Barangkali sudah
sampai pada saatnya kita mengadakan diskursus tentang hadis dan tantangan
modernitas dalam rangka untuk memberikan pemikiran-pemikiran baru yang
belum terungkap pada masa lalu. Pemikiran di sini bukan berarti akan
meragukan kedudukan hadis atau as sunnah sebagai sumber ajaran Islam karena
hal itu sudah jelas, mempunyai landasan yang kuat dari al Qur’an ( QS. Al
Hasr : 7, QS. An Nissa : 64 dan 80, QS. Ali Imran : 61 ) sebagai sumber
hukum Islam. Kiranya pengembangan pemikiran kita terhadap hadis ini
tidaklah akan menjadikan kita terjebak ingkarussunnah. Karena pemikiran
kita terhadap as sunnah yang belum sempurna itulah yang mendorong kita untuk
mengadakan kajian mendalam dan intens.
Kiranya pula
diskursus ini dapat sedikit mengarah problematika pemikiran yang nisbi
belum sempurna terhadap as sunnah yang merupakan pancaran wahyu illahi.
Memang hadis sudah banyak dibicarakan dalam kitab-kitab, tetapi masih juga
menjadi problem bagi kita, belum adanya kesepakatan kita dalam pemahaman
dan penggunaan.
Badruddin Az-Zarkasyi
pernah mengklasifikasikan tentang ilmu keislaman dari segi pemikiran
menjadi tiga :
1.
|
Ilmu yang belum matang dan belum terbakar, seperti ilmu
sastera dan ilmu tafsir.
|
2.
|
Ilmu yang telah matang tetapi belum terbakar seperti ilmu
nahwu dan ilmu ushul fiqih.
|
3.
|
Ilmu yang telah matang dan terbakar pula, yakni ilmu fiqih
dan ilmu hadis.
|
Ilmu fiqih dan
ilmu hadis dikatakan matang dan terbakar, karena kedua ilmu tersebut ramai
dibicarakan dan didiskusikan oleh para ulama. Mereka kadang-kadang berbeda
pengertiannya terhadap yang mempunyai istilah yang sama.
Pembicaraan kita
tentang hadis sebagai yang dikemukakan di atas termasuk ilmu yang terbakar
dan matang bukanlah akan menambah matang dan terbakarnya hadis tetapi
justru agar kita mendapatkan masukan dan pemikiran tentang problem
pemecahannya pada proses pada masa kini dan masa yang akan datang untuk
dapat kita fahami dan amalkan secara benar atau paling tidak mendekati
kebenaran. Hadis kita terima, namun demikian menerima hadis sebagai ajaran
Islam, bukan berarti tidak menghadapi maslah.
Hadis diyakini
oleh umat Islam sebagai sumber ajaran agama Islam yang berasal dari wahyu
Allah yang ghiru mattuw hadis mempunyai sifat yang spesifik, yaitu maknanya
dari Allah dan lafadznya dari Nabi Muhammad SAW. Spesifikasi dari sifat
hadis yang demikian meyebabkan hadis mempunyai pengertian : perkataan,
perbuatan, dan ketetapan dari nabi Muhammad SAW. Memerlukan penilaian yang
mendalam. Penilaian atas makna hadis diperlukan oleh karena hadis sampai
kepada ummat melalui jalan periwayatan yang panjang sepanjang perjalanan kehidupan
ummat Islam. Disamping dalam perjalanan hadis yang disampaikan dari
generasi ke generasi memungkinkan adanya unsur-unsur yang masuk kedalamnya,
baik unsur sosial maupun budaya dari masyarakat di mana generasi pembawa
riwayat hadis hidup. Untuk itulah penelitian hadis harus jeli pada Sanad (
jalur periwayatannya ) dan Matan ( lafadz atau materi isi hadis ) dari
hadis tersebut.
Penelitian hadis
melalui dua jalur tersebut diharapkan mampu membuat rumusan-rumusan yang
pasti mengenai kriteria tertentu sehingga dapat diketahui hadis yang
shahih, maqbul, dan ma’mul bih, yang akan mebedakan dari hadis yang dlo’if,
mardud dan ghairu ma’mul bih.
Dalam pada itu,
disamping hadis sebagai sumber ajaran Islam, terdapat al Qur’an yang juga
sebagai sumber ajaran Islam dan kedua-duanya sama-sama sebagai wahyu Allah,
hadis dan al Qur’an mempunyai perbedaan dan persamaan. Perbedaan dan
persamaan antara keduanya menarik sebagai bahan kajian. Bahan kajian yang
menyangkut keduanya antara lain mengenai hubungan hadis dengan al Qur’an.
Hubungan keduanya dapat berupa hubungan dalam konteks fungsi dan makna.
Dibalik itu ada
pemikiran orang yang mengingkari keberadaan hadis sebagai sumber ajaran
Islam. Kenyataan sejarah dalam panggung kehidupan ummat Islam membawa
pemikiran untuk berfikir filosofis untuk menemukan pijakan ontologis akan
bermakna bila didukung oleh pijakan epistemologis yang menggambarkan cara
pemahaman hadis yang handal sepanjang hidup ummat Islam. Dengan pijakan
epistemologis yang handal diharapkan mampu membawa manfaat, shingga
orang-orang Islam sadar dan bersedia menggunakan hadis yang memang
berfungsi sebagai sumber ajaran Islam disamping al Qur’an dalam hidupnya
sehari-hari.
Dalam hubungannya
dengan metode pemahaman atas makna hadis, selama ini terdapat generalisasi
pemahaman, artinya semua hadis dipahami secara sama, tanpa membedakan
struktur hadis, riwayat bil qaul atau riwayat bil makna, bidang isi hadis
yang mutlak yang menyagkut aqidah dan ibadah dan ibadah, sedang yang
berhubngan dengan muamalah brsifat nisbi. Dengan pendekatan tekstual, dan baru sebagian
kecil ummat mengembangkan melalui pendekatan kontekstual, baik konteks
historis, maupun konteks antropologis, sebagai sebuah kemungkinan.
Kemungkinan pendekatan baru nampaknya menghadapi problema yang perlu
pemecahan yang bijak.
Sebagai cermin bahan renungan,
penelusuran atas khazanah intelektul Muslim, nampaknya baik dilakukan.
Untukitu pilihan jatuh pada Syekh Muhammad al-Ghazali dalam bukunya “
As-Sunnah Nabawiyah Baina ahli Hadis Wal Fiqih “, sebab dari buku tersebut
diharapkan banyak menemukan hadis dalam konteks yang aktual.
Atas dasar alur
pemikiran tersebut, dalam kajian kita tentang pemahaman pemikiran terhadap
hadis meliputi beberapa hal yang dianggap relevan dalam upaya pencarian
makna hadis secara tekstual dan kontekstual.secara singkat tujuan kajian
ini adalah sebagai berikut :
1.
|
Mengetahui sekilas lintas tentang kodifikasi hadis.
|
2.
|
Untuk memperoleh suatu gambaran yang benar tentang kriteria
hadis yang dapat dijadikan hujjah ( pegangan ) sebagai sumber ajaran
Islam.
|
3.
|
Untuk dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang sifat
hubungan hadits dengan al-Qur’an baik dari segi fungsi maupun makna.
|
4.
|
Untuk memperoleh gambaran yang meyakinkan tentang ekstensi
hadis yang didukung oleh pijakan ontologis danepistemologis yang handal
sehingga membawa hasil dan manfaat bagi pemahaman yang benar atas hadis.
|
5.
|
Untuk memperoleh metode pemahaman hadis yang tepat melalui
pendekatan yang komprehensif baik tekstual maupun kontekstual dengan
berbagai bentuknya.
|
|
|
Mengapa hadis
didiskusian, itu semua dalam rangka untuk menatap masa depan, dalam
penelitian, dalam pemahaman dan pengamalannya. Masa kini banyak kitab-kitab
hadis yang telah tertulis dan beredar, untuk mencari pun sudah banyak di
susun kitab guna memudahkan pencarian dan pemahamannya. Tekhnologi
Komuniasi Intrnet diharapkan sebagai referensi media yang dapat membantu bagi
yang awam dalam memahami berbagai seluk beluk hadis, karena semakin
banyaknya situs yang penuh keikhlasan mendiskusikan hadis beserta para perawinya,
sehingga semakin menguatkan kedudukan hadis dalam peradaban kehidupan
ummat.
Wa al-Allahu a’lam bi al-Aswab
|