A.
|
Sejarah
Dan Pengertiannya
|
|
Kata sejarah dalam bahasa
Indonesia berasal dari kata “Syajaratun” (Bahasa Arab) yang berarti pohon.
Menurut kamus Bahasa Indonesia (Poerwadaminta : 1976 : 887) serah berati :
1.
Silsilah, asal-usul (keturunan)
2.
Kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi
pada masa lampau, riwayat, tambo.
3.
Ilmu sejarah, pengetahuan atau uraian-uraian
mengenai peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi
di masa lampau.
Dalam bahasa asing lainnya
didapati kata-kata yang setara maknanya dengan istilah tersebut, seperti
histoiro (Perancis), geschicto (Jerman), historis atau geschiedonis
(Belanda) dan history (Inggris).
Kata-kata yang bermakna
sejarah dalam bahasa Belanda, Perancis dan Inggris tersebut berasal dari
kata historia (Bahasa Yunani) yang pada mulanya berarti pengetahuan yang
diperoleh melalui penelitian secara melihat dan mendengar.
Menurut Aristoteles, historia
berarti keterangan yang sistematis dari sejumlah fenomena atau gejala alam.
Lambat laun kata tersebut diartikan orang menjadi “Keterangan yang
sistematis dari gejala-gejala alam,terutama mengenai umat manusia yang
bersifat kronologis”
Sedangkan gejala-gejala alam
yang tidak bersifat kronologis (tidak menurut urutan terjadinya) dipakai
orang dengan istilah scientia atau science dari bahasa Latin.
Sejarah itu pada hakekatnya
adalah sejarah manusia. Tidak akan ada sejarah kalau tidak ada manusia.
Memang ada orang mengatakan atau menceritakan tentang sejarah terjadinya
planet bumi, gunung berapi, sejarah kehidupan binatang, sejarah
perkembangan suatu jenis tumbuhan dan sebagainya di luar manusia, tetapi
harus diingat bahwa yang mensejarahkan itu adalah manusia atau
setidak-tidaknya sejarah tersebut diperuntukkan bagi kepentingan manusia.
|
B.
|
Manusia Dan Sejarah
|
|
Sejarah membuktikan bahwa
dalam pergeseran kurun waktu terdapat deretan figur manusia yang mewarnai
atau mengukir sejarah. Karena kenyataan bahwa sejarah itu akrab dengan
manusia, maka perlu diketahui pandangan manusia itu sendiri mengenai
dirinya dalam kontak pembuatan sejarah. Dalam hal ini secara garis besarnya
terdapat dua pendapat yakni :
Pertama, pandangan yang
mengatakan bahwa manusia itu otonom, artinya manusia mempunyai kebebasan di
dalam menentukan nasibnya tanpa fihak lain ikut mencampurinya. Kedua, pandangan yang mengatakan
bahwa manusia itu terwujud dengan adanya pengaruh-pengaruh kekuatan lain di
luar manusia.
Bertumpu dari dua pandangan
di atas, kemudian lahirlah teori-teori mengenai arah dan tujuan gerak
sejarah. Teori tersebut adalah :
1.
Teori yang mengatakan bahwa sejarah itu bergerak
tanpa arah dan tujuan. Sejarah berputar dan berulang kembali. Pada
hakekatnya tiada sesuatu yang baru. Hari ini di bawah, pada saat yang lain
di atas berputar menurut hukum cyclus, bagaikan cakra penggilingan. Tokoh
penganut teori ini antara lain : Oswald Spongler (1880-1936) dan F. Nietze
(1844-1900).
2.
Teori yang mengatakan bahwa gerak sejarah tidak
lain adalah pelaksanaan kehendak Tuhan. Manusia dalam menuju ke arah
kesempurnaannya sekedar menerima ketentuan-ketentu Tuhan. Nasib baik atau
buruk semuanya telah ditentukan Tuhan, manusia tidak dapat mengubahnya.
Penghujung sejarah adalah syurga dan neraka, atau civitas dei (Kerajaan
Allah) dan civitas diabeli (Kerajaan Syetan). Teori ini terutama berakar
pada keyakinan dogma Kristiani, yang menafsirkan segala kejadian di dalam
sejarah itu semata-mata sebagai kehendak Tuhan, di mana manusia sekedar
menjalankan peran sebagai penebus dosa (to re doom) menuju ke arah
peningkatan nilai-nilai kemanusiaan. Teori ini disebut aliran Redemptive
Phylosophical Viewpoint. Teori ini menjiwai masyarakat Eropa pada abad
pertengahan dengan tokohnya Santo Agustinus (354-430).
3.
Teori yang dikemukakan oleh Ibnu Khldun
(1332-1406). Teori ini mengatakan bahwa manusia memang mempunyai Free Will, dalam arti manusia bisa
dan dapat berusaha, berikhtiar dan berjuang untuk menghasilkan perubahan
nasib yang telah ditentukan Tuhan. Di dalam kebebasannya itu terletak
tanggungjawab manusia atas kesejahteraan hidup dan kehidupannya. Dengan
demikian gerak sejarah tidak lain merupakan keseimbangan antara kekuasaan
Tuhan dengan usaha manusia.
4.
Teori yang mengatakan bahwa gerak sejarah adalah
kemajuan setapak demi setapak dengan tiada terbatas. Akhir dari gerak
sejarah adalah manusia dapat menguasai alam semesta. Teori ini banyak
dianut oleh dunia Barat, terutama di Eropa dan Amerika. Konsep penggeraknya
adalah “knowledge is power”. Tidak mengherankan apabila di Eropa dan
Amerika ilmu pengetahuan dan tekhnologi kemajuan yang sangat cepat dan
pesat. Teori ini dipelopori oleh Charles Darwin yang dikenal dengan aliran
“Evolusionis”.
5.
Teori yang mengatakan bahwa gerak sejarah
merupakan kausalitet kebendaan. Semua fenomena dapat dicari sebab dan
musababnya yang bersifat konstant. Bahkan termasuk persoalan agama oleh
aliran ini diberikan kejelasan secara rasionalitas. Tujuan gerak sejarah
adalah manusia samarata tanpa kelas.
Pandangan para ahli mengenai
arah dan gerak sejarah terdapat perbedaan dan kesamaan. Pertama, bahwa dasar gerak sejarah
adalah manusia. Kedua, bahwa
tujuan gerak sejarah adalah kehidupan manusia. Dari itu maka dikatakan
sejarah adalah sejarahnya manusia, bertumpu dan bermuara pada manusia.
Dari teori tersebut di atas
Dr. Ruslan Abdul Gani mengatakan bahwa kejadian dalamsejarah memang
ulangan, namun penguangan itu tidak bersifat statis, melainkan terdapat
garis yang menaik menuju kearah kemajuan dan kesempurnaan. Karena itu gerak
sejarah itu progresif. Sejarah dapat digunakan sebagai teleskop dalam
meprediksi masa yang lebih baik dari masa silam dan kini tanpa mengurangi
kepercayaan manusia terhadap kekuasaan Tuhan.
|
C.
|
Pembagian Sejarah
|
|
Menurut Aloys Meister dan
Gilbert Garraghan, bahwa pengertia sejarah dapat dibagi atas tiga konsep
yang berlainan tetapi saling bertalian. Pertama, peristiwa-peristiwa yang
menyangkut manusia yang terjadi di masa lampau (history as post actuality). Kedua, penulisan mengenai apa
yang telah terjadi di masa lampau (the record of events). Ketiga, sejarah
sebagai metode penelitian, yakni proses dan tekhnik meneliti sejarah
menuliskannya (method of inquiry).
Sejalan dengan Meister
Muhammad Ali membagi pengertian sejarah sebagai berikut :
1.
Sejarah adalah sejumlah peribahan, kejadian,
peristiwa-peristiwa di dalam kenyataan sekitar manusia. Sejarah sebagai
rentetanperistiwa, kejadian dan perubahan itu terjadi di luar kehendak
manusia, berlangsung dengan sendirinya secara kodrati atas kehendak Allah
SWT. Manusia berada dalam peristiwa sejarah selaku obyek sebagaimana yang
lain.
2.
Sejarah adalah ceritera tentang
perubahan-perubahan tersebut. Ceritera tentang perubahan itu merupakan
hasil karya manusia dalam usaha merekonstruksi peristiwa-peristiwa yang
terjadi.
3.
Sejarah adalah ilmu yangmenyelidiki perubahan
tersebut. Sejarah sebagai ilmu ditekankan pada kegiatan penelitian sehingga
menghasilkan teori-teori yang didukung oleh data empirik.
FJ Turner melihat dari sudut
lain. Menurut sifatnya, beliau membagi sejarah menjadi dua bagian yaitu
sejarah obyektif dan sejarah subyektif. Sejarah obyektif adalah
peristiwa-peristiwa itu sendiri, sedang sejarah subyektif dalam konsepsi
manusia mengenai perisiwa-peristiwa yang telah terjadi itu.
|
D.
|
Pendidikan Dan Kebudayaan
|
|
Pendidikan dalam konteks
kebudayaan mempunyai makna :
1.
Bahwa pendidikan itu adalah fenomena kebudayaan.
Artinya pendidikan yang dilakukan sebagai aktifitas manusia atau masyarakat
tersebut merupakan gejala dan pertanda sebagai darikebudayaan masyarakat
yang bersangkutan.
Pendidikan sebagai
fenomena kebudayaan didasarkan atas kenyataan bahwa manusia adalah makhluk
budaya. Hanya manusia satu-satunya makhluk yang mampu menciptakan
nilai-nilai budaya. Sebagai makhluk biologis manusia tidak jauh berbeda
dengan makhluk-makluk lain. Secara jasmaniah manusia tidak banyak mengalami
perubahan bentuk yang berarti selama ribuan tahun, tetapi dimensi budaya
manusia dapat kita saksikan bahwa hanya dalam beberapa tahun saja keadaan
telah banyak mengalami perubahan.
Dunia manusia adalah
dunia yangterbuka, yang mampu memberi arti bagi dunia kongkrit, dan ia
memiliki kemampuan menerobos untuk membaca dan mengetahui apa yang
tersembunyi dibalik dunia yang kongkrit itu. Dengan penemuan bahasa
misalnya, manusia dapat membicarakan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi
di masa lampau, yang sekarang tidak ada atau bahkan yang tidak akan terjadi
lagi di masa yang akan datang. Apa yang tidak diketahui oleh manusia
sekarang, bukan lagi merupakan batas pengetahuan manusia. Apa yang
dihasilkan manusia adalah kebudayaan, termasuk di dalam pendidikan. Karena
itu perbuatan mendidik adalah kegiatan kebudayaan.
2.
Bahwa pendidikan itu adalah pranata kebudayaan.
Kebudayaan adalah keseluruhan jalan hidup manusia yang diciptakan,
dipelajari dan diwariskan dari satu generasi kepada generasi berikutnya.
Ini berarti bahwa apa dan bagaimana wujud kebudayaan suatu masyarakat, baru
akan dimilikinya setelah kebudayaan itu dipelajari. Disamaping itu
kebuadayaan adalah keseluruhan cara hidup yang dibangun oleh sekelompok
manusia dan yang dikehendaki agar semua anggota masyarakat mengetahui,
mengikuti dan mempergunakan sebagai pedoman hidup (Butta, R. Freeman : A.
Cultural History of Western Education). Pandangan ini menilai bahwa dalam
diri kebudayaan itu telah terkandung unsur proses pendidikan. Dan memang
dalam kenyataan bahwa apa yang telah dihasilkan dan dimiliki manusia
sebagai kebudayaan tersebut, bukan mereka peroleh secara herediteit,
melainkan harus mereka pelajari baik melalui proses pendidikan maupun
interaksi sosial lainnya.
3.
Bahwa pendidikan itu merupakan esensi kebudayaan.
Artinya bahwa di dalam pendidikan itu tercermin kebudayaan suatu masyarakat
atau bangsa. Semakin maju kebudayaan masyarakat, akan semakin teratur dan
sempurna pula sistem serta organisasi penyelenggaraan pendidikan dalam
masyarakat tersebut. Semakin kompleks kebudayaan masyarakat, maka semakin
kompleks pula tuntutannya terhadap pendidikan.
|
E.
|
Sejarah Pendidikan Sebagai Ilmu
|
|
Persyaratan suatu ilmu
menuntut kejelasan-kejelasan obyek, sistematika dan metodologi. Berkaitan
dengan persyaratan pertama, maka sejauh pendidikan sebagai ilmu menjadikan
alam manusia untuk sasaran materi pengkajiannya. Adapun spesifikasi
tinjauannya terhadap alam manusia tersebut ditujukan kepada aspek-aspek
pemikiran dan perbuatannya yang berkait dalammaslah pendidikan. Ini disebut
obyek forma sejarah pendidikan. Sejarah pendidikan akan mempelajari
pendapat-pendapat, pandangan-pandangan aktivitas-aktivitas pendidikan,
berbagai wawasan terhadap konsepsi teoritis yan dikemukakan para ahli
pendidikan, termasuk di dalamnya mempelajari biografi tokoh-tokoh
pendidikan tersebut. Persyaratan kedua menghendaki adanya asas pengaturan
yang konsisten. Sejarah pendidikan sebagai ilmu yang mempelajari peristiwa
masa lampau menjadikan pembabagan waktu sebagai asas pembentukan
sistematikanya. Secara konsisten sejarah pendidikan menyusun realita
pendidikan yang telah terjadi pada masa lampau itu ke dalam sistematik yang
menunjukkan jalinan fungsi antar realita, sehingga memberikan kedudukan
relatif (saling kait mengait) dengan kenyataan-kenyataan lainnya.
Sistematika demikian disebut sebagai susunan yang berfungsi. Disamping itu
sistematika tersebut juga merupakan susunan yang bergerak, artinya
pengorganisasian realita pendidikan masa lampau itu membuka perspektif bagi
upaya eksplorasi lebih lanjut. Persyaratan ketiga sejarah pendidikan
sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri menampakkan keberadaannya di
antara ilmu-ilmu pendidikan lainnya.
Sejarah pendidikan dalam
perwujudannya memberikan pengertian tentang pendidikan masa yang lampau.
Pengertian dimaksud adalah gambaran yang seolah-olah berupa potret-potret
yang diambil dari peristiwa-peristiwa kejadian yang lampau itu.
Alam lahir ini adalah
berjenis-jenis rupanya, beraneka ragam dan berkelaluan. Keanekaragaman
disebut heterogen, sedang berkelaluan disebut kontinu. Pengertian yang
heterogen dapat diperoleh dengan mengabaikan untuk sementara yang kontinu.
Kedua-duanya tidak dapat ditinjau sekaligus bersama-sama. Sebaliknya
penilikan terhadap yang kontinu perlu dengan melengahkan yang heterogen.
Sejarah pendidikan bekerja
dengan metode historika. Metode ini memperhatikan kejadian-kejadian yang
bersifat heterogen. Ia tidak merombak yang heterogen itu, tetapi memutuskan
yang kontinu untuk dijadikan berpangkal-pangkal sebagai masa yang berturut-turut.
Maksudnya adalah untuk memberikan pengertian dengan menggambarkan yang
bervariasi itu dengan memilih mana yang dipandang berharga dan
menyingkirkan mana yang dipandang berharga dan menyingkirkan mana yang
dianggap kurang berharga dalam peninjauan masalah. Metode historika mencoba
menyusun gambaran masa lampau dalam suatu ideal tipe, yang berarti ukuran
bagi pelaksanaan, dan dalam hal ini adalah masalah pendidikan.
|
F.
|
Ilmu Pendidikan Dan Sejarah Pendidikan
|
|
JH. Gunning membedakan
pengertian pedagogik dengan pedagogi. Pedagogik diartikan sebagai ajaran
mengenai problem-problem dan fakta pendidikan, pedagogi diartikan sebagai
pendidikan yang berisi pemikiran yang langsung ditujukan kepada perbuatan. Pedagogik
bersifat teoritis. Yang pertama berisikan rangkaian pengertian-pengertian,
sedang yang kedua merupakaian rangkaian perbuatan.
Adanya dua pengertian
tersebut tidak berarti pemisahan pendidikan sebagai teori dan praktek,
sebab pengertian pedagogik mengandung pengertian aspek-aspek praktis. Dalam
membentuk dirinya pedagogik bermula dari praktek menuju ke sistem dan
akhirnya sampai ke dasar-dasar filsafat. Sedang pedagogi berada dalam
situasi pendidikan dan selalu berusaha untuk mewujudkan cita-cita
pendidikan. Hal ini berarti perenungan dalam pedagogik itu telah sekaligus
memperhitungkan segala sesuatu yang menyangkut praktek. Jadi dapat
dikatakan bahwa pedagogik berisi landasan atau prinsip penuntun dan pedoman
mengenai bagaimana pendidikan harus dilaksanakan dan dinilai.
Dalam pandangan lain dapat
disebut bahwa ilmu pendidikan itu bersifat normatif karena :
1.
Dalam pendidikan terkandung norma-norma tertentu
yang telah digariskan sebagai arah tujuannya.
2.
Mendidik berarti menanamkan norma-norma tertentu
dalam kehidupan anak sesuai dengan filsafat yang dianutnya.
3.
Persoalan pendidikan adalah persoalan norma yang
dianut, dan bukan masalah empiri (pengalaman).
4.
Pendidikan itu memiliki pertalian yang erat
dengan falsafah yang dimiliki oleh penyelenggara, baik itu oleh
lembaga-lembaga negara, masyarakat, agama maupun oleh lembaga-lembaga
negara, masyarakat, agama,maupun oleh lembaga-lembaga lainnya.
5.
Pendidikan itu sendiri sebagai ilmu, adalah
cabang dari filsafat pendidikan.
6.
Seorang pendidik mempunyai falsafah tertentu,
sehingga semua tindakannya harus dapat dipertanggungjawabkan.
Atas dasar itulah, maka dapat
dikatakan bahwa ilmu pendidikan sebagai ilmu yang bersifat normatif berarti
pendidikan itu didasarkan, diarahkan dan juga diukur hasilnya dengan
norma-norma tertentu.
Menurut aliran progresivisme
keberhasilan belajar dan proses pendidikan tidak hanya berhenti pada
penumpukan sejumlah pengetahuan dalam diri anak, tetapi ia harus
dimanefestasikan dalam tingkah laku dan perbuatan. Sesuai dengan pandangan
ini maka pendidikan didefinisikan sebagai “suatu usaha yang sadar dan
teratur serta sistematis, yang dilakukan oleh orang yang bertanggungjawab,
untuk mempenngaruhi anak agar memiliki sifat dan tabi’at sesuai dengan
cita-cita pendidikan”. Pernyataan ini memandan pendidikan sebagai tindakan
praktis, karena hasil pendidikan itu harus dimanifestasikan dalam bentuk
tingkah laku dan perbuatan. Keberhasilan suatu usaha pendidikan harus
dilihat dan diukur pada perubahan apa yang telah terjadi dalam tingkah laku
dan perbuatan anak yang diakibatkan dari adanya proses pendidikan tersebut.
Ilmu pendidikan berusaha
mengetahui dan memahami persoalan-persoalan dalam pendidikan. Usha ini
dinamakan mengadakan sistematisasi karena perlu mengenali maslah-maslahnya,
menyusun menjadi kesatuan yang jelas dengan kaitan yang logis. Hasilnya disebut
ilmu pendidikan sistemais. Pokok masalah dalam cabang ilmu ini dibahas
secara abstrak dan umum, dalam kaitannya dengan sejarah pendidikan, ilmu
pendidikan sistematis mempunyai kaitan timbal balik, dimana pendidikan
sistematis merupakan gagasan-gagasan, dasar-dasar, atau prinsip-prinsip
yang berhubungan satu sama lain, sementara sejarah pendidikan menuturkan
pendidikan sebagaimana keadaannya pada masa yang telah lewat. Karena itu pendidikan
sistematis mengawali sejarah pendidikan, dan sebaliknya kemajuan pemikiran
pendidikan sistematis memperoleh dorongan yang kuat, sekiranya bersikap
terbuka untuk menerima bahan-bahan dari sejarah pendidikan.
Sejarah pendidikan dalam
kaitannya dengan ilmu pendidikan perbandingan dapat dikatakan bahwa
pendidikan ikut menentukan terwujudnya ilmu pendidikan perbandingan. Sebab sebagaimana
didefinisikan ilmu pendidikan perbandingan adalah syudi mengenai teori dan
praktek pendidikan sekarang sebagaimana dipengaruhi bermacam-macam latar
belakang, dan yang merupakan kelanjutan sejarah pendidikan sampai sekarang.
Tugas ilmu pendidikan perbandingan adalah mempelajari perbedaan dan
persamaan sistem pendidikan di berbagai negara. Karena itu kerja ilmu
pendidikan perbandingan tidak dapat meninggalkan jasa sejarah pendidikan. Hal
ini bisa dimengerti mengingat sistem pendidikan sekarang pada dsarnya
adalah proyeksi pendidikan masa silam. Disamping itu bisa juga terjadi bahwa
problem pendidikan masa lampau justru memerlukan pemecahan pada waktu
sekarang.
Sebagai kesimpulan bahwa,
sejarah pendidikan itu mengawali studi perbandingan pendidikan. Dan secara
keseluruhan, nampak diantara berbagai disiplin ilmu pendidikan tersebut
terdapat hubungan yang saling terkait. Sekaligus juga menunjukkan bahwa
interdependensi merupakan keperluan dan juga arti pengembangan disiplin
masing-masing.
|
G.
|
Tugas Sejarah Pendidikan
|
|
Sejarah pendidikan adalah
cabang lain dari ilmu pendidikan, yang menuturkan pendidikan sebagaimana
keadaannya pada masa-masa yang silam. Tugas sejarah pendidikan selain
mengutarakan pendidikan masa lampau secara deskripsi, dapat juga
menguutarakan secara teoritik sistem-sistem pendidikan dari zaman ke zaman
mengaitkannya pada struktur budaya dan filsafat yang mendasari kehidupan
manusia pada zaman-zaman tertentu.
Sejarah pendidikan berusaha
mengungkapkan, elukiskan, menuturkan, juga menganalisa peristiwa-peristiwa
pendidikan dari suatu masa berikutnya, dari satu generasi ke generasi
selanjutnya. Ini berarti bahwa sejarah pendidikan berkewajiban memberi
pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan yang terukir
dalam sejarah peradaban manusia. Mengingat tugas dan kewajiban tersebut,
maka memahami sejarah pendidikan harus sudah berbekal pengetahuan tentang
makna sejarah itu sendiri dalam kaitannya (cross-meeting) dengan manusia.
|
H.
|
Faedah Mempelajari Sejarah
Pendidikan
|
|
Elmor Harrison Wilds, dalam
bukunya “The Foundations of Modern Education” menjelaskan tentang kegunaan
mempelajari sejarah pendidikan :
1.
Mempelajari sejarah pendidikan berarti mengadakan
studi mengenai perkembangan ide-ide pendidikan.
2.
Mempelajari sejarah pendidikan berarti mengadakan
studi mengenai bermacam-macam teori perubahan konsep-konsep pendidikan.
3.
Mempelajari sejarah pendidikan berarti mengadakan
studi mengenai bermacam-macam aspek pendidikan yang telah dicita-citakan
dan diusahakan oleh para tokoh.
4.
Mempelajari sejarah pendidikan berarti mengadakan
studi tentang evolusi pendidikan.
5.
Mempelajari sejarah pendidikan berarti mengadakan
studi menganai aspirasi-aspirasi pendidikan melewati sejarahnya.
6.
Mempelajari sejarah pendidikan berarti
mempelajari studi mengenai sejarah alam pikir pendidikan.
|
|