Imam Abu Hamid al
Ghazali berkata : “Sama sekali tidak ada artinya kebaikan yang langgeng.
Kejelekan yang tidak selamanya lebih baik ketimbang kebaikan yang tidak
langgeng.”
Hampir sama dengan
konotasi itu adalah apa yang sudah lama berlaku di masyarakat pedesaan
bahwa, “Mantan bajingan jauh lebih baik ketimbang mantan orang baik.”
Sebuah hadis terkenal mempunyai arti hampir sama dengan pemeo itu, yaitu,
“Orang yang bertobat dari dosa seperti layaknya orang yang tidak berdosa.”
Orang boleh
berbuat jelek, tapi jangan selamanya. Pada saatnya kjelekan itu harus
berhenti. Berhentilah sebelum kejelekan yang dilakukan itu “ Ketahuan “ (
Konangan ) orang banyak. Kejelekan itu sudah tidak disembunyikan lagi oleh
Gusti Allah. Karena itu lalu ada pepatah, sekali lancung keujian, selamanya
takan dipercaya.” Menurut Kanjeng Nabi, kejelekan ( dosa, maksiat, jahat,
KKN, Korupsi dan sebagainya ) itu, dihadapan Allah mempunyai varian. Pertama,
diutup dan disembunyikan ( mastur ) sampai pada saatnya diampuni. Kedua,
ditutup dan diperhitungkan sebagaimana mestinya. Ketiga, dibuka ketika
pelakunya masih hidup ( atau sudah mati ) di dunia, tetapi diampuni di
akhirat nanti. Keempat, dibuka ketika masih hidup di dunia dan tidak mendapat
pengampunan sama sekali.
Yang terakhir ini
secara empiris, dialami oleh orang yang nekat yang dengan segala daya
berikhtiar mencari pembenaran terhadap kejelekan yang ia lakukan, atau
sekurang-kurangnya berusaha menutupi “ meskipun pada kenyataannya sudah
umbras ( menjadi rahasia umum )
Bagi yang kemudia
sadar dan menyadari bahwa makhluk manusia itu tidak bakal bisa berkelit
dari keanggotaan masyarakatnya dalam kehidupan nyata yang sawang sinawang.
Tentu jerih campur ngeri manakala kejelekan itu “ Konangan”, diketahui
secara luas oleh masyarkat umum, karena dia akan terisolasi dan dikucilkan.
Dia akan jauh dan dijauhi oleh rasa tenang dan hidup tentram sesuai
dambaan. Bisa-bisa dia menjadi gila sendiri. Tersiksalah dia sebelum
disengsarakan oleh siksa Allah yang sejati.
Sebaliknya, dan
terus menerus dalam kebaikan akan membawa seorang kepada ketenangan dan
ketentraman yang didambakan. Dia yang terus menerus dalam kebaikan
dijanjikan oleh Gusti Allah akan memperoleh pengawalan dan penjagaan terus
menerus dari malaikat di dunia dan di akhirat. Apa saja yang diinginkan
tercapai, segala kebutuhan dan hajatnya tercapai, segala hajat dan
kebutuhannnya terpenuhi serta surga menjadi persinggahan terakhirnya.
Berterus menerus
dalam kebaikan itu kemudian diistilahkan dengan istiqamah. Istiqamah itu, “khirun min alfi
karamah” lebih baik
ketimbang seribu keramat, ketersanjungan dan dan keterhormatan.
Dia adalah istilah
agama, syari’ah, bukan istilah politik praktis untuk mempertahankan faktor
legal. Orang yang istiqamah tidak pernah akan takut diketahui orang, apa
saja yang ada pada dirinya. “Bertanyalah pada nuranimu, lalu istiqamah,
kata Kanjeng Nabi.
Wa al-Allahu a’lam bi al-Aswab
|