Imam Abu Abdullah
al-Bukhari
Tokoh Islam penghimpun
dan penyusun hadith itu banyak, dan yang lebih terkenal di antaranya
seperti yang disebut di atas. Adapun urutan pertama yang paling terkenal di
antara enam tokoh tersebut di atas adalah Amirul-Mu’minin fil-Hadith
(pemimpin orang mukmin dalam hadith), suatu gelar ahli hadith tertinggi.
Nama lengkapnya adalah
Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah.
Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail, terkenal kemudian sebagai Imam Bukhari,
lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M), cucu seorang Persia
bernama Bardizbah. Kakeknya, Bardizbah, adalah pemeluk Majusi, agama
kaumnya. Kemudian putranya, al-Mughirah, memeluk Islam di bawah bimbingan
al-Yaman al Ja’fi, gubernur Bukhara. Pada masa itu Wala dinisbahkan
kepadanya. Kerana itulah ia dikatakan “al-Mughirah al-Jafi.”
Mengenai kakeknya,
Ibrahim, tidak terdapat data yang menjelaskan. Sedangkan ayahnya, Ismail,
seorang ulama besar ahli hadith. Ia belajar hadith dari Hammad ibn Zayd dan
Imam Malik. Riwayat hidupnya telah dipaparkan oleh Ibn Hibban dalam kitab
As-Siqat, begitu juga putranya, Imam Bukhari, membuat biografinya dalam
at-Tarikh al-Kabir.
Ayah Bukhari disamping
sebagai orang berilmu, ia juga sangat wara’ (menghindari yang
subhat/meragukan dan haram) dan taqwa. Diceritakan, bahawa ketika menjelang
wafatnya, ia berkata: “Dalam harta yang kumiliki tidak terdapat sedikitpun
wang yang haram maupun yang subhat.” Dengan demikian, jelaslah bahawa Bukhari
hidup dan terlahir dalam lingkungan keluarga yang berilmu, taat beragama
dan wara’. Tidak hairan jika ia lahir dan mewarisi sifat-sifat mulia dari
ayahnya itu.
Ia dilahirkan di
Bukhara setelah salat Jum’at. Tak lama setelah bayi yang baru lahr itu
membuka matanya, iapun kehilangan penglihatannya. Ayahnya sangat bersedih
hati. Ibunya yang saleh menagis dan selalu berdo’a ke hadapan Tuhan,
memohon agar bayinya bisa melihat. Kemudian dalam tidurnya perempuan itu
bermimpi didatangi Nabi Ibrahim yang berkata:
“Wahai ibu, Allah telah
menyembuhkan penyakit putramu dan kini ia sudah dapat melihat kembali,
semua itu berkat do’amu yang tiada henti-hentinya.”
Ketika ia terbangun,
penglihatan bayinya sudah normal. Ayahnya meninggal di waktu dia masih
kecil dan meninggalkan banyak harta yang memungkinkan ia hidup dalam
pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Dia dirawat dan dididik oleh ibunya
dengan tekun dan penuh perhatian.
Keunggulan dan
kejeniusan Bukhari sudah nampak semenjak masih kecil. Allah menganugerahkan
kepadanya hati yang cerdas, pikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat
kuat, teristimewa dalam menghafal hadith. Ketika berusia 10 tahun, ia sudah
banyak menghafal hadith. Pada usia 16 tahun ia bersama ibu dan abang
sulungnya mengunjungi berbagai kota suci. Kemudian ia banyak menemui para
ulama dan tokoh-tokoh negerinya untuk memperoleh dan belajar hadith,
bertukar pikiran dan berdiskusi dengan mereka. Dalam usia 16 tahun, ia
sudah hafal kitab sunan Ibn Mubarak dan Waki, juga mengetahui pendapat-pendapat
ahli ra’yi (penganut faham rasional), dasar-dasar dan mazhabnya.
Rasyid ibn Ismail,
abangnya yang tertua menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberpa murid
lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid
lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia dicela membuang
waktu dengan percuma kerana tidak mencatat. Bukhari diam tidak menjawab.
Pada suatu hari, kerana merasa kesal terhadap celaan yang terus-menerus
itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka. Tercenganglah
mereka semua kerana Bukhari ternyata hapal di luar kepala 15.000 haddits,
lengkap terinci dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Pengembaraannya
Tahun 210 H, Bukhari
berangkat menuju Baitullah untuk menunaikan ibadah haji, disertai ibu dan
saudaranya, Ahmad. Saudaranya yang lebih tua ini kemudian pulang kembali ke
Bukhara, sedang dia sendiri memilih Mekah sebagai tempat tinggalnya. Mekah
merupakan salah satu pusat ilmu yang penting di Hijaz. Sewaktu-waktu ia
pergi ke Madinah. Di kedua tanah suci itulah ia menulis sebahagian
karya-karyanya dan menyusun dasar-dasar kitab Al-Jami’as-Shahih dan
pendahuluannya.
Ia menulis Tarikh
Kabir-nya di dekat makam Nabi s.a.w. dan banyak menulis pada waktu malam
hari yang terang bulan. Sementara itu ketiga buku tarikhnya, As-Sagir,
Al-Awsat dan Al-Kabir, muncul dari kemampuannya yang tinggi mengenai
pengetahuan terhadap tokoh-tokoh dan kepandaiannya bemberikan kritik,
sehingga ia pernah berkata bahawa sedikit sekali nama-nama yang disebutkan
dalam tarikh yang tidak ia ketahui kisahnya.
Kemudian ia pun memulai
studi perjalanan dunia Islam selama 16 tahun. Dalam perjalanannya ke
berbagai negeri, hampir semua negeri Islam telah ia kunjungi sampai ke
seluruh Asia Barat. Diceritakan bahawa ia pernah berkata: “Saya telah
mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing dua kali, ke basrah
empat kali, menetap di Hijaz (Mekah dan Madinah) selama enam tahun dan tak
dapat dihitung lagi berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk
menemui ulama-ulama ahli hadith.”
Pada waktu itu, Baghdad
adalah ibu kota negara yang merupakan gudang ilmu dan ulama. Di negeri itu,
ia sering menemui Imam Ahmad bin Hambal dan tidak jarang ia mengajaknya
untuk menetap di negeri tersebut dan mencelanya kerana menetap di negeri
Khurasan.
Dalam setiap
perjalanannya yang melelahkan itu, Imam Bukhari senantiasa menghimpun
hadith-hadith dan ilmu pengetahuan dan mencatatnya sekaligus. Di tengah
malam yang sunyi, ia bangun dari tidurnya, menyalakan lampu dan menulis
setiap masalah yang terlintas di hatinya, setelah itu lampu di padamkan
kembali. Perbutan ini ia lakukan hampir 20 kali setiap malamnya. Ia merawi
hadith dari 80.000 perawi, dan berkat ingatannya yang memang super jenius,
ia dapat menghapal hadith sebanyak itu lengkap dengan sumbernya.
Kemasyhuran Imam
Bukhari
Kemasyhuran Imam
Bukhari segera mencapai bahagian dunia Islam yang jauh, dan ke mana pun ia
pergi selalu di alu-alukan. Masyarakat hairan dan kagum akan ingatannya
yang luar biasa. Pada tahun 250 H. Imam Bukhari mengunjungi Naisabur.
Kedatangannya disambut gembira oleh para penduduk, juga oleh gurunya,
az-Zihli dan para ulama lainnya.
Imam Muslim bin
al-Hajjaj, pengarang kitab as-Shahih Muslim menceritakan: “Ketika Muhammad
bin Ismail datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala
daerah, para ulama dan penduduk Naisabur memberikan sambutan seperti apa
yang mereka berikan kepadanya.” Mereka menyambut kedatangannya dari luar
kota sejauh dua atau tiga marhalah (�
100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya az-Zihli berkata: “Barang siapa
hendak menyambut kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah,
sebab aku sendiri akan ikut menyambutnya. Esok paginya Muhammad bin Yahya
az-Zihli, sebahagian ulama dan penduduk Naisabur menyongsong kedatangan
Imam Bukhari, ia pun lalu memasuki negeri itu dan menetap di daerah
perkampungan orang-orang Bukhara. Selama menetap di negeri itu, ia
mengajarkan hadith secara tetap. Sementara itu, az-zihli pun berpesan
kepada para penduduk agar menghadiri dan mengikuti pengajian yang
diberikannya. Ia berkata: “Pergilah kalian kepada orang alim yang saleh
itu, ikuti dan dengarkan pengajiannya.”
Imam Bukhari Difitnah
Tak lama kemudian terjadi fitnah terhadap Imam
bukhari atas perbuatan orang-orang yang iri dengki. Mereka meniupkan
tuduhannya kepada Imam Bukhari sebagai orang yang berpendapat bahawa
“Al-Qur’an adalah makhluk.” Hal inilah yang menimbulkan kebencian dan
kemarahan gurunya, az-Zihli kepadanya, sehingga ia berkata: “Barang siapa
berpendapat lafaz-lafaz Al-Qur’an adalah makhluk, maka ia adalah ahli
bid'ahh. Ia tidak boleh diajak bicara dan majlisnya tidak boleh di datangi.
Dan barang siapa masih mengunjungi majlisnya, curigailah dia.” Setelah
adanya ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya.
Pada hakikatnya, Imam Bukhari terlepas dari
fitnah yang dituduhkan kepadanya itu. Diceritakan, seorang berdiri dan
mengajukan pertanyaan kepadanya: “Bagaimana pendapat Anda tentang
lafaz-lafaz Al-Qur’an, makhluk ataukah bukan?” Bukhari berpaling dari orang
itu dan tidak mau menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai tiga
kali. Tetapi orang tersebut terus mendesaknya, maka ia menjawab: “Al-Qur’an
adalah kalam Allah, bukan makhluk, sedangkan perbuatan manusia adalah
makhluk dan fitnah merupakan bid'ah.” Yang dimaksud dengan perbuatan
manusia adalah bacaan dan ucapan mereka. Pendapat yang dikemukakan Imam
Bukhari ini, yakni dengan membedakan antara yang dibaca dengan bacaan,
adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq dan ulama
salaf. Tetapi dengki dan iri adalah buta dan tuli.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahawa Bukhari
perbah berkata: “Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan
bisa berkurang. Al-Qur’an adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat Rasulullah
SAW. yang paling utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman kemudian Ali. Dengan
berpegang pada keyakinan dan keimanan inilah aku hidup, aku mati dan
dibangkitkan di akhirat kelak, insya Allah.” Demikian juga ia pernah
berkata: “Barang siapa menuduhku berpendapat bahawa lafaz-lafaz Al-Qur’an
adalah makhluk, ia adalah pendusta.”
Az-Zahli benar-benar telah murka kepadanya,
sehingga ia berkata: “Lelaki itu (Bukhari) tidak boleh tinggal bersamaku di
negeri ini.” Oleh kerana Imam Bukhari berpendapat bahawa keluar dari negeri
itu lebih baik, demi menjaga dirinya, dengan hrapan agar fitnah yang
menimpanya itu dapat mereda, maka ia pun memutuskan untuk keluar dari
negeri tersebut.
Setelah keluar dari Naisabur, Imam Bukhari
pulang ke negerinya sendiri, Bukhara. Kedatangannya disambut meriah oleh
seluruh penduduk. Untuk keperluan itu, mereka mengadakan upacara
besar-besaran, mendirikan kemah-kemah sepanjang satu farsakh (� 8 km) dari luar kota
dan menabur-naburkan uang dirham dan dinar sebagai manifestasi kegembiraan
mereka. Selama beberapa tahun menetap di negerinya itu, ia mengadakan
majlis pengajian dan pengajaran hadith.
Tetapi kemudian badai fitnah datang lagi. Kali ini
badai itu datang dari penguasa Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad az-Zihli,
walaupun sebabnya timbul dari sikap Imam Bukhari yang terlalu memuliakan
ilmu yang dimlikinya. Ketika itu, penguasa Bukhara, mengirimkan utusan
kepada Imam Bukhari, supaya ia mengirimkan kepadanya dua buah karangannya,
al-Jami’ al-Shahih dan Tarikh. Imam Bukhari keberatan memenuhi permintaan
itu. Ia hanya berpesan kepada utusan itu agar disampaikan kepada Khalid,
bahawa “Aku tidak akan merendahkan ilmu dengan membawanya ke istana. Jika
hal ini tidak berkenan di hati tuan, tuan adalah penguasa, maka
keluarkanlah larangan supaya aku tidak mengadakan majlis pengajian. Dengan
begitu, aku mempunyai alas an di sisi Allah kelak pada hari kiamat, bahawa
sebenarnya aku tidak menyembunyikan ilmu.” Mendapat jawaban seperti itu,
sang penguasa naik pitam, ia memerintahkan orang-orangnya agar melancarkan
hasutan yang dapat memojokkan Imam Bukhari. Dengan demikian ia mempunyai
alas an untuk mengusir Imam Bukhari. Tak lama kemudian Imam Bukhari pun
diusir dari negerinya sendiri, Bukhara.
Imam Bukhari, kemudian mendo’akan tidak baik
atas Khalid yang telah mengusirnya secara tidak sah. Belum sebulan berlalu,
Ibn Tahir memerintahkan agar Khalid bin Ahmad dijatuhi hukuman,
dipermalukan di depan umum dengan menungang himar betina. Maka hidup sang
penguasa yang dhalim kepada Imam Bukhari itu berakhir dengan kehinaan dan
di penjara.
Kewafatannya
Imam Bukhari tidak saja mencurahkan seluruh
intelegensi dan daya ingatnnya yang luar biasa itu pada karya tulisnya yang
terpenting, Shahih Bukhari, tetapi juga melaksanakan tugas itu dengan
dedikasi dan kesalehan. Ia selalu mandi dan berdo’a sebelum menulis buku
itu. Sebahagian buku tersebut ditulisnya di samping makan Nabi di Madinah.
Imam Durami, guru Imam Bukhari, mengakui
keluasan wawasan hadith muridnya ini: “Di antara ciptaan Tuhan pada
masanya, Imam Bukharilah agaknya yang paling bijaksana.”
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat
kepada Imam Bukhari yang isinya meminta ia supaya menetap di negeri mereka.
Maka kemudian ia pergi untuk memenuhi permohonan mereka. Ketika
perjalanannya sampai di Khartand, sebuah dsa kecil yang terletak dua
farsakh sebelum Samarkand, dan desa itu terdapat beberapa familinya, ia pun
singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi mereka. Tetapi di desa itu Imam
Bukhari jatuh sakit hingga menemui ajalnya.
Ia wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H. (31
Agustus 870 M), dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum meninggal
dunia, ia berpesan bahawa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani
tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu
dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Jenazahnya dikebumikan
lepas dzuhur, hari raya Idul Fitri, sesudah ia melewati perjalanan hidup
panjang yang penuh dengan berbagai amal yang mulia. Semoga Allah
melimpahkan rahmat dan ridha-Nya.
Guru-gurunya
Pengembaraannya ke berbagai negeri telah
mempertemukan Imam Bukhari dengan guru-guru yang berbobot dan dapat
dipercaya, yang mencapai jumlah sangat banyak. Diceritakan bahawa dia
menyatakan: “Aku menulis hadith yang diterima dari 1.080 orang guru, yang
semuanya adalah ahli hadith dan berpendirian bahawa iman adalah ucapan dan
perbuatan.” Di antara guru-guru besar itu adalah Ali ibn al-Madini, Ahmad
ibn Hanbal, Yahya ibn Ma’in, Muhammad ibn Yusuf al-Faryabi, Maki ibn
Ibrahim al-Bakhi, Muhammad ibn Yusuf al-Baykandi dan Ibn Rahawaih.
Guru-guru yang hadithnya diriwayatkan dalam kitab Shahih-nya sebanyak 289
orang guru.
Keutamaan dan Keistimewaan Imam Bukhari
Kerana kemasyhurannya sebagai seorang alim yang
super genius, sangat banyak muridnya yang belajar dan mendengar langsung
hadithnya dari dia. Tak dapat dihitung dengan pasti berapa jumlah orang
yang meriwayatkan hadith dari Imam Bukhari, sehingga ada yang berpendapat
bahawa kitab Shahih Bukhari didengar secara langsung dari dia oleh sembilan
puluh ribu (90.000) orang (Muqaddimah Fathul-Bari, jilid 22, hal. 204). Di
antara sekian banyak muridnya yang paling menonjol adalah Muslim bin
al-Hajjaj, Tirmizi, Nasa’i, Ibn Khuzaimah, Ibn Abu Dawud, Muhammad bin
Yusuf al-Firabri, Ibrahim bin Ma’qil al-Nasafi, Hammad bin Syakr al-Nasawi
dan Mansur bin Muhammad al-Bazdawi. Empat orang yang terakhir ini merupakan
yang paling masyhur sebagai perawi kitab Shahih Bukhari.
Dalam bidang kekuatan hafalan, ketazaman pikiran
dan pengetahuan para perawi hadith, juga dalam bidang ilat-ilat hadith,
Imam Bukhari merupakan salah satu tanda kekuasaan (ayat) dan kebesaran
Allah di muka bumi ini. Allah telah mempercayakan kepada Bukhari dan para
pemuka dan penghimpun hadith lainnya, untuk menghafal dan menjaga
sunah-sunah Nabi kita Muhammad SAW. Diriwayatkan, bahawa Imam Bukhari
berkata: “Saya hafal hadith di luar kepala sebanyak 100.000 buah hadith
shahih, dan 200.000 hadith yang tidak shahih.”
Mengenai kejeniusan Imam Bukhari dapat
dibuktikan pada kisah berikut. Ketika ia tiba di Baghdad, ahli-ahli hadith
di sana berkumpul untuk menguji kemampuan dan kepintarannya. Mereka
mengambil 100 buah hadith, lalu mereka tukar-tukarkan sanad dan matannya
(diputar balikkan), matan hadith ini diberi sanad hadith lain dan sanad
hadith lain dinbuat untuk matan hadith yang lain pula. 10 orang ulama
tampil dan masing-masing mengajukan pertanyaan sebanyak 10 pertanyaan
tentang hadith yang telah diputarbalikkan tersebut. Orang pertama tampil
dengan mengajukan sepuluh buah hadith kepada Bukhari, dan setiap orang itu
selesai menyebutkan sebuah hadith, Imam Bukhari menjawab dengan tegas:
“Saya tidak tahu hadith yang Anda sebutkan ini.” Ia tetap memberikan
jawaban serupa sampai kepada penanya yang ke sepuluh, yang masing-masing
mengajukan sepuluh pertanyaan. Di antara hadirin yang tidak mengerti,
memastikan bahawa Imam Bukhari tidak akan mungkin mampu menjawab dengan
benar pertanyaan-pertanyaan itu, sedangkan para ulama berkata satu kepada
yang lainnya: “Orang ini mengetahui apa yang sebenarnya.”
Setelah 10 orang semuanya selesai mengajukan
semua pertanyaannya yang jumlahnya 100 pertanyaan tadi, kemudian Imam
Bukhari melihat kepada penanya yang pertama dan berkata: “Hadith pertama
yang anda kemukakan isnadnya yang benar adalah begini; hadith kedua
isnadnya yang benar adalah beginii�”
Begitulah Imam Bukhari menjawab semua pertanyaan
satu demi satu hingga selesai menyebutkan sepuluh hadith. Kemudian ia
menoleh kepada penanya yang kedua, sampai menjawab dengan selesai kemudian
menoleh kepada penanya yang ketiga sampai menjawab semua pertanyaan dengan
selesai sampai pada penanya yang ke sepuluh sampai selesai. Imam Bukhari
menyebutkan satu persatu hadith-hadith yang sebenarnya dengan cermat dan
tidak ada satupun dan sedikitpun yang salah dengan jawaban yang urut sesuai
dengan sepuluh orang tadi mengeluarkan urutan pertanyaanya. Maka para ulama
Baghdad tidak dapat berbuat lain, selain menyatakan kekagumannya kepada
Imam Bukhari akan kekuatan daya hafal dan kecemerlangan pikirannya, serta
mengakuinya sebagai “Imam” dalam bidang hadith.
Sebahagian hadirin memberikan komentar terhadap
“uji cuba kemampuan” yang menegangkan ini, ia berkata: “Yang mengagumkan,
bukanlah kerana Bukhari mampu memberikan jawaban secara benar, tetapi yang
benar-benar sangat mengagumkan ialah kemampuannya dalam menyebutkan semua
hadith yang sudah diputarbalikkan itu secara berurutan persis seperti
urutan yang dikemukakan oleh 10 orang penguji, padahal ia hanya mendengar
pertanyaan-pertanyaan yang banyak itu hanya satu kali.”Jadi banyak pemirsa
yang hairan dengan kemampuan Imam Bukhari mengemukakan 100 buah hadith
secara berurutan seperti urutannya si penanya mengeluarkan pertanyaannya
padahal beliau hanya mendengarnya satu kali, ditambah lagi beliau
membetulkan rawi-rawi yang telah diputarbalikkan, ini sungguh luar biasa.
Imam Bukhari pernah berkata: “Saya tidak pernah
meriwayatkan sebuah hadith pun juga yang diterima dari para sahabat dan
tabi’in, melainkan saya mengetahui tarikh kelahiran sebahagian besar
mereka, hari wafat dan tempat tinggalnya. Demikian juga saya tidak
meriwayatkan hadith sahabat dan tabi’in, yakni hadith-hadith mauquf,
kecuali ada dasarnya yang kuketahui dari Kitabullah dan sunah Rasulullah SAW.”
Dengan kedudukannya dalam ilmu dan kekuatan
hafalannya Imam Bukhari sebagaimana telah disebutkan, wajarlah jika semua
guru, kawan dan generasi sesudahnya memberikan pujian kepadanya. Seorang
bertanya kepada Qutaibah bin Sa’id tentang Imam Bukhari, ketika menyatakan
: “Wahai para penanya, saya sudah banyak mempelajari hadith dan pendapat,
juga sudah sering duduk bersama dengan para ahli fiqh, ahli ibadah dan para
ahli zuhud; namun saya belum pernah menjumpai orang begitu cerdas dan
pandai seperti Muhammad bin Isma’il al-Bukhari.”
Imam al-A’immah (pemimpin para imam) Abu Bakar
ibn Khuzaimah telah memberikan kesaksian terhadap Imam Bukhari dengan
mengatakan: “Di kolong langit ini tidak ada orang yang mengetahui hadith,
yang melebihi Muhammad bin Isma’il.” Demikian pula semua temannya
memberikan pujian. Abu Hatim ar-Razi berkata: “Khurasan belum pernah
melahirkan seorang putra yang hafal hadith melebihi Muhammad bin Isma’il;
juga belum pernah ada orang yang pergi dari kota tersebut menuju Iraq yang
melebihi kealimannya.”
Al-Hakim menceritakan, dengan sanad lengkap.
Bahawa Muslim (pengarang kitab Shahih), datang kepada Imam Bukhari, lalu
mencium antara kedua matanya dan berkata: “Biarkan saya mencium kaki tuan,
wahai maha guru, pemimpin para ahli hadith dan dokter ahli penyakit (ilat)
hadith.” Mengenai sanjungan diberikan ulama generasi sesudahnya, cukup
terwakili oleh perkataan al-Hafiz Ibn Hajar yang menyatakan: “Andaikan
pintu pujian dan sanjungan kepada Bukhari masih terbuka bagi generasi
sesudahnya, tentu habislah semua kertas dan nafas. Ia bagaikan laut tak
bertepi.”
Imam Bukhari adalah seorang yang berbadan kurus,
berperawakan sedang, tidak terlalu tinggi juga tidak pendek; kulitnya agak
kecoklatan dan sedikit sekali makan. Ia sangat pemalu namun ramah,
dermawan, menjauhi kesenangan dunia dan cinta akhirat. Banyak hartanya yang
disedekahkan baik secara sembunyi maupun terang-terangan, lebih-lebih untuk
kepentingan pendidikan dan para pelajar. Kepada para pelajar ia memberikan
bantuan dana yang cukup besar. Diceritakan ia pernah berkata: “Setiap
bulan, saya berpenghasilan 500 dirham,semuanya dibelanjakan untuk
kepentingan pendidikan. Sebab, apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik
dan lebih kekal.”
Imam Bukhari sangat hati-hati dan sopan dalam
berbicara dan dalam mencari kebenaran yang hakiki di saat mengkritik para
perawi. Terhadap perawi yang sudah jelas-jelas diketahui kebohongannya, ia
cukup berkata: “Perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para
ulama berdiam diri tentangnya.” Perkataan yang tegas tentang para perawi
yang tercela ialah: “Hadithnya diingkari.”
Meskipun ia sangat sopan dalam mengkritik para
perawi, namun ia banyak meninggalkan hadith yang diriwayatkan seseorang
hanya kerana orang itu diragukan. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahawa
ia berkata: “Saya meninggalkan 10.000 hadith yang diriwayatkan oleh perawi
yang perlu dipertimbangkan, dan meninggalkan pula jumlah yang sama atau
lebih, yang diriwayatkan perawi yang dalam pandanganku, perlu
dipertimbangkan.”
Selain dikenal sebagai ahli hadith, Imam Bukhari
juga sebenarnya adalah ahli dalam fiqh. Dalam hal mengeluarkan fatwa, ia
telah sampai pada darjat mujtahid mustaqiil (bebas, tidak terikat
pendapatnya pada madzhab-madzhab tertentu) atau dapat mengeluarkan hukum
secara sendirian. Dia mempunyai pendapat-pendapat hukum yang digalinya
sendiri. Pendapat-pendapatnya itu terkadang sejalan dengan madzhab Abu
Hanifah, terkadang sesuai dengan Madzhab Syafi’i dan kadang-kadang berbeda
dengan keduanya. Selain itu pada suatu saat ia memilih madzhab Ibn Abbas,
dan disaat lain memilih madzhab Mujahid dan ‘Ata dan sebagainya. Jadi
kesimpulannya adalah Imam Bukhari adalah seorang ahli hadith yang ulung dan
ahli fiqh yg berijtihad sendiri, kendatipun yang lebih menonjol adalah
setatusnya sebagai ahli hadith, bukan sebagai ahli fiqh.
Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang alim,
ia juga tidak melupakan kegiatan lain yang dianggap penting untuk
menegakkan Dinul Islam. Imam Bukhari sering belajar memanah sampai mahir,
sehingga dikatakan bahawa sepanjang hidupnya, ia tidak pernah luput dalam
memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunah
Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin belajar menggunakan
anak panah dan alat-alat perang lainnya. Tujuannya adalah untuk memerangi
musuh-musuh Islam dan mempertahankannya dari kejahatan mereka.
Karya-karya Imam Bukhari
Di antara hasil karya Imam Bukhari adalah
sebagai berikut :
- Al-Jami’ as-Shahih (Shahih Bukhari).
- Al-Adab al-Mufrad.
- At-Tarikh as-Sagir.
- At-Tarikh al-Awsat.
- At-Tarikh al-Kabir.
- At-Tafsir al-Kabir.
- Al-Musnad al-Kabir.
- Kitab al-’Ilal.
- Raf’ul-Yadain fis-Salah.
- Birril-Walidain.
- Kitab al-Asyribah.
- Al-Qira’ah Khalf al-Imam.
- Kitab ad-Du’afa.
- Asami as-Sahabah.
- Kitab al-Kuna.
|