PENDAHULUAN
Proses pendidikan
terhadap manusia terjadi pertama kali ketika Allah SWT selesai menciptakan
Adam A.S, lalu Allah SWT mengumpulkan tiga golongan mahluk yang
diciptakan-Nya. Tiga golongan mahluk ciptaan Allah dimaksud yaitu Jin,
Malaikat, dan Manusia (Adam A.S) sebagai "siswa" nya, sedangkan
Allah SWT bertindak sebagai “guru" nya. Lalu, Allah SWT bertanya dan
ternyata Adam lah yang berhasil menjawab.
Kejadian di atas diabadikan Allah SWT dalam
firman-Nya QS.2 (Al-Baqoroh): 30 - 33 sebagai berikut :
"Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: 'sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang kholifah dimuka bumi', Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak
menjadikan kholifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?' Tuhan berfirman: 'Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang kamu tidak ketahui'." "Dan Dia mengajarkan
kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya
kepada para Malaikat lalu berfirman: 'Sebutkanlah kepada-Ku nama
benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!".
"Mereka menjawab: 'Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui
selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mengatahui lagi Maha Bijaksana'."Allah berfirman:
'Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini!' Maka setelah
diberitahukannya kepada mereka benda-benda itu, Allah berfirman: 'Bukankah
sudah Ku katakana kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia
langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu
sembunyikan?". Allah Swt berfirman dalam Alquran yang artinya : Allah
tidak akan merubah suatu bangsa sehingga mereka sendiri merubah apa yang
ada dalam dirinya. Termasuk yang ada di dalam diri manusia adalah hati,
fakir, rasa, dan raga. Merespon firman Allah di atas, Pemerintah bersama-sama
DPR mengamandemen UUD 1945 pada tahun 2000 yaitu bahwa pendidikan adalah
hak asasi manusia, dan pada amandemen tahun 2002 terhadap UUD 1945
disebutkan bahwa, tanggung jawab Negara dalam pendidikan diwujudkan dalam
APBN sekurang-kurangnya 20 %. Dalam Pembukaan UUD 1945 tercantum salah satu
cita-cita bangsa Indonesia yang luhur, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bangsa atau masyarakat yang cerdas merupakan pilar bagi kejayaan dan
kemajuannya. Dengan "mencerdaskan orang banyak" dan "memperbanyak
orang cerdas", maka kita bangsa Indonesia akan sanggup menghadapi
berbagai tantangan di masa yang akan datang. Membangun manusia yang cerdas
dan terampil ini merupakan bagian dari hakikat pembangunan nasional, yakni
pembangunan ,manusia seutuhnya dan manusia Indonesia seluruhnya. Kecerdasan
dan keterampilan satu sama lain saling melengkapi dan tidak dapat
dipisahkan. Kalau kecerdasan banyak berhubungan dengan kemampuan pikir dan
nalar yang berbasis pada akal atau rasio, maka keterampilan berkaitan
dengan skill atau keahlian yang dimiliki oleh seseorang.
Pendidikan sebagaimana
pengertiannya yang disebutkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
adalah "usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara".
Pendidikan yang
dimaksud dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas di atas adalah
pendidikan yang mengarah pada pembentukan manusia yang berkualitas atau
manusia seutuhnya yang lebih dikenal dengan istilah insan kamil. Untuk
menuju terciptanya insan kamil di atas, maka pendidikan yang dikembangkan
menurut Mendiknas (2006: xix) adalah pendidikan yang memiliki empat segi
yaitu : olah kolbu, olah pikir, olah rasa, dan olah raga. Olah kolbu adalah
pendidikan akhlak mulia dan berbudi pekerti luhur sehingga peserta didik
memiliki kepribadian yang unggul. Ini adalah aktualisasi dari potensi hati
manusia dan merupakan bagian pendidikan yang paling mendasar dan paling
penting. Dalam istilah pendidikan, hal itu termasuk merupakan aspek afeksi,
yaitu bagaimana membangun manusia berhati baik dan prakarsanya menjadi
baik, yang ini semua tergantung atau karena didasarkan pada niat yang baik,
sebagaimana bunyi Hadits Nabi: " semua perbuatan (amal) berangkat /
tergantung dari kualitas niatnya". Niat yang baik dan positif akan
bisa menjadikan manusia bersifat produktif. Inilah yang dalam istilah
popular saat ini disebut dengan kecerdasan spiritual. Olah pikir berarti
membangun manusia agar memiliki kemandirian serta menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi. Olah pikir berorientasi pada pembangunan manusia
yang cerdas, kreatif dan inovatif. Olah rasa bertujuan menghasilkan manusia
yang apresiatif, sensitive,serta mampu mengekspresikan keindahan dan
kehalusan. Ini sangat penting karena tidak akan ada rasa syukur manakala
seseorang tidak memiliki apresiasi terhadap keindahan dan kehalusan.
Sedangkan olah raga merupakan proses pembangunan manusia sehingga bisa
menjadikan dirinya sebagai penopang bagi berfungsinya hati, otak dan rasa.
Proses pendidikan di
atas sejalan dengan QS. Ali Imron (3): 191 yang artinya sebagai berikut
:" (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi: "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka." Itulah cermin manusia seutuhnya yang menggunakan hati dan
fikirannya untuk selalu berdzikir kepada Allah, bertafakur mengamati alam
semesta, sehingga sampai pada suatu kesimpulan bahwa Allah menciptakan alam
semesta ini bukan untuk main-main, tetapi dengan tujuan yang amat tinggi
dan mulia yaitu tujuan kehidupan manusia yang tidak berhenti di dunia ini
saja, melainkan harapan dan doa kehidupan yang sejahtera di akhirat kelak.
Sedangkan menurut Irfan
Hielmy (1999: 58) kecerdasan dan keterampilan seperti yang disebutkan dalam
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas adalah Kecerdasan dan keterampilan
yang merupakan bagian dari apa yang kita kenal dengan istilah "The
Golden H", yaitu head, hand, heart, dan health. Head adalah manusia
yang cerdas, pandai dan pintar, hand berarti manusia yang terampil,
memiliki skill atau keahlian dan profesionalisme; heart berarti manusia
yang mencintai keindahan, memiliki akhlak yang mulia dan sopan santun; dan
health berarti manusia yang sadar akan kebersihan, kesehatan dan
berdisiplin tinggi. Cerdas (ibid: 59) berarti pandai, tajam pikiran dan
sempurna perkembangan akal budinya. Insan yang cerdas dan terampil adalah
insan dengan kemampuan akalnya dapat memahami berbagai alam dan sosial, serta
memanfaatkannya demi kesejahteraan umat manusia baik di dunia maupun di
akhirat kelak.
Pembangunan pendidikan
yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat merupakan upaya
pengejewantahan salah satu cita-cita nasional, yaitu menciptakan anak bangsa
yang cerdas dan bermartabat. Proses pencerdasan dan pemartabatan bangsa
dilakukan tidak lepas dari proses belajar mengajar dan pelatihan baik
melalui jalur sekolah
PEMBAHASAN
A. Pendidikan menurut
Alquran
Paradigma pendidikan
dalam Alquran tidak lepas dari tujuan Allah SWT menciptakan manusia itu
seindiri, yaitu pendidikan penyerahan diri secara ikhlas kepada sang Kholik
yang mengarah pada tercapainya kebahagiaan hidup dunia maupun akhirat,
sebagaimna Firman-Nya dalam QS. Adz-Dzariyat: 56 : "Tidak semata-mata
kami ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah". Menurut
Armai Arief (2007:175) " bahwa tujuan pendidikan dalam Alquran adalah
membina manusia secara pribadi dan kelompok, sehingga mampu menjalankan
fungsinya sebagai hamba Allah SWT. dan kholifah-Nya, guna membangun dunia
ini sesuai dengan konsep yang diciptakan Allah".
Pendidikan menurut
Alquran dapat dilihat bagaimana Luqman Al-Hakim memberikan pendidikan yang
mendasar kepada putranya, sekaligus memberikan contohnya, juga menunjukkan
perbuatannya lewat pengamalan dan sikap mental yang dilakukannya
sehari-hari dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Diantara wasiat
pendidikan 'monumental' yang dicontohkan Luqman lewat materi billisan dan
dilakukannya lewat bilamal terlebih dahulu adalah: Jangan sekali-kali
menyekutukan Allah, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, jangan
mengikuti seruan syirik, ingatlah bahwa manusia itu pasti mati, hendaklah
kita tetap merasa diawasi oleh Allah, hendaklah selalu mendirikan sholat,
kerjakan selalu yang baik dan tinggalkan perbuatan keji, jangan suka
menyombongkan diri, sederhanalah dalam berpergian, dan rendahkanlah
suaramu.
Walaupun sederhana
materi dan metode yang diajarkan Luqman Al-Hakim kepada putranya termasuk
kepada kita semua yang hidup di jaman modern ini, namun betapa cermat dan
mendalam filosofi pendidikan serta hikmah yang dimiliki Luqman untuk dapat
dipelajari oleh generasi berikutnya sampai akhir jaman.
Pendidikan menurut Alquran yang direfleksikan Allah
SWT dalam QS. Luqman (31):12-19 selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
12. Dan sesungguhnya
telah kami berikan hikmah kepada Luqmman, yaitu : " bersyukurlah
kepada Allah. Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah) maka sesungguhnya
ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa tidak bersyukur, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
13. Dan (ingatlah)
ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepada
anaknya: "Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu adalah benar-benar kedzaliman yang
besar".
14. Dan Kami
perintahkan kepada manusia terhadap dua orang ibu-bapak; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-bapakmu,
hanya kepada-Kulah kembalimu.
15. Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuannya tentang itu, maka janganlah engkau mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberikan
kepadamu apa yang telah engkau kerjakan.
16. (Luqman berkata):
"Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji
sawi dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah
akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui".
17. Hai anakku,
dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah).
18. Dan janganlah
engkau memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
engkau berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
19. Dan sederhanalah
engkau dalam berjalan dan lunakkan suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk
suara adalah suara keledai.
Ketokohan Luqman
Al-Hakim seperti dijelaskan di atas merupakan suatu keniscayaan dalam dunia
pendidikan, hingga dapat melahirkan para ahli pendidikan dibidangnya
masing-masing sejak Alquran dilauncingkan oleh pembawa risalah terakhir
Rosululloh Muhammad SAW 14 abad yang lalu hingga sekarang bahkan sampai
akhir jaman. Islam memandang dan memposisikan sendi-sendi keilmuan atau
ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sesuatu yang sangat utama. Ia
merangkul IPTEK sedemikian rupa sehingga menganggap suci dan disamakan
derajatnya dengan jihad bagi perjuangan orang-orang yang berilmu dan yang
mencari ilmu, juga karya-karya yang mereka temukan tentang fenomena dan
rahasia alam semesta ini. Hal ini dijelaskan dengan firman Allah dalam QS.
Al-Mujadilah ayat 11 : "Allah meninggikan orang-orang yang beriman di
antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat."
Ilmu pengetahuan yang
dituju oleh Alquran menurut Widodo (2007: 161) adalah ilmu pengetahuan
dengan pengertiannya yang menyeluruh, yang mengatur segala yang berhubungan
dengan kehidupan dan tidak terbatas pada ilmu syariah dan akidah saja. Ia
mencakup berbagai disiplin ilmu seperti ilmu sosial, ekonomi, sejarah,
fisika, biologi, matematika, astronomi, dan geografi dalam bentuk
gejala-gejala umum, general ideas, atau grand theory yang perlu
dikembangkan lagi oleh akal manusia. Dalam pandangan yang bersifat
internal-global, ilmu-ilmu dalam Alquran dapat dijabarkan ke dalam
masalah-masalah akidah, syariah, ibadah, muamalah, akhlak, kisah-kisah lampau,berita-berita
akan datang, dan ilmu pengetahuan ilahiah lainnya.
Demikian lengkapnya
berbagai ilmu yang terdapat dalam Alquran, tidak terkecuali masalah sains
dan matematika. Menurut Fahmi Basya (1427H: 95) menjelaskan bahwa
Matematika Islam ialah matematika yang menjadikan Alquran dan Sunnah Nabi
sebagi postulat. Hal itu sejalan dengan apa yang dikatakan Nabi Muhammad
SAW bahwa:" Aku tinggalkan untuk kalian dua urusan, kamu tidakakan
tersesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan
Sunnah Rasul Allah (Hadits)." Sebab itu masih menurut dia, dalam
Matematika Islam, kita tidak lagi perlu membuktikan suatu data yang datang
dari Allah dan Rasul-Nya, sekalipun nanti dalam perjalananya, Matematika
Islam seolah membuktikan kebenaran sunnah-sunnah Nabi. Data bilangan dari
Alquran dan Nabi, diolah dan dibuat model matematikanya. Untuk memperjelas
penemuannya dia mengutip QS. Al-Hasyr ayat 21 sebagai berikut : 'Kalau Kami
turunkan Alquran ini kepada gunung, sungguh kamu lihat dia tunduk terpecah
belah dari takut kepada Allah. Dan Dan itu perumpamaan yang Kami adakan
untuk manusia supaya mereka berfikir."
Cuplikan ayat di atas
menjelaskan bahwa Alquran adalah suatu Formula. Oleh karena itu diakhir
ayat tadi dikatakan 'itu perumpamaan yang kami adakan untuk manusia supaya
mereka berfikir'. Fenomena ini menandakan bahwa Alquran berisi Sains yang
perlu difikirkan.
B. Kedudukan Ilmu dalam
Alquran
Ilmu ialah pengetahuan
yang disusun secara sistematis yang diperoleh melalui suatu penyelidikan
yang rasional dan empiris. Kebenaran hasil suatu penyelidikn atau
penelitian yang rasional sudah barang tentu mensyaratkan adanya kemampuan
berfikir dan bernalar melalui akal yang sehat secara logis untuk menetukan
kesimpulan suatu kebenaran yang semuanya bersifat nisbi (sekarang aktual
besok basi), karena kebenaran yang hakiki hanyalah milik Allah SWT, seperti
ditegaskan dengan firman-Nya QS. AlBaqarah (2):147: "Kebenaran itu
adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang
yang ragu".
Dengan demikian, akal
yang sehat menjadi syarat utama dapat memperolehnya. Irfan Hielmy (Ibid:
62) mengatakan: "Ilmu, dalam bahasa Inggris disebut science, artinya
ilmu pengetahuan. Atau sering pula disebut dengan istilah epistemology,
yaitu " part of philosophy which treats of the possibility, nature and
limits of human knowledge" (bagian dari ilmu filsafat yang tersusun
atas kemungkinan, alam dan batasan pengetahuan manusia)." Bagi
manusia, ilmu berguna untuk merencanakan suatu aktivitas, mengontrol atau
mengevaluasinya, memprediksi suatu gejala, dan yang terpenting adalah untuk
mengembangkan teknologi, sehingga dapat memberikan manfaat yang besar bagi
kepentingan seluruh umat manusia.
Tidak ada agama selain
Islam, dan tidak ada kitab suci selain Alquran yang demikian tinggi
menghargai ilmu pengetahuan, mendorong untuk mencarinya, dan memuji
orang-orang yang menguasainya. Yusuf Qardhawi (1998: 91) mengingatkan
bahwa, ayat Alquran yang pertama ke hati Rasulullah SAW menunjuk pada
keutamaan ilmu pengetahuan, yaitu dengan memerintahkannya membaca, sebagai
kunci ilmu pengetahuan, dan menyebut qalam, alat transformasi ilmu
pengetahuan, sebagai mana ditegaskan dalam QS.Al-Alaq : 1-5 sebagai berikut
: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia
menciptakan manusia dari segumpal darh. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."
Dalam wahyu pertama di
atas, Allah SWT memulai surat dengan memerintahkan untuk membaca yang
timbul dari sifat 'tahu', lalu menyebutkan penciptaan manusia secara khusus
dan umum, menyebut nikmat-Nya dengan mengajarkan manusia apa yang ia tidak
ketahui. Hal itu menunjukkan akan kemuliaan belajar dan ilmu pengetahuan.
C. Manusia Dimuliakan
dengan Ilmu
Disebutkan dalam
Alquran (tidak dalam kitab agama lainnya) bahwa Allah memberikan keutamaan
kepada Adam, bapak manusia, juga menjadikannya sebagai khalifah Allah di
muka bumi dan meninggikannya di atas malaikat (yang mengisi seluruh
waktunya dengan ibadah kepada Allah) yaitu dengan ilmu yang diberikan Allah
SWT kepadanya dan mengungguli ilmu malaikat dan jin pada ujian yang
dilakukan Allah antara mereka dan manusia.
Ibnul Qayyim seperti
dikutip Qardhawi (Ibid: 96) berkata : Tentang keutamaan ilmu yang
dikisahkan dalam QS. Al-Baqarah: 30-33 seperti tercantum di awal tulisan
ini, ada beberapa bentuk. Pertama, Allah membalas pertanyaan malaikat
ketika mereka menanyakan Allah SWT, "Kenapa Engkau menjadikan khalifah
di bumi, sementara malaikat lebih taat dibanding mereka," Allah
menjawab, "Aku lebih tahu atas apa yang engkau tidak ketahui".
Allah menjawab bahwa Dia lebih tahu substansi terdalam semua itu, sementara
mereka tidak mengetahuinya. Allah Maha Tahu lagi Maha Bijaksana dari
khalifah ini akan lahir makhluk-makhluk pilihan, rasul-rasul, nabi-nabi,
kaum shalihin, para syuhada, ulama, dan ahli ilmu pengetahuan dan keimanan,
yang lebih baik dari Malaikat. Dan timbul dari Iblis makhluk yang paling
jahat di dunia. Allah SWT mengeluarkan dia (dari surga yang menjadi tempat
tinggal Adam). Sementara, malaikat tidak mengetahui tentang keduanya, serta
tentang penciptaan dan penempatannya di bumi yang mengandung banyak hikmah. Kedua,
ketika akan menunjukkan kelebihan Adam dan meninggikan derajatnya, Allah
SWT melebihkannya dengan ilmu yang dimilikinya. Maka, Allah mengajarkan
kepadanya nama-nama, setelah melontarkan pertanyaan kepada para Malaikat,
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang
yang benar." (Al-Baqarah:31). Dalam tafsir dikatakan bahwa para
Malaikat berkata, "Allah tidak akan menciptakan makhluk yang lebih
mulia dari kita!" Mereka menyangka lebih baik daripada khalifah yang
Allah jadikan di muka bumi. Ketika Allah menguji mereka dengan ilmu yang
dimiliki khalifah ini, maka mereka segera mengakui kelemahan dan kebodohan
atas apa yang mereka tidak ketahui. Saat itu Allah menampakkan keutamaan
Adam dengan ilmu yang dimilikinya. "Allah berfirman, 'Hai Adam,
beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini! Maka setelah
diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, (Al-Baqarah:33) mereka
mengakui kelebihan Adam. Ketiga, Setelah menunjukkan keutamaan Adam dengan
ilmu yang dimilikinya dan ketidaktahuan Malaikat atas ilmu tersebut, Allah
SWT berfirman kepada mereka : " . Bukankah sudah Kukatakan kepadamu
bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui
apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"
(Al-Baqarah:33).
Dengan firmanNya di
atas, Allah memberitahukan kepada mereka akan ilmu Allah dan bahwa Dia
mengetahui segala sesuatu, baik lahir maupun batin, dan kegaiban langit.
Allah memperkenalkan diri kepada mereka dengan sifat ilmu, dan
memberitahukan mereka bahwa keutamaan nabi-Nya adalah dengan ilmu, dan
kelemahan mereka atas Adam adalah dalam segi ilmu. Semua itu menunjukkan
kem,uliaan ilmu. Keempat, Allah SWT menjadikan sebagian sifat kesempurnaan
pada Adam sehingga ia lebih mulia dari makhluk yang lainnya. Allah ingin
menunjukan kemulian dan keutamaan Adam, maka Allah menampilkan sisi
terbaiknya, yaitu ilmunya. Ini menunjukan bahwa ilmu adalah sisi yang
paling mulia dalam diri manusia dan kemuliaan manusia karena ilmunya.Hal
seperti ini sama dengan apa yang terjadi terhadap Nabi Yusuf a.s.. Ketika
Allah ingin menunjukan keutamaan dan kemuliannya atas seluruh manusiaa pada
masanya. Dia memperlihatkan kepada raja dan penduduk Mesir ilmu Yusuf
a.s.tentang tabir mimpi yang tidak dapat di pecahkan oleh para ahli. Pada
saat itu, sang raja menampilkannya dan memberikannya kedudukan, yaitu
memegang perbendaharaan Negara. Padahal, sebelumnya raja itu
memenjarakannya karena melihat ketampanannya, namun ketika tampak
ketinggian ilmu dan pengetahuannya, ia melepaskan bahkan memberikannya
kedudukan. Ini menunjukan bahwa penguasaan ilmu oleh bani Adam lebih
dimuliakan dan lebih baik dari bentuk fisik.
Sementara menurut jalan
pemikiran Muhammad Syadid (2003: 132) bahwa Alquran menjadikan alam sebagai
'buku' untuk mengetahui Allah (ma'rifatullah), menyeru akal dan hati untuk
memikirkan keindahan ciptaan Allah dan ayat-ayat-Nya, mengungkap berbagai
macam rahasia penciptaan-Nya. Dengan pengarahan ini Alquran membuka pintu
ilmu, memerdekakan akal dan pikiran dari belenggu kebodohan dan kebekuan,
serta mendorong kita untuk mengadakan pengkajian, penelitian dan
pembelajaran. Allah Azza wa Jalla telah menciptakan segala sesuatu dan
mengaturnya sesuai dengan undang-undang, sekaligus menyiapkan manusia untuk
mengenal undang-undang tersebut dan menggunakannya dengan kesiapan yang
juga dianugerahkan Allah kepadanya.
Selanjutnya Syadid
menyitir contoh pada kisah Nabi Sualaiman yang ingin memindahkan singgasana
Ratu Bilqis dari Yaman ke istananya sebelum Ratu Bilqis datang memenuhi
undangannya, mungkin terdapat isyarat Alquran yang mengagumkan untuk bisa
menyibak rahasia alam, guna memotivasi akal agar mau berpikir dan mengkaji,
sehingga bisa melahirkan berbagai macam penemuan. Kisah selengkapnya
diabadikan dalam QS. An-Naml (27): 38-40 sebagai berikut : "Berkata Sualiman:
Hai pembesar-pembesar, siapakah diantara kamu sekalian yang sanggup membawa
singgasananya kepadaku sebelum mereka dating kepadaku sebagai orang-orang
yang berserah diri. Berkata Ifrit (yang cerdik) dari golongan Jin ; aku
akan dating kepadamu dengan membawa singgasana itu sebelum kamu berdiri
dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya
lagi dapat dipercaya. Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab:
aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip. Maka
tatkala Sualiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun
berkata: Ini termasuk karunia Robb-ku untuk mencoba aku apakah aku
bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang
bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri
dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Robb-ku Maha Kaya lagi Maha
Mulia."
Syadid berkesimpulan
bahwa pekerjaan memindahkan singgasana dari satu negeri ke negeri yang lain
dalam waktu lebih cepat dari sekejap mata disebutkan oleh Alquran bukan
sebagai suatu perbuatan sihir, kekuatan Jin, atau mukjizat seoarang Nabi,
melainkan perbuatan seseorang karena ilmu yang dimilikinya. Ini merupakan
bukti bahwa dengan ilmu manusia mampu menundukkan banyak kekuatan alam
manakala ia sampai kepada pengenalan terhadap undang-undang-Nya. Hal itulah
yang telah dilakukan oleh rekan Nabi Sulaiman a.s. Ilmu modernpun telah
mampu memindahkan suara melalui gelombang, lalu berkembang sehingga mampu
memindahkan gambar visual. Sementara para ahli juga mencoba memindahkan
badan dengan cara seperti yang dilakukan oleh ilmuwan di zaman Sulaiman
tersebut. Dan Alquran Al-Karim cukup memotivasi orang untuk berpikir, tidak
perlu mengemukakan teori, cara atau sarananya. Dengan kata lain, Alquran
cukup hanya menunjukkan kunci-kunci ma'rifah dan rahasia alam, serta
mendorong kita untuk terus menerus meneliti serta mengkajinya.
PENUTUP
Alquran jelas sekali
menghargai orang-orang yang berilmu dan berjuang dalam dunia pendidikan,
seperti tercantum dalam QS. Al-Mujadilah 11 : "Niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di anatara kamu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." Sebuah nasihat Imam
Al-Ghazaly (1995: 15) perlu kita renungkan dengan baik : "Wahai
orang-orang yang ingin terbebas dari segala mara bahaya dan yang ingin
beribadah dengan benar, kita harus membekali diri dengan ilmu . Sebab,
beribadah tanpa bekal ilmu adalah sia-sia, karena ilmu adalah pangkal dari
segala perbuatan. Hendaknya kita memusatkan perhatian dan pikiran hanya
hanya untuk ibadah dan ilmu. Jika sudah demikian, kita akan menjadi kuat
dan berhasil . Karena berpikir selain untuk ibadah dan ilmu adalah bathil
dan sesat, hanya hanya aka menghancurkan dunia."
Menghadapi era
millennium ke 3, penguasaan dan pengendalian IPTEK harus menjadi pemikiran
serius para pelaku pendidikan. Penguasaan IPTEK mutlak diperlukan mengingat
perkembangan global masyarakat modern tidak dapat dipisahkan dari IPTEK.
Namun demikian, upaya pengendalian dan pencegahan dampak negatif IPTEK,
juga harus menjadi prioritas pendidikan mengingat nasihat Imam Al-Ghazaly
di atas.
Kecenderungan realitas
obyektif masyarakat modern yang di satu sisi terbius dengan hedonisme, dan
sangat mengagung-agungkan ilmu dan teknologi, namun mulai ada kepercayaan
dan ketergantungan kepada semangat spiritualitas agama. Melihat
perkembangan masyarakat modern yang semakin menghawatirkan, namun ada sisi
menggembirakan, seperti dikemukakan Irfan Hielmy (1999: 106) ..banyak di
antara tokoh-tokoh di berbagai belahan dunia yang semakin menyadari
pentingnya kehadiran agama di tengah-tengah masyarakat, gejala dan
kecenderungan masyarakat untuk kembali memaknai agama pun sudah semakin
terlihat, bahkan John Naisbit dan Patricia Aburdene, dua orang futurology Amerika
Serikat memperkirakan akan terjadinya kebangkitan agama pada millennium
ketiga ini. Jelaslah bahwa ilmu itu ibarat permata dan lebih utama dari
ibadah. Namun demikian tidak boleh meninggalkan ibadah, kita harus
beribadah dengan disertai ilmu. Oleh karena itu untuk kebahagiaan hidup
dunia dan akhirat kita harus memiliki keduanya, yakni ilmu dan ibadah.
|