TRADISI ZIARAH KUBUR



TRADISI ZIARAH KUBUR
Kumpulan Artikel






Pada masa awal Islam, rasulullah SAW memang melarang umat Islam untuk melakukan ziarah kubur. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga aqidah umat Islam. Rasulullah SAW hawatir kalau ziarah kubur diperbolehkan, umat Islam akan menjadi penyembah kuburan. Seteleh akidah umat Islam kuat dan tidak ada kekhawatian untuk berbuat syirik, Rasulullah SAW membolehkan pra sahabatnya untuk melakukan ziarah kubur. Karena ziarah kubur dapat membantu umat Islam untuk mengingat saat kematiaanya.

Buraidah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Saya pernah melarang kamu berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad tetah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang, berziarahlah! Karena perbuatan itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat.” (HR. At-Tirmidzi)

Dengan adanya hadits ini maka ziarah kubur itu hukumnya baoleh bagi laki-laki dan perempuan. Namun demikian bagaimana dengan hadits Nabi SAW yang secara tegas menyatakan larangan perempuan berziarah kubur?

Abu Hurairah meriwayatkan Rasulullah SAW melaknat wanita yang berziarah kubur. (HR Ahmad bin Hanbal)

Menyikapi hadits ini ulama menyatakan bahwa larangan itu telah dicabut menjadi sebuah kebolehan berziarah baik laki-laki maupun perempuan. Dalam kitab Sunan at-Tirmidzi disebutkan:

Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa hadits itu diucapkan sebelum Nabi SAW membolehkan untuk melakukan ziarah kubur. Setelah Rasulullah SAW membolehkannya, laki-laki dan perempuan tercakup dalam kebolehan itu. (Sunan At-TIrmidzi, [976]

Ibnu Hajar Al-Haitami pernah ditanya tentang ziarah ke amakam para wali, beliau mengatakan:

Beliau ditanya tentang berziarah ke makam para wali pada waktu tertentu dengan melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab, berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan. Demikian pula dengan perjalanan ke makam mereka. (Al-Fatawi al-Kubra al-Fiqhiyah, juz II, hal 24).

Ketika berziarah seseorang dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an atau lainya. Ma’qil bin Yasar meriwayatkan Rasul SAW bersabda: Bacalah surat Yasin pada orang-orang mati di antara kamu. (HR Abu Daud)

Maka, Ziarah kubur itu memang dianjurkan dalam agama Islam bagi laki-laki dan perempuan, sebab didalamnya terkandung manfaat yang sangat besar. Baik bagi orang yang telah meninggal dunia berupa hadia pahala bacaan Al-Qur’an, atau pun bagi orang yang berziarah itu sendiri, yakni mengingatkan manusia akan kematian yang pasti akan menjemputnya.

Catatan KH. Muhyiddin Abdusshomad, Ketua PCNU Jember, Jawa Timur

Memang, jika membaca sejarah, tradisi ziarah telah menjadi salah satu bentuk ungkapan agama rakyat (popular religion). Ini bukan monopoli agama tertentu (baca: Islam). Pemeluk Buddha, misalnya, kerap berziarah ke tempat kelahiran Siddharta di Kapilavastu, tempat Siddharta mencapai pencerahan rohani di Bodh Gaya, tempat Siddharta pertama kali menyampaikan ajaran di Benares, dan tempat Siddharta mencapai parinirwana di Kusinagara.

Demikian pula umat Katholik. Ziarah umumnya mereka lakukan dengan mengunjungi tempat-tempat suci, seperti kelahiran Yesus di Nazaret, Taman Getzemani, Bukit Golgota, Basilika Santo Petrus, Lourdes, Taize, Gua Maria (di Pohsarang, Kediri, dan Sendangsono). Ziarah juga dilakukan ke Ise bagi umat Shinto di Jepang, ke Haika bagi umat Bahai, dan ke Sungai Gangga bagi umat Hindu. Bahkan, para penganut komunis yang mengaku atheis, juga melakukan ziarah ke Musoleum Lenin di Moskow.

Dalam konteks ini, ziarah mengandung dua makna. Makna pertama dan yang fundamental adalah “berkunjung ke makam seseorang yang telah meninggal”. Sedangkan makna lain menunjuk pada “kunjungan ke masjid-masjid atau tempat-tempat suci”. Tempat-tempat suci itu biasanya dikaitkan dengan petilasan para wali atau orang-orang yang dianggap suci.

Pelaku ziarah menganggap ini adalah upaya mengambil manfaat dari kekuatan dan kemuliaan rohani orang-orang yang dianggap dekat dengan Allah. Meski praktik ini mendapat kritik keras dari sebagian Muslim, namun pelaku ziarah seolah tidak ambil pusing. Sebabnya barangkali karena pemikir Islam yang membela praktik ziarah tidak sedikit. Al-Ghazali, misalnya, berpendapat bahwa ziarah dapat mengantarkan seseorang untuk memiliki sikap penyerahan diri. Ibn Al-Arabi, yang berjuluk Syaikh al-Akbar dalam tradisi sufi, juga sangat gemar berkhalwat di makam-makam demi laku spiritual.

Karena itu, melenyapkan praktik ziarah tidak semudah membalik telapak tangan. Bagi sebagian Muslim Indonesia, ziarah bahkan menjadi bagian integral dari amaliah rohani yang berkaitan dengan kepercayaan terhadap barakah dan karamah. Bahkan, dibanding umat Islam di negara lain, Muslim Indonesia memiliki tempat-tempat keramat paling banyak, dengan beragam tradisi yang acapkali tidak diketahui dari mana sumber rujukannya.

Meluasnya pengaruh globalisasi yang ditandai dengan kemajuan sains dan teknologi, ternyata tidak menyurutkan tradisi ziarah. Jumlah pelaku ziarah di era serba digital ini tidak berkurang, tetapi justru meningkat. Terlebih, setelah muncul usaha-usaha komersil dalam bidang pelayanan transportasi dan akomodasi. Bermunculanlah makam-makam keramat baru yang dijadikan obyek ziarah.

Fenomena ini tentu sangat memprihatinkan. Ziarah memang tidak dilarang, bahkan dianjurkan. Tetapi ketika tradisi ziarah sudah berubah menjadi praktik pemujaan terhadap makam-makam, tentu ini tidak boleh dibiarkan. Jika sampai umat Islam ini terjerumus dalam praktik keagamaan menyimpang yang berbau syirik, dosanya tidak akan diampuni oleh Allah. Kita tentu tidak ingin umat Islam mengalami nasib demikian.

Karenanya, dengan segenap daya, kita harus memurnikan tauhid, tanpa campuran sinkretisme. Pesan Islam jangan sampai ternoda oleh pengaruh-pengaruh heterogen dari luar. Masih banyak sarana bisa kita pakai untuk mendekatkan diri kepada Allah. Bukankah sebagai manusia yang mengaku beriman, kita tidak meragukan sifat rahman dan rahim Allah yang dilimpahkan bagi setiap hamba-Nya yang berkenan meminta melalui doa-doa.

Mari menumpahkan keluh kesah hanya kepada Allah, tanpa melalui makam-makam keramat, punden-punden, dan pedanyangan di desa-desa yang itu justru akan menyebabkan akidah kita rusak.

M. Husnaini, Pendidik di PP Al-Basyir Takerharjo Solokuro Lamongan


Tradisi Ziarah Nabi Hud AS

Di masa Syekh Abdullah Ba ‘Abbad abad 7 H, ziarah Hud setiap tahunnya diadakan setelah selesai panen kurma. Rombongan beliau pimpin langsung. Kemudian pada masa Sayyid Syekh Abu Bakar bin Salim Al Alawi (w 992 H) musim ziarah Hud ditradisikan setiap tahunnya pada bulan Sya’ban.

Waktu Ziarah Hud ‘alaihis salam merupakan hari libur tahunan selama 8 hari bagi para pekerja dan petani. Biasanya, jauh-jauh hari, sebelum datangnya waktu ziarah, mulai Jumadil Tsani banyak hal yang dilakukan untuk persiapan berangkat ziarah. Di antaranya, mengutus para motivator ke masjid-masjid, menjelaskan pemberangkatan ziarah dan mengulas tentang sejarah Nabi Hud ‘alaihis salam. Hal ini dilakukan untuk memberi motivasi pada masyarakat umum tentang pentingnya ziarah.

Tahwidah adalah lantunan pada waktu membaca syair-syair yang memberi motivasi untuk berziarah Hud AS. Biasanya dilakukan setelah acara maulid pada hari Rabu akhir bulan Rajab.

Setelah selesai, jama’ah membentuk barisan. Setiap baris terdiri dari 20 hingga 50 orang, dipimpin oleh seorang nassyad (pemimpin pelantun suara). Mereka melantunkan syair-syair mengikuti bacaan nassyad, seperti kalimat ‘ya Hud ya Nabiullah.’ Beberapa hari sebelum ziarah, para pekerja, khususnya keluarga Ba ‘Abbad, berangkat terlebih dahulu ke tempat ziarah, untuk memperbaiki tempat yang rusak, seperti masjid, rumah dan jalanan.

Tanggal 27 Rajab, peziarah diklasifikasikan dalam beberapa rombongan. Setiap rombongan memiliki ketua. Tugas ketua antara lain menertibkan dan membagi tugas pada setiap anggota rombongan.

Setelah semuanya siap, mereka berangkat ke lokasi Makam Nabi Hud ‘alaihis salam. Masyarakat Seiyun, Shibam dan kawasan barat Shibam berangkat pada tanggal 4 atau 5 Sya’ban. Sedangkan penduduk Tarim dan kawasan timur Tarim berangkat pada tanggal 7 atau 9 Sya’ban.

Sebelum berangkat, masing-masing peziarah mengadakan kesepakatan dengan pemilik unta, tentang ongkos sewa pulang pergi. Namun sebelumnya, unta dibawa ke tempat lapangan penawaran ongkos tunggang yang letaknya di Tarim. Unta-unta, oleh pemiliknya dilatih untuk mampu lari kekencang-kencangnya. Masing-masing unta yang akan ditunggangi, pelananya dihias dengan seni dan hiasan yang berbeda satu sama lainnya. Kemudian peziarah berangkat secara berkelompok. Setiap kelompok memiliki penjaga yang dipilih dari sukunya masing-masing. Rombongan tidak boleh berjalan kecuali dengan penjaganya.

Di tengah perjalanan menuju makam Nabi Hud, banyak hal-hal yang dilakukan para peziarah. Di antaranya ziarah ke makam-makam yang ada di sepanjang perjalanan. Mereka mengumandangkan syair-syair yang mengandung makna tawasul kepada para arwah. Juga ketika rombongan melewati kota dan desa, peziarah menyuarakan julukannya. Mengingat setiap tempat kota dan desa di Hadhramaut ada julukannya masing-masing.

Di Syi’ib Hud (lembah kecil Hud), dibangun tempat-tempat sesuai kebutuhan peziarah selama di sana, berupa rumah, masjid dan pasar. Setiap kabilah memiliki tempat tinggal masing-masing yang dibangun seizin keluarga besar Ba ‘Abbad. Sebelum ziarah ke makam Nabi Hud ‘alaihis salam, semua peziarah mandi di sungai, dipimpin oleh ketua sukunya (Munshib, Habib atau Syekh). Setelah mandi, peziarah berebutan ke sisi ketuanya, untuk minum air sungai yang diambil dengan tangan ketua. Setelah mandi dan minum, mereka melaksanakan shalat sunnah wudlu’ dua rakaat di Hashah Umar, yaitu tempat di pinggir sungai yang biasa ditempati shalat oleh para peziarah sehabis mandi di sungai.

Setelah shalat sunnah wudlu’, mulailah mereka beriringan menuju makam Nabi Hud ‘alaihis salam. Di tempat antara makam Nabi Hud ‘alaihis salam dan sungai, mereka berhenti sejenak di sumur Taslimah. Dengan dipimpin munshib, peziarah mengumandangkan salam kepada arwah Rasul dan Nabi serta salam kepada para Malaikat. Setelah selesai, peziarah melanjutkan perjalanannya ke makam Hud ‘alaihis salam. Sesampai di sana, dalam posisi berdiri di depan makam Nabi Hud, mereka mengumandangkan salam kepada para arwah Rasul, arwah Nabi dan Malaikat. Kemudian peziarah duduk membaca surat Hud dan ditutup dengan membaca Surat al-Fatihah. Setelah selesai, semuanya turun ke tempat naqah, yaitu tempat yang terletak di bawah makam nabi Hud. Mereka membaca maulid (sejarah kelahiran dan kehidupan Nabi Muhammad SAW) dan mendengarkan mau’idzah hasanah. Setelah itu, ritual ziarah selesai dan ditutup dengan membaca Surat al-Fatihah.

Ziarah Hud dilakukan selama empat hari. Setiap harinya, dua kali pagi dan sore, dengan cara yang sama seperti di atas. Hari ke empat tanggal 11 Sya’ban adalah hari penutup (waqfah). Ziarah penutup khusus dipimpin oleh munsib (ketua Kabilah) dari keluarga Syekh Abu Bakar bin Salim.

Di sela-sela ziarah, malam harinya, peziarah menampilkan pertunjukannya. Merka juga saling bersilaturrahim satu sama lainnya.
Setelah aktifitas ziarah selesai, para peziarah bergegas pulang ke daerahnya masing dengan tertib. Dimulai dari rombongan Keluarga Alawi, Keluarga Seiyun dan daerah barat Seiyun. Mereka berangkat pulang setelah shalat Ashar tanggal 11 Sya’ban. Sedangkan penduduk Tarim pulang esok harinya pada tanggal 12 Sya’ban. Keluarga bin Syihab dan Syeh Abu Bakar bin Salim pulang tanggal 15 Sya’ban, karena tanggal 14 Sya’ban (malam nisfu sya’ban) mereka membaca doa Sya’ban di makam Nabi Hud ‘alaihis salam.

Saat pulang, para peziarah biasanya membawa oleh-oleh untuk keluarga dan tetangganya. Ada yang membagikan sisa bekal, ada pula yang membeli oleh-oleh di tengah perjalanan. Juga tak lupa, oleh-oleh untuk anak kecil yang berupa mainan bangunan, unta, himar (keledai, red) dan baghal (peranakan himar dan keledai, red) yang terbuat dari tembikar.


Ziarah ke makam Walisongo menjelang datangnya bulan Ramadhan ini sudah menjadi tradisi kami sejak muda. Dengan jumlah jamaah yang kecil ziarah kami lebih khusyuk. Tidak terburu-buru, katanya.

Dari Sunan Ampel akan melanjutkan ke Kota Gresik yaitu ke makam Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Giri. Selajutnya bergerak ke utara ke Sunan Drajat di Lamongan dan Sunan Bonang di Tuban. Dari wilayah Jawa Timur akan diteruskan ke Sunan Muria, Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus, ketiganya di Jawa Tengah. Terakhir ke Sunan Gunung Jati di Cirebon, Jawa Barat.

Biasanya akan ditambah ke makam Gus Dur di Jombang, Syekh Jumadil Qubro di Mojokerto, KH Abdul Hamid di Pasuruan, Syekh Kholil di Bangkalan.

Bagi Kiai Rifai dari Desa Pagerwojo, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, ziarah ke makam Walisongo merupakan tradisi yang baik untuk lebih memantapkan ibadah puasa Ramadhan sebagai perjuangan melawan hawa nafsu. Dengan berziarah dan berdoa di makam Walisongo, kita jadi ingat bahwa kita akan mati. Sebagai wujud terima kasih atas perjuangan mereka yang menyiarkan Islam di Jawa. Kalau tak ada perjuangan mereka, mungkin kita tidak menjadi muslim, katanya. Dia memimpin rombongan dua bus atau sekitar 80 orang.

Bagi Nur Latifah, asal Dukuh Kupang, Kota Surabaya, kelompok khatimil quran mereka sering berziarah ke makam Walisongo. Ziarah secara khusus di bulan Syaban ini disertai harapan agar nanti pada bulan suci Ramadhan bisa khusyu menjalani ibadah puasa dan lainnya. Intinya kami pada Ramadhan ingin fokus melaksanakan ibadah puasa, katanya.

Tarwiyah, peziarah asal Krian, Kabupaten Sidoarjo menuturkan, selain bulan Syaban biasanya dirinya bersama keolompok pengajiannya juga tiap Maulid Nabi pasti ikut berziarah ke makam Malik Ibrahim. Ini sudah tradisi berzi arah bertepatan dengan Maulid NabiMuhammad SAW. Ya saya ikut mengaji semaan Al Quran juga haul Syekh Maulana Malik Ibrahim, tutur Tarwiyah.

Harus antre Pengurus Kompleks Makam Wisata Ziarah Syekh Maulana Malik Ibrahim, Salim menjelaskan, rata-rata pengunjung berkelompok mencapai 100 bus per hari. Jika satu bis isi 50 orang rata-rata di bulan Syaban ada 5.000 pengunjung yang datang. Itu belum termasuk yang datang dengan kendaraan pribadi atau angkutan umum, tuturnya.

Pada tahun 2010 jumlah pengunjung mencapai 1.365.000 pengunjung lokal dan 400.000 pengunjung manca negara. Angka itu naik sekitar 15 persen dari tahun sebelumnya, katanya.

Dia menuturkan, pengunjung wisata ziarah makam akan ramai pada bulan Muharam, Rabiul Awal, dan Sa'ban kalender Hijriyah. Tetapi pada bulan puasa justru agak sepi. Kalau pun ada kebanyakan peziarah lokal, tuturnya.

Meningkatnya jumlah peziarah menjelang Ramadhan, membuat daerah sekitar makam Walisongo hidup selama 24 jam. Karena peziarah itu datAng dan perginya tidak m engenal batasan waktu. Keramaian pengunjung di Makam Maulana Malik Ibrahim terlihat dari terminal parkir di Jalan Pahlawan yang penuh dan pengunjung yang datang pergi bergantian di kompleks makam. Hal yang sama terlihat di kompleks wisata ziarah makam Sun an Giri di Sekarkurung.

Petugas di kompleks makam Sunan Giri, Chandra menuturkan pada Senin petang ada 65 bus rombongan dari Situbondo. Sebelumnya saat Nisfu Syaban hari Minggu lalu, sini penuh pengunjung. Pelawak dan pembawa acara televise Tukul Arwana pun harus antre masuk ke makam Sunan Giri, tuturnya.

Momentum tersebut merupakan berkah bagi tukang ojek dan kusir dokar di terminal wisata ziarah makam Sunan Giri. Hanya tukang ojek yang mengenakan rompi paguyuban ojek Sunan Giri dan dokar yang ada tuli san dokar wisata Sunan Giri yang bisa menarik penumpang. Tarif ojek Rp 2.000 per orang sekali jalan, satu sepeda motor diisi dua orang penumpang. Tarif dokar (kereta kuda) Rp 3.000 sekali jalan. Satu dokar diisi lima orang.

Ziarah kubur adalah sesuatu y ang juga dikerjakan Rasulullah. Tujuannya bukan untuk meminta sesuatu kepada ahli kubur melainkan untuk mendoakan mereka. Merefleksi diri perjuangan mereka. Merefleksi diri bahwa kita juga akan mati. Ini tradisi yang baik. Dan menurut Hadits riawayat Musl im, menciptakan tradisi yang baik itu mendapat pahala, kata Ny Hastuti, seorang guru agama di Surabaya


Tradisi Ziarah Kubur Pasca Idul Fithri
Makam Loang Baloq Lombok

Hari raya ‘Idul Fithri adalah hari yang selalu dinanti-nanti kaum muslimin. Tak ada satu pun di antara kaum muslimin yang ingin kehilangan moment berharga tersebut. Apalagi di negeri kita, selain memeriahkan Idul Fithri atau lebaran, tidak sedikit pula yang berangkat mudik ke kampung halaman. Di antara alasan mudik adalah untuk mengunjungi kerabat dan saling bersilaturahmi. Dan yang sudah menjadi tradisi kita yang sudah menjadi budaya di masyarakat kita adalah tradisi Sungkeman alias salam-salaman dan bermaaf-maafan, yaitu mengunjungi dari rumah-kerumah tetangga dan sanak keluarga yang berada ditempat yang jauh dari kampung halaman.

Perlu kita ingat bahwa nenek moyang kita dahulu di indonesia pada awal datangnya Islam ke Bumi pertiwi ini masih memiliki akar budaya yang sangat kuat sehingga pada waktu penyebaran Islam yang dilakukan oleh Wali Songo memberikan dakwahnya dengan akulturasi budaya setempat dengan nilai-nilai syari`at Islam, sehingga Islam mudah menyebar diseluruh penjuru tanah air khususnya di tanah jawa, begitupula dengan tradisi sungkeman ke orang-orang yang masih hidup dan yang telah meninggal dunia.

Sehingga sampai sekarang budaya tersebut sudah menjadi tradisi dan mengakar pada masyarakat Indonesia, dengan menjadikan moment Hari raya ‘Idul Fithri untuk berziarah ke makam-makam keluarga dan ke makam-makam para Tuan guru-tuan guru (Ulama/Kiyai) yang telah berjasa didalam menyebarkan Islam di tanah Nusantara, Namun disini perlu kita kritisi bagaimana Hukum mengkhususkan zaiarah makam pada hari-hari tertentu yang mana para Ulama Salaf atau yang mengkultuskan dirinya dengan nama Salafy atau Wahaby yang tidak membolehkan mengkhususkan Ziarah kubur/makam pada hari-hari tertentu karena dengan alasan : karena tidak ada dasar ataupun dalil dalam agama yang menuntun ziarah kubur pada hari-hari tertentu.

Itulah pendapat salah satu dari kelompok islamis, akan tetapi lain dengan pendapat pendapat mayoritas ulama` yang ada di Indonesia yang masih mempertahankan nilai-nilai budaya. tentunya kedua-duanya tidak ada yang salah karena pada dasaranya ziarah kubur/makam itu diperboleh oleh Rasululloh SAW didalam salah satu haditsnya : "Sekarang Ziarah Kuburlah karena itu akan lebih mengingatkan kalaian pada kematian".

Sebagai muslim Indonesia yang masih mempertahankan tradisi-tradisi nenek moyang, tentunya ingin menjalankan Syari`at Islam dengan kaffah (Lengkap) dengan berdasarkan dalil-dalil agama tanpa harus merusak nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Maka untuk menjalankan syari`at islam tanpa harus meninggalkan tradisi  sebenarnya bisa kita lakukan dengan mengambil nilai-nilai positifnya, Oleh karena itu disini penulis lebih setuju dengan tradisi kita yaitu ziarah kubur disaat momen idhul fitri dengan syarat :
1. Tidak Tawasshul di kuburan
2. Mentaati adab-adab ziarah kubur
3. Dan tidak melanggar syari`at islam


Sejarawan Mansjur Suryanegara mengungkapkan, tradisi berziarah di Indonesia kemudian meluas hingga menjadi ziarah ke kampung halaman saat Hari Raya Idul Fitri. Itulah cikal bakal dari tradisi mudik yang kita kenal saat ini.

Mansjur mengatakan, tradisi ziarah di Indonesia telah ada sejak sebelum jaman penjajahan. Seiring perkembangan jaman, tradisi ziarah atau mudik kemudian semakin mudah dilakukan masyarakat saat ini dengan dukungan sarana transportasi.

“Dari dulu tradisi itu sudah ada. Hanya, kuantitasnya tentu berbeda, karena jumlah penduduk pun tidak sebanyak sekarang. Alat transportasinya pun hanya delman. Kalau sekarang kan mobil. Jadi menjadi budaya, orang lalu semua ramai-ramai pergi ke kampungnya lagi, karena menghubungkan silaturahmi yang hidup dan silaturahmi yang sudah pergi (meninggal),” ujar Mansjur Suryanegara.

Mansjur menambahkan bahwa filosofi ziarah berasal dari keterikatan manusia secara batiniah kepada kedua orangtuanya sejak masih berada dalam kandungan. Keterikatan tersebut terus terjalin hingga salah satu di antara anggota keluarga tersebut meninggal dunia. Oleh karena itulah, ziarah akan terus ada hingga akhir jaman. Selain dianjurkan oleh agama, ziarah juga dapat mempererat tali silaturahmi atau kekeluargaan.



TRADISI ZIARAH MAKAM LELUHUR PADA MASYARAKAT JAWA

Bagi masyarakat Jawa makam merupakan tempat yang dianggap suci dan pantas dihormati. Makam sebagai tempat peristirahatan bagi arwah nenek moyang dan keluarga yang telah meninggal. Keberadaan makam dari tokoh tertentu menimbulkan daya tarik bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas ziarah dengan berbagai motivasi. Kunjungan ke makam pada dasarnya merupakan tradisi agama Hindu yang pada masa lampau berupa pemujaan terhadap roh leluhur. Candi pada awalnya adalah tempat abu jenazah raja raja masa lampau dan para generasi penerus mengadakan pemujaan di tempat itu. Makam, terutama makam tokoh sejarah, tokoh mitos, atau tokoh agama, juga merupakan tujuan wisata rohani yang banyak dikunjungi wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri.

Ziarah makam merupakan satu dari sekian tradisi yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Jawa. Berbagai maksud dan tujuan maupun motivasi selalu menyertai aktivitas ziarah. Ziarah kubur yang dilakukan oleh orang Jawa ke makam yang dianggap keramat sebenarnya akibat pengaruh masa Jawa-Hindu. Pada masa itu, kedudukan raja masih dianggap sebagai titising dewa sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan seorang raja masih dianggap keramat termasuk makam, petilasan, maupun benda-benda peninggalan lainnya.
Kepercayaan masyarakat pada masa Jawa-Hindu masih terbawa hingga saat ini. Banyak orang beranggapan bahwa dengan berziarah ke makam leluhur atau tokoh – tokoh magis tertentu dapat menimbulkan pengaruh tertentu. Kisah keunggulan atau keistimewaan tokoh yang dimakamkan merupakan daya tarik bagi masyarakat untuk mewujudkan keinginannya. Misalnya dengan mengunjungi atau berziarah ke makam tokoh yang berpangkat tinggi, maka akan mendapatkan berkah berupa pangkat yang tinggi pula.
Bagi masyarakat Jawa, ziarah secara umum dilakukan pada pertengahan sampai akhir bulan Ruwah menjelang Ramadhan. Pada saat itu masyarakat biasanya secara bersama-sama satu dusun atau satu desa maupun perorangan dengan keluarga terdekat melakukan tradisi ziarah ke makam leluhur. Kegiatan ziarah ini secara umum disebut nyadran. Kata nyadran berarti slametan (sesaji) ing papan kang kramat.

Selamatan (memberi sesaji) di tempat yang angker /keramat.

Kata nyadran juga memiliki pengertian lain yaitu slametan ing sasi Ruwah nylameti para leluwur (kang lumrah ana ing kuburan utawa papan sing kramat ngiras reresik tuwin ngirim kembang) selamatan di bulan Ruwah menghormati para leluhur (biasanya di makam atau tempat yang keramat sekaligus membersihkan dan mengirim bunga).

Di daerah-daerah yang mempunyai tempat bersejarah, agak berbau angker, pantai-pantai, goa-goa, yang punya kisah tersendiri biasanya mempunyai upacara adat yang disebut nyadran. Tak ubahnya dengan makna upacara-upacara adat yang lain, nyadran ini juga mengandung makna religius. Ada yang dengan jalan memasang sesaji di tempat itu selama tiga hari berturut turut, ada yang dengan cara melabuh makanan yang telah ‘diramu’ dengan berbagai macam kembang. Ada pula yang mengadakan kenduri dengan makanan makanan yang enak, lalu diadakan pertunjukan besar-besaran dan sebagainya.

Kebiasaan mengunjungi makam sebenarnya merupakan pengaruh dari kebiasaan mengunjungi candi atau tempat suci lainnya di masa dahulu dengan tujuan melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Kebiasaan ini semakin mendalam jika yang dikunjungi adalah tokoh yang mempunyai kharisma tertentu, mempunyai kedudukan tertentu seperti raja, ulama, pemuka agama, tokoh mistik, dan sebagainya.

Dengan berkembangnya jaman, berkembang pula pemahaman manusia tentang ziarah, bahkan muncul berbagai maksud, tujuan, motivasi maupun daya tarik dari aktivitas ziarah ini.

Ziarah Sebagai Ungkapan Doa Bagi Arwah Leluhur

Secara umum ziarah yang dilakukan menjelang bulan Ramadhan bagi masyarakat Jawa mempunyai maksud untuk mendoakan arwah leluhur mereka. Masyarakat biasanya secara bersama-sama mengadakan kerja bakti membersihkan makam desa atau dusun dengan segala tradisi dan adat kebiasaan yang berlaku secara turun temurun. Ada juga yang dilengkapi dengan mengadakan kenduri bersama di makam, atau di rumah kepala dusun mereka. Pada umumnya mereka mengadakan sesaji dengan tidak lupa membuat kolak dan apem. Tradisi ini biasa disebut ruwahan, sesuai dengan bulan diadakannya yaitu bulan Ruwah.

Bagi keluarga-keluarga tertentu biasanya telah diadakan kesepakatan untuk nyadran pada hari ke berapa dalam bulan Ruwah tersebut. Mereka yang berada jauh dari makam selalu menyempatkan diri untuk dapat bersama-sama mengunjungi makam keluarga mereka. Pada waktu ziarah tidak lupa mereka juga membawa bunga tabor untuk ditaburkan ke pusara makam keluarga mereka. Setiap keluarga biasanya mengajak serta anggota keluarga supaya mereka mengetahui dan mengenal para leluhur yang telah dimakamkan di situ. Adanya tradisi nyadran ini menimbulkan berbagai aktivitas yang muncul hanya pada saat tertentu yaitu hari-hari menjelang masyarakat melakukan kegiatan nyadran.

Aktivitas yang dapat dikatakan insidental ini seperti misalnya penjualan bunga tabur yang meningkat tajam pada hari-hari sejak pertengahan bulan Ruwah. Hal ini dikarenakan masyarakat yang nyadran sudah dipastikan akan memerlukan bunga tabor untuk nyekar di makam leluhur mereka.

Karenanya tidak aneh apabila pada saat-saat itu penjual bunga mulai marak, baik penjual yang memang biasanya sehari-hari berjualan bunga ataupun penjual bunga tiban, mereka hanya berjualan bunga pada saat-saat hari ramai nyekar.

Terkait dengan tradisi nyekar atau nyadran ini muncul pula aktivitas lain berupa jasa tenaga membersihkan makam. Di berbagai makam muncul para penyedia jasa untuk membersihkan makam keluarga tertentu dengan sedikit imbalan. Mereka biasanya berada di sekitar makam dan membersihkan makam bagi keluarga yang datang untuk ziarah.

Dalam hal ini tradisi ziarah mempunyai fungsi untuk mengingatkan kita yang masih hidup bahwa suatu saat kematian akan kita alami. Selain itu juga seperti telah disebutkan dalam uraian di atas, bahwa ziarah makam akan menimbulkan ikatan batin antara yang masih hidup dengan leluhur yang telah meninggal.

Berbagai Motivasi Bagi Peziarah Tokoh Mitos

Secara umum tujuan ziarah selain sebagai ungkapan doa dan pengenalan akan sejarah nenek moyang, masih ada motivasi ziarah yang berkembang dalam masyarakat. Contoh yang dapat disebutkan di sini adalah adanya tradisi nyadran makam di kompleks Makam Sewu di Desa Wijirejo, Pandak, Bantul. Di kompleks makam ini dimakamkan juga tokoh terkenal yang biasa disebut Panembahan Bodo. Di Makam Sewu pada hari-hari tertentu ramai dikunjungi peziarah yaitu pada hari Selasa Kliwon dan Senin Pon.

Panembahan Bodo adalah tokoh penyebar agama Islam, teguh dalam belajar agama Islam, mempunyai sifat rendah hati, tidak mau mengunggulkan diri sendiri.

Walaupun ia telah berguru agama Islam hingga mengharuskan dirinya masuk pondok pesantren, namun ia tetap menganggap dirinya bodoh. Karenanya ia diberi julukan Panembahan Bodo.

Para peziarah datang dengan berbagai tujuan atau motivasi; ngalap berkah, untuk memperoleh kekuatan, popularitas, stabilitas pribadi, umur panjang, mencari rejeki, maupun mencari kebahagiaan bagi anak cucu atau keselamatan hidup. Hal-hal ini biasanya yang paling umum diharapkan orang apabila berziarah ke makam tokoh mitos terkenal.

Secara umum motivasi berziarah dapat digolongkan dalam empat hal meliputi taktyarasa: berziarah dengan tujuan memperoleh berkah dan keteguhan hidup (ngalap berkah); gorowasi: (berziarah ke makam legendaris untuk memperoleh kekuatan, popularitas, stabilitas pribadi, serta umur panjang, mencari ketenangan batin; widiginong: (berziarah dengan tujuan mencari kekayaan dunia maupun jabatan duniawi atau mencari rejeki; samaptadanu: upaya mencari kebahagiaan anak cucu agar selamat atau untuk mencari keselamatan.

Tempat ziarah yang lain dapat disebutkan di sini yaitu di makam KRA Sosronagoro yang terletak di daerah Manang, Grogol, Sukoharjo. KRA Sosronagoro adalah patih Kraton Surakarta Hadiningrat pada masa Paku Buwono X. Beliau semasa hidupnya adalah seorang patih yang terkenal, bijaksana, dan berpengetahuan luas serta dalam. Karenanya sampai sekarang beliau masih sangat dihormati oleh anak cucunya. Pada hari-hari tertentu biasanya malam Jumat dan Selasa Kliwon banyak peziarah datang dari berbagai daerah. Mereka berziarah dan tirakat ngalap berkah dengan berbagai tujuan atau permohonan. Pada umumnya mereka yang datang menginginkan pangkat yang tinggi, ingin naik pangkat, atau menginginkan kedudukan tertentu. Semua itu karena kharisma tokoh yang dimakamkan yaitu KRA Sosronagoro. Semasa hidup beliau sebagai seorang tokoh negara yang kuat bertapa, sifat soleh dan bijak membuatnya lebih dari manusia biasa. Hidupnya penuh dengan keprihatinan dan kesungguhan dalam mengabdi di kraton pada masa mudanya. Bahkan cita-citanya ditempuh dengan tapa kungkum di Sungai Pepe.

Ketokohannya, bahkan setelah beliau wafat pun masih sangat dihormati dan disegani oleh masyarakat terbukti makamnya masih selalu ramai dikunjungi para peziarah. Para peziarah datang dengan berbagai harapan dan keinginan, rejeki, jodoh, pangkat, kedudukan, ketenteraman batin, dan sebagainya.

Bagi para peziarah yang bertirakat di sana kadangkala juga melihat atau mengalami hal-hal yang aneh, di luar akal sehat. Misalnya ada peziarah dari Jakarta yang pada waktu tirakat melihat lampu banyak sekali, ternyata itu merupakan pertanda keinginannya tercapai, yaitu ingin menjadi pedagang yang sukses. Ada pula yang melihat harimau putih, yang konon merupakan penjaga (mbaureksa) makam. Bagi mereka yang keinginannya terkabul juga sering mengadakan tahlilan, yasinan, atau selamatan di makam tersebut.

Tokoh mitos lain yang terkenal dan menjadi tujuan ziarah adalah Sunan Drajat, yang dimakamkan di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Mengapa dinamakan Sunan Drajat? Pada masa mudanya beliau bernama Raden Qosim, putra Sunan Ampel dengan Dewi Candrawati. Beliau ditugaskan untuk berdakwah di bagian barat dari Surabaya, lalu membuka pesantren di daerah Jelag (termasuk wilayah Desa Banjarwati), Kecamatan Paciran. Setahun kemudian Raden Qosim pindah ke arah selatan, sekitar satu kilometer, sesuai petunjuk yang diperolehnya, lalu mendirikan langgar yang digunakan untuk berdakwah. Langgar yang didirikan terletak di bukit yang agak tinggi sehingga dinamakan Desa Drajat.

Masyarakat sangat menghormati dan segan terhadap Raden Qosim yang sangat tinggi ilmunya. Sampai meninggalnya beliau dimakamkan di Desa Drajat tersebut.

Masyarakat lalu mengaitkan antara harta, derajat, dan pangkat, serta beranggapan bahwa setiap orang akan dihormati dan dihargai apabila ziarah ke makam Sunan Drajat. Karena itu banyak orang yang berziarah ke makam Sunan Drajat dengan maksud agar keinginannya tercapai. Dengan melakukan tata cara seperti umumnya orang berziarah, berdzikir serta mendoakan arwah yang dimakamkan di situ, sebagai imbalannya Yang Maha Kuasa akan mengabulkan keinginannya.

Tekanan hidup dan kemiskinan juga mendorong orang untuk melakukan tindakan ritual dengan berziarah ke makam tokoh mitos terkenal, seperti yang terjadi di makam Eyang Seloning di sebelah utara Parang Wedang, Parangtritis, Bantul. Ada peziarah yang mempunyai keinginan memiliki rumah karena ia dan keluarganya selama ini tidak mempunyai rumah yang layak. Dengan bertirakat dan berdoa disertai usaha gigih akhirnya peziarah itu berhasil memiliki rumah yang layak bagi keluarganya. Tirakat yang dilakukan sangat berat seperti pasa ngebleng (tidak makan minum sama sekali), pasa nyirik uyah (puasa tidak makan garam), dan lain-lain.

Masyarakat Jawa mempunyai anggapan bahwa keberadaan makam leluhur harus dihormati dengan alasan makam adalah tempat peristirahatan terakhir bagi manusia khususnya leluhur yang telah meninggal.

Leluhur itulah yang diyakini dapat memberikan kekuatan atau berkah tertentu. Oleh karena itu masyarakat mengaktualisasikan dengan perlakuan khusus terhadap makam leluhur. Hal ini akan semakin tampak nyata pada makam para tokoh yang dianggap mempunyai kekuatan lebih pada masa hidupnya. Kisah kehebatan dan luar biasanya para tokoh yang diziarahi memberikan motivasi para peziarah untuk bertirakat mengharapkan keberuntungan. Dengan demikian, mereka beranggapan makam dapat memberikan berkah bagi pengunjungnya atau peziarahnya yang melaksanakan tirakat dengan khusuk dan ikhlas.

Candi Sebagai Persemayaman Tokoh Mitos

Perilaku religius berkaitan dengan ziarah makam masih banyak lagi di berbagai makam keramat yang lain. Candi sebagai salah satu tempat keramat bagi pemeluk Hindu Budha merupakan tempat ziarah yang selalu dikunjungi pada hari-hari atau peristiwa tertentu. Candi tak ubahnya makam, merupakan tempat persemayaman raja-raja pada masa lampau.

Asal mula istilah candi berasal dari kata Candika, yaitu sebutan bagi Dewi Durga sesudah mati. Istilah candi juga terdapat di Pulau Sumatra, yaitu Candi Japara di Lampung dan Candi Bangsu di kompleks Muara Takus. Di Kalimantan Timur juga ada yaitu Candi Agung. Masyarakat Jawa Timur lebih senang menyebut dengan istilah cungkup, di Sumatra Utara biasa disebut biara.

Dalam paham Hindu, candi merupakan gambaran Gunung Mahameru, tempat para dewa-dewi, bidadara dan bidadari. Puncak gunung yang tinggi menggambarkan alam “kehutanan” yang penuh dengan aneka satwa dan tumbuhan. Di kahyangan atau alam kadewan roh manusia akan menjelma kembali ke dalam wujud berbagai binatang, seimbang dengan perbuatannya semasa hidup di dunia yang penuh dengan godaan dan hawa nafsu. Hal ini disebut reinkarnasi (kehidupan kedua). Puncak Gunung Mahameru menggambarkan puncak kesucian. Karenanya candi pada umumnya dibangun di atas bukit atau tanah yang letaknya lebih tinggi daripada sekitarnya.

Candi Prambanan lebih dikenal dengan nama Candi Rara Jonggrang. Dalam prasasti 856 M disebutkan susunan dan konstruksi bangunan candi Roro Jonggrang dan raja yang membangunnya, yaitu Raja Rakai Pikatan dari dinasti Sanjaya. Dinasti Sanjaya mempunyai aliran kepercayaan agama Siwa atau Hindu. Dalam kepercayaan Hindu orang yang meninggal jenazahnya tidak dikubur tetapi dibakar.

Pada masa itu Candi Jonggrang digunakan untuk menyimpan abu jenazah Raja Kayuwangi. Hal ini sesuai dengan bentuk konstruksi candi yang berupa lingga dan yoni. Abu jenazah disimpan dalam yoni dan ditutup dengan lingga. Lingga dan yoni juga sebagai simbol laki laki dan wanita.

Makam Tokoh Mitos dan Upacara Adat

Berkaitan dengan ziarah ke makam tidak lepas dari peran tokoh mitos yang sering pula menjadi cikal bakal suatu desa atau daerah tertentu. Banyak upacara adat desa tertentu yang mengaitkan dengan tokoh tertentu yang dimakamkan di sekitar daerah yang bersangkutan. Contoh yang dapat disebutkan di sini misalnya upacara adat Ki Ageng Tunggul Wulung yang setiap tahun diadakan di Dusun Dukuhan, Desa Sendang Agung, Minggir, Sleman. Upacara adat ini selalu diadakan pada hari Jumat Pon dan pada intinya untuk memuliakan dan menghormati jasa-jasa Eyang Tunggul Wulung.

Siapakah Eyang Tunggul Wulung itu? Beliau adalah seorang tokoh yang sakti mandraguna, masih kerabat Kraton Majapahit. Konon pada waktu Majapahit kalah para kerabat dan sentana Majapahit bubar melarikan diri ke berbagai daerah menyelamatkan diri. Satu di antaranya adalah Ki Ageng Tunggul Wulung yang melarikan diri ke arah barat sampai di Dusun Beji atau Diro sebelah timur Sungai Progo.

Menurut cerita dari mulut ke mulut, perjalanan Ki Ageng Tunggul Wulung disertai isterinya yang bernama Raden Ayu Gadung Mlati dengan tujuh orang punggawa dan beberapa abdi terpercaya. Juga membawa pusaka kerajaan yang menurut perintah Raja Brawijaya harus diserahkan kepada calon raja pengganti yang berhak. Pusaka yang dibawa antara lain tombak Tunggul Wasesa, Keris Pulang Geni, Bendera Tunggul Wulung. Sampai di Dusun Dukuhan bertempat tinggal di sana, sampai akhirnya mereka semua mukswa (meninggal dan hilang bersama raganya). Tempat hilangnya lalu diberi tanda dengan batu nisan seperti umumnya makam, dan dianggap sebagai tempat keramat. Oleh karena itu banyak orang yang berziarah ke tempat itu. Makam Ki Ageng Tunggul Wulung berada di Dusun Dukuhan di lahan dekat tepi Sungai Progo.

Setiap pelaksanaan upacara disertai dengan pergelaran wayang kulit semalam suntuk dan tarian tayub. Sebab diyakini pada masa hidupnya Ki Ageng Tunggul Wulung senang dengan kedua jenis kesenian tersebut.

Konon pernah suatu saat ada seorang ledhek tayub yang ingin hidupnya lebih baik melakukan tirakat di makam Tunggul Wulung. Tanpa ada sebab yang jelas ledhek itu menghilang. Karena peristiwa itu masyarakat menganggap bahwa Eyang Tunggul Wulung memang senang dengan kesenian itu dan mengajak ledhek tayub tersebut.

Sampai sekarang Ki Ageng Tunggul Wulung diyakini oleh masyarakat Dusun Dukuhan sebagai cikal bakal mereka dan yang memberikan perlindungan terhadap warga dusun mereka. Terbukti dengan adanya ubarampe upacara adat yang berupa sesaji dan jodhang berisi hasil bumi yang pada saatnya diperebutkan. Masyarakat meyakini hasil bumi yang diperebutkan itu akan membawa berkah bagi mereka.

Hal serupa juga terjadi di daerah Gunung Kidul, tepatnya di Dusun Ngenep, Desa Dadapayu, Kecamatan Semanu, Gunung Kidul. Tokoh mitos yang mereka segani adalah Ki Mentokuwoso, seorang tokoh penyiar agama Islam di daerah itu.

Karena jasa-jasanya terhadap kraton pada waktu dulu beliau ditawari untuk minta hadiah yang diinginkan. Beliau hanya minta agar daerahnya dibebaskan dari kewajiban membayar upeti dan diperbolehkan mengadakan upacara Garebeg Maulud seperti di kraton, dan permintaan itu dikabulkan oleh raja. Sebagai tokoh yang sakti dan mempunyai ilmu yang tinggi, konon beliau juga menciptakan masjid tiban sebagai pelengkap Upacara Grebeg. Masjid itu sekaligus juga menjadi sarana dan tempat dakwah yang dilakukan oleh Ki Mentokuwoso.

Dalam kaitannya dengan asal mula Grebeg Ngenep, tokoh Ki Mentokuwoso menghubungkan dunia nyata dengan dunia gaib bagi masyarakat Ngenep. Bagi orang orang yang tinggal di Desa Dadapayu dan sekitarnya Upacara Grebeg Ngenep merupakan peristiwa yang selalu ditunggu tunggu untuk ikut berpartisipasi. Bahkan masyarakat secara antusias ikut berebut hasil pertanian (wulu wetu) yang dibentuk dalam wujud gunungan yang memang diperebutkan setelah acara doa bersama. Nama Ki Mentokuwoso dan saudara-saudaranya juga selalu dikenang bahkan makamnya sering diziarahi. Menurut Kadus Sembuku, makam Kyai Bayi, salah satu saudara Ki Mentokuwoso,sering dijadikan tempat nenepi orang-orang dari luar Ngenep. Biasanya orang yang nenepi atau ziarah mempunyai keinginan agar dapat naik pangkat.

Makam Sebagai Objek Wisata Spiritual

Sebagai tempat yang dianggap suci, makam juga merupakan tempat wisata yang pantas untuk dikunjungi. Makam raja-raja di Imogiri, misalnya, menjadi tujuan wisata yang selalu ramai dikunjungi. Selain sebagai tempat yang disucikan, makam raja-raja di Imogiri memang sebagai kompleks makam yang cukup besar, dengan letaknya di atas bukit yang tinggi, dilengkapi dengan berbagai fasilitas bagi para pengunjung.

Demikian pula makam keluarga Pakualaman di Girigondo, hampir sama dengan makam raja-raja Imogiri. Demikian pula di Makam Sewu (Makam Panembahan Bodo), Makam Sunan Ampel, makam para Walisanga, dan sebagainya. Masih banyak pula makam tokoh-tokoh terkenal yang sekaligus sebagai objek wisata.

Kedatangan pengunjung dari berbagai daerah, apalagi yang jauh atau bahkan dari mancanegara, menimbulkan dampak pula bagi masyarakat sekitar. Selain pada hari hari tertentu yang berkaitan dengan ziarah ritual seperti malam Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon, pada hari-hari libur nasional bahkan lebih ramai oleh kunjungan para wisatawan, baik dalam negeri maupun luar negeri. Pada waktu banyak pengunjung dipastikan akan banyak para pedagang tiban atau asongan yang menjajakan berbagai barang dagangan kepada pengunjung. Hal ini juga membawa perubahan ekonomi pada masyarakat sekitar makam yang menjadi objek wisata tersebut.

Penutup

Tak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan masyarakat Jawa ada saat di mana manusia akan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan makam atau ziarah ke makam. Makam dan segala aktivitas yang berkaitan dengan ziarah akan mengingatkan manusia bahwa setelah kehidupan akan ada kematian, sehingga manusia akan sadar untuk biasa melakukan perbuatan baik sebagai bekal dalam menghadapi alam arwah. Aktivitas ziarah oleh banyak fihak juga dimanfaatkan untuk kepentingankepentingan tertentu, misalnya mencari ketenangan, mencari rejeki, keberuntungan, dan sebagainya, sesuai dengan kharisma dan kisah keistimewaan tokoh yang dimakamkan.




DO’A ANAK KEPADA ORANGTUANYA

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Ya Allah
Indahkan kepada mereka ucapanku
Haluskan kepada mereka tabiatku
Lembutkan kepada mereka hatiku
Jadikan aku orang yang sangat mencintai mereka

Ya Allah
Balaslah kebaikan mereka karena telah mendidikku
Berikan ganjaran kepada mereka karena telah memuliakanku
Jagalah mereka sebagaimana mereka memeliharaku pada masa kecilku

Ya Allah
untuk setiap derita yang menimpa mereka karenaku
untuk setiap hal yang tidak enak yang mengenai mereka karenaku
untuk setiap hak mereka yang aku abaikan
jadikan semua itu penghapus terhadap dosa mereka
ketinggian derajat mereka
kelebihan dalam kebaikan mereka
Wahai Yang Mengubah keburukan dengan kebaikan secara berlipat ganda

Ya Allah
untuk setiap pembicaraan mereka yang melanggar batas terhadapku
untuk setiap perbuatan yang berlebihan terhadapku
untuk setiap hak-ku yang mereka lalaikan
untuk setiap kewajiban terhadapku yang mereka abaikan
semua sudah aku berikan kepada mereka dan aku ikhlaskan atas mereka
dan aku tidak membenci mereka cara mereka memperlakukanku,

Ya Allah
mereka mempunyai hak terlalu besar dari diriku
kebaikan yang terlalu utana terhadapku
perberian yang terlalu banyak bagiku
sehingga aku tidak dapat membalasnya dengan adil atau memberikan kepada imbalan sepadan

Duhai Tuhanku
bagaimana harus kubalas budi mereka
lamanya kesibukan mereka untuk mengurusku
beratnya kelelahan mereka menjagaku
dan penanggungan mereka akan kesempitan untuk memberikan keleluasaan bagiku

Aduhai
Aku tidak akan bisa memenuhi hak mereka terhadapku
Aku tidak mampu melaksanakan kewajibanku kepada mereka
Aku tidak sanggup menjalankan kewajibanku untuk berkhidmat kepada mereka
Maka, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya
Bantulah aku
Wahai Yang Paling baik untuk dimintai bantuan
Bimbinglah aku
Wahai Pembimbing yang dirindukan
Jangan jadikan aku orang yang durhaka kepada ayah bunda
pada hari ketika setiap diri dibalas karena hasil kerjanya dan mereka tidak dianiaya

Ya Allah
Sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya
Istimewakan kedua orang tuaku dengan yang paling utama dari apa yang Kau istimewakan kepada orang tua wahai Yang Paling Pengasih dari segala yang mengasihi

Ya Allah
Jangan biarkan aku lupa untuk menyebut mereka sesudah shalatku
pada saat-saat malamku, pada saat-saat siangku

Ya Allah
Sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya
Ampunilah aku dengan doaku kepada mereka dengan ampunan yang sempurna
Ampunilah kedua orang tuaku dengan kebaikan mereka padaku
Ridhailah mereka dengan syafaatku untuk mereka dengan keridhaan yang paripurna
Sampaikan mereka dengan anugerah-Mu kepada tempat-tempat kesejahteraan

Ya Allah
Jika ampunan-Mu lebih dahulu datang kepada mereka,
izinkan mereka untuk memberi syafaat kepadaku
Jika ampunan-Mu lebih dahulu sampai kepadaku,
izinkan aku untuk memberi syafaat kepada mereka
Sehingga dengan kasih sayang-Mu kami berkumpul di rumah-Mu yang mulia
di tempat ampunan dan kasih-Mu
Sungguh Engkau Pemilik karunia yang besar dan anugerah yang abadi
Engkaulah Yang maha Pengasih dari semua yang pengasih.
(Ash-Shahifah As-Sajjadiyah, doa ke 24)


Ziarah kubur dalam Islam memang dianjurkan, tujuanya adalah mendoakan mereka yang telah meninggal agar diampuni dosanya. Namun tidak sedikit yang memaknai ziarah kubur sebagai upaya untuk memohon berkah dari mereka yang telah meninggal dunia.

Tokoh intelektual Islam Azumardi Azra mengatakan kebiasaan ini tidak lepas dari singgungan budaya yang ada. "Ziarah kubur tidak lagi sekadar praktek keagamaan tapi sudah berpadu dengan budaya. Sehingga yang kemudian terjadi adalah orang berziarah tapi meratap bisa dapat jodoh atau jabatan. Ini memang agak sulit dihalangi karena sudah terjadi gejala budaya," kata Azumardi.

Kondisi ini seakan membenarkan apa yang dikatakan Claude Guillot dan Henri Chambert-Loir (2007), bahwa makam wali adalah tempat pengungkapan perasaan religius yang bebas serta juga tempat memelihara ritus-ritus kuno. Jika amal sembahyang di masjid mencerminkan kesatuan dan keseragaman dunia Islam, maka amal ziarah ke makam wali mencerminkan keanekaragaman budaya yang tercakup dalam dunia Islam. "Namun ulama bisa mengingatkan agar peziarah tidak melakukan hal tersebut."





Detik-Detik Sakaratul Maut Rasulullah

Inilah bukti cinta yang sebenar-benarnya tentang cinta, yang telah dicontohkan Allah SWT melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit mulai menguning di ufuk timur, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayapnya.

Rasulullah dengan suara lemah memberikan kutbah terakhirnya, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, al-Qur’an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku.”

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasul yang tenang menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya.Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. “Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” keluh hati semua sahabat kala itu.

Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
           
“Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk.

“Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah.

“Siapakah itu wahai anakku?”
“Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah.

Fatimah menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut telah datang menghampiri. Rasulullah pun menanyakan kenapa Jibril tidak menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril.

Tapi, semua penjelasan Jibril itu tidak membuat Rasul lega, matanya masih penuh kecemasan dan tanda tanya.

“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” tanya Jibril lagi.

“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak, sepeninggalanku?”

“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril meyakinkan.

Detik-detik kian dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

“Jibril, betapa sakitnya, sakaratul maut ini.” Perlahan terdengar desisan suara Rasulullah mengaduh.

Fatimah hanya mampu memejamkan matanya. Sementara Ali yang duduk di sampingnya hanya menundukan kepalanya semakin dalam. Jibril pun memalingkan muka.

“Jijikkah engkau melihatku, hingga engkau palingkan wajahmu Jibril?” tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril sambil terus berpaling.

Sedetik kemudian terdengar Rasulullah memekik kerana sakit yang tidak tertahankan lagi.

“Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku,” pinta Rasul pada Allah.

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali pun segera mendekatkan telinganya.

“Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

“Ummatii, ummatii, ummatiii?” Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran kemuliaan itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesadaran untuk mencintai Allah dan RasulNya. Seperti Allah dan Rasul mencintai kita semua.


Saat Sakaratul Maut Tiba

Sakaratul Maut akan menghadang setiap manusia. Proses tercabutnya nyawa manusia akan diawali dengan detik-detik menegangkan lagi menyakitkan. Peristiwa ini dikenal sebagai sakaratul maut.

Ibnu Abi Ad-Dunya rahimahullah meriwayatkan dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Kematian adalah kengerian yang paling dahsyat di dunia dan akhirat bagi orang yang beriman. Kematian lebih menyakitkan dari goresan gergaji, sayatan gunting, panasnya air mendidih di bejana. Seandainya ada mayat yang dibangkitkan dan menceritakan kepada penduduk dunia tentang sakitnya kematian, niscaya penghuni dunia tidak akan nyaman dengan hidupnya dan tidak nyenyak dalam tidurnya”[2].

Di antara dalil yang menegaskan terjadinya proses sakaratul maut yang mengiringi perpisahan jasad dengan ruhnya, firman Allah:

“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya”. [Qaaf: 19]

Maksud sakaratul maut adalah kedahsyatan, tekanan, dan himpitan kekuatan kematian yang mengalahkan manusia dan menguasai akal sehatnya. Makna bil haq (perkara yang benar) adalah perkara akhirat, sehingga manusia sadar, yakin dan mengetahuinya. Ada yang berpendapat al haq adalah hakikat keimanan sehingga maknanya menjadi telah tiba sakaratul maut dengan kematian[3].

Juga ayat:

“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat menyembuhkan”. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Dan kepada Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau”. [Al Qiyamah: 26-30]

Syaikh Sa’di menjelaskan: “Allah mengingatkan para hamba-Nya dengan keadan orang yang akan tercabut nyawanya, bahwa ketika ruh sampai pada taraqi yaitu tulang-tulang yang meliputi ujung leher (kerongkongan), maka pada saat itulah penderitaan mulai berat, (ia) mencari segala sarana yang dianggap menyebabkan kesembuhan atau kenyamanan. Karena itu Allah berfiman: “Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang akan menyembuhkan?” artinya siapa yang akan meruqyahnya dari kata ruqyah. Pasalnya, mereka telah kehilangan segala terapi umum yang mereka pikirkan, sehingga mereka bergantung sekali pada terapi ilahi. Namun qadha dan qadar jika datang dan tiba, maka tidak dapat ditolak. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan dengan dunia. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), maksudnya kesengsaraan jadi satu dan berkumpul. Urusan menjadi berbahaya, penderitaan semakin sulit, nyawa diharapkan keluar dari badan yang telah ia huni dan masih bersamanya. Maka dihalau menuju Allah Ta’ala untuk dibalasi amalannya, dan mengakui perbuatannya. Peringatan yang Allah sebutkan ini akan dapat mendorong hati-hati untuk bergegas menuju keselamatannya, dan menahannya dari perkara yang menjadi kebinasaannya. Tetapi, orang yang menantang, orang yang tidak mendapat manfaat dari ayat-ayat, senantiasa berbuat sesat dan kekufuran dan penentangan”.

Sedangkan beberapa hadits Nabi yang menguatkan fenomena sakaratul maut:

Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma, ia bercerita (menjelang ajal menjemput Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam)

“Bahwa di hadapan Rasulullah ada satu bejana kecil dari kulit yang berisi air. Beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan membasuh muka dengannya seraya berkata: “Laa Ilaaha Illa Allah. Sesungguhnya kematian memiliki sakaratul maut”. Dan beliau menegakkan tangannya dan berkata: “Menuju Rafiqil A’la”. Sampai akhirnya nyawa beliau tercabut dan tangannya melemas”

Dari Anas Radhiyallahu anhu, berkata:

“Tatkala kondisi Nabi makin memburuk, Fathimah berkata: “Alangkah berat penderitaanmu ayahku”. Beliau menjawab: “Tidak ada penderitaan atas ayahmu setelah hari ini…[al hadits]” [6]

Dalam riwayat Tirmidzi dengan, ‘Aisyah menceritakan:

“Aku tidak iri kepada siapapun atas kemudahan kematian(nya), sesudah aku melihat kepedihan kematian pada Rasulullah”.

Dan penderitaan yang terjadi selama pencabutan nyawa akan dialami setiap makhluk. Dalil penguatnya, keumuman firman Allah: “Setiap jiwa akan merasakan mati”. (Ali ‘Imran: 185). Dan sabda Nabi: “Sesungguhnya kematian ada kepedihannya”. Namun tingkat kepedihan setiap orang berbeda-beda.”

KABAR GEMBIRA UNTUK ORANG-ORANG YANG BERIMAN.

Orang yang beriman, ruhnya akan lepas dengan mudah dan ringan. Malaikat yang mendatangi orang yang beriman untuk mengambil nyawanya dengan kesan yang baik lagi menggembirakan. Dalilnya, hadits Al Bara` bin ‘Azib Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata tentang proses kematian seorang mukmin:

“Seorang hamba mukmin, jika telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat akan mendatanginya dari langit, dengan wajah yang putih. Rona muka mereka layaknya sinar matahari. Mereka membawa kafan dari syurga, serta hanuth (wewangian) dari syurga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata memandang. Berikutnya, malaikat maut hadir dan duduk di dekat kepalanya sembari berkata: “Wahai jiwa yang baik –dalam riwayat- jiwa yang tenang keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaannya”. Ruhnya keluar bagaikan aliran cucuran air dari mulut kantong kulit. Setelah keluar ruhnya, maka setiap malaikat maut mengambilnya. Jika telah diambil, para malaikat lainnya tidak membiarkannya di tangannya (malaikat maut) sejenak saja, untuk mereka ambil dan diletakkan di kafan dan hanuth tadi. Dari jenazah, semerbak aroma misk terwangi yang ada di bumi..”[al hadits].[9]

Malaikat memberi kabar gembira kepada insan mukmin dengan ampunan dengan ridla Allah untuknya. Secara tegas dalam kitab-Nya, Allah menyatakan bahwa para malaikat menghampiri orang-orang yang beriman, dengan mengatakan janganlah takut dan sedih serta membawa berita gembira tentang syurga. Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: “Rabb kami adalah Allah kemudian mereka beristiqomah, maka para malaikat turun kepada mereka (sembari berkata):” Janganlah kamu bersedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) syurga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Rabb Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [Fushshilat: 30]

Ibnu Katsir mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang ikhlas dalam amalannya untuk Allah semata dan mengamalkan ketaatan-Nya berdasarkan syariat Allah niscaya para malaikat akan menghampiri mereka tatkala kematian menyongsong mereka dengan berkata “janganlah kalian takut atas amalan yang kalian persembahkan untuk akhirat dan jangan bersedih atas perkara dunia yang akan kalian tinggalkan, baik itu anak, istri, harta atau agama sebab kami akan mewakili kalian dalam perkara itu. Mereka (para malaikat) memberi kabar gembira berupa sirnanya kejelekan dan turunnya kebaikan”.

Kemudian Ibnu Katsir menukil perkataan Zaid bin Aslam: “Kabar gembira akan terjadi pada saat kematian, di alam kubur, dan pada hari Kebangkitan”. Dan mengomentarinya dengan: “Tafsiran ini menghimpun seluruh tafsiran, sebuah tafsiran yang bagus sekali dan memang demikian kenyataannya”.

Firman-Nya: “Kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan akhirat maksudnya para malaikat berkata kepada orang-orang beriman ketika akan tercabut nyawanya, kami adalah kawan-kawan kalian di dunia, dengan meluruskan, memberi kemudahan dan menjaga kalian atas perintah Allah, demikian juga kami bersama kalian di akhirat, dengan menenangkan keterasinganmu di alam kubur, di tiupan sangkakala dan kami akan mengamankan kalian pada hari Kebangkitan, Penghimpunan, kami akan membalasi kalian dengan shirathal mustaqim dan mengantarkan kalian menuju kenikmatan syurga”.[10]

Dalam ayat lain, Allah mengabarkan kondisi kematian orang mukmin dalam keadaan baik dengan firman-Nya:

“(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Salamun ‘alaikum (keselamatan sejahtera bagimu)”, masuklah ke dalam syurga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. [An Nahl: 32]
.
Syaikh Asy Syinqithi mengatakan: “Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa orang yang bertakwa, yang melaksanakan perintah Rabb mereka dan menjauhi larangan-Nya akan diwafatkan para malaikat yaitu dengan mencabut nyawa-nyawa mereka dalam keadaan thayyibin (baik), yakni bersih dari syirik dan maksiat, (ini) menurut tafsiran yang paling shahih, (juga) memberi kabar gembira berupa syurga dan menyambangi mereka mereka dengan salam…[11]

MENGAPA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM MENDERITA SAAT SAKARATUL MAUT?

Kondisi umum proses pencabutan nyawa seorang mukmin mudah lagi ringan. Namun kadang-kadang derita sakarul maut juga mendera sebagian orang sholeh. Tujuannya untuk menghapus dosa-dosa dan juga mengangkat kedudukannya. Sebagaimana yang dialami Rasulullah. Beliau Shallallallahu ‘alaihi wa sallam merasakan pedihnya sakaratul maut seperti diungkapkan Bukhari dalam hadits ‘Aisyah di atas.

Ibnu Hajar mengatakan: “Dalam hadits tersebut, kesengsaran (dalam) sakaratul maut bukan petunjuk atas kehinaan martabat (seseorang). Dalam konteks orang yang beriman bisa untuk menambah kebaikannya atau menghapus kesalahan-kesalahannya”[12]

Menurut Al Qurthubi dahsyatnya kematian dan sakaratul maut yang menimpa para nabi, maka mengandung manfaat :

Pertama : Supaya orang-orang mengetahui kadar sakitnya kematian dan ia (sakaratul maut) tidak kasat mata. Kadang ada seseorang melihat orang lain yang akan meninggal. Tidak ada gerakan atau keguncangan. Terlihat ruh keluar dengan mudah. Sehingga ia berfikir, perkara ini (sakaratul maut) ringan. Ia tidak mengetahui apa yang terjadi pada mayat (sebenarnya). Tatkala para nabi, mengabarkan tentang dahsyatnya penderitaan dalam kematian, kendati mereka mulia di sisi Allah, dan kemudahannya untuk sebagian mereka, maka orang akan yakin dengan kepedihan kematian yang akan ia rasakan dan dihadapi mayit secara mutlak, berdasarkan kabar dari para nabi yang jujur kecuali orang yang mati syahid.

Kedua : Mungkin akan terbetik di benak sebagian orang, mereka adalah para kekasih Allah dan para nabi dan rasul-Nya, mengapa mengalami kesengsaraan yang berat ini?. Padahal Allah mampu meringankannya bagi mereka?. Jawabnya, bahwa orang yang paling berat ujiannya di dunia adalah para nabi kemudian orang yang menyerupai mereka dan orang yang semakin mirip dengan mereka seperti dikatakan Nabi kita. Hadits ini dikeluarkan Bukhari dan lainnya. Allah ingin menguji mereka untuk melengkapi keutamaan dan peningkatan derajat mereka di sisi-Nya. Ini bukan sebuah aib bagi mereka juga bukan bentuk siksaan. Allah menginginkan menutup hidup mereka dengan penderitaan ini meski mampu meringankan dan mengurangi (kadar penderitaan) mereka dengan tujuan mengangkat kedudukan mereka dan memperbesar pahala-pahala mereka sebelum meninggal. Tapi bukan berarti Allah mempersulit proses kematian mereka melebihi kepedihan orang-orang yang bermaksiat. Sebab (kepedihan) ini adalah hukuman bagi mereka dan sanksi untuk kejahatan mereka. Maka tidak bisa disamakan”.[13]
KABAR BURUK DARI PARA MALAIKAT KEPADA ORANG-ORANG KAFIR.

Sedangkan orang kafir, maka ruhnya akan keluar dengan susah payah, ia tersiksa dengannya. Nabi menceritakan kondisi sakaratul maut orang kafir atau orang yang jahat dengan sabdanya:

“Sesungguhnya hamba yang kafir -dalam riwayat lain- yang jahat jika akan telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat-malaikat yang kasar akan dari langit dengan wajah yang buruk dengan membawa dari neraka. Mereka duduk sepanjang mata memandang. Kemudian malaikat maut hadir dan duduk di atas kepalanya dan berkata: “Wahai jiwa yang keji keluarlah engkau menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya”. Maka ia mencabut (ruhnya) layaknya mencabut saffud (penggerek yang) banyak mata besinya dari bulu wol yang basah. [14]

Secara ekspilisit, Al Quran telah menjelaskan bahwa para malaikat akan memberi kabar buruk kepada orang kafir dengan siksa. Allah berfirman: ”

“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat mumukul dengan tangannya, (Sambil berkata): “Keluarkan nyawamu”. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya”. [Al An'am: 93]

Maksudnya, para malaikat membentangkan tangan-tangannya untuk memukuli dan menyiksa sampai nyawa mereka keluar dari badan. Karena itu, para malaikat mengatakan: “Keluarkan nyawamu”. Pasalnya, orang kafir yang sudah datang ajalnya, malaikat akan memberi kabar buruk kepadanya yang berbentuk azab, siksa, belenggu, dan rantai, neraka jahim, air mendidih dan kemurkaan Ar Rahman (Allah). Maka nyawanya bercerai-berai dalam jasadnya, tidak mau taat dan enggan untuk keluar.

Para malaikat memukulimya supaya nyawanya keluar dari tubuhnya. Seketika itu, malaikat mengatakan: “Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatnya”.. artinya pada hari ini, kalian akan dihinakan dengan penghinaan yang tidak terukur karena mendustakan Allah dan (lantaran) kecongkakan kalian dalam mengikuti ayat-ayat-Nya dan tunduk kepaada para rasul-Nya.

Saat detik-detik kematian datang, orang kafir mintai dikembalikan agar bisa masuk Islam. Sedangkan orang yang jahat mohon dikembalikan ke dunia untuk bertaubat, dan beramal sholeh. Namun sudah tentu, permintaan mereka tidak akan terkabulkan. Allah berfirman:

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Rabbi kembalikan aku ke dunia. Agar aku berbuat amal sholeh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan”. [Al Mukminun: 99-100]

Setiap orang yang teledor di dunia ini, baik dengan kekufuran maupun perbuatan maksiat lainnya akan dilanda gulungan penyesalan, dan akan meminta dikembalikan ke dunia meski sejenak saja, untuk menjadi orang yang insan muslim yang sholeh. Namun kesempatan untuk itu sudah hilang, tidak mungkin disusul lagi. Jadi, persiapan harus dilakukan sejak dini dengan tetap memohon agar kita semua diwafatkan dalam keadaan memegang agama Allah. Wallahu a’lamu bishshawab. Washallallahu ‘ala Muhamaad wa ‘ala alihi ajmain.
[Dr Muhammad bin Abdul Aziz bin Ahmad Al'Ali, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VIII/1426H/2005. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]


Tanda-Tanda Kematian
Allah telah memberi tanda kematian seorang muslim sejak 100 hari, 40 hari, 7 hari, 3 hari dan1 hari menjelang kematian.

Tanda 100 hari menjelang ajal :

Selepas waktu Ashar (Di waktu Ashar karena pergantian dari terang ke gelap), kita merasa dari ujung rambut sampai kaki menggigil, getaran yang sangat kuat, lain dari biasanya, Bagi yang menyadarinya akan terasa indah dihati, namun yang tidak menyadari, tidak ada pengaruh apa-apa.

Tanda 40 hari menjelang kematian :

Selepas Ashar, jantung berdenyut-denyut. Daun yang bertuliskan nama kita di lauh mahfudz akan gugur. Malaikat maut akan mengambil daun kita dan mulai mengikuti perjalanan kita sepanjang hari.

Tanda 7 hari menjlang ajal : Akan diuji dengan sakit, Orang sakit biasanya tidak selera makan. Tapi dengan sakit ini tiba-tiba menjadi berselera meminta makanan ini dan itu.

Tanda 3 hari menjelang ajal : Terasa denyutan ditengah dahi. Jika tanda ini dirasa, maka berpuasalah kita, agar perut kita tidak banyak najis dan memudahkan urusan orang yang memandikan kita nanti.

Tanda 1 hari sebelum kematian : Di waktu Ashar, kita merasa 1 denyutan di ubun-ubun, menandakan kita tidak sempet menemui Ashar besok harinya. Bagi yang khusnul khotimah akan merasa sejuk dibagian pusar, kemudian ke pinggang lalu ketenggorokan, maka dalam kondisi ini hendaklah kita mengucapkan 2 kalimat syahadat.

Imam Al-Ghazali, mengetahui kematiannya. Beliau menyiapkan sendiri keperluannya, beliau sudah mandi dan wudhu, mengkafani dirinya, kecuali bagian wajah yang belum ditutup. Beliau memanggil saudaranya Imam Ahmad untuk menutup wajahnya.

Malaikat maut akan menampakkan diri pada orang-orang yang terpilih. Dan semoga kita menjadi hamba yang terpilih dan siap menerima kematian kapanpun dan di manapun kita berada... Aamiin …


Hal yang terjadi pada mayat manusia
ketika susdah berada di dalam kubur

Mayat manusia yang sudah di kuburkan akan melewatai beberapa fase perubahan setiap waktunya nah kamu mau tahu fase perubahan seperti apa yang akan terjadi pada mayat ketika berada di dalam kubur? Nah berikut ini adalah fase perubahan yang terjadi sejak mayat masuk kubur hinga 25 tahun kemudian seperti dikutip dari situs repiblika.co.id.

Malam Pertama

Di kuburan pembusukan dimulai pada daerah perut dan kemaluan. Subhanallah, perut dan kemaluan adalah dua hal terpenting yang anak cucu Adam ini saling bergulat dan menjaganya di dunia. Dua hajat, yang karenanya Allah azza wa jalla membuat manusia merugi di dunia akan membusuk pada malam pertamanya di kuburan. Setelah itu, mulailah jasad berubah warna menjadi hijau kehitaman. Setelah berbagai make up, dan alat-alat kecantikan membuatnya memiliki ragam pesona, nanti tubuh manusia hanya akan memiliki satu warna saja.

Malam Kedua, Di kuburan, mulailah anggota-anggota tubuh membusuk seperti limpa, hati, paru-paru dan lambung.

Hari Ketiga, Di kuburan, mulailah anggota-anggota tubuh itu mengeluatkan bau busuk tidak sedap.
Seminggu Setelahnya
Wajah mulai tampak membengkak, dua mata, kedua lisan dan pipi.

Setelah 10 hari, Tetap terjadi pembusukan pada kali ini pada anggota-anggota tubuh tersebut, perut, lambung, limpa..

Setelah 2 Minggu. Rambut mulai rontok

Setelah 15 Hari, Lalat hijau mulai bisa mencium bau busuk dari jarak 5 km, dan ulat-ulat pun mulai menutupi seluruh tubuhnya

Setelah 6 Bulan,  Yang tersisa hanya rangka tulang saja.

Setelah 25 Tahun, Rangka tubuh ini akan berubah menjadi semacam biji, dan di dalam biji tersebut, kita akan menemukan satu tulang yang sangat kecil disebut ‘ajbudz dzanab (tulang ekor). Dari tulang inilah kita akan dibangkitkan oleh Allah azza wa jalla pada hari kiamat.

           
Amalan yang Menyelamatkan dari Azab Kubur
Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 051

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan)
Setelah memberitahukan dahsyatnya azab kubur dan sebab-sebab yang akan menyeret ke dalamnya, baik melalui firman-Nya ataupun melalui lisan Rasulullah n yang mulia, dengan rahmat dan keutamaan-Nya, Allah l juga memberitahukan amalan-amalan yang akan menyelamatkan dari azab kubur tersebut.

Al-Imam Ibnul Qayyim t berkata: “Sebab-sebab yang akan menyelamatkan seseorang dari azab kubur terbagi menjadi dua:

1. Sebab-sebab secara global

Yaitu dengan menjauhi seluruh sebab yang akan menjerumuskan ke dalam azab kubur sebagaimana yang telah disebutkan.

Sebab yang paling bermanfaat adalah seorang hamba duduk beberapa saat sebelum tidur untuk mengevaluasi dirinya: apa yang telah dia lakukan, baik perkara yang merugikan maupun yang menguntungkan pada hari itu. Lalu dia senantiasa memperbarui taubatnya yang nasuha antara dirinya dengan Allah l, sehingga dia tidur dalam keadaan bertaubat dan berkemauan keras untuk tidak mengulanginya bila nanti bangun dari tidurnya. Dia lakukan itu setiap malam. Maka, apabila dia mati (ketika tidurnya itu), dia mati di atas taubat. Apabila dia bangun, dia bangun tidur dalam keadaan siap untuk beramal dengan senang hati, karena Allah l menunda ajalnya hingga dia menghadap Rabbnya dan berhasil mendapatkan segala sesuatu yang terluput. Tidak ada perkara yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba daripada taubat ini. Terlebih lagi bila dia berzikir setelah itu dan melakukan sunnah-sunnah yang datang dari Rasulullah n ketika dia hendak tidur sampai benar-benar tertidur. Maka, barangsiapa yang Allah l kehendaki kebaikan baginya, niscaya Allah l akan berikan hidayah taufik untuk melakukan hal itu. Dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.

2. Sebab-sebab terperinci

Di antaranya:

- Ribath (berjaga di pos perbatasan wilayah kaum muslimin) siang dan malam.

Dari Fadhalah bin Ubaid z, Rasulullah n bersabda:

 Setiap orang yang mati akan diakhiri/diputus amalannya, kecuali orang yang mati dalam keadaan ribath di jalan Allah l. Amalannya akan dikembangkan sampai datang hari kiamat dan akan diselamatkan dari fitnah kubur.” (HR. At-Tirmidzi dan Abu Dawud)

- Mati syahid

Dari Ubadah bin Ash-Shamit z, dari Nabi n:

Orang yang mati syahid akan mendapatkan enam keutamaan di sisi Allah l: diampuni dosa-dosanya dari awal tertumpahkan darahnya, akan melihat calon tempat tinggalnya di surga, akan diselamatkan dari azab kubur, diberi keamanan dari ketakutan yang sangat besar, diberi hiasan dengan hiasan iman, dinikahkan dengan bidadari, dan akan diberi kemampuan untuk memberi syafaat kepada 70 orang kerabatnya.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah. Al-Albani berkata dalam Ahkamul Jana’iz bahwa sanadnya hasan)

- Mati pada malam Jumat atau siang harinya.

Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash c, dari Nabi n, beliau bersabda:

Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jumat atau malamnya, kecuali Allah akan melindunginya dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad dan Al-Fasawi. Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan dalam Ahkamul Jana’iz bahwa hadits ini dengan seluruh jalur-jalurnya hasan atau shahih)

- Membaca surat Al-Mulk

Dari Ibnu Abbas c, Nabi n bersabda:

 Dia (surat Al-Mulk) adalah penghalang, dia adalah penyelamat yang akan menyelamatkan pembacanya dari azab kubur.” (HR. At-Tirmidzi, lihat Ash-Shahihah no. 1140) [dinukil dari Ar-Ruh dengan sedikit perubahan]

- Doa sebagaimana yang telah lalu, bahwa Rasulullah n berlindung dari azab kubur dan memerintahkan umatnya untuk berlindung darinya.

Nikmat Kubur

Setelah mengetahui dan meyakini adanya azab kubur yang demikian mengerikan dan menakutkan, berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih, juga mengetahui macam-macamnya, penyebabnya, dan hal-hal yang akan menyelamatkan darinya, maka termasuk kesuksesan yang agung adalah selamat dari berbagai azab tersebut dan mendapatkan nikmat di dalamnya dengan rahmat-Nya.

Allah l berfirman:

Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih maka Rabb mereka memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Itulah keberuntungan yang nyata.” (Al-Jatsiyah: 30)

Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Rabbku.’ Barangsiapa yang dijauhkan azab daripadanya pada hari itu, maka sungguh Allah telah memberikan rahmat kepadanya. Dan itulah keberuntungan yang nyata.” (Al-An’am: 15-16)

Adapun nikmat kubur, di antaranya apa yang Rasulullah n beritakan dalam hadits Al-Bara’ z yang panjang:

- mendapatkan ampunan dan keridhaan-Nya. Sebagaimana perkataan malakul maut kepada orang yang sedang menghadapi sakaratul maut:


Wahai jiwa yang tenang, keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaan-Nya.”

- dikokohkan hatinya untuk menghadapi dan menjawab fitnah kubur.

Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27)

- Digelarkan permadani, didandani dengan pakaian dari surga, dibukakan baginya pintu menuju surga, dilapangkan kuburnya, dan di dalamnya ditemani orang yang tampan wajahnya, bagus penampilannya, sebagaimana yang Rasulullah n kabarkan dalam hadits Al-Bara’ yang panjang:

Maka gelarkanlah permadani dari surga, dandanilah ia dengan pakaian dari surga. Bukakanlah baginya sebuah pintu ke surga, maka sampailah kepadanya bau wangi dan keindahannya. Dilapangkan kuburnya sejauh mata memandang, kemudian datang kepadanya seorang yang tampan wajahnya, bagus pakaiannya, wangi baunya. Lalu dia berkata: ‘Berbahagialah dengan perkara yang menyenangkanmu. Ini adalah hari yang dahulu kamu dijanjikan.’ Dia pun bertanya: ‘Siapa kamu? Wajahmu adalah wajah orang yang datang membawa kebaikan.’ Dia menjawab: ‘Aku adalah amalanmu yang shalih…” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Mudah-mudahan Allah l meneguhkan hati kita di atas kalimat tauhid hingga akhir hayat kita dan menyelamatkan kita dari berbagai fitnah (ujian) dunia dan fitnah kubur, serta memasukkan kita ke dalam jannah-Nya. Amin ya Rabbal ‘alamin.

1.  Bersuci daripada hadas (wuduk).

Nabi s.a.w bersabda:
“Pada malam ini aku melihat satu keajaiban; aku melihat seorang lelaki dari kalangan umatku yg diseksa di dalam kuburnya. Maka datang amalan wuduknya dan menyelamatkannya dari azab kubur.” (Hr Tobrani)
2. Syahid fi sabilillah.

Nabi s.a.w bersabda:

“Orang yg mati syahid di sisi Allah mendapat enam perkara

Diampunkan dosa - dosanya ketika mula - muka  terpancut darahnya. serta melihat kedudukannya di syurga, Selamat daripada azab kubur, Selamat dari huru hara hari kiamat. Dipakaikan di kepalanya dengan mahkota ketenangan. Batu yaqut yg ada padanya lebih baik daripada dunia dan seisinya, Dikahwinkan dgn 72 bidadari, Diizinkan utk mensyafaatkan 70 saudara maranya.”(Hr Tirmizi)

Nabi s.a.w bersabda:
“Sesiapa yg berjuang fi sabilillah dan sabar sehinggalah di bunuh atau menang maka dia tidak akan diazab dalam kuburnya selama - lamanya.”(Hr Hakim)

3. Ribat fi Sabilillah.

Ribat adalah menjaga tempat - tempat yg dilalui musuh untuk masuk ke Negara Islam.
Nabi s.a.w bersabda:
“Ribat sehari semalam lebih baik daripada puasa dan qiamullail selama sebulan. Sekiranya seorang yang sedang ribat itu mati maka pahala amalannya akan berterusan, sentiasa diberi rezeki dikuburnya dan selamat dari azab kubur.”(Hr Muslim)
4. Membaca surah al-Mulk
Ibnu Abbas menceritakan:
“Seorang Sahabat Nabi membina khemah di atas kubur tanpa dia menyedari ia adalah kubur. Tiba - tiba dia melihat seorang manusia di dalam kubur membaca surah al-Mulk sehingga habis. Maka sahabat tadi berjumpa Nabi s.a.w dan menceritakannya. Nabi s.a.w bersabda

“Surah al-Mulk adalah penegah dan penyelamat yg menyelamatkan orang yang membaca serta menjaganya dari azab kubur.”(Hr Tirmizi)
5. Mati disebabkan sakit perut.
Nabi s.a.w bersabda:
"Siapa yg mati disebabkan penyakit dalam perutnya maka tidak diazab dalam kubur."(Hr Tirmizi, Ibnu Majah dan Ahmad-sahih)
6. Mati malam jumaat.
Nabi s.a.w bersabda:
"Tidak ada org Islam yg mati malam jumaat atau hari jumaat melainkan Allah akan memeliharanya dari azab kubur."(Hr Tirmizi-Doif)"Ya Allah akhirilah kehidupan kami dengan husnul khotimah".

azab kubur

Sebenarnya adanya azab kubur itu sesuatu yang sudah qath’i dan pasti sifatnya. Tidak perlu dipermasalahkan lagi. Dalam banyak ayat Al-Quran Al-Kariem dan juga tentunya hadits Rasulullah SAW, kita mendapatkan bahwa dalil yang jelas dan qath’i. Demikian juga Rasulullah SAW menyebut-nyebut azab kubur secara tegas, jelas dan terang.

A. Ayat-ayat Quran

Ayat Pertama Allah SWT telah berfirman di dalam Al-Quran Al-Kariem tentang adanya azab kubur. “Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat diwaktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, : “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah yang tidak benar dan kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya. (QS. Al-Anam : 93)

Ayat berikutnya adalah : “Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.” (QS. At-Taubah : 101)
Di ayat ini teramat jelas bahwa Allah SWT menyiksa orang zalim itu dua kali, yaitu pada alam kubur dalam kematiannya yaitu setelah nyawa dicabut hingga menjelang hari kiamat. Dan berikutnya adalah siksaan setelah hari kiamat yaitu di neraka.

Demikian juga yang Allah SWT lakukan kepada Fir’aun yang zalim, sombong dan menjadikan dirinya tuhan selain Allah SWT. Allah SWT mengazabnya dua kali, yaitu di alam kuburnya dan di akhirat nanti. Di alam kuburnya dengan dinampakkan kepadanya neraka pada pagi dan petang. Ini merupakan siksaan sebelum dia benar-benar dijebloskan ke dalamnya dan terjadinya pada alam kuburnya.

Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. : “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”. (QS. Al-Mu’min : 46)

Ayat ini lalu dikuatkan juga dengan ayat lainnya yang juga menyebutkan ada dua kali kematian, yaitu kematian dari hidup di dunia ini dan kematian setelah alam kubur. Mereka menjawab : “Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali ,
lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan untuk keluar ?” (QS. Al-Mu’min : 11)

B. Dalil Hadits Shahih Selain ayat-ayat Al-Quran Al-Kariem,

hadits-hadits shahih pun secara jelas menyebutkan adanya azab qubur. Sehingga tidak mungkin bisa ditolak lagi kewajiban kita untuk meyakini keberadaan azab kubur itu, sebab bila sudah Al-Quran Al-Kariem dan hadits shahih yang menyatakannya, maka argumentasi apa lagi yang akan kita sampaikan ?

Dalam hadits yang pertama kami sampaikan tentang azab kubur ini, haditsnya masih amat kuat berhubungan dengan ayat Al-Quran Al-Kariem. Yaitu firman Allah SWT dalam Al-Quran Al-Kariem : Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (QS> Ibrahim : 27)

Sebuah lafaz dalam ayat di atas menyebutkan tentang : ucapan yang teguh yang dalam bahasa Al-Quran Al-Kariem disebut dengan “al-qouluts-tsabit”. Dijelaskan oleh Rasulullah SAW bahwa itu adalah tentang pertolongan Allah SWT ketika seseorang menghadapi azab kuburnya. Dari Al-Barra’ bin Azib dari Rasulullah SAW bahwa ketika seorang mukmin didudukkan di dalam kuburnya, didatangilah oleh malaikat, kemudian dia bersyahadat tiada tuhan kecuali Allah SWT dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah SAW, maka itulah makna bahwa Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh . (HR. Bukhari kitab Janaiz Bab Maa Jaa Fi azabil Qabri hn. 1280)

Ada sebuah doa yang dipanjatkan oleh beliau dan diriwayatkan dengan shahih dalam shahih Al-bukhari. Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW berdoa dalam shalat, “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari azab kubur” (HR. Bukhari kitab azan bab doa sebelum salam hn. 789)

Dalam kitab shahihnya itu, Al-Bukhari pun membuat satu bab khusus azab kubur. Dari Aisyah ra bahwa seorang wanita yahudi mendatanginya dan bercerita tentang azab kubur dan berkata, “Semoga Allah SWT melindungimu dari azab kubur”. Lalu Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang keberadaan azab kubur itu. Rasulullah SAW menjawab, “Ya, azab kubur itu ada”. Aisyah ra berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW melakukan shalat kecuali beliau berlindung kepada Allah SWT dari azab kubur”. (HR. Bukhari kitab Janaiz Bab Maa Ja’a Fi azabil Qabri hn. 1283)

Dalam kitab shahihnya itu juga , Al-Bukhari membuat satu bab khusus tentang berlindung kepada Allah SWT dari azab kubur.
Dari Musa bin ‘Uqbah berkata bahwa telah menceritakan kepada anak wanita Khalid bin Said bin Al-Ash ra bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW berlindung kepada Allah SWT dari azab kubur. (QS. (HR. Bukhari kitab Janaiz Bab At-Taawwuz min azabil Qabri hn. 1287)

Dari Aisyah ra bahwa beliau bertanya kepada Rasulullah SAW tentang apakah manusia diazab di dalam kubur, lalu Rasulullah SAW menjawab, “Aku berlindung kepada Allah SWT dari hal itu (azab kubur). (HR. Bukhari kitab jum’at bab berlindung kepada Allah SWT dari azab kubur ketika gerhana hn. 991, 996)

Kesimpulan : Umat Islam sejak masa Rasulullah SAW hingga hari ini telah berijma’ (bersepakat) bahwa azab kubur itu adalah sesuatu yang pasti adanya. Sehingga mereka yang mengingkarinya hanya dua kemungkinannya. Pertama, mereka kurang dalam dan luas dalam mempelajari ayat dan hadits. Kedua, mereka tahu ada dalil dan nash yang sharih tapi mengingkarinya. Lepas dari motivasinya masing-masing.

HAL-HAL YANG MENAKUTKAN DI ALAM KUBUR

Apabila kita mengamati nash-nash yang shahîh dari al-Qur‘ân dan Sunnah serta ditopang oleh pemahaman dan pandangan para Ulama dalam memahami nash-nash tersebut, maka diketahui bahwa manusia akan melewati empat alam kehidupan, yaitu: alam rahim, alam dunia, alam barzakh (kubur), alam akhirat.

Semua proses kehidupan setiap alam tersebut memiliki kekhususan masing-masing, tidak bisa disamakan antara satu dengan lainnya. Misalnya alam rahim, mungkin saja bisa diketahui sebagian proses kehidupan di sana melalui peralatan kedokteran yang canggih, tapi di balik itu semua, masih banyak keajaiban yang tidak terungkap dengan jalan bagaimana pun. Semua itu merupakan rahasia yang sengaja Allah Azza wa Jalla tutup dari ilmu dan pandangan umat manusia. Allah Azza wa Jalla telah menerangkan dalam firman-Nya yang berbunyi:



Tidaklah kalian diberi ilmu kecuali sedikit saja. [al-Isrâ‘/17:85]

Apalagi bila kita hendak berbicara tentang kehidupan alam kubur dan alam akhirat, tiada pintu yang bisa kita buka kecuali pintu keimanan terhadap yang ghaib, melalui teropong nash-nash al-Qur‘ân dan Sunnah. Beriman dengan hal yang ghaib adalah barometer pembeda antara seorang Mukmin dengan seorang kafir, sebagaimana termaktub dalam firman Allah Azza wa Jalla :

Kitab (al-Qur‘ân) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib”. [al-Baqarah/2:2-3]

Banyak nash dari al-Qur‘ân dan Sunnah yang mengukuhkan persoalan ini, yang tidak mungkin diuraikan dalam tulisan yang singkat ini.

KEADAAN MANUSIA DI ALAM KUBUR

Setiap manusia yang hidup di dunia ini pasti akan melewati alam kubur. Alam ini disebut pula alam barzakh yang artinya perantara antara alam dunia dengan alam akhirat, sebagaimana firman Allah k yang artinya, “Apabila kematian datang kepada seseorang dari mereka, ia berkata, “Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekalikali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada Barzakh (pembatas) hingga hari mereka dibangkitkan. [al-Mukminûn/23:100]

Para ahli tafsir dari Ulama Salaf sepakat mengatakan, “Barzakh adalah perantara antara dunia dan akhirat, atau perantara antara masa setelah mati dan hari kebangkitan.

Alam Barzakh dinamakan dengan alam kubur adalah karena keadaan yang umum terjadi. Karena pada umumnya jika manusia meninggal dunia, dia dikubur dalam tanah. Namun, bukan berarti orang yang tidak dikubur terlepas dari peristiwa-peristiwa alam barzakh. Seperti orang yang dimakan binatang buas, tenggelam di lautan, dibakar ataupun terbakar. Sebab Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Seperti yang diceritakan Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang yang tidak pernah beramal baik sedikit pun berkata kepada keluarganya: apabila ia meninggal maka bakarlah dia, lalu tumbuk tulangnya sehalus-halusnya. Kemudian sebarkan saat angin kencang bertiup, sebagian di daratan dan sebagian lagi di lautan. Lalu ia berkata, ‘Demi Allah, jika Allah mampu untuk menghidupkannya, tentu Allah akan mengazabnya dengan azab yang tidak diazab dengannya seorang pun dari penduduk alam. Maka Allah memerintahkan lautan dan daratan untuk mengumpulkan abunya yang terdapat didalamnya. Maka tiba-tiba ia berdiri tegak. Lalu Allah bertanya kepadanya, “Apa yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut? Ia menjawab, “karena takut kepada-Mu dan Engkau lebih mengetahui (isi hatiku)”. Kemudian Allah mengampuninya.

Dari kisah di atas dapat kita lihat bagaimana seseorang tersebut berusaha untuk lari dari azab Allah Azza wa Jalla dengan cara yang menurut akal pikirannya dapat membuatnya lolos dan lepas dari azab Allah Azza wa Jalla. Tetapi hal tersebut tidak dapat melemahkan kekuasaan Allah Azza wa Jalla . Bila seandainya ada seseorang mau melakukan tipuan terhadap Allah Azza wa Jalla agar ia terlepas dari azab kubur, sesungguhnya kekuasaan Allah Azza wa Jalla jauh lebih kuat daripada tipuannya. Pada hakikatnya yang ditipu adalah dirinya sendiri.

Di alam kubur manusia akan mengalami kehidupan barzakh sampai terompet sangkakala ditiup oleh malaikat Israfil. Di sana, ada yang bersukacita dan ada pula yang berdukacita, ada yang bahagia dan ada pula yang menderita. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Barâ’ bin ‘Azib Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya seorang hamba apabila akan menjumpai kehidupan akhirat dan berpisah dengan kehidupan dunia, para malaikat turun mendatanginya, wajah mereka bagaikan matahari. Mereka membawa kain kafan dan minyak harum dari surga. Para malaikat tersebut duduk dengan jarak sejauh mata memandang. Kemudian malaikat maut mendatanginya dan duduk dekat kepalanya seraya berkata, “Wahai jiwa yang baik keluarlah menuju ampunan dan keridhaan Allah.” Maka keluarlah ruh itu bagaikan air yang mengalir dari mulut wadah air minum. Maka malaikat maut mengambil ruhnya. Bila ruh itu telah diambil, para malaikat (yang membawa kafan dan minyak harum) tidak membiarkan berada di tangannya walaupun sekejap mata hingga mengambilnya. Lalu mereka bungkus ruh itu dengan kafan dan minyak harum tersebut. Maka keluarlah darinya aroma, bagaikan aroma minyak kasturi yang paling harum di muka bumi. Mereka membawa ruh itu naik menuju (ke langit). Mereka melewati para malaikat yang bertanya, “Siapa bau harum yang wangi ini?” Maka mereka menyebutnya dengan panggilan yang paling baik di dunia. Sampai naik ke langit, lalu mereka meminta dibukakan pintu langit, maka lalu dibukalah untuknya. Malaikat penghuni setiap langit mengiringinya sampai pada langit berikutnya. Dan mereka berakhir pada langit ketujuh. Allah berkata, ‘Tulislah kitab hamba-Ku pada ‘Illiyyin (tempat yang tinggi) dan kembalikan ia ke bumi, sesungguhnya Aku menciptakan mereka dari bumi, kemudian di sanalah mereka dikembalikan dan akan dibangkitkan kelak. Selanjutnya, ruhnya dikembalikan ke jasadnya. Lalu datanglah kepadanya dua malaikat,keduanya menyuruhnya untuk duduk. Kedua malaikat itu bertanya kepadanya, ‘Siapa Rabbmu?’ Ia menjawab, “Rabbku adalah Allah”. ‘Apa agamamu?’ Ia menjawab,agamaku Islam’. ‘Siapa orang yang diutus kepadamu ini?’ Ia menjawab, ‘Ia adalah Rasulullâh. ‘Apa ilmumu?’ Ia menjawab, ‘Aku membaca kitab Allah dan beriman dengannya’. Lalu diserukan dari langit, ‘Sungguh benar hambaku’. Maka bentangkanlah untuknya tikar dari surga-Ku. Dan bukakan baginya pintu surga. Maka datanglah kepadanya wangi surga dan dilapangkan kuburnya sejauh mata memandang. Selanjutnya, datang kepadanya orang yang berwajah tampan, berpakaian bagus dan harum mewangi. Ia (orang berwajah tampan) berkata, “Bergembiralah dengan semua yang menyenangkanmu. Inilah hari yang dijanjikan untukmu.” Maka ia (mayat) pun bertanya, “Siapa anda, wajahmu yang membawa kebaikan?” Maka ia menjawab, “Aku adalah amalmu yang shaleh. Ia bertanya lagi, “Ya Allah, segerakanlah Kiamat agar aku bisa kembali kepada keluarga dan hartaku.”

Dan bila seorang kafir, ia berpindah dari dunia dan menuju ke alam akhirat. Dan para malaikat turun dari langit menuju kepadanya dengan wajah yang hitam. Mereka membawa kain rami yang kasar, mereka duduk dengan jarak dari mayat sejauh mata memandang. Kemudian datanglah malaikat maut duduk di dekat kepalanya. Ia berkata, “Wahai jiwa yang kotor, keluarlah menuju kemurkaan Allah.” Selanjutnya, ruhnya pun menyebar ke seluruh tubuhnya dan malaikat maut mencabut ruhnya dengan kuat seperti mencaput sisir besi dari ijuk yang basah. Bila ruh itu telah diambil, para malaikat itu tidak membiarkannya sekejap mata di tangan malaikat maut, sampai para malaikat meletakkannya pada kain rami yang kasar tersebut. Kemudian ia mengeluarkan bau yang paling busuk di muka bumi. Selanjutnya para malaikat membawa naik ruh tersebut. Tiada malaikat yang mereka lewati kecuali mereka mengatakan, ‘Bau apa yang sangat keji ini?’ ia dipanggil dengan namanya yang paling jelek waktu di dunia. ketika arwahnya sampai pada langit dunia dan malaikat meminta pintunya dibuka, akan tetapi tidak diizinkan. Kemudian Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah:

Tidak dibukakan untuk mereka pintu langit, dan mereka tidak akan masuk surga sampai onta masuk ke dalam lubang jarum”. [al-A‘râf/7:40]

Setelah itu, Allah Azza wa Jalla berkata, “Tulislah catatan amalnya di Sijjîn pada lapisan bumi yang paling bawah”.Dan ruhnya dilemparkan jauh-jauh. Kemudian Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat:

Barangsiapa yang berbuat syirik kepada Allah, maka seolah-olah ia telah terjatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan oleh angin ke tempat yang jauh [al-Hajj/22:31]

Setelah itu ruhnya dikembalikan ke jasadnya, dan datang kepadanya dua orang malaikat yang menyuruhnya duduk. Kedua malaikat itu bertanya, ‘Siapa Rabbmu? ia menjawab, ‘Ha ha, aku tidak tahu’. Mereka bertanya lagi, “Siapakah orang yang diutus kepadamu ini?” Ia menjawab, “Ha ha, aku tidak tahu.” Maka seseorang menyeru dari langit, “Sungguh ia telah berdusta.” Bentangkan tikar untuknya dari api neraka dan bukakan salah satu pinti neraka untuknya. Maka datanglah kepadanya angin panas neraka. Lalu kuburnya disempitkan sehingga tulang-tulang rusuknya saling berdempet. Kemudian datang kepadanya seorang yang berwajah jelek, berpakaian jelek dan berbau busuk. Orang itu berkata,“Berbahagialah dengan apa yang menyakitimu, inilah hari yang dijanjikan padamu.” Lalu ia (mayat) bertanya, “Siapa engkau yang berwajah jelek?” Ia menjawab, “Aku adalah amalanmu yang keji.” Lalu mayat itu mengatakan, “Rabb ku janganlah engkau datangkan Kiamat.” [3]

Jika seorang Muslim mau merenung sejenak bagaimana keadaan dan kondisi kehidupannya nanti di alam kubur, niscaya ia akan menjauhi perbuatan maksiat dan dosa. Bayangkan, bagaimana keadaan kita ketika berada dalam sebuah lubang yang sempit lagi gelap, serta tidak ada cahaya sedikit pun. Betapa mencekam suasana gelap itu dan menimbulkan rasa takut yang dalam, napas terasa sesak, semakin lama semakin sulit untuk bernapas, rasa haus, lapar, panas, mau berteriak tidak seorang pun yang mendengar.

Akan tetapi alam kubur jauh berbeda dari semua itu. Tidak hanya sebatas apa yang tergambar ketika kita berada dalam sebuah lubang sempit dan gelap. Suasana di sana akan ditentukan oleh amalan kita sewaktu di dunia. Orang yang beramal shaleh waktu di dunia, ia akan lulus dalam menjawab pertanyaan malaikat. Tidur di atas hamparan tikar dari surga, ditemani oleh orang berbau wangi dan berwajah tampan. Kemudian senantiasa mencium bau harum hembusan angin surga.

Adapun orang yang ketika hidup di dunia bergelimang dosa dan maksiat, apalagi melakukan perbuatan syirik. Ia tidak akan bisa menjawab pertanyaan malaikat. Tidur di atas hamparan tikar dari api neraka, di temani oleh orang berbau busuk dan berwajah buruk. Kemudian ia senantiasa mencium bau busuk hembusan panas api neraka. Bahkan setiap manusia akan diperlihatkan tempat tinggalnya saat di alam kubur pada waktu pagi dan sore. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

Apabila seseorang telah mati, akan diperlihatkan kepadanya tempat tinggalnya pada waktu pagi dan sore. Jika ia termasuk penghuni surga, maka diperlihatkan tempatnya di surga. Dan jika ia dari penghuni neraka maka diperlihatkan tempatnya di neraka. Kemudian dikatakan kepadanya, “Inilah tempatmu yang akan engkau tempati pada hari Kiamat”. [HR Muslim no. 5110, Ahmad no. 5656, Mâlik no. 502]

Di antara hikmah diperlihatkannya tempat seseorang di akherat kelak ketika berada di alam kubur adalah agar semakin menimbulkan rasa syukur dalam diri orang yang beramal shaleh. Ini adalah salah satu bentuk nikmat yang dirasakannya dalam alam kubur. Adapun bagi orang berbuat dosa, maka itu akan semakin menambah rasa kekecewaan dan penyesalan dalam dirinya. Ini adalah salah satu bentuk azab yang dialaminya dalam alam kubur. Hal ini sebagaimana disebutkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

Tidak seorang pun masuk ke dalam surga kecuali diperlihatkan kepadanya tempatnya di neraka,seandainya ia berbuat jelek, agar bertambah rasa syukurnya. Dan tidaklah seorang pun masuk ke dalam neraka kecuali diperlihatkan kepadanya tempatnya di surga, seandainya ia berbuat baik, agar semakin bertambah atasnya rasa penyesalannya”. [HR al-Bukhâri no. 6084 dan Ahmad]

Dalam riwayat lain disebutkan: “Apabila seorang hamba diletakkan di kuburnya, dan para pelayatnya pergi meninggalkannya, sesungguhnya ia mendengar derap terompah mereka. Kemudian datanglah kepadanya dua orang malaikat dan menyuruhnya duduk. Mereka bertanya kepadanya, ‘Apa perkataanmu tentang orang ini?’ Adapun orang Mukmin, maka ia akan menjawab, Aku bersaksi bahwa ia adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Lalu dikatakan kepadanya, ‘Lihatlah tempatmu di neraka. Sungguh, Allah telah menukarnya dengan surga, maka ia melihat keduanya. berkata Qatâdah, ‘Disebutkan kepada kami bahwa kuburnya di luaskan tujuh puluh hasta, yang dipenuhi oleh tumbuhan hijau sampai hari mereka dibangkitkan.” [HR al-Bukhâri no. 1285, Muslim no. 5115, Ahmad no. 11823]

KESIMPULAN:
1. Azab kubur bersifat umum bagi seluruh manusia,tidak khusus bagi umat nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
2. Di antara azab atau nikmat kubur ada yang berhubungan dengan ruh dan jasad secara bersamaan dan ada pula yang khusus berhubungan dengan ruh saja.
3. Semua ruh orang yang telah meninggal dunia berada di alam Barzakh, sekalipun ia dimakan binatang buas ataupun dibakar.
4. Seseorang tidak akan masuk surga atau neraka kecuali setelah terjadinya hari Kiamat dan dibangkitnya seluruh manusia dari kuburnya.

PELAJARAN DI BALIK KEIMANAN KEPADA AZAB KUBUR
1. Menanamkan dalam diri seseorang sikap mawas diri dalam meninggalkan perintah-perintah agama.
2. Memiliki kemauan yang tinggi dalam melakukan amal shaleh, agar mendapat keberuntungan di alam kubur.
3. Menimbulkan rasa takut dalam diri seseorang untuk melakukan maksiat, agar terhindar dari azab kubur.
Wallâhu a‘lam.

Dalam Kitab Jauharul Mauhub diceritakan 3 jenis seksaan di dalam kubur bagi mereka yang meninggalkan sembahyang.

1. Dipersempitkan kuburnya sehingga berselisih tulang-tulang rusuknya.

2. Api dari lubang neraka disalurkan melalui satu lubang yang halus ke dalam kubur. Pada bulan Ramadhan, saluran ini ditutup dan seksaan dihentikan buat sementara.

3. Dihantar (Suja’ Al-Akra’) ular Akra’ yang menyeksa mereka yang meninggalkan sembahyang (yang tidak diqadha)

Matanya daripada api neraka dan kukunya daripada besi. Panjang setiap satu kukunya adalah setengah hari perjalanan. Bersamanya adalah pemukul yang diperbuat daripada besi. Maka ia berkata kepada mayat itu, suaranya seperti petir yang amat kuat. Ia berkata, ”Aku disuruhkan oleh Tuhanku untuk memukul engkau kerana meninggalkan sembahyang Subuh hingga sampai kepada waktu Zohor.”

"Kemudian,aku memukul engkau kerana meninggalkan sembahyang Zohor hingga Asar.Aku memukul engkau kerana meninggalkan sembahyang Asar hingga Maghrib. Dan aku memukul engkau kerana meninggalkan sembahyang Maghrib hingga Isya`.Dan aku memukul engkau kerana meninggalkan sembahyang Isya` hingga Subuh".

Bagi setiap satu pukulan, mayat itu akan tenggelam ke dalam bumi sedalam 70 hasta.
Selepas itu ular itu akan memasukkan kukunya ke bumi dan mengeluarkannya kembali; kemudian dipukul lagi.

Mereka itu sentiasa dalam pukulan ular itu sehingga hari kiamat.


Panggilan Ketika Ruh Berpisah Dari Badan

“Wahai Adam, apakah engkau meningalkan dunia ini, atau dunia yang meninggalkan dirimu?. Apakah engkau mengumpulkan dunia, atau dunia yang mengumpulkan dirimu?. Apakah engkau yang membunuh dunia, ataukan dunia yang membunuhmu”.

Ketika mayit diletakkan diatas dipan untuk dimandikan, tiba-tiba ada panggilan dengan tiga kali seruan : “Wahai anak Adam, dimanakah badanmu yang kuat itu, dan apa yang menjadikanmu lemas?. Wahai anak Adam, dimanakah lisanmu yang fasih itu, dan apa yang menyebabkanmu diam? Wahai anak Adam, dimanakah para kekasihmu, dan apa yang menyebabkan mereka tidak menyukaimu?”.

Tatkala mayit diletakkan di kain kafan, mayit dipanggil dengan tiga kali seruan : “Wahai anak Adam, engkau akan pergi jauh tanpa perbekalan. Wahai anak Adam engkau akan keluar dari rumah dan tidak akan kembali lagi. Wahai anak Adam, engkau tidak akan bisa naik kuda untuk selamanya, dan engkau akan menuju tempat yang sangat menakutkan”.

Pada saat mayit dipikul diatas keranda, mayit dipanggil dengan tiga kali seruan : “Wahai anak Adam, bahagialah dirimu jika dirimu termasuk orang yang bertaubat. Bahagialah engkau, jika amalmu termasuk amal baik. Bahagialah dirimu, jika temanmu adalah keridhoan Allah. Cekalah dirimu jika temanmu adalah kemurkaan Allah”.

Ketika mayit diletakkan untuk dishalati, mayit dipanggil dengan tiga kali seruan : “Wahai anak Adam, Setiap perbuatan yang engkau lakukan pasti pasti engkau akan melihatnya, Jikaperbuatan amalmu baik, maka engkau akan melihat suatu kebaikan. Sebaliknya jika amal perbuatanmu buruk, maka engkau akan melihat keburukan”.

Tatkala keranda diletakkan di tepi kuburan, maka mayit dipanggil dengan tiga kali seruan : “Wahai anak Adam, engkau tidak membawa perbekalan dari tempat yang ramai menuju tempat yang rusak. Engkau Engkau tidak membawa kekayaanmu kepada kefakiran ini. Engkau tidak membawa cahaya ke tempat yang gelap ini”.

Pada saat mayit diletakkan di lubang kubur, mayit dipanggil dengan tiga kali seruan : “Wahai anak Adam., disaat engkau berada diatas pungungku engkau banyak tertawa, sekatrang engkau berada diperutku dengan menangis. Engkau berada di punggungku dengan bergembira, sekarang engkau berada di perutku dengan kesusahan. Engkau berada di punggungku bisa berbicara, sekarang engkau berada diperutku dengan berdiam”.

Sewaktu orang-orang yang mengantar berpaling meninggalkan si mayit sendirian didalam kubur, maka Allah berfirman : “Wahai hambaKu, sekarang engkau tinggal sendirian dalam gelapnya kubur, sedangkan orang-orang sudah meninggalkan dirimu. Engkau telah berbuat durhaka kepadaKu hanya karena manusia, karena istri dan anak semata. Pada hari ini, Aku lebih mengaihi dirimu dengan rahmatKu, dimana besarnya rahmatKu melebihi kecintaan beberapa mahluk. Rasa belas kasihanKu kepadamu jauh melebihi rasa kasih sayang seorang ibu pada anaknya”.
Sumber


Membantah Pengingkar Azab Kubur
Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 051

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi)


“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (Ibrahim: 27)

Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat

“Allah meneguhkan.”

At-tatsbit pada ayat ini bermakna at-tahqiq yang artinya mewujudkan, yaitu Allah  mewujudkan amalan dan keimanan mereka. (Tafsir Ath-Thabari)

Adapula yang menyebutkan bahwa makna at-tatsbit adalah tetap dan kokoh. (lihat Fathul Qadir)

“Dengan ucapan yang teguh itu.”

Yakni kalimat yang haq dan hujjah yang jelas, yaitu kalimat tauhid: Laa ilaaha illallaah Muhammad Rasulullah. (Tafsir Al-Baghawi, Fathul Qadir, Asy-Syaukani)

“Dalam kehidupan dunia dan akhirat.”

Terjadi perselisihan di kalangan para ulama dalam menjelaskan makna “di dunia dan akhirat”:

Pendapat pertama, yang dimaksud “di dunia” adalah sebelum mati dan “di akhirat” adalah sesudah mati (alam kubur). Ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh jumhur ulama dan yang dipilih oleh Ath-Thabari .

Pendapat kedua, yang dimaksud “di dunia” adalah alam kubur, sedangkan yang dimaksud “di akhirat” adalah hari kiamat. Al-Bara’ bin ‘Azib  berkata tatkala menjelaskan tentang ayat ini: “Pengokohan dalam kehidupan dunia adalah apabila datang dua malaikat kepada seseorang di alam kuburnya, lalu keduanya bertanya kepadanya: ‘Siapakah Rabb-mu?’ Maka dia menjawab: ‘Rabb-ku adalah Allah.’ Lalu keduanya bertanya lagi: ‘Apakah agamamu?’ Maka dia menjawab: ‘Agamaku Islam.’ Lalu keduanya bertanya lagi: ‘Siapakah nabimu?’ Maka dia menjawab: ‘Nabiku adalah Muhammad n.’ Itulah yang dimaksud pengokohan dalam kehidupan dunia.” (Atsar ini diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim t dalam Shahih-nya no. 2871, Ath-Thabari 13/213, Abu Bakr bin Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 3/53 no. 12048, dan Al-Ajurri dalam Asy-Syari’ah hal. 866)

Penjelasan Makna Ayat

Allah mengabarkan bahwa Dia akan mengokohkan hamba-hamba-Nya yang mukmin, yaitu mereka yang tegak dengan keimanan hati yang sempurna, yang membuahkan amalan-amalan tubuhnya, sehingga Allah  mengokohkannya dalam kehidupan dunia tatkala munculnya berbagai syubhat dengan senantiasa terbimbing kepada keyakinan. Begitu pula tatkala munculnya syahwat, Allah  kokohkan dengan tekad yang kuat untuk lebih mengedepankan apa yang dicintai Allah k di atas hawa nafsu dan segala kehendaknya. Adapun di akhirat, ketika dia menemui kematian, dia diberi kekokohan di atas agama Islam dan akhir kehidupan yang baik. Di alam kubur adalah tatkala ditanya oleh dua malaikat, (Allah  kokohkan) dengan jawaban yang benar. Jika seorang yang telah mati ditanya: “Siapa Rabb-mu?”, “Apa agamamu?”, dan “Siapakah nabimu?”, maka (Allah k) membimbingnya dengan jawaban yang benar di mana seorang mukmin menjawab: “Allah Rabb-ku”, “Islam agamaku”, dan “Muhammad n nabiku.” Allah  l juga menyesatkan orang-orang zalim yang menyimpang dari kebenaran di dunia dan di akhirat. Dan Allah k tidaklah menzalimi mereka, namun merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri.

Ayat ini menunjukkan adanya fitnah (ujian) di alam kubur, siksaan dan kenikmatannya, sebagaimana yang terdapat dalam nash-nash yang mutawatir dari Nabi n tentang fitnah tersebut, sifatnya, kenikmatan dan siksaannya.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman)

Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim  dalam Shahih-nya dari Nabi n bahwa beliau membaca ayat ini lalu bersabda:

“(Ayat ini) turun berkenaan tentang siksaan kubur. Dikatakan kepadanya: ‘Siapakah rabb-mu?’ Maka dia menjawab: ‘Rabb-ku adalah Allah, nabiku Muhammad n.’ Maka itulah yang dimaksud dengan firman-Nya

Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (HR. Muslim: 2871)

Juga diriwayatkan dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri z, beliau berkata: Kami pernah bersama Rasulullah n dalam (mengurusi) jenazah, lalu beliau bersabda:


“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya umat ini akan diuji dalam kuburnya. Jika seseorang telah dikuburkan dan para pelayatnya telah meninggalkannya, maka dia didatangi oleh malaikat yang di tangannya ada palu, lalu mendudukkannya dan bertanya: ‘Apa pendapatmu tentang orang ini (maksudnya Muhammad n, pen.)?’ Jika dia seorang mukmin maka dia mengatakan: ‘Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah l semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad n adalah hamba dan Rasul-Nya.’ Maka malaikat itu berkata kepadanya: ‘Engkau benar.’ Maka dibukakan baginya pintu menuju neraka, lalu dikatakan kepadanya: ‘Ini tempatmu jika sekiranya engkau kafir kepada rabb-mu. Adapun jika engkau beriman kepada-Nya, maka sesungguhnya Allah telah menggantikanmu dengan yang ini’, lalu dibukakan baginya pintu menuju surga. Maka dia pun ingin segera beranjak ke sana, maka dikatakan kepadanya: ‘Diamlah,’ lalu diluaskan kuburannya. Adapun orang yang kafir atau munafik maka dikatakan kepadanya: ‘Apa pendapatmu tentang orang ini?’ Maka dia menjawab: ‘Aku tidak tahu!’ Maka dikatakan kepadanya: ‘Kamu tidak tahu dan tidak berusaha untuk mengetahui serta tidak mendapatkan hidayah!’ Lalu dibukakan baginya pintu menuju surga lalu dikatakan kepadanya: ‘Ini tempatmu jika sekiranya engkau beriman kepada Rabb-mu. Adapun di saat engkau kafir kepadanya, maka Allah menggantinya dengan yang ini, lalu dibukakan baginya pintu menuju neraka.’ Lalu malaikat itu memukulnya dengan palu dengan pukulan yang didengar oleh seluruh makhluk Allah kecuali jin dan manusia.”

Sebagian sahabat bertanya kepada beliau n: “Wahai Rasulullah, apakah setiap kami yang jika malaikat yang di tangannya ada palu berdiri di sisi kepalanya akan dipukulkan ketika itu?” Maka Rasulullah n menjawab dengan menyebut firman Allah  :

Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (Ibrahim: 27) [HR. Ath-Thabari, 16/592, Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah, 2/417, dishahihkan Al-Albani t dalam Ash-Shahihah no. 3394]

Ayat-ayat dan hadits-hadits mutawatir yang datang dari berbagai jalur menetapkan adanya ujian di alam kubur. Oleh karena itu, perkara ini merupakan hal yang menjadi kesepakatan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Tidak ada yang menyelisihinya kecuali dari kalangan ahli bid’ah yang sesat.

Abu Ja’far Ath-Thahawi  menyebutkan dalam Aqidah Ahlus Sunnah:

Dan (beriman) dengan adanya siksaan kubur bagi orang yang berhak merasakannya.” (Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah)

Ibnu Abil ‘Izz t menegaskan: “Telah datang berita-berita yang mutawatir dari Rasulullah n tentang kebenaran adanya siksaan kubur dan kenikmatannya bagi yang berhak mendapatkannya. Demikian pula pertanyaan dua malaikat. Maka wajib meyakini benarnya hal tersebut dan mengimaninya, serta kita tidak membicarakan tentang bagaimananya. Sebab akal tidak mampu menjangkau bagaimana terjadinya, karena tidak ada hubungannya dengan kehidupan di dunia ini. Syariat tidaklah datang dengan sesuatu yang tidak diterima akal, namun datang dengan sesuatu yang mengherankan akal. Sebab, kembalinya ruh ke jasadnya tidak seperti apa yang diketahui di dunia, namun dikembalikan ruh tersebut ke jasad tidak seperti pengembaliannya ketika di dunia.” (Syarah Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah, Ibnu Abil Izz, tahqiq Abdullah bin Abdil Muhsin At-Turki dan Al-Arna’uth, 2/578)

Aqidah Batil Ahli Bid’ah

Ayat Allah k merupakan satu di antara sekian banyak ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an yang membantah keyakinan ahli bid’ah dari kalangan Mu’tazilah dan neo-Mu’tazilah dari firqah Hizbut Tahrir yang mengingkari adanya siksaan dan kenikmatan di alam kubur/barzakh bagi mereka yang berhak merasakannya. Mereka memiliki sejumlah syubhat untuk mengingkari hal ini.

Di antara syubhat yang mereka sebutkan adalah tentang ayat yang menjadi topik bahasan kita. Mereka menyebutkan bahwa ayat ini terdapat dalam surah Ibrahim yang merupakan surah Makkiyyah, sementara Rasulullah  tidak mengetahui siksa kubur kecuali setelah beliau berada di Madinah. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Al-Imam Ahmad t dalam Musnad-nya (6/81), dari Aisyah  bahwa seorang wanita Yahudi pernah membantunya, dan setiap kali Aisyah x melakukan satu kebaikan kepadanya maka wanita Yahudi ini mengatakan kepadanya: “Semoga Allah melindungimu dari siksa kubur.” Lalu Rasulullah  menemuiku dan aku berkata: “Wahai Rasulullah, apakah di alam kubur ada siksaan sebelum hari kiamat?” Beliau menjawab: “Tidak. Ada apa?” Aisyah pun berkata: “Wanita Yahudi ini, tidaklah kami melakukan satu kebaikan kepadanya melainkan dia berkata: ‘Semoga Allah melindungimu dari siksaan kubur’.” Beliau menjawab: “Dusta orang-orang Yahudi. Mereka para pendusta atas nama Allah k. Tidak ada siksaan sebelum hari kiamat.” Lalu beberapa saat setelah itu, beliau keluar pada siang hari sambil menyelimuti dengan pakaiannya dengan mata yang memerah, sambil dia berteriak dengan suaranya yang paling keras: “Wahai sekalian manusia, fitnah menyelimuti kalian seperti potongan malam yang hitam. Wahai sekalian manusia, sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, kalian pasti banyak menangis dan sedikit tertawa. Wahai sekalian manusia, berlindunglah kepada Allah  dari siksaan kubur, karena sesungguhnya siksaan kubur itu adalah benar.” (Hadits yang semakna dengannya diriwayatkan Al-Imam Muslim   dalam Shahih-nya no. 584)

Demikian pula firman Allah l:

Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): ‘Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras’.” (Ghafir: 46)

Yang mana ayat ini juga merupakan ayat Makkiyyah. Karena kedua ayat ini Makkiyyah, sementara Rasulullah n mengetahui adanya siksaan kubur setelah berada di Madinah, maka ini menunjukkan bahwa kedua ayat tersebut bukan dalil tentang adanya siksaan kubur. Demikian syubhat mereka.

Syubhat ini telah dijawab oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar t. Beliau berkata:

Jawabannya adalah bahwa siksaan kubur dari ayat pertama diambil secara mafhum bagi orang yang tidak memiliki iman. Demikian pula secara manthuq (penunjukan secara nash) pada ayat yang kedua terhadap para pengikut Fir’aun, dan termasuk pula yang sama hukumnya dengan mereka dari kalangan orang-orang kafir. Maka yang diingkari oleh Nabi n adalah terjadinya siksaan kubur bagi ahli tauhid (kaum mukminin). Kemudian Nabi n diberitakan kepadanya bahwa hal itu bisa saja terjadi bagi siapa yang dikehendaki Allah k dari mereka, sehingga beliau pun memastikan dan memperingatkan darinya, serta bersungguh-sungguh dalam memohon perlindungan darinya sebagai bentuk pelajaran dan bimbingan kepada umatnya. Maka tidak ada kontradiksi. Walhamdulillah.” (Fathul Bari, 3/279. Lihat pula yang semakna dengan ini dalam ‘Umdatul Qari, 8/203)

Ada pula yang berkata dalam mengomentari ucapan Al-Hafizh Ibnu Hajar ini dengan mengatakan: “Apakah mungkin bagi Rasulullah  menyampaikan sesuatu berita tanpa ilmu pengetahuan? Apakah mungkin bagi Rasulullah n salah dalam tablighnya?”2

Maka jawaban kami adalah:

Kelihatannya, orang yang mengkritik (pernyataan) Al-Hafizh tersebut tidak memahami/berpura-pura untuk tidak memahami ucapan beliau. Sebab jika dia memahaminya dengan baik maka pertanyaan seperti ini tidak mungkin diutarakan. Tidak ada kesalahan dalam penyampaian Rasulullah . Tidak pula Rasulullah n menyampaikan sesuatu tanpa ilmu. Namun apa yang beliau ketahui tatkala ayat tersebut turun, adalah apa yang nampak dari ayat tersebut bahwa ayat itu berkenaan tentang siksaan kubur bagi orang-orang kafir, dan belum dikabarkan kepada beliau bahwa hal itu juga bisa dialami seorang muslim yang berhak merasakannya disebabkan perbuatan dosa yang dilakukannya. Sedangkan Rasulullah n tidak mengetahui kecuali apa yang telah Allah l beritakan kepadanya, sebagaimana firman-Nya:

Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku’.” (Al-Kahfi: 110, Fushshilat: 6)

Al-Qurthubi  ketika menjelaskan ayat ini mengatakan: “Yaitu, saya tidak mengetahui kecuali apa yang Allah  ajarkan kepadaku.” (Tafsir Al-Qurthubi, 11/69)

Rasulullah n juga bersabda:

Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia, maka apa yang aku beritakan kepada kalian dari Allah maka itu adalah kebenaran, dan apa yang aku ucapkan dari diriku sendiri maka sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia, bisa benar dan bisa salah.” (HR. Al-Bazzar dari Ibnu Abbas c, dihasankan Al-Haitsami t dalam Al-Majma’, 1/178, dan Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 455)

Sehingga apabila Rasulullah n menyampaikan sesuatu dari diri beliau, jika itu benar maka akan ditetapkan sebagai syariat. Jika apa yang beliau sebutkan keliru, maka segera turun wahyu dari Allah  untuk membenarkan kekeliruan apa yang disampaikan Rasulullah n, sampai agama ini sempurna, sehingga tidak lagi membutuhkan koreksi dan pembenaran dari siapapun.

Walhamdulillah.


Dunia Akan Berlalu Akherat Akan Menyongsong, Umar bin Abdul Aziz t berkata dalam salah satu khutbahnya, “Sesungguhnya, dunia bukanlah negeri keabadian kalian. Allah Allah Subhanahuwata’ala telah menetapkan kefanaannya. Dia  juga menetapkan bahwa penghuninya akan meninggalkannya. Betapa banyak tempat yang makmur dan dicatat oleh sejarah, hancur dalam waktu sekejap. Betapa banyak orang yang tinggal dalam keadaan senang, tiba-tiba harus beranjak pergi. Karena itu, siapkanlah sarana terbaik yang ada pada kalian sekarang—semoga Allah Subhanahuwata’alamerahmati kalian—untuk menempuh perjalanan (kelak). Siapkanlah bekal, dan bekal terbaik adalah takwa.”

Sebagian ahli hikmah mengatakan, “Aku heran terhadap manusia yang akan ditinggalkan oleh dunia dan akan disongsong oleh akhirat—, ia justru sibuk dengan hal yang akan meninggalkannya dan lalai dari sesuatu yang akan menyongsongnya.”








KUMPULAN ARTIKEL



0 Comments:

Post a Comment