SEJARAH MASUKNYA ISLAM
DI INDIA DAN ASIA TENGGARA

                               


Peran Hadharim

Masuknya Islam di India dan Asia Tenggara Dalam berhijrah ke suatu negeri, dakwah adalah sebuah motivasi bagi hadharim (etnis hadhramaut). Negara-negara yang mereka tuju antara lain Afrika Timur, Zanjibar, Pantai Gading, Madaghaskar, dan Asia mulai dari India hingga Indonesia.

Tidak semua hadharim yang berhijrah bertujuan mengais rejeki. Namun di antara kelompok ‘muhajirin’ itu juga mempunyai misi dakwah. Penganut tasawwuf banyak melakukan reformasi dalam bidang sosial kemasyarakatan dan sangat berpengaruh dalam merubah corak sosial negara yang baru di tempatinya. Sehingga masyarakat pribumi dengan senang hati memeluk agama Islam dan menyerap ajaran-ajaran Islam.

Mereka merintis suatu kulturisasi peradaban dan kebudayan pribumi dengan peradaban Islami. Namun dengan tetap mengkokohkan ajaran Islam. Ini mendalilkan, ajaran Islam selalu sesuai dengan segala aspek kehidupan, di manapuan dan kapan pun. Hadharim mempunyai tempat yang spesial di mata pribumi. Banyak dari pribumi yang kemudian mengawinkan putri-putrinya dengan hadharim. Sebagian ada yang diangkat sebagai pemuka masyarakat.

Hadharim telah terbukti partisipasinya dalam mengagungan Islam. Mereka juga mampu memberikan jawaban dan tantangan. Hal itu bisa dilihat tatkala Andalus sebagai pusat peradaban Islam justru sedang mengalami kekalahan, hadharim sanggup menyebarkan Islam di beberapa penjuru dunia dalam masa yang relatif singkat.

Kenyataan ini terukir dalam sejarah. Saat pertama kali bangsa Eropa (Inggris, Spanyol dan Portugal) mengirimkan pasukan perang salib dan melebarkan sayap imperialisme ke segala penjuru dunia Islam, dan daerah–daerah yang sulit dijangkau pemerintahan Usmani (Ottoman), hadharim bahu-membahu dengan pribumi melakukan perjuangan perlawanan terhadap imperialisme barat. Meski dengan fasilitas apa adanya. Bantuan pada pribumi bukan saja dalam sektor ekonomi dan budaya, tapi juga di bidang politik militer dan siasat perang.

Penganut tasawwuf yang menghindar dari perpolitikan di Hadramaut, yang merupakan hasil dari pertumpahan darah antar kabilah yang tak berujung, melibatkan diri dalam perpolitikan negeri singgahannya. Sekaligus, menyebarkan Islam juga.

Dalam sejarah Afrika, Hadharim ikut serta dalam perjuangan rakyat melawan penjajah Eropa. Sebelumnya telah terjadi hubungan baik dalam bidang dagang antara Yaman dan Afrika sejak pra Islam. Lalu hubungan ini bertambah baik pasca kedatangan Islam. Bahkan seorang hadhrami pernah menjadi Amir (pemimpin) di sebagian pemerintahan daerah sepanjang pantai Afrika Timur, dari Somalia sampai ke Mozambik. Ini terjadi sebelum datangnya Imperialis Barat ke Afrika. Begitu pula keterlibatan mereka dalam perang melawan kolonial Potugal.

Dalam pemerintaha Omman, mereka juga mempunyai pengaruh yang kongkrit. Hadharim mempunyai pengaruh besar di Madagascar. Bani Alawy berhasil memimipin tampuk pemerintahan di Juzurul Qomar (Comoro).

Kronologi Masuknya Islam ke India dan Asia Tenggara

Mayoritas sejarawan menguatkan pendapat, masuknya Islam ke India dan Asia Tenggara sudah dimulai sejak kurun pertama Hijriyah. Hanya saja, penyebaran Islam tidak bisa langsung seperti menggebyah uyah ke berbagai daerah dalam satu waktu, Namun Islam masuk dalam berbagai tempat yang berbeda dan dalam waktu yang tidak bersamaan.

Tepatnya pada kurun keenam Hijriyah, Islam meluas ke daerah-daerah secara kontinyu hingga kurun kesebelas melalui imigran dari Hadhramaut.

Yaman juga terkenal mempunyai hubungan dagang yang baik  dengan India dan Asia Tenggara semenjak pra Islam. Hubungan itu terus berkembang sampai kehadiran Islam. Hubungan ini tidak sebatas pada bidang dagang, tetapi juga mencakup bidang-bidang kehidupan lain. Para ahli sejarah hampir sepakat tentang masuknya Islam ke India dan Asia Tenggara melalui perantara Hadharim. Di samping juga melalui orang India, Persi, ataupun Indonesia.

Hadharim dikenal dengan sifat-sifat terpuji yang menyebabkan penduduk setempat tertarik dan simpati. Pengaruh positif yang dirasakan itu juga merembet ke medan perpolitikan regional. Mereka datang bukan untuk berperang dan menjajah. Bahkan, para pribumi menganggap mereka sebagai simbol bangsa yang mampu membumikan kemaslahatan dan keinginan pribumi di daerah tersebut.

Faktor-faktor yang memotifasi mereka untuk terjun dalam aktivitas politik pribumi antara lain untuk menyebarkan Islam, perjuangan melawan penjajah, dan motivasi-motivasi lain.

Penyebaran Islam dan Walisongo

Seperti telah disinggung, tidak semua hadharim yang hijrah hanya untuk mencari rejeki. Namun banyak sekali kalangan dai dan ulama yang juga hijrah untuk menyebarkan Islam. Mereka hijrah menuju India, dan disambut baik oleh raja-raja India Muslim. Hal itu dilakukan sebab mereka membutuhkan kehadiran ulama yang dapat dijadikan panutan dalam rangka menopang pemerintahanya dalam menghadapi rakyat yang beragama Hindu. Juga untuk menyebarkan Islam di beberapa wilayah, terutama pada kelompok Mabila.

Para dai tersebut mempunyai posisi penting di mata raja-raja India Muslim. Di antaranya, al-‘Alamah as-Sufi as- Syekh Muhammad bin Umar Bahroq (W 1524 M). Ia disambut oleh Raja Sulthan Mudhaffar bin Mahmud Bahbikroh, yang kemudian berdomisili di Gujarat dalam kurun waktu yang cukup lama. Ia mempunyai kedudukan terhormat dalam kerajaan dan masyarakat, sebagai tumpuan dalam menghadapi pengaruh orang-orang Hindu dan para Brahmana. Karena itu, para musuh berfikir keras untuk melenyapkan dan melakukan tipu muslihatnya dengan cara meracuni hingga ia meninggal dunia.

Demikian juga as-Sayyid Abdullah al-Idrus (W 1632 M) yang hidup pada masa kerajaan Bayjayyur. Pengaruhnya sangat kuat, khususnya pada pribadi Sultan Ibrahim Adil Syah. Otomatis, aliran kebijakan kerajaan yang asalnya Syiah, berubah menjadi Sunni. Selain itu, baju resmi kebesaran kerajaan berganti dengan model Arab, sebagai ganti baju model Persi.

Keluarga yang mempunyai pengaruh paling besar di India dan Asia Tenggara adalah keluarga Abdul Malik bin Alawi (Ammul fagih) bin Muhammad (Shahib Mirbath). Mereka datang dari Hadhramaut ke India pada akhir abad ke-6 Hijriyah. Keturunan Abdul Malik telah mempunyai hubungan baik dengan kerajaan India, para pembesar dan para ulama di sana. Tak heran bila keluarga ini bisa menyebar di segala penjuru India. Keluarga besar ini punya nilai penting bagi masyarakat Muslim India. Keluarga Abdul Malik Juga mendapat julukan Ali Adzamat Khan.

Salah satu cucu Abdul Malik merupakan salah satu dari Wali Songo yang masyhur di Asia Tenggara. Yaitu Ahmad bin Abdullah bin Abdul Malik. Ia mempunyai pengaruh besar pada kerajaan India. Terbukti dengan jabatannya sebagai salah satu menteri di India dalam waktu yang cukup lama. Itu berlangsung sebelum terjadi gejolak politik di India yang menyebabkan putra-putranya mengungsi ke China, Siam (Thailand) dan Kamboja.

Di Kamboja, Jamaludin al-Husein bin Ahmad kawin dengan salah satu puteri Raja Kamboja yang telah masuk Islam bersama ayahnya. Dari perkawinannya lahir Ibrahim al-Ghazi. Dialah yang menjadi panglima perang sekaligus ilmuwan yang memperluas kekuasaanya sampai ke China, Malasyia, dan Sumatra. Ia lalu menikah dengan salah satu putri Raja China, dan mempunyai putra bernama Rahmatullah dan Ishaq. Ishaq inilah yang dikenal di Jawa dengan sebutan Maulana Ishaq (ayahanda Sunan Giri) yang mempunyai kedudukan tinggi di pemerintahan Raja Minak Jinggo, salah satu raja Banyuwangi Jawa Timur.

Maulana Ishaq mengawini salah satu puteri Raja Minak Jinggo yang masuk Islam dan berhasil menyembuhkan penyakit kanker sang puteri. Dari pernikahan ini lahir seorang putra yang diberi nama Ainul Yaqin, seorang dai yang tidak asing lagi. Ia juga dikenal sebagai pejuang dan mempunyai pengaruh yang besar dalam penyebaran agama Islam di Asia Tenggara.

Sedangkan Rahmatullah atau Raden Rahmat yang lebih populer sebagai Sunan Ampel mempunyai hubungan baik dengan pemerintahan Kerajaan Majapahit yang beragama Hindu. Sebuah kerajaan yang sangat berpengaruh di Asia Tenggara. Raden Rahmat mempunyai hubungan dengan salah satu putera raja, yaitu Raden Joyo Waseso yang masuk Islam di tangan Raden Rahmat dan berganti nama Abdul Fatah (Raden Fatah). Ia ikut berperang melawan ayahnya sendiri dan berhasil mengalahkannya serta merebut kekuasaan ayahnya di tahun 792 Hijriyah. Ia lalu mula merintis berdirinya kerajaan Islam pertama kali di Jawa yang terkenal dengan Kerajaan Demak. Dari sini Agama Islam mulai tersebar secara besar-besaran.

Raden Rahmat mempunyai banyak putra, antara lain :

1.
Ja’far Shadiq. Ia salah satu panglima pasukan Raden Fatah yang dikirim langsung untuk menggempur Majapahit.

2.
Ibrahim. Ia salah satu panglima Raden Fatah yang mendapatkan mandat untuk berperang dan mendampingi Raden Fatah.

3.
Zainal Abidin. Ia adalah perdana menteri ke-2 Raden Fatah. Dalam pemerintahan, ia dikenal tegas pada para penyembah berhala. Ali Khairuddin, salah satu ahli sejarah menyebutkan, Maulana Zainal Abidin mengumpulkan patung-patung di Jawa yang telah disembah  hingga mencapai 650 patung, lalu dibuang di laut Madura dan laut Bawean. Ia juga menaklukkan seluruh penyembah berhala di bawah kekuasaanya. Para penyembah berhala dihadapkan pada dua opsi, masuk Islam, atau membayar jizyah (pajak). Sebagian ada yang masuk Islam dan sebagian lagi membayar jizyah dengan konsekuensi pengamanan dari pemerintahan.




Raja-raja Aceh juga keturunan Bani Alawi. Salah satu raja yang paling berpengaruh dalam penyebaran Islam adalah Raja Malik Kamil yang wafat pada tahun 607 H. Kemudian al-Malik as-Shalih yang wafat pada tahun 696 H. Lalu putranya, Sulthan Muhammad az-Dhahir yang wafat pada tahun 726 H. Diteruskan oleh putranya Ahmad yang wafat di tahun 809 H. Dari Ahmad inilah nasab (silsilah keturunan) raja-raja Brunai dan Jaremen Kuno, Baruwak, Salwa, Saibu , Mindanao, dan Kanawa.

Di Philipina, Syarif Khabogsan (Syarif Muhammad bin Ali Zainal Abidin) berpengaruh dalam penyebaran Islam. Ia mendirikan pemerintahan Islam di sana. Ali Zainal Abidin ayah Kabogsan hijrah dari Hadhramaut ke Johor dan menikah dengan puteri Raja Iskandar Syah, Raja Johor yang kemudian mempunyai tiga orang putera. Yang bungsu benama Muhammad bin Ali yang terkenal dengan sebutan Kaboghsan yang berhijrah untuk dakwah, sampai ke daerah Mindanao di Philipina. Kemudian mulailah penyebarkan Islam sekaligus perintisan negara Islam di sana, berikut perlawanan terhadap kolonialisme barat dalam waktu yang cukup lama.

Di Salwa, Syarif Abu Bakar Zainal Abidin yang sampai ke sana tahun  853 H  melakukan pergantian pemerintahan setelah perkawinannya dengan satu-satunya puteri Raja Solo. Beliau lalu menyebarkan Islam di negara tersebut. Para penggantinya dapat meluaskan wilayah kekuasaanya dan melakukan perlawanan dengan kolonialisme Barat pada saat itu.

Ikhtishar

1.
Hadharim punya pengaruh besar dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Hal ini diaktensi dalam seminar yang diselenggarakan di Medan Sumatra Utara, 17-20 Maret 1963. Seminar ini mengangkat tema tentang masuknya Islam ke Indonesia yang dihadiri oleh para pakar sejarah, cendekiawan dan budayawan Indonesia. Mereka memberikan resultasi bahwa Islam masuk ke Indonesia kali pertama dibawa oleh Bani Alawi dari Hadhramaut yang bermazhab Syafii.

2.
Penyebaran Islam di Indonesia dilakukan dengan berbagai metode. Di antaranya dakwah pada masyarakat secara langsung, lewat politik, dan lain-lain.

3.
Bidang politik bertujuan untuk mem-back up dakwah dan melindungi segala aktivitas dakwah dan para dai dari chaos dan ketidakadilan. Hingga dapat meluaskan lapangan dakwahnya. Karena, rakyat biasanya selalu mengikuti agama rajanya.
4.
Mereka yang biasanya mendapatkan jabatan politik atau militer menjadi mediator para ulama dan dai yang melakukan dakwah pada elit pemerintahan dengan hikmah dan kebajikan. Mereka punya sifat mulia yang membuat para pembesar pemerintahan menaruh kepercayaan yang besar

4. Perlawanan Terhadap Kolonial Eropa

Karena perang yang terjadi antara kaum muslimin dan bangsa Eropa terlalu lama, seperti halnya yang terjadi di kepulauan Ibriya dan Eropa Timur, mulailah bangsa Portugis dan Spanyol mengeluarkan daya upayanya untuk segera menaklukan kaum muslimin. Termasuk menguasai sumber-sumber kekayaan dan potensi alam dalam peperangan.

Perlawanan fisik, ekonomi, atau agama dimulai dengan merusak jalur dagang kaum muslimin antara barat dan timur. Juga dengan menguasai jalan-jalan penyambung dunia dan sumber-sumber kekayaan di bagian timur. Menurut mereka, itulah cara yang dapat mengalahkan Islam dan penganutnya.

Tetapi ketika Portugis sampai ke daerah timur, ternyata bangsa Arab telah sampai lebih dulu. Apalagi banyak bermunculan kerajaan-kerajaan Islam. Hal ini membuat orang Portugis geram dan mengacaukan proyek mereka yang ingin menguasai kekayaan daerah-daerah timur.

Mereka lalu berusaha menghilangkan pengaruh orang Arab dan Islam dari daerah tersebut. Jenderal Portugis De Elbokareik, dalam pidato di depan tentaranya mengatakan, “hanya dengan menjauhkan kaum muslimin dari perdagangan rempah-rempah, bangsa Portugal bisa melemahkan kekuatan Islam. Dan untuk melaksanakan khidmat kepada Tuhan, kita harus mengusir bangsa Mur (Arab) dan mematikan api agama Muhammad. Jika berhasil, niscaya api tersebut tidak akan tersebar selamanya”.

Mulailah Hadharim bahu-membahu dengan sesama muslim dengan determinasi tinggi berjuang melawan kolonialisme yang tamak pada kekayaan Indonesia. Hadharim memulai menceburkan diri dalam peperangan melawan bangsa Portugis dan sekutu-sekutunya, para raja Hindu. Di antara pahlawan yang sangat bersaja adalah Hidayatullah bin Abdullah bin Ali (Nuruddin) dari keluarga Abdul Malik al-Alawi yang sebelumnya berhasil mengusir Portugis dari tanah kelahiranya, Kamboja. Setelah itu ia menetap di kerajaan Islam Demak. Pada tahun 1526 Sultan Trenggono bin Sultan Abdul Fattah Demak memilih Hidayatullah sebagai panglima pasukan tempurnya yang dipersiapkan untuk menyerang kerajaan Hindu Pajajaran di Jawa Barat. Kerajaan ini telah menyepakati kerjasama dengan pemerintahan Portugis melawan Islam.

Pasukan yang dipimpin Hidayatullah berhasil memenangkan pertempuran. Kota Sunda Kelapa dapat dikuasai dan dirubah namanya menjadi Jaya Karta. Saat ini Jaya Karta menjadi Ibukota Negara Indonesia dengan nama Jakarta. Kemudian pasukan Portugis yang dipimpin Jendral Henrik Reem datang, sehingga terjadi pertempuran sengit antara pasukan Hidayatullah dan Portugis. Secara gemilang, peperangan itu berhasil dimenangkan pasukan Hidayatullah. Ia lalu dijuluki Fatahillah. Sedang orang-orang Portugal menyebutnya Faletehan.

Perjuangan Hidayatulah melawan Portugis dan para penyembah berhala ini berlangsung terus menerus hingga tahun 959 H atau 1525 M. Ia mengundurkan diri dari pemerintahan untuk berdakwah. Ia lalu memberikan tampuk pemerintahan kerajaan Banten kepada puteranya untuk meneruskan perjuangan melawan Portugis. Juga Belanda pada tahun 1833. Sampai akhirnya, kerajaan Banten menyerah pada pemerintahan Belanda di Surabaya.

Di Philipina, perjuangan melawan penjajah Spanyol juga dipimpin oleh keluarga besar Syarif Abu Bakar bin Zainal Abidin. Peperangan ini berlangsung sampai tiga abad lamanya.

Di Palembang, perjuangan melawan penjajah Belanda dilakukan Sultan Badruddin yang terkenal agamis dan pemberani dalam membela Islam. Tetapi setelah jatuhnya ibukota Palembang ke tangan Belanda, penjajah mengasingkan Sultan Badruddin dan perdana menterinya, Umar bin Abdullah as-Segaf, ke pulau Ternate pada tahun 1821 M.

Termasuk Hadharim yang melakukan perjuangan ketika awal kedatangan penjajah Belanda adalah Amir al-Wahab bin Sulaiman bin Abdurrahman bin Muhammad bin Umar Basyaiban al-Alawi. Kakeknya, Abdurrahman, datang dari Qasam Hadhramaut menuju Cirebon dan kawin dengan puteri Raja Cirebon. Dari perkawinannya itu, ia mempunyai dua putera, Abdurrahim dan Sulaiman. Salah satu putera Sulaiman adalah Hasan yang terkenal dengan sebutan Pangeran Agung bin Sulaiman yang terkenal sebagai pejuang melawan pendudukan Belanda.

Abdurrahman bin Husain al-Qadri al-Alawi adalah nama lain yang turut terjun berperang melawan Angkatan Laut Belanda dan Inggris. Ia berhasil mendirikan kerajaan Pontianak. Berkat kegigihannya, perserikatan Hindia Timur Belanda mengakuinya sebagai Raja Pontianak.

Di India, perjuangan melawan penjajah Eropa ini juga dilakukan oleh kelompok Mabela dengan keberanian tinggi. Sulthan Ghalib bin Awadh al-Quaiti mengatakan, “ingatkah kalian dengan celaan Portugis, Belanda, Perancis, dan Inggris. Pemerintahan mereka sangat tertekan dengan perlawanan sengit kelompok  ini.”

Gerakan kelompok militan ini mendapat dukungan dari beberapa Ulama yang dikenal dengan gelar Tanggul yang berarti sayyid. Yang dimaksud adalah para sayyid keturunan Bani Alawi dari Hadhramaut. Mengenai keberanian kelompok Mabela, seperti disebutkan sumber dari Belanda dan Perancis pada masa itu, “mereka kelompok yang berani sekali dalam membela Islam. Mereka tidak pernah menyerah sama sekali dan lebih berani mati dalam perjuangan membela negerinya.” Apalagi siasat mereka dalam berperang dan keorganisasiannya mirip dengan Suku Moro Philipina.

Etnis Arab Hadhramaut terus bertambah perkembangannya di India pada masa-masa setelah itu sebagai tentara di berbagai negara kecil di al-Marotsa yang telah memeluk Islam selama kurang lebih 40 tahun. Tentara inilah yang berjuang melawan pendudukan Inggris di India yang berjumlah sampai 6000 tentara.

Hadharim di sana tidak hanya menjadi tentara ekstra bagi India, namun memegang kendali dan sebagiannya menjadi panglima perang. Hal ini bisa diketahui dari cerita kolonel Inggris dalam memorinya ketika berperang melawan Hadharim di peperangan yang terjadi antara tentara al-Marotsa dan tentara Inggris, bahwa kalangan elit tentara Inggris menaruh segan terhadap tentara Basyafa’ dan raja-raja. Hal itu karena banyaknya tentara Hadharim di sana. Lebih-lebih orang Arab ini terkenal dengan kemampuanya bertahan dan memukul mundur musuh. Suatu hal yang diakui oleh tentara-tentara Inggris.

Reinald Borton mengatakan, “tidak ada tentara di dunia ini yang seberani dan sesolid tentara Arab. Walaupun mereka tidak mempunyai kemampuan banyak dalam taktik peperangan, tetapi pada setiap jiwa mereka ada keyakinan tinggi yang tidak akan hilang selagi mereka masih hidup.”

Tentara Inggris berperang melawan tentara al-Marotsa selama tiga kali. Dan semuanya memaksa mereka menuai kerugian besar. Pertama pada tahun 1775-1782. Kedua pada tahun 1802-1805. Di tahun ini tentara Inggris dapat mengalahkan tentara al-Marotsa di bawah komando Sandiya dan Baransala.

Namun Basyayfa’ Raji Rawa kedua yang menyatukan seluruh tentara al-Marotsa mencoba melakukan perlawanan kembali dan ingin mengembalikan kemerdekaan negerinya. Ia mulai menyalakan api peperangan ketiga. Namun tentara Inggris lambat laun bisa mengalahkan mereka dan mampu menguasai tentara Basyayfa pada tahun 1818. Ini ditandai dengan penyerahan diri panglima Basyaifa.

Pada tahun-tahun berikutnya terjadi kekosongan kepemimpinan (vacum of power) di pusat komando pasukan al-Marotsa yang berakibat terkotak-kotaknya pasukan tersebut. Hadharim banyak yang mengungsi ke Haidar Abad. Sebagian ada yang dipaksa pulang oleh pemerintahan Ingggris ke Hadhramaut. Salah satu pemuka masyarakat yang ikut bergabung di Haidar Abad adalah Umar bin Awadh al-Quaiti.

Ikhtishar

1.
Hadharim mampu mencapai kedudukan tinggi, baik di dalam militer ataupun pemerintahan. Terbukti, salah satu dari mereka ada yang menjadi panglima perang atau raja yang nota bene mampu melakukan perlawanan terhadap kolonialisme Eropa
2.
Keberadaan hadharim di perpolitikan, tentara, atau sosial mampu mempersulit kolonialisme dalam menguasai Islam dan pengikutnya. Terlebih kaum kolonialis itu berhasil menggandeng kerajaan Hindu dan Budha untuk bekerjasama. Mayoritas orang Arab, sebagai pemuka masyarakat, mengobarkan sifat perjuangan itu pada kaum pribumi.
3.
Perjuangan Hadharim melawan kolonialisme Belanda atau Inggris menjadikan suatu ketakutan tersendiri bagi mereka pada Arab dan Hadharim. Hal itu membuahkan hasil perubahan politik kolonialisme dalam berhubungan dengan Arab atau hadharim di India dan Asia Tenggara.









TASK ARCHIVES
SEJARAH PERADABAN ISLAM


0 Comments:

Post a Comment