Parlindoengan Loebis
(1910-1994), Orang Indonesia Di Kamp Konsentrasi Nazi!
Parlindoengan Loebis
(1910-1994)
Parlindoengan Loebis
(tampak paling depan memegang ban penyelamat) berfoto bersama para
penumpang dari berbagai bangsa di dek kapal Trier yang sedang berada di
Laut Tengah dalam perjalanannya ke Eropa (1932). Setelah 15 tahun, barulah
Loebis bisa kembali pulang ke tanah air!
Pengurus PI
(Perhimpoenan Indonesia) tahun 1938 dalam acara perayaan hari jadi
organisasi tersebut yang ke-30. Parlindoengan Loebis diapit oleh Sidartawan
dan Mohammad Ilderem. Sama seperti Loebis, Sidartawan juga dijebloskan oleh
Nazi ke kamp konsentrasi. Tapi nasibnya tidak seberuntung Loebis, ia tewas
di kamp tersebut dan sampai sekarang jenazahnya tidak diketahui dikuburkan
dimana.
Para penghuni kamp
konsentrasi Buchenwald. Uniknya, dalam otobiografinya, Parlindoengan Loebis
tak sekalipun pernah menyebutkan adanya kamar gas beracun atau oven
pembakar mayat selama keberadaannya di kamp tersebut, sesuatu yang
berlawanan dengan apa yang dipropagandakan oleh media-media massa yang
dikuasai Yahudi!
Gambar udara dari
lokasi pabrik pesawat Heinkel di Oranienburg, tempat dimana Parlindoengan
Loebis menghabiskan sisa-sisa hidupnya sebagai dokter tawanan dalam Perang
Dunia II sebelum dibebaskan
Parlindoengan Loebis
di tengah berjas putih bersama rombongan orang Indonesia yang pulang dari
negeri Belanda ketika merayakan Tahun Baru 1947 di atas kapal Weltevreden
yang mereka tumpangi dan telah berada di sekitar Kepulauan Seribu
Parlindoengan Loebis
di depan rumah dinasnya sebagai Kepala Dinas Kesehatan Pabrik-Pabrik
Persenjataan Departemen Pertahanan Republik Indonesia di Yogyakarta (1948)
Sehari setelah tahun
baru 1995, di koran KOMPAS dipasang sebuah iklan pemberitahuan kematian
dari Parlindoengan Loebis
Tidak pernah
terpikirkan, apalagi membayangkan saudara sebangsa dan setanah air, ada
yang mempunyai pengalaman hidup menjadi penghuni kamp konsentrasi yang
telah kadung dipropagandakan oleh media massa sebagai neraka pembunuh
massal Hitler. Parlindoengan Loebis-lah orangnya, dimana selama empat tahun
(1941-1945) dia menjalani hidup sebagai tahanan politik di kamp konsentrasi
Nazi Jerman. Tahun 1936 sampai 1939, dia menjadi ketua Perhimpunan
Indonesia yang berhaluan kiri dan anti fasisme. Nazi menganggap organisasi
ini berbahaya dan harus dibinasakan. Ini yang menjadi penyebab mengapa
Parlindoengan Loebis bersama tokoh-tokoh PI lainnya ditangkap dan
dijebloskan ke dalam kamp konsentrasi tanpa melalui proses persidangan.
Nazi memang tidak pandang bulu, orang-orang yang dicurigai dan pernah aktif
pada satu organisasi tertentu yang berseberangan dicaplok dan dapat
dipastikan orang tersebut sudah berada di kamp-kamp konsentrasi.
Meskipun dia
bukanlah satu-satunya orang Indonesia yang dimasukkan di kamp konsentrasi
Nazi, tapi dapat dikatakan dialah satu-satunya yang berhasil selamat, dan
semua ini sebagian besar berkat pendidikan dokter yang pernah dia pelajari
selama kuliah di negeri Belanda.
Parlindoengan Loebis
lahir di Batang Toru, lima puluh kilometer dari Sibolga, Tapanuli Selatan,
tanggal 30 juni 1910. Orang tuanya (Karisoetan gelar Soetan Goeroe Sinomba
dan Siti Halidjah) dari kalangan pejabat tinggi pribumi yang kekayaannya
mampu menyekolahkan anak-anak mereka sampai ke luar negeri seperti ke
negeri Belanda. Setelah lulus kandidat I di Algemene Middelbaare School
(AMS) jurusan ilmu pasti dan ilmu alam, Parlindoengan Loebis melanjutkan ke
sekolah tinggi kedokteran Universitas Leiden negeri Belanda. September
1932, dia tiba di Rotterdam dan langsung mendaftar sebagai mahasiswa
kedokteran. Selama jadi mahasiswa dan kuliah di Leiden, dia aktif sebagai
pengurus organisasi mahasiswa Indonesia negeri Belanda yang bernama
Perhimpoenan Indonesia (PI). Organisasi inilah yang aktif memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia di negeri Belanda.
Loebis berangkat ke
Negeri Belanda setelah lulus Kandidat I di Betawi (begitu dia
menuliskannya). Semasa di Betawi, ia sempat aktif di Jong Islamieten Bond
dan Jong Batak, yang kemudian bersama perhimpunan mahasiswa lain (selain
Jong Java) bersatu membentuk PPPI dan Indonesia Moeda.
Sepeninggal Hatta
cs, PI bersifat kekirian, dengan garis Stalinis yang jelas. Sempat Loebis
menjadi ketua, selama 3 tahun, dan membawa PI ke arah yang tak begitu kiri.
Kerjasama dengan Partai Komunis Belanda dihentikan, dan digantikan dengan
kerjasama dengan Partai Sosialis (SDAP).
Dalam PI sendiri,
Parlindoengan Loebis merupakan angkatan kedua setelah Mohammad Hatta, Sutan
Syahrir, Santono, Iwa Koesoemasumantri, Ali Sastroamidjojo dan Sukiman.
Angkatan pertama inilah yang mendominasi pergerakan sebelum dan sesudah
Indonesia merdeka. Dia tidak sempat bertemu dengan Hatta di negeri Belanda
karena waktu berangkat ke sana, Hatta dalam perjalanan pulang ke Indonesia
setelah menyelesaikan studinya. Loebis hanya sempat berpapasan dengan kapal
yang membawa Hatta pulang ke tanah air saat melintas di perairan laut merah.
Loebis menjalani
kehidupan sebagai mahasiswa di negeri asing tidak dalam keadaan mudah
begitu saja, apalagi waktu itu terjadi krisis ekonomi global yang lebih
dikenal sebagai Malaise, sehingga menambah beban para mahasiswa bangsa ini
yang menuntut ilmu di negeri-negeri Eropa (khususnya di Belanda). Disini
pula dia bertemu dengan jodohnya, Johana Soumokil (nanti lebih dikenal
sebagai Jo Loebis), orang pribumi lain keturunan Maluku yang mengikuti
ayahnya yang bekerja di negeri keju.
Kehidupan tampaknya
akan baik-baik saja bagi pasangan muda ini. Tapi kemudian Perang Dunia II
pecah. Bulan Mei 1940, saat Jerman bergerak ke barat, Belanda yang dengan
arogan menjajah kita selama ratusan tahun menyerah nyaris tanpa perlawanan,
dan berhasil ditunjukkan setelah hanya mampu melawan selama 4 hari saja!
Bahkan kemudian
kehidupan masih tampak normal dalam pendudukan Jerman. Sebelum serangan
Jerman pun, partai NSB pro Jerman pernah memperoleh suara cukup besar
(separuh suara) dari rakyat Belanda. Selama pendudukan Jerman ini, Loebis
sempat lulus di Leiden, menikah di Haarlem, menjajagi bekerja di Utrecht,
dan akhirnya membuka praktek di Amsterdam. Tapi kemudian, 26 Juni 1941, dua
orang reserse Belanda menjemputnya. Loebis dipenjarakan, dan kemudian
dipindahkan ke Kamp Konsentrasi. (Baru pada tahun 1945, Loebis mengetahui
alasan penahanannya: Jerman baru membuka front baru melawan Sovyet, dan
para aktivis gerakan pro komunis ditakutkan menjadi partisan di belakang
front).
Kamp Konsentrasi
yang pertama dihuni adalah Kamp Schoorl. Di sini, tawanan belum disuruh
bekerja, tetapi hanya disuruh apel dan berolah raga. Kemudian seluruh isi
kamp ini digabungkan ke Kamp Amersfoort. Di sini, tawanan memperoleh
perkerjaan konstruksi, termasuk memasang kawat berduri. Juga mulai sering
disiksa secara kejam, baik oleh orang Jerman, maupun terutama oleh orang
NSB.
Loebis kemudian
dipindahkan ke Kamp Buchenwald di Jerman. Di sini Loebis mulai kehilangan
harapan untuk dibebaskan, kecuali perang berakhir dengan kekalahan Jerman.
Ia memutuskan untuk hidup secara efisien dan tanpa hati, untuk bertahan
hidup selama mungkin. Di Buchenwald, mereka membuka hutan di pegunungan
berkabut, memecah batu, membuat barak, saluran air, listrik, bengkel, dan
lain-lain, selama 7 hari seminggu, 14 jam sehari. Tawanan sering dipukuli,
bahkan hingga mati. Tawanan yang ketahuan mengobrol akan ditembak tanpa
ampun.
Namun kemudian
Loebis dipindahkan lagi, pada Oktober 1942, ke Sachsenhausen, ke instalasi
pabrik pesawat perang Heinkel. Di sini situasi lebih baik. Kamp lebih
difokuskan pada pekerjaan teknis, biarpun kekejaman masih berlangsung, dan
menyita nyawa manusia segala bangsa di sana. Kali ini, Loebis ditugaskan
sebagai dokter kamp, sehingga tugasnya lebih ringan. Loebis jarang mengulas
tentang Yahudi. Ia beralasan bahwa barangkali para Yahudi dipisahkan, dan
ditempatkan di kamp tersendiri. Atau barangkali … entahlah.
Saat akhirnya
pasukan sekutu berhasil masuk ke Jerman, Kamp kacau. Para tawanan dan
penjaga membentuk barisan tak teratur yang terus bergerak ke barat. Tawanan
yang keluar barisan langsung ditembak di belakang kepala. Tapi banyak juga
penjaga yang juga lari memisahkan diri. Mereka akhirnya berhenti di kampung
Grabouw. Sempat barisan dari kamp lain bergabung. Dan akhirnya tentara
Russia masuk juga ke kampung itu. Mereka resmi lepas dari tawanan. Tapi
perlu waktu untuk memulihkan diri, dan mencari cara untuk lepas dari
kawasan Russia, menyeberangi sungai Elbe, masuk ke kawasan Sekutu Barat,
dan akhirnya kembali ke Belanda dengan kereta ke Maastricht, lalu naik
mobil ke keluarganya di Amsterdam.
Namun, nun di timur,
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, dan pada akhir 1945, berita itu
mulai terdengar masyarakat Indonesia di Belanda. Loebis dkk langsung
menyatakan diri bagian dari Republik Indonesia yang merdeka, dan kekikukan
kemudian terjadi lagi. Sempat ada Kongres Pemuda Demokrat Sedunia di
Cekoslovakia, dan Loebis ingin menghadiri kongres ini, atas nama Indonesia.
Tentu Belanda tak memberikan pass, tetapi atas bantuan Inggris, Loebis bisa
berangkat. Sambutan untuk Indonesia amat meriah, membuat berang para pemuda
Belanda. Loebis kembali ke Belanda menumpang tim Belgia. Pemerintah Belanda
akhirnya memperbolehkan orang Indonesia kembali ke negerinya. Namun dengan
status sebagai NICA. Banyak yang mengira bahwa ini adalah support yang
baik, karena tidak menyadari bahwa NICA justru memusuhi Pemerintah
Indonesia Merdeka. Loebis sempat menyadari, dan memberi peringatan kepada
lainnya. Namun saat ia bertolak pulang, ia diberi juga pangkat Mayor NICA,
yang tentu ia tolak. Ia mengambil status sebagai dokter kapal, dan dalam
status itu sempat menyelundupkan Dr Setia Boedi (Douwes Dekker) kembali ke
Indonesia.
Di Indonesia, Loebis
meneruskan karir sebagai dokter, dan menolak berpolitik. Bekerja sebagai dokter
di PT Timah, Belitung. Zaman kaum komunis Indonesia bangkit, Loebis
difitnah dan dipensiunkan dini, karena dianggap tak mau mendukung kaum
komunis. Tapi ia tetap tinggal di Belitung. Saat istrinya meninggal, baru
ia pindah ke Jakarta. Loebis meninggal di ujung tahun 1994 (tepatnya
tanggal 31 Desember), nyaris tanpa perhatian dari bangsa kita.
Sumber :
Buku "Orang
Indonesia Di Kamp Konsentrasi Nazi; Autobiografi Parlindoengan Loebis"
dengan pengantar Harry A. Poeze dan diterbitkan oleh Komunitas Bambu
|