkumur, maka dosa-dosa keluar dari mulutnya.
Jika
orang itu membersihkan hidung, maka dosa-dosa keluar dari hidungnya. Jika
dia membasuh muka, maka dosa-dosa keluar dari mukanya hingga dari bawah
kelopak matanya. Jika dia membasuh kedua tangan, maka dosa-dosa keluar dari
kedua tangannya hingga dari bawah kukunya.
Dan,
Jika dia mengusap kepala, maka dosa-dosa keluar dari kepalanya hingga dari
kedua telinganya. Jika dia membasuh kedua kaki, maka dosa-dosa keluar dari
kedua kakinya hingga dari bawah kuku kakinya. Setelah itu, langkahnya ke
masjid dan shalatnya menjadi tambahan pahala baginya.
Ketika
datang waktu shalat, azan dikumandangkan di masjid atau mushala maka
orang-orang yang mendengar seruan azan disunahkan mengucapkan sebagaimana
yang diucapkan muazin. Jika ini dilakukan, orang-orang yang menjawab seruan
azan tersebut akan masuk surga.
Selesai
azan, kita disunahkan bershalawat dan berdoa untuk Rasulullah. Dengan
melakukan ini, niscaya niscaya Allah memberi keberkahan 10 kali lipat dan
kita akan mendapat syafaat dari Rasulullah di hari kiamat. Selain itu,
sebelum dan atau sesudah shalat fardhu, kita dainjurkan melaksanakn shalat
sunah rawatib.
Shalat
tersebut berfungsi untuk menyempurnakan shalat fardhu yang kita tunaikan.
Setiap
shalat sunah memiliki keutamaan, misalnya, “Dua rakaat shalat sunah sebelum
Subuh lebih baik dibandingkan dunia dan seisinya.” (HR Ahmad, Muslim,
Tirmidzi, dan Nasa`i). Subhanallah, setiap shalat fardhu yang dilaksanakan
secara berjamaah di masjid ternyata membawa gerbong pahala sangat besar.
Oleh
Syamsu Hilal
|
3 Jenis pekerjaan yang sangat dicintai Allah
Faza Abdu Robbh Mahasiswa Fakultas Ushuludin
Universitas Al-Azhar Kairo
Suatu
ketika Abdullah bin Mas’ud bertanya
pada Rasulullah SAW: ” Wahai Rasulullah pekerjaan apakah yang paling Allah
cintai?”, Beliau menjawab: “Shalat pada waktunya”. Ia bertanya: “Lalu
apalagi Ya Rasul?”, Beliau menjawab: “Taat pada orang tua”. Ia bertanya:
“Lalu apalagi Ya Rasul?”, Beliau
menjawab: “Jihad di jalan Allah.”
Hadist
di atas diriwayatkan lebih dari satu imam, sebut saja Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, Nasa’i, Ahmad, Dârul Quthni dan yang lainnya.
Hadis
ini cukup menarik perhatian kita, selain perawinya yang banyak, kandungan
hadis di atas pun layak untuk dicermati. Mengapa shalat tepat pada waktunya
dapat menempati rating teratas dari sekian banyak pekerjaan yang sangat
Allah cintai, ternyata ia dapat “menyisihkan” ketaatan pada orang tua dan
jihad di jalan Allah.
Padahal,
sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa perintah untuk taat pada orang
tua adalah perintah yang sangat urgent, terbukti hampir dalam setiap
larangan menyekutukan Tuhan (syirik) selalu disandingkan dengan perintah
untuk menaati orang tua. Belum lagi dengan Jihad. Ternyata shalat pada
waktunya dapat mengungguli sebuah amalan yang balasannya sudah dijanjikan
Allah berupa surga dan selalu
menjadi idaman seluruh Muslim.
Menurut
Prof Dr Musthafa ‘Imarah, Dosen Hadis dan Ilmu Hadis Fakultas Ushuludin
Univeristas Al-Azhar, Kairo, Rasulullah SAW memang tidak hanya sekali
ditanya tentang pekerjaan yang paling dicintai Allah, jawaban Beliau pun
variatif disesuaikan dengan orang yang bertanya dan kondisi saat itu. Walau
demikian, hadis shalat pada awal waktu adalah hadis terbanyak yang terdapat
dalam kitab-kitab hadis dibanding dengan hadis-hadis lain.
Kenyataan
ini cukup menarik hingga Ibnu Hajar dalam “Fathul Bari” nya menukil
perkataan Ibnu Bazizah bahwa jihad memang didahulukan dibanding pekerjaan
fisik yang lain karena ia merupakan pekerjaan yang berat, akan tetapi
kesabaran untuk menjaga shalat dan melaksanakannya tepat waktu adalah
pekerjaan yang terus dilakukan secara berulang-ulang hingga hanya orang
yang benar-benar bertakwalah yang dapat terus menjaganya.
Dr
Abdul Fattah Abu Ghuddah menyimpulkan bahwa dalam hadis tersebutlah
terdapat kunci kesuksesan Umat Islam, yaitu
dengan memanfaatkan waktu. Ia berargumen karena shalat termasuk
ibadah yang sudah ditentukan waktunya. Jika seorang Muslim melaksanakannya
tepat waktu, dan juga selalu memperhatikan setiap pekerjaan pada waktunya
maka hal itu akan membuat semuanya dapat terlaksana dengan baik sebagaimana
mestinya karena ia sudah menjadi sebuah kebiasaan dan watak dalam prilaku
dan kehidupan soerang Muslim. Dari sinilah terlihat jelas rahasia mengapa
syariat mengistimewakan ibadah shalat dibanding seluruh ibadah lain.
Selain
shalat sebenarnya syariat pun telah menggambarkan beberapa pekerjaan yang
harus sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Seperti haji, zakat (baik
zakat fitr atau zakat mâl), puasa, berkurban, memberi nafkah, hutang,
gadai, bertamu, haid, nifas dan lain-lain. Dari sini Islam ingin
mengisyaratkan akan pentingnya penentuan waktu dan banyaknya kemaslahatan
dan manfaat yang ada didalamnya.
Mudah-mudahan
kita selalu dijadikan orang-orang yang selalu menjaga shalat dan menjadi
hamba yang on time. Allahu wa Rasuluhu a’lam.
|
Dalam Islam Pendidikan Ibarat Bercocok Tanam
Oleh KH Said Aqiel Siradj
Dalam
bahasa Arab, istilah pendidikan disebut tarbiyah, sebuah kata yang sarat
makna yang masih seakar dengan kata riba (uang yang selalu berkembang),
rabwah (tanah tinggi), dan rabb (sifat Allah yang senantiasa memelihara,
mencintai, dan mendidik).
Pendidikan
Islam secara umum adalah upaya sistematis untuk membantu anak didik agar
tumbuh berkembang mengaktualkan potensinya berdasarkan kaidah-kaidah moral
Alquran, ilmu pengetahuan, dan keterampilan hidup. Dengan ungkapan normatif
keagamaan, pendidikan berfungsi memfasilitasi agar seseorang tumbuh menjadi
pribadi yang hidup berlandaskan tauhid atau abdullah. Secara vertikal,
pribadi demikian hanya mau bersujud di hadapan kebesaran Allah, menyatakan
haram menyembah sosok manusia ataupun jabatan.
Jika
seseorang telah menjadi abdullah, dia juga memiliki misi sebagai
khalifatullah untuk mewujudkan sifat Ilahi dalam aktivitas hidupnya. Sistem
sekolah adalah salah satu bagian saja dari sebuah proses pendidikan yang
cakupannya begitu luas dan prosesnya berlangsung sepanjang hayat.
Disayangkan,
ada kecenderungan pemahaman dan proses pendidikan ini telah direduksi
menjadi sebuah sekolah di ruang tertutup yang mengandalkan kurikulum serta
tatap muka antara guru dan murid di kelas. Rendahnya mutu pendidikan
nasional berakibat langsung pada rendahnya mutu SDM umat Islam.
Apalagi
citra pelajar tengah terganggu oleh citra negatif, baik yang dikaitkan
dengan narkoba, perkelahian, budaya menyontek, maupun pergaulan bebas. Ini
semua membuat potret dunia pendidikan di Indonesia kelihatan suram dan
pesimistis.
Sesungguhnya
dunia pesantren memiliki aset dan dimensi pendidikan yang amat berharga
untuk memajukan pendidikan dan memberdayakan potensi masyarakat. Sayangnya,
potensi unggul pesantren yang begitu murah, merakyat, dan mengajarkan
keterampilan hidup kurang diapresiasi dan didukung secara optimal dengan
memasukkan komponen modern.
Kita
perlu merenung, berapa banyak energi umat Islam telah terbuang untuk
hal-hal yang tidak produktif. Konflik sektarian telah menguras aset umat
Islam, sementara dunia pendidikan telantar. Islam tidak lagi menjadi pusat
peradaban dunia karena perhatian kita semakin kecil dalam upaya
mengembangkan lembaga keilmuan, riset, dan peradaban.
Kita
mesti hemat dalam membelanjakan uang pribadi maupun negara, kecuali dalam
satu hal, yaitu pendidikan. Itulah yang dilakukan Korea Selatan dan
Malaysia yang telah dimulai pada dekade 1970-an dan kini mereka menuai
hasilnya. Sementara itu, Indonesia lebih senang membangun beton-beton dan
hidup konsumtif-koruptif.
Membangun
generasi, sedikitnya memerlukan waktu 20-25 tahun, sebagaimana dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW. Artinya, selama masa penantian itu kita harus kerja
keras merawat “tanaman” kita sambil berpuasa; menahan diri dari hidup
mewah. Kalau gaya hidup konsumtif-koruptif terus berlanjut sehingga
investasi manusia melalui program pendidikan tetap telantar, tak ayal ini
artinya kita tengah menghancurkan rumah bangsa sendiri. Hancurnya peradaban
dunia disebabkan minimnya kepedulian kita pada pengembangan pusat-pusat
pendidikan yang bermutu.
Tulisan ini dimuat di kolom hikmah Republika cetak
edisi 20.07.2011 dengan judul Peduli Pendidikan Bermutu
|
Memperoleh fungsi taqwa tatkala Ramadhan
Takwa
adalah bekal hidup paling berharga dalam diri seorang muslim. Tanpanya
hidup menjadi tidak bermakna dan penuh kegelisahan. Sebaliknya, seseorang
akan merasakan hakikat kebahagiaan hidup, baik di dunia mau pun di akhirat
apabila ia berhasil menyandang sebagai orang yang bertakwa.
Kata
takwa sudah amat akrab di telinga kita. Tiap khutbah Jumat sang khotib
senantiasa menyerukannya. Bahkan di tiap bulan Ramadhan, kata taqwa pun
menghiasi ceramah-ceramah atau kultum-kultum yang diadakan. Taqwa adalah
bekal hidup paling utama.
Ketika
Abu Dzarr Al-Ghifari meminta nasihat kepada baginda Rasulullah, maka pesan
paling pertama dan utama yang beliau sampaikan kepada sahabatnya itu adalah
takwa. Kata Rasulullah SAW, “Saya wasiatkan kepadamu, bertakwalah engkau
kepada Allah karena takwa itu adalah pokok dari segala perkara.” [Nasr bin Muhammad bin Ibrahim, Kitab Tanbih
al-Ghofilin li Abi Laits As-Samarkindi]
Secara
lughah (bahasa), takwa berarti: takut atau mencegah dari sesuatu yang
dibenci dan dilarang. Sedangkan menurut istilah, terdapat pelbagai
pengertian mengenai takwa. Ibn Abbas mendefinisikan, taqwa adalah takut
berbuat syirik kepada Allah dan selalu mengerjakan ketaatan kepada-Nya.
[tafsir Ibn Katsir, hal. 71]
Imam
Qurthubi mengutip pendapat Abu Yazid al-Bustami, bahwa orang yang bertakwa
itu adalah: “Orang yang apabila berkata, berkata karena Allah, dan apabila
berbuat, berbuat dan beramal karena Allah.” Abu Sulaiman Ad-Dardani
menyebutkan: “Orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang kecintaan
terhadap hawa nafsunya dicabut dari hatinya oleh Allah.” [Al-Jami li
Ahkamil Qur'an, 1/161]. Sedangkan Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah menegaskan,
bahwa hakikat taqwa adalah taqwa hati, bukan takwa anggota badan.” [lihat:
Ibn Qayyim al-Jauziyyah, kitab al-Fawaid, hal.173]
Umumnya,
para ulama mendefinisikan taqwa sebagai berikut: “Menjaga diri dari perbuatan maksiat, meninggalkan dosa
syirik, perbuatan keji dan dosa-dosa besar, serta berperilaku dengan adab-adab syariah.” Singkatnya,
“Mengerjakan ketaatan dan menjauhi perbuatan buruk dan keji.” Atau
pengertian yang sudah begitu populer,
taqwa adalah melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala
bentuk larangan-Nya.
Dari
definisi-definisi di atas menunjukan bahwa urgensi taqwa sudah tidak
diragukan lagi, apalagi Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW. secara berulang-ulang
menyeru kita supaya bertaqwa. Khusus bagi orang-orang yang bertakwa, Allah telah
menjanjikan berbagai macam
keistimewaan atau balasan atas mereka, di antaranya: pertama, bagi siapa
saja yang bertaqwa kepada-Nya, maka akan dibukakan baginya jalan keluar
ketika menghadapi pelbagai persoalan hidupnya. (QS Ath-Thalaq: 2).
Kedua,
memperoleh rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka (QS At-Thalaq:3).
Ketiga, dimudahkan segala urusannya (QS Al-Thalaq:4). Kelima, diampuni
segala dosa dan kesalahannya, dan bahkan Allah SWT. akan melipatgandakan
pahala baginya (QS Al-Thalaq: 5). Keenam, orang yang bertaqwa tidak akan
pernah merasa takut, mengeluh, was-was
dan sedih hati (QS Yunus: 62-63). Ketujuh, mereka yang bertaqwa akan
memperoleh berita gembira (al-busyra), baik di dunia maupun di akhirat (QS Yunus:
64).
Di
samping memberikan motivasi, janji-janji yang terkandung dalam ayat-ayat di
atas juga menjelaskan tentang keutamaan taqwa dan fungsionalnya terhadap
problematika kehidupan seorang
muslim. Oleh sebab
itu,
tidak semestinya bagi seorang muslim atau mukmin memandang remeh perkara ini.
Pasal, taqwa berfungsi sebagai bekal hidup yang paling esensial dan
substansial.
Lebih-lebih,
bagi seorang pemimpin yang sedang memikul amanah dan tanggung jawab, bekal
ketaqwaan tentunya sangat diperlukan. Tidak mustahil, seorang pemimpin, apa
pun posisi dan levelnya akan
mampu menunaikan
tugas-tugasnya dengan baik, menemukan jalan keluar atas persoalan yang
dihadapinya serta dapat mencapai tujuan kolektifnya, apabila pemimpin
tersebut membekali dirinya dengan ketakwaan kepada Allah.
|
Teman Setia Orang Beriman Saat Ramadhan
Oleh Shohib Khoiri Lc
Dalam
sebuah riwayat disebutkan, Imam Abu Hanifah dalam hidupnya mampu
mengkhatamkan Alquran sebanyak enam ribu kali.
Ramadhan
adalah bulan yang sangat mulia. Padanya diturunkan Alquran. Karena
itu, Ramadhan disebut pula dengan
bulannya Alquran (Syahrul Qur’an). Momentum Ramadhan hendaknya menjadi
kesempatan bagi umat Islam untuk memperbanyak amal ibadah, termasuk membaca
dan mengamalkan Alquran.
“Puasa
dan Alquran akan memberikan syafaat kepada seorang hamba di hari kiamat.
Puasa berkata, ”Wahai Tuhanku, aku telah menahannya dari makan dan syahwat,
maka perkenankanlah aku memberikan syafaat kepadanya.” Sedangkan Alquran
berkata, ”Aku telah mencegahnya dari tidur malam, maka perkenankanlah aku
memberikan syafaat kepadanya.” (HR Ahmad dan Al-Hakim).
Hadis
di atas menjelaskan kepada kita bahwa shaum (puasa) dan Alquran dapat
memberikan syafaat. Puasa memberikan syafaat karena dapat membendung
syahwat seorang hamba, sedangkan Alquran memberikan syafaat karena ia telah
mencegah seorang hamba dari tidur malam untuk bercengkrama dengannya.
Ramadhan
seakan menjadi tempat untuk keduanya. Diwajibkan puasa satu bulan penuh
sebagai madrasah untuk memperbaiki diri setelah sebelas bulan disibukkan
oleh rutinitas dunia.
Alquran
adalah bacaan yang menjadi teman setia bagi orang-orang beriman di
saat-saat menjalankan ibadah puasa. Karenanya, Ramadhan adalah Syahrul
Qur’an, bulan diturunkannya Alquran untuk pertama kali.
Quran,
jadikan teman setia tatkala Ramadhan
Jika melihat
sejarah salafus saleh dalam berinteraksi dengan Alquran, akan didapati
bahwa kita sangat jauh dibandingkan dengan mereka. Dalam sebuah riwayat
disebutkan, Imam Abu Hanifah dalam hidupnya mampu mengkhatamkan Alquran
sebanyak enam ribu kali.
Umar
ibn Khathab mampu mengkhatamkan Alquran pada setiap malam, sampai-sampai
putra beliau yang bernama Abdullah berkata, “Ayahkulah yang menjadi sebab
turunnya ayat Allah. Ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam
dengan sujud dan berdiri, sedangkan ia takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya?” Katakanlah, “Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS Az-Zumar [39]: 9).
Usman
ibn Affan mampu mengkhatamkan Alquran setiap harinya. Imam Syafii
mengkhatamkan Alquran selama Ramadhan sebanyak enam puluh kali. Imam
Qatadah mengkhatamkan Alquran setiap tujuh malam pada hari biasa dan setiap
tiga malam pada bulan Ramadhan, sedangkan pada 10 hari terakhir di bulan
Ramadhan beliau mengkhatamkan Alquran setiap malam. Imam Ahmad
mengkhatamkan Alquran setiap pekannya.
Itulah
gambaran hidup para salafus saleh yang hari-harinya tidak pernah lepas dari
Alquran. Semoga kita mampu mencontoh apa yang telah mereka lakukan, yakni
dengan menjadikan Ramadhan sebagai Syahrul Qur’an. “Sebaik-baiknya orang di
antara kamu adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya.” (HR
Bukhari). “Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah,
maka ikutilah petunjuk itu.” (QS Al-An’am [6]: 90).
|
Fitnah sebagai salah satu penguji iman
Fitnah
dalam bahasa Alquran sangat berbeda pengertiannya dengan fitnah dalam
bahasa kita (Indonesia). Menurut pakar bahasa, al-Ishfahani, dalam bahasa
Arab, fitnah mengandung makna (dasar) pembakaran emas (logam mulia) agar
bersih dan terlepas dari unsur-unsur yang rendah (idzkhal al-zhahab al-nar
litadzhar jaudatuh min rada’atih). Selanjutnya, kata fitnah digunakan untuk
arti sesuatu yang berat dan yang memberatkan (al-syiddah). Dalam Alquran,
kata fitnah dalam berbagai bentuknya diulang sebanyak 44 kali dan digunakan
untuk beberapa makna. Pertama, fitnah berarti al-ikhtibar, yaitu ujian dan
cobaan, seperti pada ayat, “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu
hanyalah sebagai cobaan.” (QS al-Anfal [8]: 28) dan ayat “Wa fatannaka
futuna” yang artinya, “Dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan.”
(QS Thaha [20]: 40). Kedua, fitnah berarti al-bala’, yaitu bencana (QS
al-Anfal [8]: 25) atau siksaan dan penganiayaan yang sangat kejam dan
melampaui batas-batas peri kemanusiaan, seperti interogasi disertai
penyiksaan yang biasa dilakukan di tempat tahanan atau penjara. Pernyataan
Alquran bahwa “Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan” (QS al-Baqarah [2]:
191) dimaksudkan untuk makna kedua ini. Hal ini disebabkan mati (dibunuh)
tentu lebih ringan daripada dibiarkan hidup, tetapi disiksa secara biadab.
Ketiga, makna lain dari fitnah adalah al-’adzab, yaitu siksa Allah di
akhirat. Ayat “Fadzuqu fitnatakum”, menurut Imam Zamahsyari, pastilah
bermakna azab. Jadi, ayat itu berarti, “Rasakanlah siksaanmu itu. Inilah
azab yang dulu kamu minta untuk disegerakan.” (QS al-Dzariyat [51]: 14).
Lain
dalam bahasa Arab, lain pula dalam bahasa Indonesia. Kata fitnah, meskipun
diserap dari bahasa Arab apa adanya, makna dan penggunaannya dalam bahasa
kita sangat berbeda. Dalam bahasa kita, fitnah diartikan sebagai perkataan
(tanpa dasar) yang dilancarkan untuk menjatuhkan atau merendahkan martabat
seseorang. Fitnah berintikan kebohongan yang diciptakan untuk membunuh
karakter (character assassination) seseorang karena persaingan ekonomi
(bisnis) atau terutama karena persaingan dalam politik. Meskipun fitnah
dalam arti ini sangat tercela, bahkan keji, perbuatan semacam itu sering terjadi,
baik dalam bisnis maupun ranah politik. Oleh sebab itu, para elite politik
harus siap menghadapinya, tak perlu terlalu gusar, resah, apalagi berkeluh
kesah. Namun, fitnah itu lebih banyak digunakan untuk sesuatu yang tidak
benar. Bahkan, fitnah bisa menimbulkan malapetaka yang lebih besar. Karena
fitnah, seseorang dapat membunuh. Karena fitnah pula, kehidupan rumah
tangga bisa menjadi rusak. Karena fitnah juga, manusia bisa menjadi
pendendam. Kalau kembali ke makna dasarnya dalam bahasa Arab, fitnah tak
lain merupakan proses alamiah (sunatullah) untuk menguji kualitas iman
seseorang, apakah ia mukmin sejati (emas) atau ia orang munafik (hanya besi
rongsokan) yang dipermak biar kelihatan cantik. Wallahu a`lam.
|
7 Keutamaan Puasa
Saudara-saudaraku
yang dirahmati Allah SWT,
Setiap
ibadah dalam Islam memiliki keutamaan masing-masing. Demikian pula dengan
puasa yang telah diwajibkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya :
Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya
diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar
dan yang batil). Krena itu, barang siapa diantara kamu ada di bulan itu,
maka berpuasalah… (QS. Al-Baqarah : 185)
Berikut
ini adalah keutamaan-keutamaan puasa :
1.
Amal mulia yang pahalanya akan dibalas langsung dari Allah SWT
Jika
amal-amal lain telah disebutkan pahalanya oleh Allah SWT, ternyata pahala
puasa akan langsung diberikan Allah SWT tanpa diberitakan terlebih dahulu
berapa batasan pahalanya. Ibarat seseorang yang bekerja dan telah
disebutkan gajinya sekian dan sekian, maka kita bisa memperkirakan berapa
hasil yang diperoleh. Tetapi saat owner perusahaan atau bos kita mengatakan
"bekerjalah dan saya langsung yang akan memberikan gajimu" bisa
jadi hasil yang kita dapatkan di luar dugaan kita, tergantung bagaimana
kualitas kerja kita.
Shadaqah
misalnya, sudah disebutkan Allah SWT tentang pahalanya :
Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran)
bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 261)
Sedangkan
untuk puasa ini, Allah SWT berfirman melalui hadits qudsi
Allah
berfirman: "Setiap amal anak Adam untuknya kecuali puasa, maka itu
untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya…" (Muttafaq 'Alaih)
Tidakkah
kita termotivasi untuk berpuasa sebaik-baiknya, memelihara keikhlasan dalam
menjalankannya dan karenanya kita akan mendapatkan perhitungan langsung
dari Allah SWT yang boleh jadi jauh lebih hebat dari pada apa yang kita
duga?
2.
Bau mulut orang yang puasa lebih baik di sisi Allah daripada minyak misik
Meskipun
manusia tidak menyukai bau mulut orang yang berpuasa karena tidak sedap,
tetapi di sisi Allah SWT itu lebih baik dan lebih harum dari pada minyak
misik. Nabi SAW bersabda :
Demi
Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang
berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada harumnya minyak misik…
(Muttafaq 'Alaih)
Tidakkah
kita mau berbangga di hadapan Allah SWT dengan mulut yang berbau harum?
Yang dengannya kita dikenali sebagai hamba-Nya yang berpuasa dan memiliki
keutamaan saat banyak orang pada hari kiamat dicekam dengan ketakutan dan
kekhawatiran.
3.
Orang yang puasa akan mendapat dua kegembiraan
Rasulullah
SAW bersabda :
Orang
yang berpuasa memiliki dua kegembiraan; ketika berbuka dia gembira dengan
bukanya dan ketika bertemu Tuhannya dia gembira dengan puasanya. (Muttafaq
'Alaih)
Itulah
dua kegembiraan. Saat berbuka, rasa lapar dan haus yang ditahan selama
seharian hilang seketika. Bahkan, saat-saat yang paling nikmat adalah pada
tegukan pertama saat kita berbuka. Rasa panas karena dehidrasi juga
terobati saat berbuka. Kenikmatan ini tidak pernah dirasakan oleh orang
yang tidak berpuasa.
Demikian
juga kegembiraan ketika bertemu Allah di akhirat nanti. Segala ketakutan
dan kekhawatiran sirna sebagaimana sirnanya rasa haus dan lapar saat
berbuka. Segala kesusahan dan penderitaan saat hidup di dunia akan hilang
sebagaimana hilangnya kepenatan dan rasa panas saat berbuka.
4.
Memasukkan pelakunya ke dalam surga
Suatu
hari Abu Umamah datang kepada Nabi SAW dan bertanya tentang amal yang bisa
memasukkannya ke surga. Imam Ahmad, Nasa'i dan Hakim meriwayatkan dalam
hadits berikut ini:
Dari Abu Umamah berkata: Saya datang kepada
Rasulullah SAW, maka saya berkata: "Perintahkan kepada saya dengan
sebuah amal yang dapat memasukkan saya ke dalam surga!" Rasulullah SAW
menjawab: "Berpuasalah, sesungguhnya tiada tandingan baginya"
Kemudian saya datang untuk kedua kalinya, maka Beliau berkata:
"Berpuasalah" (HR. Ahmad, Nasa'i dan Hakim dan dia
menshahihkannya)
Tidakkah
kita ingin dimasukkan Allah ke surga yang kenikmatannya sangat luar biasa
hingga membuat setiap orang yang mengetahuinya akan memiliki kecintaan pada
surga?
5.
Puasa akan menjadi pemberi syafa'at bagi pelakunya
Di
hari kiamat yang tiada lagi berguna apapun selain pertolongan Allah dan
syafa'at yang diizinkannya, betapa berbahagianya seorang muslim mendapatkan
syafa'at akibat puasa yang dilakukannya dan Al-Qur'an yang dibacanya.
Rasulullah
SAW bersabda :
Puasa
dan Al-Qur'an akan memberikan syafa'at bagi seorang hamba di hari kiamat
(HR. Ahmad dan Hakim)
6.
Puasa adalah perisai dari api neraka
Rasulullah
SAW bersabda :
Puasa
adalah perisai (yang melindungi) dari api neraka (HR. Ahmad dan Hakim)
7.
Puasa sehari di jalan Allah menjauhkan pelakunya dari neraka sejauh tujuh
puluh musim
Diantara
keutamaan puasa adalah menjauhkan pelakunya dari neraka. Satu hari puasa
setara dengan penambahan jarak sejauh tujuh puluh musim dari neraka.
Tidaklah
seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah kecuali Allah menjauhkan
wajahnya dengan hari itu dari api neraka tujuh puluh musim. (HR. Jama'ah
kecuali Abu Dawud)
Tidakkah
kita ingin dijauhkan dari neraka yang kedahsyatannya sangat luar biasa
hingga membuat setiap orang yang mengetahuinya akan takut pada siksa
neraka?
Saudara-saudaraku
yang dirahmati Allah,
Demikianlah
7 keutamaan puasa. Semoga dengan mengetahui keutamaan-keutamaan puasa
tersebut kita semakin semangat berpuasa dan senantiasa ikhlas dalam
menjalankannya.
Jangan
sampai kita yang telah mendapat ilmu kemudian terhalang dari
mengamalkannya, maka ilmu kita menjadi tidak manfaat. Karenanya marilah
kita berdoa sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW :
Ya
Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak
bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari hawa nafsu yang tidak pernah
merasa kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan. (HR. Muslim)
Wallaahu
a'lam bish shawab
|
"Berupaya Menerapkan Islam Kaffah"
Saudara-saudaraku
yang dirahmati Allah,
Ramadhan
adalah bulan istimewa. Di negeri kita, perubahan besar segera terjadi dan
kita rasakan di bulan Ramadhan ini. Tiba-tiba suasana menjadi lebih
relijius. Tiba-tiba iklim agamis menyelimuti masyarakat kita. Bahkan sampai
pada acara TV dan iklan. Bahkan sampai pada artis dan selebritis yang
mendadak berjilbab.
Di
masyarakat, pengajian menjadi marak. Kebaikan menjadi mendominasi, dan
kemaksiatan terusir pergi. Seakan-akan kondisi ini menggambarkan hadits
Rasulullah SAW:
Apabila telah masuk bulan Ramadhan, terbukalah
pintu-pintu surga dan tertutuplah pintu-pintu neraka dan setan-setan pun
terbelenggu. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Saudara-saudaraku
yang dirahmati Allah,
Iklim
agamis ini, akankah kembali menjadi sekedar rutinitas saja; hanya berlaku
satu bulan saat Ramadhan kemudian nantinya ia akan berganti, kembali
seperti bulan-bulan sebelum Ramadhan tiba? Kita mungkin tidak bisa memaksa
orang lain atau menuntut masyarakat kita secara makro untuk
mempertahankannya. Namun, kita sebagai pribadi bisa memulainya dengan
mengubah dan memperbaiki diri kita. Ibda' binafsik. Mulailah dari dirimu.
Iklim
agamis pada bulan Ramadhan ini, sesungguhya adalah momentum yang tepat bagi
kita untuk membuat hidup kita berubah, menuju Islam yang kaffah. Ramadhan
menghadirkan suasana yang kondusif bagi kita untuk lebih dekat kepada Allah
dan mengamalkan Islam lebih dalam, tinggal bagaimana hal itu kita
optimalkan, kita jaga dan kita kembangkan di luar Ramadhan nanti. Ramadhan,
adalah kesempatan emas bagi kita untuk berupaya menerapkan Islam kaffah.
Islam
kaffah, yang artinya adalah ber-Islam secara total, tidak
setengah-setengah, merupakan perintah dari Allah SWT. Seorang Muslim diseru
Allah untuk mengarah ke sana.
Allah
SWT berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke
dalam Islam secara kaffah dan janganlah kalian ikuti langkah-langkah
syetan. Sesunggungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS.
Al-Baqarah : 208)
Masuk
Islam secara kaffah yang dimaksud dalam ayat di atas adalah masuk Islam
secara keseluruhan. Menyeluruh, bukan setengah-setengah.
Ibnu
Abbas menuturkan bahwa asbabun nuzul QS. Al Baqarah ayat 208 ini terkait
dengan Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya, mantan Yahudi yang telah
masuk Islam. Mereka telah beriman kepada Nabi Muhammad SAW dan syariat
Islam yang dibawa beliau, akan tetapi tetap mempertahankan keyakinan mereka
kepada sebagian syariat Nabi Musa AS. Misalnya, mereka tetap menghormati
dan mengagungkan hari Sabtu serta membenci daging dan susu unta. Hal ini
telah diingkari oleh shahabat-shahabat Rasulullah SAW lainnya. Abdulah bin
Salam dan kawan-kawannya berkata kepada Nabi SAW, "Sesungguhnya Taurat
adalah kitabullah. Maka biarkanlah kami mengamalkannya". Setelah itu,
turunlah firman Allah tersebut.
Imam
Qurthubi menjelaskan bahwa lafadz kaaffah adalah sebagai haal (penjelasan
keadaan) dari lafadz "al-silmi" atau dari dlomir
"mu'minin". Sedangkan pengertian kaaffah adalah jamii'an
(menyeluruh) atau 'aamatan (umum). Bila kedudukan lafadz kaaffah sebagai
haal dari lafadz "al-silmi" maka tafsir dari ayat tersebut adalah
Allah SWT menuntut orang-orang yang masuk Islam untuk masuk ke dalam Islam
secara keseluruhan, tanpa memilih maupun memilah sebagian hukum Islam untuk
tidak diamalkan.
Sedangkan
Sayyid Quthb pada Fi Zhilalil Qur’an mengatakan, “Ketika menyeru
orang-orang yang beriman agar masuk ke dalam kedamaian (Islam) secara
total, Allah SWT memperingatkan mereka dari mengikuti langkah-langkah
syaithan. Petunjuk atau kesesatan. Islam atau jahiliyah. Jalan Allah SWT
atau jalan syaithan. Petunjuk Allah SWT atau kesesatan syaithan. Dengan
ketegasan seperti ini seharusnya seorang muslim bisa mengetahui sikapnya,
sehingga tidak terombang-ambing, tidak ragu-ragu, dan tidak bingung di
antara berbagai jalan dan dua arah.
Sesungguhnya
di sana tidak ada beraneka ragam manhaj yang harus dipilih salah satunya
oleh seorang Mukmin, atau dicampur aduk salah satunya dengan yang lain.
Tidak! Sesungguhnya orang yang tidak masuk ke dalam kedamaian (Islam)
secara total, orang yang tidak menyerahkan dirinya secara murni kepada
pimpinan Allah SWT dan syari’at-Nya, orang yang tidak melepaskan semua
tashawwur (konsepsi), manhaj dan syari’at lain, sesungguhnya ia berada di
jalan syaithan dan berjalan di atas langkah-langkah syaithan.
Di
sana tidak ada solusi tengah, tidak ada manhaj gado-gado, tidak ada langkah
setengah-setengah! Di sana hanya ada kebenaran dan kebathilan. Petunjuk dan
kesesatan. Islam dan jahiliyah. Manhaj Allah atau kesesatan syaithan. Allah
SWT menyeru orang-orang yang beriman pada bagian pertama untuk masuk ke
dalam kedamaian (Islam) secara total; dan memperingatkan pada bagian kedua
dari mengikuti langkah-langkah syaithan. Kemudian hati dan perasaan mereka
tersadar dan rasa khawatir mereka tersentak dengan peringatan tentang
permusuhan syaithan terhadap mereka tersebut. Permusuhan yang sangat jelas
lagi gamblang, yang tidak akan pernah dilupakan kecuali oelh orang yang
lengah, sedangkan kelengahan memang tidak pernah terjadi bersama
keimanan."
Mengamalkan
atau menerapkan Islam secara kaffah dengan demikian berarti berserah diri
kepada Allah secara totalitas, beriman dan tunduk kepada aturan-Nya.
Terhadap ajaran Islam yang hukumnya fardhu ‘ain, maka setiap muslim
mengimani wajibnya dan berkewajiban untuk melaksanakannya.
Terhadap
ajaran Islam yang hukumnya fardhu kifayah, maka setiap muslim berkewajiban
untuk meyakininya sebagai kewajiban dan melaksanakannya jika status fardhu
kifayah itu berkenaan dengan dirinya, atau, melaksanakannya sebagai bentuk
“sukarela”-nya untuk memikul tanggung jawab wajib kifayah meskipun
–sebenarnya– tidak berkenaan dengan dirinya. Misalnya, seseorang yang
mempunyai takhashshush (spesialisasi) seorang dokter, maka ia berkewajiban
secara ‘aini untuk menjalankan perannya sebagai dokter, meskipun
mempelajari kedokteran sendiri hukumnya fardhu kifayah, namun bisa saja
dengan “sukarela” ia menambahkan spesialisasinya dengan mempelajari ilmu
fiqih, walaupun untuk ilmu fiqih sudah ada yang mengisinya.
Terhadap
ajaran Islam yang hukumnya sunnah, setiap muslim meyakini hukum sunnah-nya,
dan berkeinginan serta senang untuk melaksanakannya.
Terhadap
hal-hal yang hukumnya makruh, maka muslim meyakini ke-makruh-annya, hatinya
tidak menyukai hal-hal yang makruh itu, berkeinginan serta merasa senang
untuk meninggalkannya.
Sedangkan
terhadap hal-hal yang hukumnya haram, maka setiap muslim meyakini
ke-haram-annya dan menghalangi dirinya agar tidak sampai melakukannya.
Saudara-saudaraku
yang dirahmati Allah,
Perintah
masuk Islam secara kaffah ini dilanjutkan dengan larangan mengikuti
langkah-langkah syetan. Di mana syetan itu menggelincirkan manusia dengan
dua senjata: syubhat dan syahwat. Dua senjata itu pula yang jika mengenai
manusia, maka ia meninggalkan sebagian ajaran Islam, tidak berislam secara
kaffah.
Dari
jalan syubhat, artinya timbul keraguan iman atau kerancuan pemikiran
sehingga seorang Muslim bisa terjebak memandang sesuatu yang wajib sebagai
sesuatu yang bukan wajib. Atau memandang sesuatu yang haram sebagai sesuatu
yang boleh dilakukan. Misalnya kewajiban menutup aurat dengan berjilbab
bagi Muslimah, betapa banyaknya orang-orang yang mengingkari atau meragukan
kewajiban itu meskipun ia menyatakan diri sebagai Muslim.
Sedangkan
dari jalan syahwat, artinya adalah dominasi nafsu sehingga manusia
terperosok pada kemaksiatan, mendurhakai Allah SWT. Misalnya, seseorang mau
melakukan shalat, tetapi ia enggan untuk berzakat karena nafsunya atas
harta sangat mendominasi dan membuatnya bakhil.
Firman-Nya,
“sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu” menunjukkan bahwa syetan
sebagai musuh yang nyata tidak akan mengajak kecuali kepada kejahatan dan
kekejian serta segala yang mengandung bahaya bagi Muslim.
Saudara-saudaraku
yang dirahmati Allah,
Islam
ini sebuah paket dari Allah SWT yang harus diambil secara keseluruhan.
Al-Qur'an telah sampai kepada kita dengan sempurna. Maka ia bukan pilihan
bagian mana yang kita senangi dan bagian mana yang boleh kita tawar.
Memang
di zaman Rasulullah SAW, Al-Qur'an diturunkan secara gradual, sekian ayat
lalu sekian ayat. Begitu ayat tertentu turun, ia berlaku. Demikian
seterusnya hingga ia sempurna 114 surat. Di zaman kita, seluruh ayat itu
telah diturunkan, maka tak ada lagi tawar menawar atau kita beralasan masih
berada pada fase tertentu sehingga kewajiban atau larangan tertentu belum
berlaku.
…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu jadi agama bagimu… (QS. Al-Maidah : 3)
Membeda-bedakan
ajar Islam yang sama-sama berhukum wajib, atau memilah-milah perintah untuk
dilaksanakan dan dilanggar sebagian adalah karakter orang-orang kafir.
Syetan sebagai musuh yang nyata amat suka jika seorang Muslim
terkontaminasi karakter itu, jauh dari Islam kaffah.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah
dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada)
Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada
yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta
bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang
demikian (iman atau kafir) (QS. An-Nisa' : 150)
Maka
marilah kita berupaya menjadi Muslim kaffah, menjadi pribadi Muslim yang
menerapkan Islam secara kaffah. Ramadhan, sekali lagi, adalah momentum
tepat bagi kita untuk memperbaiki pemahaman kita dan melengkapi amal kita
sehingga semua ajaran Islam bisa kita tunaikan.
Setelah
pribadi kita beres, kita kemudian atau secara bersama-sama memperbaiki
keluarga kita sehingga menjadi keluarga-keluarga muslim yang berupaya
menerapkan Islam secara kaffah. Dari keluarga-keluarga muslim, terbentuklah
masyarakat islami. Dengan itu, lebih mudah bagi kita untuk menggapai
cita-cita bersama, negeri kita menjadi seperti yang digambarkan Allah dalam
QS. Saba' ayat 15: "negeri yang
baik dan dalam ampunan Allah."
Wallaahu
a’lam bish shawab []
|
SYAHRUT TAUBAH
Selain
dikenal sebagai syahrul shiyam, syahrul shabr, syahrut tarbiyah, dan
syahrul jihad, Ramadhan juga dikenal sebagai syahrut taubah. Disebut
sebagai syahrut taubah karena Ramadhan memang saat yang tepat untuk
bertaubat. Dan sebaik-baik taubat adalah taubat yang segera, tanpa menunggu
dan menunda-nunda. Dengan demikian, terkumpullah dua keutamaan jika kita
bertaubat saat ini: keutamaan karena Ramadhannya, dan keutamaan karena
menyegerakan taubat.
Dan
bersegeralah menuju ampunan Tuhanmu (QS. Ali Imran : 133)
Allah
Menyambut Gembira Hamba-Nya yang Bertaubat
Ikhwani
wa akhwati fillah,
Allah
SWT menyeru kita dengan ayat di atas untuk menyegerakan taubat. Juga dalam
ayat yang lainnya:
Wahai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuha
(QS. At-Tahrim : 8)
Sebab
Allah menghendaki hamba-Nya memperoleh ampunan dan surga. Subhaanallah!
Sungguh Dia maha penyayang kepada hamba-hamba yang beriman kepada-Nya.
Dan
Allah menyeru kalian kepada surga dan ampunan dengan izin-Nya (QS. Al-Baqarah
: 221)
Maka
tidakkah kita bergegas menuju ampunan-Nya dengan bertaubat di bulan
Ramadhan ini. Jika kita penuhi seruan Allah, seruan kasih sayang agar kita
bertaubat pada-Nya, sungguh, bukan saja kita akan bergembira dengan ampunan
dan surga-Nya kelak, namun Allah juga gembira ketika kita mau bertaubat.
Kegembiraan Allah bahkan lebih besar daripada seorang musafir yang
menemukan kembali untanya setelah hilang di gurun sahara berikut segala
perbekalan yang ada padanya.
Rasulullah
SAW bersabda:
Sungguh Allah lebih gembira dengan taubat
hamba-Nya ketika ia bertaubat kepada-Nya daripada (kegembiraan) seseorang
yang menunggang untanya di tengah gurun sahara yang sangat tandus, lalu
unta itu terlepas membawa lari bekal makanan dan minumannya. Ia putus
harapan untuk mendapatkannya kembali. Kemudian dia menghampiri sebatang
pohon lalu berbaring di bawah keteduhannya karena telah putus asa
mendapatkan unta tunggangannya tersebut. Ketika dia dalam keadaan demikian,
tiba-tiba ia mendapati untanya telah berdiri di hadapannya. Lalu segera ia
menarik tali kekang unta itu sambil berucap dalam keadaan sangat gembira:
Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Tuhan-Mu." Dia salah
mengucapkan karena sangat gembira. (HR. Muslim)
Apapun
Dosa Kita, Bertaubatlah
Ada
dua titik ekstrim bagi orang yang berdosa. Ekstrim pertama adalah mereka
yang merasa dosanya terlalu besar hingga putus asa dari ampunan Allah.
Maka, ia pun tidak kunjung bertaubat karena kekhawatiran taubatnya tidak
diterima. Ekstrim kedua adalah mereka yang merasa dosa-dosanya mudah
terhapus, hanya dosa-dosa kecil, sehingga membuatnya berlarut-larut dalam
dosa demi dosa. Kalaupun bertaubat, ia hanya melakukan taubat sambal.
Sekarang berhenti, nanti atau besok kembali mengulangi. Tidak pernah
sungguh-sungguh melakukan taubat nasuha.
Untuk
ekstrim pertama, lihatlah bagaimana seorang yang telah membunuh 99 nyawa.
Saat ia bertanya kepada ahli agama apakah ada kesempatan bertaubat,
ternyata dijawab tidak bisa. Lalu ia pun dibunuh sebagai orang ke-100 yang mati
di tangannya. Niatnya bertaubat tidak berhenti. Ketika bertemu seorang
alim, ia pun mengajukan pertanyaan yang sama. Oleh sang alim ini dijawab
kalau dosanya bisa diampuni. Dan sebagai upaya taubat nasuha, ia dianjurkan
hijrah ke suatu daerah yang kondusif bagi taubatnya. Di tengah jalan, ia
meninggal. Hingga berdebatlah malaikat rahmat dan malaikat azab, orang ini
menjadi urusan siapa. Keduanya lalu mengadukan perselisihan ini kepada
Allah yang berkahir dengan ampunan bagi pembunuh yang benar-benar berniat
bertaubat ini. Subhaanallah!
Contoh
lain dialami oleh seorang wanita dari Juhanah. Ia yang tengah hamil datang
kepada Rasulullah SAW. Ia mengaku telah berzina dan kini ia hamil. Wanita
itu bertaubat dan meminta ditegakkan hudud (rajam) atasnya. Rasulullah
menyuruh wanita itu kembali untuk menjaga kandungannya sampai bayinya
lahir. Setelah berselang beberapa lama dan bayinya telah lahir, wanita itu
datang lagi meminta dirajam. Akhirnya ia dirajam. Rasulullah menshalatkan
jenazahnya. "Ya Rasulullah, engkau menshalatinya padahal ia telah
berbuat zina?" tanya Umar bin Khatab meminta penjelasan. Maka
Rasulullah SAW bersabda:
Sungguh dia telah bertaubat. Seandainya taubatnya
dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, taubat itu pasti mencukupinya. Apakah
kamu menjumpai seseorang yang lebih utama daripada seorang yang
mengorbankan dirinya untuk Allah Ta'ala? (HR. Muslim)
Pembagian
Dosa
Jama'ah
shalat tarawih yang dirahmati Allah,
Imam
Al-Ghazali di dalam Ihya' Ulumuddin menyebutkan sifat-sifat pembangkit dosa
yang kemudian diringkas oleh Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul
Qashidin. Menurut beliau, sifat pembangkit dosa dibagi menjadi empat:
1. Sifat rububiyah (ketuhanan). Dari sini muncul
takabur, membanggakan diri, mencintai pujian dan sanjungan, mencari popularitas,
dan lain sebagainya. Ini termasuk dosa-dosa yang merusak, sekalipun banyak
orang yang melalaikannya dan menganggap bukan dosa
2. Sifat syaithaniyah (kesetanan). Dari sini
muncul kedengkian, kesewenang-wenangan, mnipu, berdusta, makar, kemunafikan,
menyuruh pada kerusakan, dan lain-lain.
3. Sifat-sifat bahamiyah (kebinatangan). Dari sini
muncul kejahatan, memenuhi nafsu perut dan syahwat kemaluan, zina,
homoseks, mencuri, dan lain-lain
4. Sifat sabu'iyah (kebuasan). Dari sini muncul
amarah, dengki, menyerang orang lain, membunuh, merampas harta, dan
lain-lain.
Diantara
empat sifat itu, penjenjangannya bermula dari bahamiyah. Bahamiyah yang
dominan lalu diikuti oleh sabu'iyah, kemudian syaithaniyah dan rububiyah.
Dari
keempat jenis itu, menurut sasarannya, dosa dibagi menjadi dua, yakni dosa
yang berkaitan dengan hak Allah dan dosa yang berkaitan dengan hak sesama
manusia. Dosa yang berkaitan dengan hak Allah SWT ada yang diampuni dan ada
yang tidak diampuni. Yang tidak diampuni adalah dosa syirik, sementara dosa
yang lain akan diampuni oleh Allah SWT, jika Dia Menghendaki. Sedangkan
dosa kepada sesama manusia akan diampuni oleh Allah jika hak itu telah
dihalalkan atau ditegakkan qishah atasnya di akhirat nanti.
Rasulullah
SAW bersabda:
Kezaliman itu ada tiga: kezaliman yang Allah tidak
meninggalkannya, kezaliman yang mendapat ampunan, dan kezaliman yang tidak
mendapat ampunan. Kezaliman yang tidak mendapat ampunan adalah syirik, maka
Allah takkan mengampuninya. Kezaliman yang mendapat ampunan adalah
kezaliman antara hamba kepada Rabb-nya. Sedangkan kezaliman yang tidak akan
ditinggalkan/dibiarkan Allah adalah kezaliman antar manusia, maka Allah
akan memberi qashah sebagian atas sebagian lainnya. (HR. Thayalisi,
dihasankan Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah)
Yang
paling umum, biasanya dosa dibagi menjadi dua: dosa besar dan dosa kecil.
Jika kita telusuri hadits, dosa besar yang biasa disebutkan adalah syirik,
sihir, riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh
wanita mukminah yang baik sebagai pezina. Tujuh jenis dosa besar ini
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Sedangkan dalam riwayat
Imam Bukhari yang lain disebutkan durhaka kepada orang tua termasuk dosa
besar, sedangkan dalam riwayat Imam Muslim yang lain disebutkan pula
perkataan atau kesaksian palsu.
Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin
menyebutkan pendapat Abu Thalib Al-Makki yang merinci dosa besar menjadi 17
jenis. 4 jenis di hati: syirik, fasiq, putus asa dari rahmat Allah, dan
merasa aman dari tipudaya-Nya. 4 jenis di lidah: kesaksian palsu, menuduh
wanita mukminah, sumpah palsu, dan sihir. 3 di perut: minum khamr, memakan
harta yatim, dan riba. 2 di kemaluan: zina dan homoseks. 1 di kaki: lari
dari medan perang. Dan 1 di seluruh badan: durhaka pada orang tua.
Jangan
Remehkan Dosa Kecil
Hadirin
yang dirahmati Allah,
Seringkali
kita terjebak pada sikap meremehkan dosa kecil. Saat kita ghibah, bercanda
yang sudah masuk kategori rafats (porno), bahkan bergaul dengan lawan jenis
yang tidak islami, kita beralasan "itu kan dosa kecil, tidak
apa-apa". Padahal orang yang meremehkan dosa ia tidak sadar sedang
berhadapan dengan siapa. Siapakah yang ia maksiati? Allah SWT yang Maha
Besar dan Maha Keras adzab-Nya. Juga, tidak ada dosa kecil jika dilakukan
terus menerus.
Tidak
ada dosa kecil selagi terus dikerjakan, (HR. Dailami)
Ibarat
sebuah bintik noda, dosa kecil pun akan mengotori hati. Semakin banyak dosa
semakin banyak pula noda di hati.
Sesungguhnya,
apabila seorang mukmin berbuat dosa, maka muncul bintik hitam dalam
kalbunya. Kemudian jika ia bertaubat, meninggalkan dosa dan memohon ampun,
maka hatinya bersih. Dan jika dosa-dosanya bertambah, bintik hitam itupun
bertambah (HR. Ibnu Majah dan Ahmad, "hasan")
Marilah
Bertaubat Sebelum terlambat
Jama'ah
shalat tarawih yang dirahmati Allah,
Marilah
kita sambut seruan Allah untuk bertaubat sebelum kita terlambat. Kini Allah
menganugerahkan momentum yang luar biasa kepada kita untuk menjalani
taubatan nasuha. Ramadhan yang sangat kondusif dengan amal shalih dan minim
pengaruh negatif dibandingkan bulan lainnya, adalah kesempatan berharga
yang belum tentu datang lagi kepada kita. Bukankah kita tidak pernah bisa
menjamin bahwa kita akan tetap hidup sampai Ramadhan berikutnya jika kita
menunda taubat saat ini? Dan bukankah pintu taubat akan ditutup saat kita
mengalami sakaratul maut?
Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba selagi ia
belum sekarat (HR. Tirmidzi, Ahmad, Thabrani, Ibnu Hibban, dan Abu Ya'la)
Allah membentangkan tangan-Nya di malam hari agar
orang yang berbuat maksiat di siang hari bertaubat, dan Allah membentangkan
tangan-Nya di siang hari agar orang yang berbuat maksiat di malam hari
bertaubat. (Demikian itu tetap terjadi) sampai matahari terbit dari barat.
(HR. Muslim)
Terlalu
banyak pengalaman yang menunjukkan kepada kita bahwa kematian datang tanpa
memandang apakah seseorang masih muda atau sudah tua, miskin atau kaya,
juga dalam kondisi sehat atau sakit-sakitan? Bukankah jalan kematian bukan
hanya lewat sakit di usia tua? Kematian bisa datang lewat kecelakaan kerja,
kecelakaan di jalan raya, sakit mendadak, dan juga bencana serta berjuta
cara yang tidak pernah bisa kita tebak dengan cara apa ia datang kepada
kita.
Syarat
Bertaubat
Imam
An-Nawawi di dalam Riyadhus Shalihin menyampaikan syarat bertaubat secara
singkat dalam tiga langkah. Pertama, berhenti dari dosa yang dilakukan.
Kedua, menyesali dosa yang telah dilakukan. Dan ketiga, bertekad untuk
tidak mengulangi dosa itu. Itu jika bertaubat terhadap dosa yang berkaitan
dengan hak Allah.
Sedangkan
jika dosa berkaitan dengan hak manusia, maka syarat taubat ditambah satu
lagi, yaitu membebaskan diri dari hak manusia tersebut. Pembebasan ini
tentu dengan penghalalan dari yang terzalimi atau mendapat keikhlasan darinya.
Maka
orang yang minum khamr dalam kesendirian misalnya, untuk bertaubat cukup ia
berhenti minum khamr, menyesalinya, dan tidak mengulanginya. Namun jika
seseorang mencuri harta orang lain, selain tiga langkah tersebut ia harus
mendapat maaf dari orang yang dicuri dengan mengembalikan hartanya atau
mendapatkan kehalalan darinya.
Semoga
Ramadhan yang juga disebut syahrut taubah ini kita manfaatkan bersama
sebagai momentum taubatan nasuha. Dan karenanya Allah menganugerahkan
ampunan dan surga-Nya kepada kita. Allaahumma aamiin. Wallaahu a'lam bish
shawab. [Muchlisin]
|
SYAHRUL JIHAD
Selain
dikenal sebagai syahrut tarbiyah dan syahrus shabr, Ramadhan juga dikenal
sebagai syahrul jihad; bulan Jihad. Barangkali saat mendengar kata terakhir
ini –jihad- sebagian besar umat Islam sendiri telah berpandangan negatif
sebagai akibat dari stigma Barat dan media pada jihad Islam. Selain juga
akibat penerapan yang salah dari segelintir orang yang mengatasnamakan
jihad untuk melegitimasi aksi terorisme mereka.
Maka,
tema jihad menjadi amat menarik sekaligus urgen untuk dibahas di bulan
Ramadhan ini. Setidaknya urgensi tema Ramadhan sebagai Syahrul Jihad ini
menemukan 2 momentum. Pertama, adanya aksi terorisme pengeboman di hotel JW
Marriot dan Rizt Carlton yang masih diperbincangkan sampai hari ini.
Jaringan teroris Mega Kuningan ini memang berhasil diungkap. Sebagian
ditangkap. Bahkan Ibrahim yang menjadi salah satu tersangka tewas. Lalu
dilakukan pencarian DPO Syaifudin Jaelani atau Syaifudin Zuhri, Bagus Budi Pranoto,
Muhammad Syahrir, dan Aryo Sudarto, serta otak teroris Noordin M. Top.
Sampai hari ini media massa juga masih sering memberitakan aksi terorisme
yang menewaskan beberapa korban di hotel JW Marriot dan Rizt Carlton, Mega
Kuningan ini.
Kedua,
adanya reaksi berlebihan aparat yang cenderung menggeneralisir aktifis
Islam dan gerakan Islam. Munculnya kecurigaan yang over estimate terhadap
umat yang berupaya menegakkan syariat terkesan sejalan dengan skenario
Barat yang menempatkan Islam sebagai lawan. Pengawasan aparat pada
ceramah-ceramah tarawih hanyalah satu bentuk dari bukti adanya reaksi
berlebihan ini. Sungguh, betapa menyedihkannya bahwa aktifitas dakwah harus
diawasi dan dicurigai. Namun kita yakin dengan firman Allah SWT:
Orang-orang
kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan
Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (QS. Ali Imran : 54)
Latar
Belakang Ramadhab sebagai Syahrul Jihad
Saudara-saudaraku
yang dirahmati Allah SWT,
Ramadhan
disebut sebagai syahrul jihad bukanlah tanpa alasan. Sejak awal puasa
diwajibkan kepada umat Islam dalam bulan Ramadhan, sejak saat itu pula
aktifitas jihad banyak dicatat oleh sejarah justru menemukan kemenangannya
pada bulan Ramadhan, pada saat umat Islam berpuasa, pada saat sebagian
mujahidin juga berjihad dengan tetap berpuasa! Subhaanallah, Allaahu akbar!
Simaklah
kembali perang Badar. Ia terjadi pada bulan Ramadhan bertepatan dengan
tahun diwajibkannya puasa Ramadhan, yakni tahun 2 H. 313 pasukan Islam
berhasil mengalahkan 1000 pasukan kafir Quraisy yang bersenjatakan lengkap.
Kemenangan gemilang pertama yang diraih umat Islam ini kemudian menjadi
penguat eksistensi kaum muslimin di Madinah dan pembuka bagi
kemenangan-kemenangan Islam berikutnya. Adakah pakar militer saat itu yang
bisa memprediksi bahwa Rasulullah dan para sahabatnya bisa memenangkan
peperangan? Dan kemenangan jihad ini terjadi di bulan Ramadhan!
Ikhwani
wa akhwati fillah rahimakumullah,
6
tahun kemudian terjadi peristiwa yang jauh lebih besar dan mempesona. Inilah
penaklukan paling indah dalam sejarah umat manusia. Penaklukan tanpa korban
jiwa. Kemenangan besar tanpa tetesan darah! Sepuluh ribu pasukan Islam yang
dipimpin oleh Rasulullah memasuki Makkah dengan tenang, menang tanpa
perlawanan. Bukan hanya kemenangan secara fisik yang membuat pasukan Makkah
tidak berani memberontak, tetapi juga kemenangan jiwa sehingga keimanan
masuk ke jiwa-jiwa mayoritas penduduk Makkah menggantikan seluruh kekufuran
dan permusuhan mereka. Maka, tak ada satupun yang membela saat 360-an
berhala di sekeliling ka’bah dihancurkan. Tak ada yang meratapi atau
melakukan demontrasi saat berhala-berhala itu dilenyapkan. Sebab, sesaat
sebelum dilenyapkan dari masjidil haram, Allah telah melenyapkan dari hati
mereka. Inilah jihad dan kemenangan besar yang juga terjadi di bulan
Ramadhan.
650
tahun kemudian juga terjadi peperangan yang dikenal dengan nama Ain Jaluth.
Pasukan Islam melawan pasukan Tartar. Dua tahun sebelumnya Tartar di bawah
pimpinan Hulako Khan telah menyerang Baghdad. Maka, bulan-bulan berikutnya
adalah masa penderitaan dan kekalahan kaum muslimin, jatuhnya Baghdad,
serta terbunuhnya khalifah. Hingga akhirnya jihad dikumandangkan yang
terkenal dengan sebutan Perang Ain Jaluth. Kaum muslimin berhasil menuai
kemenangan atas Tartar. Dan ini juga terjadi pada bulan Ramadhan.
Masih
banyak sejarah jihad yang dimenangkan kaum muslimin di bulan Ramadhan.
Pada
Ramadhan tahun 15 Hijrah, terjadi perang Qadisiyyah dimana orang-orang
Majusi di Persia ditumbangkan. Pada Ramadhan tahun 53 H, umat Islam
memasuki pulau Rhodes di Eropa. Pada bulan Ramadhan tahun 91 H, umat Islam
memasuki selatan Andalusia. Pada Ramadhan tahun 92 H., umat Islam keluar
dari Afrika dan membuka Andalus dengan komandan Thariq bin Ziyad.
Dan,
inilah alasannya, mengapa Ramadhan juga disebut sebagai syahrul jihad.
Definisi
Jihad
Ikhwatal
iman hafidzakumullah,
Syaikh
Abdullah Azzam dalam Tarbiyah Jihadiyah menjelaskan arti jihad. Secara
bahasa jihad berarti: mencurahkan kesungguhan, mengerahkan kekuatan secara
maksimal. Sedangkan menurut terminologi, kata jihad mempunyai makna:
mengorbankan jiwa dan harta dalam rangka membela agama Allah dan melawan
musuh-musuhnya.
Karenanya,
mayoritas ayat dan hadits Nabi saat menggunakan kata jihad, yang dimaksud
adalah penegrtian yang kedua. Meskipun ada pembagian atau macam-macam jihad
yang bersumber dari hadits Nabi juga.
Keutamaan
Jihad
Ayyuhal
muslimun rahimakumullah,
Jihad
merupakan ibadah yang memiliki keutamaan luar biasa di sisi Allah SWT.
Diantara keutamaan itu adalah:
Pertama,
derajat yang tinggi melebihi ibadah lain.
Suatu
ketika pada hari Jum’at Nu’man bin Basyir berada di sisi mimbar Rasulullah
SAW. Lalu ada orang berkata, “Aku tak peduli, setelah aku masuk Islam
tidaklah aku beramal melainkan memberi minum orang yang menjalankan ibadah
haji,” yang lain berkata “Aku tak peduli, setelah aku masuk Islam tidaklah
aku beramal melainkan memakmurkan masjidil haram.” Yang lain berkata,
“Jihad membela agama Allah lebih utama dari apa yang kalian katakan”. Lalu
Umar RA menegur mereka seraya berkata, “Kamu jangan berdebat mengeraskan
suaramu di mimbar Rasulullah SAW.”
Setelah
selesai shalat Jum’at Nu’man bin Basyir masuk ke rumah Rasulullah SAW dan
minta fatwa kepada beliau. Lalu Allah SWT menurunkan ayat-Nya:
Apakah (orang-orang) yang memberi minuman
orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan
dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta
bejihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang beriman dan
berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri
mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah
orang-orang yang mendapat kemenangan. (QS. At-Taubah : 19-20)
Sesungguhnya,
amatlah wajar jika jihad memiliki nilai lebih dari pada ibadah lain sebab
jihad menggabungkan amal maaliyah dan amal nafsiyah, maka pengorbanannya
sangat luar biasa, berkurangnya atau habisnya harta; resikonya juga sangat
tinggi, kehilangan nyawa!
Kedua,
pahala ribath (berjaga) dalam jihad lebih baik dari dunia seisinya
Rasulullah
SAW bersabda:
Berjaga-jaga
di perbatasan satu hari membela agama Allah itu lebih baik dari pada dunia
seisinya. (HR. Bukhari)
Ketiga,
selamat dari api neraka
Rasulullah
SAW bersabda:
Tidaklah
akan disentuh oleh api neraka, dua kaki hamba yang berdebu karena membela
agama Allah. (HR. Bukhari)
Keempat,
Jihad dan syahid adalah cita-cita Rasulullah
Rasulullah
SAW bersabda:
Demi
Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh aku senang sekali bila aku
terbunuh fi sabilillah, lalu aku dihidupkan lalu aku terbunuh lalu aku
dihidupkan lagi lalu aku terbunuh, lalu aku dihidupkan lagi lalu aku
terbunuh. (HR. Bukhari dan Muslim)
Itulah
cita-cita Rasulullah SAW. Meskipun cita-cita syhahid itu tidak terwujud,
tetapi ia tetap menjadi motivasi bagi umatnya untuk berjihad dan syahid.
Dengan jihad itulah tegak izzul Islam wal muslimin, dan saat jihad hilang
dari sejarah umat maka yang terjadi adalah keterhinaan dan kekalahan.
Macam-macam
Jihad
Ibnul
Qayyim dalam Zaadul Ma’ad telah mengemukakan macam-macam jihad : jihad
qital (jihad perang atau jihad dengan tangan) sampai jihad bil lisan, dan
antara keduanya ada berbagai jihad dalam bentuknya masing-masing. Maka,
yang kemudian populer di zaman sekarang adalah 3 macam jihad sebagai
berikut:
Pertama,
Jihad dengan tangan.
Inilah
yang paling utama. Yaitu berjihad dalam rangka membela agama Allah dengan
tangan melalui perang (qital). Paling utama karena memang ia membutuhkan
dua kesiapan sekaligus; harta dan jiwa. Dan inilah yang dimaksudkan oleh
Allah di banyak ayat-Nya termasuk firman-Nya:
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang
mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka
berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah
menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran.
Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka
bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah
kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah : 111)
Secara
tegas, penggunaan langsung kata qital dan kewajibannya ada pada firman
Allah SWT:
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang
itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 216)
Jihad
model ini memiliki syarat-syarat tertentu. Ia tidak sama dengan apa yang
diklaim oleh para teroris yang meledakkan bom di Indonesia; termasuk bom JW
Marriot dan Rizt Carlton, Mega, Kuningan.
Jihad
qital ini saat bersifat ekspansif ia bersifat fardhu kifayah yang biasanya
diwakili oleh para tentara Islam dengan diorganisir oleh daulah atau
khilafah Islam. Sedangkan saat bersifat defensif, ia menjadi farlu ain bagi
penduduk setempat yang diserang atau dijajah. Jika penduduk setempat tidak
mampu mengusir penjajah/imperalis tersebut, maka kewajiban itu meluas kepada
umat Islam di sekitarnya, demikian seterusnya sampai umat Islam mampu
memenangkan peperangan. Ini mirip dengan Indonesia saat menghadapi
penjajahan Belanda dan mirip pula dengan Palestina yang menghadapi
penjajahan Israel sampai saat ini. Dan inilah yang membuat para ulama’
memperbolehkan bom syahid (media banyak menyebut bom bunuh diri)
sebagaimana dulu para pejuang kemerdekaan Indonesia juga diperbolehkan
melawan senapan Belanda dengan bambu runcing.
Jihad
qital, sesuai namanya hanya boleh terjadi di wilayah perang, bukan wilayah
damai sebagaimana ia juga hanya boleh dilakukan saat berhadapan dengan
musuh orang-orang kafir harbi. Di sinilah letak kesalahan aksi terorisme
seperti peledakan bom JW Marriot dan Rizt Carlton, Mega, Kuningan kemarin.
Andaikan aksi serupa dilakukan di Israel terhadap pasukan Israel yang
menjajah Palestina, tentu akan menemukan pembenarannya, jika niatnya jihad
fi sabilillah.
Kedua,
Jihad dengan lisan
Membela
Islam dengan sungguh-sungguh menggunakan lisan juga termasuk jihad. Bahkan
jika ia dilakukan di depan penguasa yang zalim dengan cara yang tepat, ia
termasuk jihad yang paling utama. Rasulullah SAW bersabda:
Jihad yang paling utama adalah menyampaikan
kebenaran di hadapan penguasa yang zalim. (HR. Abu Dawud)
Ketiga,
Jihad dengan pena
Kedudukannya
juga serupa dengan jihad bil lisan. Inilah yang telah dilakukan para
ulama’. Dengan kitab-kitabnya, mereka telah melakukan pembelaan
sungguh-sungguh terhadap Islam. Dengan penanya, mereka telah menjaga
kemuliaan Islam dan umatnya. Dengan tulisannya, mereka telah mengobati
penyakit umat, melawan syubhat yang ditimbulkan orang-orang kafir dan
munafik, serta mendidik umat.
Berniat
Jihad mulai sekarang
Ma’asyiral
muslimin hafidzakumullah,
Terakhir
kalinya, marilah kita niatkan diri kita untuk berjihad membela agama Allah
SWT. Kita memang belum bertemu dengan kesempatan jihad qital. Walau
demikian Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk selalu berniat
mendapatkannya suatu saat nanti. Itulah yang kita tangkap dari sabda
Rasulullah SAW:
Barangsiapa yang mati dan belum berjihad dan tidak
bertekad untuk berjihad, maka dia mati di atas cabang dari kemunafikan.
(HR. Muslim)
Kalaupun
sampai mati kita tidak mendapatkan kesempatan berjihad qital membela agama
Allah, minimal kita telah memiliki niat dan tekad untuk itu. Serta kita
telah berupaya melakukan jihad dalam bentuknya yang lain baik dengan lisan
maupun dengan pena. Ramadhan merupakan momentum yang tepat untuk menanamkan
komitmen ini, dan barangkali juga sangat tepat apa yang dikatakan oleh
sebuah maqalah:
Jika engkau belum mampu meneteskan darah untuk
Islam,
teteskanlah keringat dan air mata untuknya!
Wallaahu
a’lam bish shawab. [Muchlisin]
|
SYAHRUS SHABAR
Ramadhan
disebut juga dengan syahrus shabr karena pada bulan ini umat Islam dilatih
untuk bersabar. Menahan lapar adalah latihan sabar. Menahan dahaga adalah
latihan sabar. Menahan untuk tidak berhubungan suami istri di siang hari
adalah latihan sabar. Menahan agar tidak marah adalah latihan sabar.
Menahan untuk tidak mengumpat adalah latihan sabar.
Keutamaan
Sabar
Ikhwani
fillah rahimakumullah,
Allah
SWT memerintahkan kita untuk bersabar. Bahkan kita diperintah untuk
menguatkan kesabaran kita.
Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu …
(QS. Ali Imran : 200)
Diantara
keutamaan sabar adalah:
Pertama,
mendapatkan pahala tanpa batas.
Sesungguhnya
hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa
batas. (QS. Az-Zumar : 10)
Jika
pahala puasa dinilai langsung oleh Allah SWT tanpa dibatasi pelipatgandaan
pahala yang biasanya, maka sangat wajar jika sabar mendapatkan pahala tanpa
batas. Bukankah inti puasa adalah kesabaran? Tirmidzi meriwayatkan sebuah
hadits:
Puasa
itu setengah sabar (HR. Tirmidzi)
Kedua,
mendapatkan kebersamaan Allah (maiyatullah). Artinya, seseorang yang telah
sabar, ia akan diliputi dan dinaungi Allah SWT dengan rahmat-Nya,
perlindungan-Nya, pertolongan-Nya, dan ridho-Nya. Adapun dzat Allah tidak
sama dan tidak bersama dengan makhluk-Nya. Allah SWT berfirman :
Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqarah : 153)
Dan
Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Anfal : 66)
Ketiga,
ia selalu baik di sisi Allah tatkala mampu mengkombinasikan sabar dan
syukur dalam kehidupannya.
Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, semua
urusan baik baginya dan itu tidak ditemukan kecuali pada diri seorang
mukmin. Jika mendapat kelapangan dia bersyukur dan itu baik baginya dan
jika mendapat kesempitan dia bersabar dan itu baik baginya. (HR. Muslim)
Hakikat
Sabar
Tidak
seperti yang dikira banyak orang bahwa sabar itu menerima segala sesuatu
dengan rela atau pasrah tanpa perlawanan. Islam mengajarkan bahwa sabar itu
ada pada tiga hal:
Pertama,
sabar dalam ketaatan
Artinya
seorang mukmin harus sabar menjalankan perintah Allah SWT meskipun perintah
itu berat dan dibenci oleh nafsunya. Seorang mukmin harus tetap taat pada
hal-hal yang telah diwajibkan baginya meskipun banyak hal yang merintangi;
mulai dari kemalasan dan faktor intern lain sampai dengan cemoohan orang,
kebencian musuh Islam, dan faktor ekstern lainnya.
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan
shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar. (QS. Al-Baqarah : 153)
Kedua,
sabar dalam meninggalkan larangan
Adakalanya
orang sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, tetapi ia tidak sabar
dalam meninggalkan larangan. Shalat dijalankan tetapi judi juga tidak bisa
ditinggalkan. Puasa dilakukan tetapi ghibah tetap jalan. Sehingga ada
istilah prokem STMJ, Sholat Terus Maksiat Jalan.
Kesabaran
juga harus diimplementasikan dalam meninggalkan kemaksiatan dan
larangan-larangan Allah SWT. Orang yang mampu meninggalkan kemaksiatan,
khususnya kemaksiatan emosional, seperti marah, disebut oleh Rasulullah SAW
sebagai orang yang kuat, secara hakiki. Sebab ia telah mampu bersabar atas
apa yang dilarang Allah SWT.
Orang yang kuat bukanlah orang yang bisa
mengalahkan lawannya, tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu
menguasai dirinya ketika marah (Muttafaq 'alaih)
Ketiga,
sabar dalam musibah.
Inilah
makna sabar yang sudah banyak dimaklumi oleh kebanyakan orang. Meskipun,
seringkali orang-orang keliru menggunakan istilah sabar. Yaitu saat
seseorang mendapatkan kesulitan lalu ia pasrah tanpa berusaha menghilangkan
kesulitan itu atau mencari solusinya dikatakan sabar. Padahal, sabar dalam
Islam bersifat proaktif dan progresif, ia tidak statis tetapi telah
didahului atau bersamaan dengan ikhtiar maksimal dan upaya untuk senantiasa
mencari solusi atas problematika yang dihadapinya. Saat semua upaya telah
dilakukan, saat ikhtiar mencapai batas maksimal, maka saat itulah sabar
bertemu dengan tawakal. Ia menyerahkan kepada Allah. Dan sebab itu Allah
akan mengampuni dosa-dosanya.
Segala sesuatu yang menimpa seorang muslim, baik
berupa rasa letih, sakit, gelisah, sedih, gangguan, gundah-gulana, maupun
duri yang mengenainya (adalah ujian baginya). Dengan ujian itu, Allah
mengampuni dosa-dosanya. (Muttafaq 'alaih)
Semoga
di bulan Ramadhan yang juga dikenal sebagai bulan kesabaran ini kita mampu
melatih kesabaran kita dan dikuatkan kesabaran kita oleh Allah SWT.
Wallaahu
a'lam bish shawab. [Muchlisin
|
SYAHRUT TARBIYAH
Bulan
Ramadhan yang kini kita berada di dalamnya juga dikenal sebagai Syahrut
Tarbiyah; Bulan Pendidikan. Mengapa? Karena pada bulan Ramadhan Allah SWT
mendidik umat Islam secara langsung dengan puasa. Pada bulan Ramadhan
Rasulullah SAW juga melakukan murajaah Al-Qur’an bersama Jibril, dan
aktifitas para shahabat dalam menuntut ilmu mengalami peningkatan.
Ikhwani
wa akhwati fillah rahimakumullah,
Ramadhan
memang bulan yang sangat kondusif dan mendukung aktifitas umat Islam untuk
mengkaji ilmu agama, sebab pada bulan ini syetan yang biasa menggoda
manusia serta menghembuskan kemalasan kita dalam menuntut ilmu tengah
dibelenggu oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
Telah
datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, diwajibkan kepada kalian
ibadah puasa, dibukakan pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka,
syetan-syetan dibelenggu, dan di dalamnya ada satu malam yang lebih baik
dari seribu bulan. Barang siapa yang tidak mendapatkan kebaikannya berarti
ia telah benar-benar terhalang/terjauhkan (dari kebaikan). (HR. Ahmad,
Nasai, Baihaqi)
Ma’asyiral
muslimin hafidzakumullah,
Ada
banyak keutamaan thalabul ilmi, menuntut ilmu, khususnya ilmu-ilmu agama,
terlebih di bulan Ramadhan yang merupakan syahrut tarbiyah ini. Diantaranya
adalah :
Allah
Meninggikan Derajat Orang yang Berilmu
Siapakah
diantara kita yang tidak ingin memperoleh derajat yang tinggi di sisi
Allah? Semua orang yang beriman tentu menginginkannya. Dan derajat yang
tinggi itu bisa didapatkan dengan dua syarat; iman dan ilmu. Sebagaimana
firman Allah SWT:
…
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat… (QS.
Al-Mujaadilah : 11)
Ibnu
Hajar Al-Asqalani ketika menjelaskan ayat ini dalam Fathul Bari mengatakan:
“Derajat yang tinggi memiliki dua konotasi, yaitu maknawiyah di dunia
dengan memperoleh kedudukan yang tinggi dan reputasi yang bagus, dan
hissiyah di akhirat dengan kedudukan yang tinggi di surga”
Ketinggian
derajat orang yang berilmu digambarkan dalam sebuah hadits seperti
keutamaan Rasulullah SAW dibandingkan shahabatnya yang paling rendah.
Keutamaan
seorang yang berilmu dibandingkan ahli ibadah adalah bagaikan keutamaanku
dibandingkan orang yang paling rendah diantara kalian. (HR. Tirmidzi)
Ilmu
adalah Syarat Generasi Rabbani
Hanya
dengan bekal ilmu, khususny ilmu tentang Al-Qur’an yang terus diperdalam
dan juga diajarkan/didakwahkan seseorang menjadi orang yang rabbani dan
sebuah generasi menjadi generasi yang rabbani. Allah SWT berfirman:
Hendaklah
kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab
dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (QS. Ali Imran : 79)
Ibnu
Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa rabbani, menurut Ibnu Abbas,
adalah orang yang bijaksana, alim, lagi penyantu. Sementara menurut
Al-Hasan, rabbani ialah ahli ibadah dan ahli taqwa.
Ikhwatal
iman rahimakumullah,
Kini
banyak umat Islam yang merindukan serta mencita-citakan kemenangan Islam.
Namun banyak yang lupa bahwa kemenangan itu hanya akan hadir tatkala
generasi rabbani terpenuhi dalam jumlah yang banyak. Dan, inilah yang harus
menjadi fokus gerakan Islam jika mereka memang bercita-cita meraih izzul
Islam wal muslimin. Inilah yang juga harus menjadi prioritas kita khususnya
di bulan Ramadhan ini, menjadi generasi rabbani dan menjadi bagian dari
kemenangan Islam.
Dan
berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar
dari pengikut (nya) yang rabbani. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana
yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula)
menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. Ali
Imran : 146)
Ilmu
adalah Sumber Kebaikan
Barangsiapa
yang dikehendaki Allah dengan kebaikan, Allah pasti memahamkan kepadanya
urusan agama ini. (Muttafaq ‘alaih)
Dr. Musthofa Said Al-Khin bersama 3 ulama’ lain
saat mengetengahkan hadits ini dalam Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhus
Shalihin mengomentari: keutamaan ilmu pengetahuan, sebab ilmu adalah sumber
kebaikan dan merupakan simbol kemudahan dan ridha Allah SWT.
Memang
demikianlah ilmu. Bagaimanakah seseorang bisa beramal dengan benar tanpa
didasari ilmu? Bagaimana pula seseorang akan mampu melahirkan perkataan
yang tepat tanpa ilmu? Karenanya Imam Bukhari membuat satu bab khusus dalam
kitab Shahih-nya: Al-Ilmu Qabla al-Qaul wa al-Amal. Karenanya pula Umar bin
Abdul Aziz berkata:
Barangsiapa
yang beramal tanpa didasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak dari
pada maslahatnya. (Sirah wa manaqib Umar bin Abdul Aziz)
Menuntut
Ilmu Memudahkan Masuk Surga
Ilmu
merupakan jalan menuju surga. Dengan ilmu seseorang bisa mengetahui mana
yang haq dan mana yang bathil. Dengan ilmu seseorang bisa memahami mana
yang halal dan mana haram. Dengan ilmu seseorang mengerti perintah dan
larangan dari Rabb-nya. Dengan ilmu seseorang memahami hak-hak Allah,
bahkan rahasia-rahasia syariat yang diturunkan-Nya. Maka, seseorang yang
menuntut ilmu akan dimudahkan oleh Allah SWT menuju surga.
Barangsiapa
menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya ke
surga. (HR. Muslim)
Barangsiapa
keluar untuk mencari ilmu, maka ia termasuk di jalan Allah sampai ia
kembali (HR. Tirmidzi)
Ayyuhal
ikhwah rahimakumullah,
Demikianlah
sebagian keutamaan menuntut ilmu. Di bulan ramadhan yang pahala kebaikan
dilipatgandakan, bahkan amal sunnah diberi pahala seperti amal wajib, tentu
pahala yang didapat dari thalabul ilmi lebih besar dan keutamaannya lebih
luar biasa lagi. Di samping itu, ia juga menjadi faktor penguat sehingga
puasa kita menjadi puasa yang berkualitas.
Ayyuhal
ikhwah rahimakumullah,
Dalam
menuntut ilmu di bulan Ramadhan ini, kita bisa memanfaatkan berbagai kajian
yang ada. Diantaranya yang sudah biasa disediakan oleh takmir masjid di
lingkungan kita adalah ceramah Tarawih dan ceramah Shubuh. Kita manfaatkan
keduanya dengan sebaik-baiknya, kita perhatikan betul-betul setiap ilmu
yang disampaikan oleh muballigh tersebut.
Pada
siklus pekanan kita juga mendapatkan ilmu dari khutbah Jum’at. Memang berat
bagi banyak orang untuk menahan kantuk pada saat itu. Mari kita kuatkan
untuk tetap menyimak khutbah yang disampaikan sang khatib sebab di dalamnya
ada banyak ilmu dan tidak sempurna shalat jum’at kita tanpa memperhatikan
khutbah dengan baik.
Di
samping itu, bagi yang memiliki waktu luang, ada banyak taklim atau kajian
Islam yang diselenggarakan oleh berbagai pesantren, yayasan pendidikan,
organisasi dakwah, takmir masjid, dan lain-lain. Bahkan ada juga pesantren
kilat baik bagi pelajar, mahasiswa, maupun umum. Kita bisa memanfaatkan itu
semua.
Satu
hal yang barangkali lebih mudah dilakukan, apalagi yang memang tidak
memiliki banyak waktu untuk pergi ke tempat-tempat taklim adalah dengan
membaca buku. Yang menjadi catatan adalah seperti apa yang disampaikan Anis
Matta dalam buku Mengusung Peradaban yang Berkeimanan:
Harus
dibedakan ilmu Islam dengan wawasan Islam. Ilmu Islam itu: Al-Qur’an,
tafsir, hadits, sejarah, fiqih. Wawasan Islam misalnya ditulis oleh
cendekiawan kita: “Islam keindonesiaan”, “Islam alternatif”, Desekularisasi
Pemikiran”, “Cakrawala Islam”. Itu bukan ilmu. Hanya wawasan.
Jadi,
jika kita berniat mengkaji ilmu Islam dengan membaca, bacalah ilmu Islam
dari buku-buku yang sudah kita yakini kebenarannya, atau dengan
pembandingnya. Bagi orang awam atau pembaca konsumen, hindarkan dulu
wawasan Islam. Prioritaskan Ilmu Islam khususnya saat Ramadhan ini.
Wallaahu
a’lam bish shawab [Muchlisin]
|
|
|