By : Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed.
Mustakim,
S.Pd.,MM
Mengapa manusia berfilsafat? Kekaguman atau
keheranan, keraguan atau kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan
merupakan 3 hal yang mendorong manusia utuk berfilsafat. Plato (filsuf
Yunani, guru dari Aristoteles ) menyatakan bahwa : Mata kita memberi pengamatan
bintang-bintang, matahari, dan langit. Pengamatan ini memberi dorongan
kepada kita untuk menyelidiki. Dan dari penyelidikan ini berasal filsafat.
Berbeda dengan Plato, Agustinus dan Rene Descartes beranggapan lain.
Menurut mereka, berfilsafat itu bukan dimulai dari kekaguman atau
keheranan, tetapi sumber utama mereka berfilsafat dimulai dari keraguan
atau kesangsian. Ketika manusia heran, ia akan ragu-ragu dan mulai berpikir
apakah ia sedang tidak ditipu oleh panca inderanya yang sedang keheranan?
Rasa heran dan meragukan ini mendorong manusia
untuk berpikir lebih mendalam, menyeluruh dan kritis untuk memperoleh
kepastian dan kebenaran yang hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh
dan kritis seperti ini disebut dengan berfilsafat.
Bagi manusia, berfilsafat dapat juga bermula
dari adanya suatu kesadaran akan keterbatasan pada dirinya. Apabila
seseorang merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada saat
mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan
keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa di
luar manusia yang terbatas, pastilah ada sesuatu yang tidak terbatas yang
dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran yang hakiki.
A.
Persoalan Filsafat
Ada enam persoalan yang selalu menjadi bahan
perhatian para filsuf dan memerlukan jawaban secara radikal, dimana
tiap-tiapnya menjadi salah satu cabang dari filsafat yaitu : ada,
pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas, dan keindahan.
1.
Tentang ”Ada”
Persoalan tentang ”ada” (being) menghasilkan
cabang filsafat metafisika; dimana sebagai salah satu cabang filsafat
metafisika sendiri mencakup persoalan ontologis, kosmologi (perkembangan
alam semesta) dan antropologis (perkembangan sosial budaya manusia). Ketiga
hal tersebut memiliki titik sentral kajian tersendiri.
2.
Tentang ”Pengetahuan” ( knowledge )
Persoalan tentang pengetahuan ( knowledge )
menghasilkan cabang filsafat epistemologi ( filsafat pengetahuan ). Istilah
epistemologi sendiri berasal dari kata episteme dan logos. Episteme berarti
pengetahuan dan logos berarti teori. Jadi, epistemologi merupakan salah
satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal
mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan.
3.
Tentang ”Metode”( method )
Persoalan tentang metode ( method ) menghasilkan
cabang filsafat metologi atau kajian / telaah dan penyusunan secara
sistematik dari beberapa proses dan azas-azas logis dan percobaan yang
sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah; atau sebagai
penyusun ilmu-ilmu vak.
4.
Tentang ”Penyimpulan”
Logika ( logis ) yaitu ilmu pengetahuan dan
kecakapan untuk berpikir tepat dan benar. Dimana berpikir adalah kegiatan
pikiran atau akal budi manusia. Logika sendiri dapat dibagi menjadi 2,
yaitu logika ilmiah dan logika kodratiah. Logika bisa menjadi suatu upaya
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti : Adakah metode yang dapat
digunakan untuk meneliti kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud pendapat
yang benar? Apa yang membedakan antara alasan yang benar dengan alasan yang
salah? Filsafat logika ini merupakan cabang yang timbul dari persoalan
tentang penyimpulan.
5.
Tentang ”Moralitas” (morality)
Moralitas menghasilkan cabang filsafat etika (
ethics ). Etika sebagai salah satu cabang filsafat menghendaki adanya
ukuran yang bersifat universal.
6.
Tentang ”Keindahan”
Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang
lahir dari persoalan tentang keindahan. Merupakan kajian kefilsafatan
mengenai keindahan dan ketidakindahan. Lebih jauhnya lagi, mengenai sesuatu
yang indah terutama dalam masalah seni dan rasa serta norma-norma nilai
dalam seni.
B.
Ciri dan Permasalahan Filsafat
Filsafat tidak menyangkut fakta.
Pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan bukan merupakan pertanyaan tentang
hal-hal yang bersifat faktual. Filsafat juga menyangkut keputusan-keputusan
tentang nilai. Pertanyaan-pertanyaan atau persoalan filsafat merupakan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keputusan tentang
nilai-nilai.
Pertanyaan filsafat bersifat kritis. Salah satu
tugas utama seorang filsuf adalah mengkaji dan menilai asumsi-asumsi,
mengungkapkan maknanya dan menentukan batas-batas aplikasinya.
Pertanyaan kefilsafatan bersifat spekulatif.
Pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan melampaui batas-batas pengetahuan yang
telah mapan.
Pertanyaan kefilsafatan bersifat sinoptik atau
holistik, dengan pertanyaan seperti ini berarti filsafat memandang suatu
masalah secara integral.
C.
Karakteristik Pemikiran Kefilsafatan
Dalam pandangan. Kunto Wibisono (1997 )
dinyatakan bahwa karakteristik Berfikir Filsafat , yaitu :
- Menyeluruh / Universal : Melihat konteks keilmuan tidak hanya
dari sudut pandang ilmu itu sendiri
- Mendasar : Mencari kebenaran dari ilmu itu sendiri
- Spekulatif : Didasarkan kepada sifat manusia yang tidak dapat
menangguk pengetahuan secara keseluruhan.
- Radikal : berfikir sampai keakar-akarnya
- Konseptual : memiliki kaidah-kaidah keilmuan yang jelas
- Bebas : bebas dari nilai-nilai baik moral, etika, estetika.
- Bertanggungjawab : hasil pengkaijian dapat dipertanggungjawabkan
sebagai satu bidang kajian ilmiah.
Pudjo Sumedi AS.,
Drs.,M.Ed.
Wakil Rektor I UHAMKA Jakarta / Mahasiswa Program Doktoral (S3)
Administrasi Pendidikan –UPI Bandung .
Mustakim, S.Pd.,MM
Guru SMP Negeri 2 Parungpanjang Kabupaten Bogor. / Mahasiswa Program
Doktoral (S3) Administrasi Pendidikan –UPI Bandung .
|