Latar Belakang
Pendidikan berhubungan dengan sistem
sosial, diselenggarakan di dalam sistem sosial, dan demi sistem sosial.
Hanya dalam sistem sosial tertentulah
arti sebuah sistem pendidikan dapat dirasakan. Sebelum membahas
bagaimana cara mendidik, ada baiknya kita jelaskan dulu secara singkat
bagaimana hasil yang ingin dicapai. Pendidikan modern tengah kehilangan
pandangannya terhadap tujuan pendidikan Illahi, karena kita mengaburkan
gagasan-gagasan mengenai jenis masyarakat yang bagaimana yang sebenarnya
dikehendaki Tuhan bagi kita.
Jika kita telah memiliki gagasan yang
jelas mengenai suatu masyarakat, maka kita berhak mengembangkan apa yang
bermafaat dalam pengembangan dan mempertahankan masyarakat tersebut serta
menghancurkan hal yang buruk dan berbahaya. Misalnya orang tua yang telah
berideologi komunisme, maka yang pertama dilakukan adalah akan mendidik
anak-anaknya dengan kerangka ideologi mereka, memprogandakan sistem
sosialnya melalui pranata-pranata pendidikan mereka. Kesimpulannya
kebijakan pendidikan yang ditempuh adalah bertujuan memperkenalkan
kehidupan dan budaya komunis.
Bertrand Russel berpendapat bahwa
pendidikan yang kita inginkan bagi anak-anak kita haruslah bergantung pada
cita-cita kita mengenai karakter manusia, dan harapan kita mengenai bagian
yang harus kita perankan dalam masyarakat. Seorang pasif tidak akan pernah
menginginkan jenis pendidikan yang agaknya baikbagi militeris. Sudut pandang
pendidikan seorang seorang komunis tidak akan sama dengan sudut pandangan
seorang individualis. Tiba pada perbedaan yang mendasar tidak mungkin ada
kesepakatan antara pihak-pihak yang menganggap pendidikan sebagai suatu
alat untuk menanamkan keyakinan-keyakinan tertentu dan pihak-pihak yang
berpendapat bahwa pendidikan harus menghasilkan daya pertimbangan yang
independen.
Tak pelak lagi bahwa, pendidikan
merupakan proses yang dijadikan sarana oleh suatu masyarakat untuk
memasyarakatkan budayanya pada para anggotanya, yang terbentuk dari
berbagai unsur. Kebudayaan berlangsung dari pengetahuan dasar hingga
penafsiran alam semesta. Pengabdian pada kemanusiaan, rasa disiplin moral,
toleransi dan cinta leluhur, keadilan perlakuan dan kesempatan, perlindungan
ilmu, kebebasan berfikir dan berkehendak, persaudaraan dunia dan semua
manfaat agama yang membentuk suatu kebudayaan baik dan sehat.
Agama
Dan Kebudayaan
Budaya terdiri dari gagasan dan
cita-cita. Budaya di dasarkan pada sikap kelompok atau kelas masyarakat
terhadap falsafah kehidupan, yang bisa saja sekuler atau relijius. Semua
budaya historis mempunyai hubungan dan keakraban yang mendalam dengan
agama. Tidak ada satu pun budaya besar yang berkembang tanpa agama.
Tradisi kebudayaan utama Eropa adalah
greja Romawi. Tradisi Barat diambil dari Latin yang merupakan bahasa
Romawi. Oleh karenanya pelestarian budaya Inggris sangat tergantung pada
keadaan kultural dari Eropa Latin. Demikian pula halnya dengan
budaya-budaya dunia lainnya yang terbilang besar seperti budhisme, Judaisme
dan Islam. Mereka memberikan budaya-budayanya masing-masing yang khas.
Keadaan budaya-budaya ini juga bergantung pada keadaan dari agama-agama.
Definisi
Kebudayaan
Banyak sekali definisi mengenai
kebudayaan ini. Pada bulan Agustus 1955, diterbitkan naskah rancangan
Piagam UNESCO ( organisasi pendidikan, ilmu dan kebudayaan ). Tujuan
organisasi ini dinyatakan dalam ayat 1 berbunyi : “ ... Untuk mengembangkan
dan memelihara pengertian timbal balik dan pemahaman kehidupan dan
kebudayaan, seni, kemanusiaan, dan ilmu-ilmu bangsa-bangsa di dunia,
sebagai landasan bagi organisasi internasional kolektif dan perdamaian
dunia ...”
Di sini, kata-kata “ Pemahaman
Kehidupan dan Kebudayaan “ sangat penting. Pemahaman ini tentu saja bisa
beraneka ragam sesuai dengan beraneka ragamnya filsafat atau penafsiran
tentang kehidupan. Hanya ada dua hipotesis mengenai kehidupan : relijius
dan sekuler. Menurut agama, tidak ada satu bidang kehidupan pun yang berada
di luar jangkauan pengendalian nilai-nilai moral. Kehidupan dan kebudayaan,
seni, humanika dan ilmu semuanya dipahami dalam suatu masyarakat etis,
dalam arti mereka memenuhi kehendak Allah. Teori pendidikan juga diatur
oleh hukum yang sama. Jadi masalahnya menjadi masalah relijius. Akan tetapi
tidaklah ini berarti bahwa pendidikan harus terbatas pada kependetaan atau
strata masyarakat yang lebih tinggi. Ini berarti bahwa keseluruhan sistem
pendidikan harus diselaraskan dengan kesanggupan kebudayaan tertentu,
karena pendidikan diselenggarakan di dalam dan demi budaya itu sendiri.
Budaya Islam memiliki kesanggupan yang
past dan kecenderungan tertentu. Karenanya sistem pendidikan masyarakat
Islam juga harus selaras dengan sifat-sifatnya sendiri. Dalam satu pesannya
pada “ Konferensi Pendidikan Seluruh Pakistan “, yang diselenggarakan di
Karachi 27 November 1947, Qaidz Azam Muhammad Ali Jinnah menyatakan :
“ ...Kita harus
menangani maslah pendidikan ini dengan jujur, menjadikan kebijaksanaan
dan program pendidikan kita selaras dengan kemampuan masyarakat Muslim
kita serta sesuai dengan sejarah kebudayaan kita ... “
|
Pada amanatnya pada Akademia Islamia
untuk kaum wanita, sekali lagi beliau menyatakan :
“ ...Banyak pemikir
yang kotor dan tidak Islami telah menyusup ke dalam masyarakat Islam
kita. Adalah kewajiban dari pranata-pranata pendidikan Muslim untuk
mendidik anak-anaknya pada jalur yang benar, meungkinkan mereka
menghidupkan kehidupan Islami ... “
|
Pernyataan-pernyataan tersebut cukup
menampilkan keseluruhan kebijaksanaan pendidikan dari suatu masyarakat
Muslim. Akan tetapi apakah sebenarnya masyarakat Islam, memerlukan uraian
lebih lanjut.
Budaya
Islam
Sebagaimana telah tertulis di muka
pemikiran, kebudayaan menembus kehidupan individu maupun masyarakat. Di
satu pihak, kebudayaan meliputi seluruh peradaban materi manusia dan di
lain pihak juga meliputi seluruh aspek ruhaniyahnya. Dengan pengertian ini
kebudayaan tidak hanya meliputi pangan, sandang, papan, mesin dan sarana
komunikasi dan perhubungan tapi juga agama, moralitas, hukum, filsafat,
seni ilmu, pemerintahan dan pendidikan.
Beberapa kritik telah mempertanyakan
keberadaan budaya Islam, atau menganggapnya sebagai penegejawentahan dari
budaya Romawi dan Yunani, atau renovasinya. Tak pelak lagi kebudayaan Islam
telah dipengaruhi oleh budaya-budaya lain. akan tetapi ini tidak berarti
bahwa budaya Islam tidak memiliki landasan yang membedakan. Jika budaya
meliputi gagasan dan cita-cita, seperti yang telah disinggung di atas, maka
budaya Islam adalah murni dan keberadaannya bukan disebabkan oleh
tradisi-tradisi Yunani-Romawi, bukan pula disebabkan warisan budaya Iran
atau India. Bangun budaya Islam ditegakkan pada konsep Tauhid. Tauhid
menekankan pada kenyataan bahwa manusia memiliki jasad maupun ruh yang
memerlukan pemeliharaan dan tuntunan tepat bagi pembangunannya. Oleh
karenanya, tugas budaya Islam menyelaraskan gagsan-gagasan material dan
spiritual manusia. Penekanannya tidak hanya pada satu aspek dengan
mengorbankan aspek yang lain, seperti yang tengah terjadi pada budaya di
setiap generasi dan zaman.
“ ...Budaya Islam,
ujar Marmaduke Pickthal, tidak bertujuan memperindah dan menghaluskan
perhiasan kehidupan manusia. Budaya ini bertujuan memperindah dan
menyempurnakan kehidupan manusia itu sendiri ... “
|
Dalam
pendapat lain Gibb harus mengakui :
“ ...Islam
benar-benar lebih dari sekedar sistem theologi. Islam merupakan satu
peradaban yang lengkap. Islam meliputi keseluruhan yang kompleks. ... “
Suatu budaya dengan
cerminan-cerminannya yang khas, dalam struktur politik, sosial dan
ekonomi, dalam konsepsinya mengenai hukum, dalam pandangan etisnya,
kecenderungan-kecenderungan intelektualnya, kebiasaan bertindak dan
berfikirnya ... “
|
Oleh karenanya semangat budaya Islam
berbeda dari budaya-budaya lainnya di dunia. Dan perbedaan ini menimbulkan
perbedaan sistem pendidikan dan suatu masyarakat atau republik Islam.
Tujuan
dan Definisi Pendidikan
Sejak Plato hingga zaman kini,
pendidikan telah ditafsirkan dan didefinisikan secara beraneka ragam. Tak
pelak lagi bahwa keseluruhan masyarakat bergantung pada jenis pendidikan
yang kita berikan kepada generasi muda kita. Pendidikan bukanlahlah satu
sarana untuk merekam indormasi atau mendapatkan pekerjaan-pekerjaan dengan
gaji tinggi, akan tetapi meningkatkan dan mengangkat kesejahteraan
intelektual, estetika dan moral umat manusia. Jika pendidikan merupakan
pemupukan intelektual, estetika dan moral dari jasad dan ruh maka
pendidikan haruslah merupakan proses sepanjang hidup. Keluarga, alam
sekitar, karya kerja dan kegemaran kita, buku, majalah, surat kabar,
tekhnologi dan semua yang kita lihat dan dengar, segala yang kita rasa dan
alami, mendidik kita terus menerus. Hal ini menjadi unsur kebudayaan yang
sangat penting, yang harus diarahkan ke tujuan-tujuan yang membangun,
bertujuan untuk mengembangkan kepribadian yang utuh secara selaras dan
seimbang. Pengembangan suatu kepribadian yang utuh mustahil terjadi tanpa
adanya pembinaan ruh. Konsep moralitas ini harus di dasarkan pada cahaya
Illahi. Saat ini kita tidak begitu banyak menderita karena kebodohan massal
seimbang dengan ketiadaan iman dan naluri akan nilai-nilai yang tepat, yang
tidak bisa dipenuhi hanya oleh pendidikan akademis dan tekhnis saja.
Dengan
memberi batasan pada pendidikan, Plato berkata dalam “ Republic – nya :
“ ...Tujuan
terakhir dari semua pendidikan, adalah terbentuknya wawasan ke arah
tatanan harmonis ( kosmos ) dari seluruh dunia. Tahap-tahap pertama ini
berakhir di sini dalam persepsi bayangan-bayangan kesempurnaan moral
spiritual yang apabila dihubungkan dengan keindahan lahiriah yang ada
dalam diri seseorang yang hidup, merupakan obyek kasih sayang yang tepat
... “
|
Dr.
ECM. Joads mengatakan pendidikan adalah :
1.
|
Untuk memungkinkan
anak-anak menikmati kehidupannya
|
2.
|
Melengkapinya agar
dapat memainkan peranannya sebagai warga negara
|
3.
|
Untuk
memungkinkannya mengembangkan semua kekuatan laten dan anggota badan
sesuai tirahnya yang dengan
demikian akan memungkinkan dia menikmati kehidupan sosial.
|
Atau
pendidikan dalam konsep modern dinyatakan :
1.
|
Pendidikan membuat
orang lebih bahagia
|
2.
|
Pendidikan
merupakan hal yang diinginkan oleh setiap orang, dan
|
3.
|
Pendidikan harus
diselenggarakan untuk memberikan kesempatan yang sama.
|
Akan tetapi semua definisi pendidikan
di atas, berdasarkan pada pemikiran sekuler dan tidak memiliki aspek
pendidikan yang paling penting, yaitu aspek ruhaniah yang menerangi jiwa.
Sekularisasi pendidikan selalu
menyebabkan anarkhi moral, kericuhan sosial. Sekularisasi pendidikan
mengembangkan perilaku mementingkan diri sendiri. “ Menyebarnya pendidikan,
ujar Bernard Shaw, “ adalah meneyebarnya ketidakpuasan “. Budayawan ini merasa bahwa tekhnokrasi
atau hukum kedaulatan tekhnik saja tidak dapat memuaskan keinginan-keinginan
sejati kehidupan insani. Pendidikan yang melulu bersifat mekanis ilmiah,
menurut pendapatnya, tidak mampu mengobati penyakit dunia.
Kebudayaan
Dan Sains
Kemajuan Sains telah mengubah pola
kebudayaan. Dia membangkitkan masyarakat untuk menentang keberadaan Tuhan.
Dan juga meletakkan landasan
peradaban zaman kini pada jalur-jalur sekuler. Sebaliknya
penemuan-penemuan ilmiah harus memperkuat, dan bukan memperlemah, iman
kepada Tuhan. Keduanya merupakan indikasi kekayaan dan keajaiban makhluk
Tuhan yang tiada taranya.
Kebuadayaan yang kita ketahui
merupakan kombinasi serasi antara peradaban ruhaniah dan material suatu
bangsa. Budaya saat ini jauh dari kualitas budaya yang sempurna dan matang.
Keseluruhan tekanan dititikberatkan pada Pendidikan ilmiah dan tekhnis
semata dan tidak menoleh pada ilmu etika. Sedangkan tanpa ilmu etika ini
mustahil ada kehidupan yang bahagia. Krisis kesadaran dan krisis keyakinan
akan selalu tampak pada setiap peradaban. Akibat dari keadaan tersebut maka
bisa jadi bahwa, kemanusiaan akan terus menghadapi titik jenuh, fragmentasi
dalam mengelola urusan-urusannya atau bahkan fragmentasi di kalangan
organisasi-organisasi bisnis yang hanya bersaing untuk mendapatkan hasila
dan keuntungan yang melimpah.
Name
|
: Syed Habibul Haq Nadvi
|
Lahir
|
: Barh, Bihar, India
|
Meninggal
|
: Durban, Afrika Selatan Setelah Operasi Jantung
|
|
Utama
|
Biografi sebagai seorang Sarjana terkemuka, Guru Besar juga
seorang Da’iyah
|
Syed Habibul Haq nadvi berimigrasi ke Pakistan pada tahun
1956 dari India. Pada tahun 1964 ia memenangkan beasiswa Fullbright-Hays
untuk studi yang lebih tinggi di Harvard di mana ia juga mengambil gelar
Master dengan perbedaan pada Departemen Bahasa dan Sastera Timur Dekat.
Semangat Habib pelayanan terhadap Islam melalui karya
akademis menuntutnya untuk menerima undangan untuk menngajar di
Universitas Durban. Dia mengambil bagian dalam kegiatan tersebut lebih
dari empat puluh konferensi Internasional di seluruh dunia.
Habib menulis banyak buku. Diantara buku yang terkenal
adalah :
1.
The Holy Prophet Of Islam and The Orientalist.
2.
The Dimension of Islamic Education
|
|