Latar
Belakang
Definisi Agama
Pada
dasarnya tidak ada istilah yang tepat untuk mendefinisikan agama pada
umumnya, tetapi dalam makalah ini akan sedikit kami paparkan definisi agama
dalam The Encyclopedia of Philosophy:
Menurut
James Martineau; “Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup,
yakni kepada Jiwa dan kehendak Ilahi yang mengatur alam semesta dan
mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.”
Sedangkan
menurut Herbert Spencer; “Agama adalah pengakuan bahwa segala sesuatu
adalah manifestasi dari Kuasa yang melampaui pengetahuan kita.”[1]
Mukti
Ali sendiri menegaskan bahwa agama adalah “percaya pada Tuhan Yang Maha
Esa” atau definisi agama dari Argyle dan Bait-Hallami yang berkata bahwa
agama adalah “sistem kepercayaan pada kuasa Ilahi atau di atas manusia, dan
praktik pemujaan atau ritual lainnya yang diarahkan kepada kuasa
tersebut.”[2]
Di
sisi lain Batson, Schoenrade, dan Ventis mendefinisikan agama secara
fungsional: “Agama adalah apa saja yang kita lakukan sebagai individu dalam
usaha kita mengatasi masalah-masalah yang kita hadapi karena kita sadar
bahwa kita, dan yang lain seperti kita, hidup dan bakal mati.”[3]
Menurut
Freud, ‘Agama ditandai dengan dua ciri yang menonjol: kepercayaan yang kuat
pada Tuhan dalam sosok bapak dan ritus-ritus wajib yang dijalankan secara
menjelimet (rumit).”[4] Freud menyimpulkan, bahwa kepercayaan dan praktik
keagamaan berakar pada pengalaman universal kanak-kanak. Karena pada usia
dini, anak-anak menganggap orangtua, terutama bapak sebagai orang yang
mahatahu dan mahakuasa. Pada masa ini, orangtua memberi perlindungan dan
kasih sayang yang penuh untuk anak-anak mereka. Hal ini dilakukan oleh para
orangtua mereka, agar anak-anak mereka merasa tentram dan nyaman berada di
sisi orangtua mereka.
Menurut
Freud, “Agama adalah ilusi.” Hal ini berarti bahwa agama adalah hasil
pemuasan keinginan dan bukan hasil pengamatan dan pemikiran.[5] Lebih dari
itu, agama adalah ilusi yamg berbahaya baik bagi individu maupun
masyarakat. Individu yang diajari dogma agama pada usia dini dan keudian
dihambat untuk berpikir kritis terhadapnya, besar kemungkunan akan
didomonasi oleh hambatan-hambatan berpikir dan akan mengendalikan impulsnya
melalui represi yang ditimbulkan oleh ketakutan.
Kebenaran Datangnya Agama
Agama
sesungguhnya tidak mudah diberikan definisi atau dilukiskan, karena agama
mengambil beberapa bentuk yang bermacam-macam diantara suku-suku dan bangsa
bangsa di dunia. Watak agama adalah suatu subyek yang luas dan kompleks
yang hanya dapat ditinjau dari pandangan yang bermacam-macam dan
membingungkan. Akibatnya, terdapatlah keanekaragaman teori tentang watak
agama seperti teori antropologi, sosiologi, psikologi, naturalis dan teori
kealaman. Sebagai akibat dari keadaan tersebut, tak ada suatu definisi
tentang agama yang dapat diterima secara universal.Kesulitan memahami
realitas agama salah satunya direspon oleh The Encyclopedia of Philosophy
dengan memberikan daftar komponen-komponen agama. Menurut Encyclopedia itu,
agama mempunyai ciri-ciri khas (characteristic features of religion)
sebagai berikut : 1. Kepercayaan kepada wujud supranatural (Tuhan). 2.
Pembedaan antara yang sakral dan yang profan.3. Tindakan ritual yang
berpusat pada obyek sakral.4. Tuntunan moral yang diyakini ditetapkan oleh
Tuhan.5. Perasaan yang khas agama (takjub, misteri, harap, cemas, merasa
berdosa, memuja) yang cenderung muncul di tempat sakral atau diwaktu
menjalankan ritual, dan kesemuanya itu dihubungkan dengan gagasan
Ketuhanan.6. Sembahyang atau doa dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya
dengan Tuhan.7. Konsep hidup di dunia dan apa yang harus dilakukan
dihubungkan dengan Tuhan.8. Kelompok sosial seagama, seiman atau
seaspirasi. Bicara soal agama, bagaimana pun juga, tidak bisa tidak kita
harus terlebih dahulu memahami definisi agama. Dalam bahasa Arab agama
disebut ‘Din’ yang secara bahasa berarti ketaatan, perilaku, hukum dan
peraturan dsb. Dalam istilah, Din berarti keyakinan kepada Sang Pencipta
manusia dan alam semesta serta ajaran-ajaran amaliah yang sesusai dengan
keyakinan ini. Atas dasar ini orang yang tidak meyakini adanya Sang
Pencipta dan menganggap segala fenomena alam ini sebagai kejadian spontan
atau semata-mata terjadi karena interaksi alam natural disebut sebagai
orang yang tak beragama (ateis). Sebaliknya orang yang menyakini adanya Sang
Pencipta alam semesta disebut sebagai orang yang beragama. Sekalipun
keyakinannya atas ritual-ritual agamanya mengalami penyimpangan dan
khurafat. Maka dari itu, agama terbagi menjadi hak dan batil.Din juga dapat
didefinisikan sebagai peraturan Allah yang membawa orang-orang berakal
kearah kebahagiaan dunia dan akhirat, yang mencakup masalah aqidah dan
amal. Ia adalah suatu sistem yang mencakup peraturan-peraturan yang
menyeluruh, serta merupakan “undang-undang” yang lengkap dalam semua urusan
hidup manusia untuk kita terima dan mengamalkannya secara total.
Agama
adalah tata-tertib yang mengatur hubungan antara makhluk dengan Kahlik-Nya.
Ia mengandung petunuk-petunjuk hidup manusia duniawi dan ukhrawi. Sebagian
orang memberi penilaian benar atau tidaknya sebuah agama, sengat tergantung
pada kehadiran Kitab Sucinya, kenabian, kelengkapan Syari`at, serta
ketaatan penganutnya terhadap Khalik yang dianutnya. Masalahnya, karena hal
agama adalah hak asasi yang paling mendasar dan manusia bebas memilih.
Perlu
kami ingatkan bahwa pengertian agama di sini adalah cara hidup yang
bermoral. Cara hidup yang disukai Allah. Cara yang dipilihNya dan yang
paling tepat bagi semua jenis manusia. Cara hidup yang terbebas dari
takhayul-takhayul dan mitos-mitos, dan sepenuhnya di bawah bimbingan
Al-Qur’an.
Agama
menciptakan lingkungan moral yang sangat aman dan nyaman. Sikap anarkis
yang menyebabkan kerusakan pada bangsan dan negara terhenti sama sekali
karena rasa takut kepada Allah. Orang tidak lagi melakukan tindakan yang merugikan
ataupun berbuat kerusuhan. Orang-orang yang memegang nilai-nilai moral siap
bangkit bagi bangsa dan negaranya serta tidak hendak berhenti untuk
berkorban. Orang-orang semacam ini selalu berusaha untuk kesejahteraan dan
keamanan negaranya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita menyaksikan berbagai
ragam agama dan kepercayaan hidup menusia. Tetapi, bagaimanapun ragam dan
jumlahnya, dia dapat kita golongkan kedalam dua kelompok, yaitu:
1.
Agama yang lahir atas dasar wahyu (agama wahyu)
2.
Agama yang lahir atas dasar budaya manusia.
Agama
wahyu ialah agama yang dalam ajarannya diatur menurut wahyu Allah, malalui
Nabi dan dengan Kitab Suci yang diterimanya dari Allah. Sementara Agama
atau kepercayaan budaya, ia lahir atas hasil perkembangan zaman, seirama
dengan tingkat berfikir dan kebutuhan manusia. Bentuk agama atau
kepercayaan budaya yang demikian kebudayaanlah yang melahirkannya.
Sementara pendapat lain menyebutkan bahwa semua agama adalah hasil budaya
manusia. Masalahnya, pendapat akhir ini terpengaruh pada teori bahwa
kehadiran manusia yang berbudaya dan beragama, juga adalah hasil
perkembangan evolusi alam, dimana manusia hari ini adalah hasil rentetan
panjang dari perkembangan mansuia purba yang terpaut oleh fase demi fase.
Dari
sini kita dapat beralih kepada kesimpulan bahwa agama wahyu yang kita
maksud adalah agama samawi dan tentunya dari potongan ayat diatas dengan
jelas menyatakan hanyalah Islam agama yang diridhoi oleh-Nya. Dus, Islam
bukan hanya agama spiritual atau mengurusi masalah-masalah akidah saja,
malainkan juga merupakan agama yanag bisa memberikan inspirasi pada
pemeluknya untuk menyusun konsep tentang kenegaraan, pedoman berperilaku
yang luhur, sebagai titian mengarungi kehidupan dan sebagai undang-undang
dalam bermasyarakat. Apabila makna hakiki akidah benar-benar tertanam pada
kalbu seseorang dan telah memancarkan nur hidayah keTuhanan maka ia
merupakan sumber bagi setiap kebajikan. Dan apabila sinar cahaya ibadah
menyinari seseorang dan telah mampu memberikan suatu perasaan halus pada
indranya maka hal itu sudah memasuki pendidikan dan pengajaran perliku
sesorang, menjunjung tinggi norma dan nilai kemasyarakatan yang penuh
dengan kebajikan dan berorientasi pada kemajuan, dan mempunyai beban moral
untuk mengajak kepada masyarakat sekitarnya untuk selalu beribadah kepada
Allah secara ikhlas.
Hakikat Teori Evolusi Darwin
Tentang Perang Terhadap Agama
Di
jaman ini, sejumlah kalangan berpandangan bahwa teori evolusi yang
dirumuskan oleh Charles Darwin tidaklah bertentangan dengan agama. Ada juga
yang sebenarnya tidak meyakini teori evolusi tersebut akan tetapi masih
juga ikut andil dalam mengajarkan dan menyebarluaskannya. Hal ini tidak
akan terjadi seandainya mereka benar-benar memahami teori tersebut. Ini
adalah akibat ketidakmampuan dalam memahami dogma utama Darwinisme,
termasuk pandangan paling berbahaya dari teori tersebut yang
diindoktrinasikan kepada masyarakat. Oleh karenanya, bagi mereka yang
beriman akan adanya Allah sebagai satu-satunya Pencipta makhluk hidup,
namun pada saat yang sama berpandangan bahwa “Allah menciptakan beragam
makhluk hidup melalui proses evolusi,” hendaklah mempelajari kembali dogma
dasar teori tersebut. Tulisan ini ditujukan kepada mereka yang mengaku
beriman akan tetapi salah dalam memahami teori evolusi. Di sini diuraikan
sejumlah penjelasan ilmiah dan logis yang penting yang menunjukkan mengapa
teori evolusi tidak sesuai dengan Islam dan fakta adanya penciptaan.
Dogma
dasar Darwinisme menyatakan bahwa makhluk hidup muncul menjadi ada dengan
sendirinya secara spontan sebagai akibat peristiwa kebetulan. Pandangan ini
sama sekali bertentangan dengan keyakinan terhadap adanya penciptaan alam
oleh Allah. Kesalahan terbesar dari mereka yang meyakini bahwa teori
evolusi tidak bertentangan dengan fakta penciptaan adalah anggapan bahwa
teori evolusi adalah sekedar pernyataan bahwa makhluk hidup muncul menjadi
ada melalui proses evolusi dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Oleh
karenanya, mereka mengatakan: “Bukankah tidak ada salahnya jika Allah
menciptakan semua makhluk hidup melalui proses evolusi dari bentuk yang
satu ke bentuk yang lain; apa salahnya menolak hal ini?” Akan tetapi,
sebenarnya terdapat hal yang sangat mendasar yang telah diabaikan:
perbedaan mendasar antara para pendukung evolusi (=evolusionis) dan
pendukung penciptaan (=kreasionis).
Teori
evolusi, sebagaimana yang diketahui, mengklaim bahwa senyawa-senyawa kimia
inorganik dengan sendirinya datang bersama-sama pada suatu tempat dan waktu
secara kebetulan dan sebagai akibat dari fenomena alam yang terjadi secara
acak. Mula-mula senyawa-senyawa ini membentuk molekul pembentuk kehidupan,
seterusnya terjadi rentetan peristiwa yang pada akhirnya membentuk
kehidupan. Oleh sebab itu, pada intinya anggapan ini menerima waktu, materi
tak hidup dan unsur kebetulan sebagai kekuatan yang memiliki daya cipta.
Orang biasa yang sempat membaca dan mengerti literatur teori evolusi, paham
bahwa inilah yang menjadi dasar klaim kaum evolusionis. Tidak mengherankan
jika Pierre Paul Grassé, seorang ilmuwan evolusionis, mengakui evolusi
sebagai teori yang tidak masuk akal. Dia mengatakan apa arti dari konsep
“kebetulan” bagi para evolusionis:
[Konsep]
kebetulan’ seolah telah menjadi sumber keyakinan [yang sangat dipercayai]
di bawah kedok ateisme. Konsep yang tidak diberi nama ini secara diam-diam
telah disembah.[6]
Akan
tetapi pernyataan bahwa kehidupan adalah produk samping yang terjadi secara
kebetulan dari senyawa yang terbentuk melalui proses yang melibatkan waktu,
materi dan peristiwa kebetulan, adalah pernyataan yang tidak masuk akal dan
tidak dapat diterima oleh mereka yang beriman akan adanya Allah sebagai
satu-satunya Pencipta seluruh makhluk hidup. Kaum mukmin sudah sepatutnya
merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan masyarakat dari kepercayaan
yang salah dan menyesatkan ini; serta mengingatkan akan bahayanya.
Pernyataan
tentang “adanya kebetulan” yang dikemukakan teori evolusi dibantah oleh
ilmu pengetahuan. Fakta lain yang patut mendapat perhatian khusus dalam hal
ini adalah bahwa berbagai penemuan ilmiah ternyata malah sama sekali
bertentangan dengan klaim-klaim kaum evolusionis yang mengatakan bahwa
“kehidupan muncul sebagai akibat dari serentetan peristiwa kebetulan dan
fenomena alamiah.” Ini dikarenakan dalam kehidupan terdapat banyak sekali
contoh adanya rancangan (design) yang disengaja dengan bentuk yang sangat
rumit dan telah sempurna. Bahkan sel pembentuk suatu makhluk hidup memiliki
rancangan yang sangat menakjubkan yang dengan telak mematahkan konsep
“kebetulan.”
Perancangan
dan perencanaan yang luar biasa dalam kehidupan ini sudah pasti merupakan
tanda-tanda penciptaan Allah yang khas dan tak tertandingi, serta ilmu dan
kekuasaan-Nya yang Tak Terhingga. Usaha para evolusionis untuk menjelaskan
asal-usul kehidupan dengan menggunakan konsep kebetulan telah dibantah oleh
ilmu pengetahuan abad 20. Bahkan kini, di abad 21, mereka telah mengalami
kekalahan telak. (Silahkan baca buku Blunders of Evolutionists, karya Harun
Yahya, terbitan Vural Publishing). Jadi, alasan mengapa mereka tetap saja
menolak adanya penciptaan oleh Allah kendatipun telah melihat fakta ini
adalah adanya keyakinan buta terhadap atheisme.Allah tidak menciptakan
makhluk hidup melalui proses evolusi.
Oleh
karena fakta yang menunjukkan adanya penciptaan atau rancangan yang disengaja
pada kehidupan adalah nyata, satu-satunya pertanyaan yang masih tersisa
adalah “melalui proses yang bagaimanakah makhluk hidup diciptakan.” Di
sinilah letak kesalahpamahaman yang terjadi di kalangan sejumlah kaum
mukmin. Logika keliru yang mengatakan bahwa “Makhluk hidup mungkin saja
diciptakan melalui proses evolusi dari satu bentuk ke bentuk lain”
sebenarnya masih berkaitan dengan bagaimana proses terjadinya penciptaan
makhluk hidup berlangsung.
Sungguh,
jika Allah menghendaki, Dia bisa saja menciptakan makhluk hidup melalui
proses evolusi yang berawal dari sebuah ketiadaan sebagaimana pernyataan di
atas. Dan oleh karena ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa makhluk
hidup berevolusi dari satu bentuk ke bentuk yang lain, kita bisa mengatakan
bahwa, “Allah menciptakan kehidupan melalui proses evolusi.” Misalnya, jika
terdapat bukti bahwa reptil berevolusi menjadi burung, maka dapat kita
katakan,”Allah merubah reptil menjadi burung dengan perintah-Nya “Kun
(Jadilah)!”. Sehingga pada akhirnya kedua makhluk hidup ini masing-masing
memililiki tubuh yang dipenuhi oleh contoh-contoh rancangan yang sempurna
yang tidak dapat dijelaskan dengan konsep kebetulan. Perubahan rancangan
ini dari satu bentuk ke bentuk yang lain - jika hal ini memang benar-benar
terjadi - akan sudah barang tentu bukti lain yang menunjukkan penciptaan.
Akan
tetapi, yang terjadi ternyata bukan yang demikian. Bukti-bukti ilmiah
(terutama catatan fosil dan anatomi perbandingan) justru menunjukkan hal
yang sebaliknya: tidak dijumpai satu pun bukti di bumi yang menunjukkan
proses evolusi pernah terjadi. Catatan fosil dengan jelas menunjukkan bahwa
spesies makhluk hidup yang berbeda tidak muncul di muka bumi dengan cara
saling berevolusi dari satu spesies ke spesies yang lain. Tidak ada perubahan
bentuk sedikit demi sedikit dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup
yang lain dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya, spesies makhluk hidup
yang berbeda satu sama lain muncul secara serentak dan tiba-tiba dalam
bentuknya yang telah sempurna tanpa didahului oleh nenek moyang yang mirip
dengan bentuk-bentuk mereka. Burung bukanlah hasil evolusi dari reptil, dan
ikan tidak berevolusi menjadi hewan darat. Tiap-tiap filum makhluk hidup
diciptakan masing-masing secara terpisah dengan ciri-cirinya yang khas.
Bahkan para evolusionis yang paling terkemuka sekalipun telah terpaksa
menerima kenyataan tersebut dan mengakui bahwa hal ini membuktikan adanya
fakta penciptaan. Misalnya, seorang ahli palaentologi yang juga seorang
evolusionis, Mark Czarnecki mengaku sebagaimana berikut:
Masalah
utama yang menjadi kendala dalam pembuktian teori evolusi adalah catatan
fosil; yakni sisa-sisa peninggalan spesies punah yang terawetkan dalam
lapisan-lapisan geologis Bumi. Catatan [fosil] ini belum pernah menunjukkan
bukti-bukti adanya bentuk-bentuk transisi antara yang diramalkan Darwin -
sebaliknya spesies [makhluk hidup] muncul dan punah secara tiba-tiba, dan
keanehan ini telah memperkuat argumentasi kreasionis [=mereka yang
mendukung penciptaan] yang mengatakan bahwa tiap spesies diciptakan oleh
Tuhan.[7]
Khususnya
selama lima puluh tahun terakhir, perkembangan di berbagai bidang ilmu
pengetahuan seperti palaentologi, mikrobiologi, genetika dan anatomi
perbandingan, dan berbagai penemuan menunjukkan bahwa teori evolusi tidak
lah benar. Sebaliknya makhluk hidup muncul di muka bumi secara tiba-tiba
dalam bentuknya yang telah beraneka ragam dan sempurna. Oleh karena itu,
tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Allah menggunakan proses evolusi
dalam penciptaan. Allah telah menciptakan setiap makhluk hidup
masing-masing secara khusus dan terpisah, dan pada saat yang sama, dengan
perintah-Nya “Kun (Jadilah)!” Dan ini adalah sebuah fakta yang nyata dan
pasti.
Sungguh
sangat penting bagi orang-orang yang beriman untuk senantiasa waspada dan
berhati-hati terhadap sistem ideologi yang ditujukan untuk melawan Allah
dan din-Nya. Selama 150 tahun, teori evolusi atau Darwinisme telah menjadi
dalil serta landasan berpijak bagi semua ideologi anti agama yang telah
menyebabkan tragedi bagi kemanusiaan seperti fasisme, komunisme dan
imperialisme; serta melegitimasi berbagai tindak kedzaliman tak
berperikemanusiaan oleh mereka yang mengadopsi berbagai filsafat ini. Oleh
karenanya, tidak sepatutnya kenyataan dan tujuan yang sesungguhnya dari
teori ini diabaikan begitu saja. Bagi setiap orang yang mengaku muslim, ia
memiliki tanggung jawab utama dalam membuktikan kebohongan setiap ideologi
anti agama yang menolak keberadaan Allah dengan perjuangan pemikiran dalam
rangka menghancurkan kebatilan dan menyelamatkan masyarakat dari bahayanya
KESIMPULAN
Dalam
kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari sebuah agama. Agama adalah
suatu ajaran atau keyakinan yang harus dipercayai. Di samping itu agama
bisa kita jadikan pedoman dan petunjuk dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
adanya agama kita bisa mengetahui dan membedakan antara hal-hal yang baik
dan yang buruk. Di sisi lain dengan agama, kita bisa tahu tentang
syari’at-syari’at (peraturan) dan tata cara dalam kehidupan sehari-hari.
Seiring
dengan bergulirnya sang waktu, agama selalu mengalami perkembangan yang
signifikan. Terbukti dengan adanya salah satu kejadian, misalnya;
terjadinya perbedaan jatuhnya hari Raya Idul Fitri.
Oleh
karena itu, agama muncul untuk membantu menjawab masalah-masalah yang
menjadi perhatian paling utama
Sungguh
sangat penting bagi orang-orang yang beriman untuk senantiasa waspada dan
berhati-hati terhadap sistem ideologi yang ditujukan untuk melawan Allah
dan din-Nya. Selama 150 tahun, teori evolusi atau Darwinisme telah menjadi
dalil serta landasan berpijak bagi semua ideologi anti agama yang telah
menyebabkan tragedi bagi kemanusiaan seperti fasisme, komunisme dan
imperialisme; serta melegitimasi berbagai tindak kedzaliman tak
berperikemanusiaan oleh mereka yang mengadopsi berbagai filsafat ini. Oleh
karenanya, tidak sepatutnya kenyataan dan tujuan yang sesungguhnya dari
teori ini diabaikan begitu saja. Bagi setiap orang yang mengaku muslim, ia
memiliki tanggung jawab utama dalam membuktikan kebohongan setiap ideologi
anti agama yang menolak keberadaan Allah dengan perjuangan pemikiran dalam
rangka menghancurkan kebatilan dan menyelamatkan masyarakat dari bahayanya
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat Jalaludin. 2003. Psikologi Agama Sebuah
Pengantar. Bandung: PT Mizan Pustaka
Syah Muhibbin, M.Ed. 2004. Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
© Harun Yahya Internasional 2006. www.harun
yahya.com. Artikel Hakikat Teori Evolusi Darwin: Perang Terhadap Agama
Mastermind@aminuddin.mading Artikel Perbandingan
Agama
________________________________________
[1] Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama, hlm 50.
[2] Ibid,hlm 33-34.
[3]Op.cit,hlm 35.
[4] Ibid, hlm 172.
[5] Ibid, hlm 173.
[6] Pierre Paul Grassé, Evolution of Living
Organisms, New York, Academic Press, 1977, p.107
[7] Mark Czarnecki, “The Revival of the
Creationist Crusade”, MacLean’s, 19 Januari 1981, hal. 56
http://www.gurutrenggalek.com/2010/03/strategi-pesantren-madrasah-dan-sekolah.html
|