TUJUAN PENDIDIKAN MENURUT AL GHAZALI


TUJUAN PENDIDIKAN MENURUT
IMAM AL GHAZALI




      Telah banyak buku-buku mengenai pendidikan yang disusun oleh Al Ghazali. Akan tetapi pandangannya yang paling penting tentang masalah ini ditemukan pada buku-buku “ Ayyuhal Walad “, “Fathihatul ‘Ulum “ dan  “ Ihya ‘Ulumiddin “. Buku yang terakhir dipandang sebagai karya karya terbesar Al Gazali dalam lapangan ilmu kalam, fiqih dan akhlaq. Buku ini terdiri dari empat juz. Dalam juz pertama, Al Ghazali khusus menulis tentang ilmu, terutama ilmu yang berhubungan dengan Syari’at dan ibadah. Dalam juz kedua dia khusus membicarakan tentang tatacara bergaul antar sesama umat manusia. Sedangkan dalam juz ketiga dan kempat, dia menulis tentang pembentukan akhlaq yang mulia dan penanggulangan akhlaq yang rusak.

     Suatu studi tentang karya-karya Al Ghazali mengenai pendidikan serta pelbagai permasalahannya, khususnya dalam Ihya Ulumuddin, akan menyingkapkan betapa ia telah berhasil menata suatu sistem pendidikan yang lengkap, menyeluruh dengan batasan-batasan yang jelas. Hal ini tidaklah mengherankan, karena pendidikan dipandang   sebagai aplikasi pemikiran filsafi. Sedangkan seorang filosuf bekerja selaras dengan madzhab serta dasar-dasar pemikiran yang dianutnya. Al Ghazali mendasarkan sistem pendidikannya pada alam pikiran filsafinya untuk mendapatkan jaminan bahwa sistem pendidikannya itu benar-benar mengarah kepada tujuan pendidikan yang benar.

     John Dewey menggarisbawahi bahwa, pendidikan dan filsafat merupakan dua aspek kerja yang tak dapat dipisahkan. Keduanya saling berinterdependensi. Pendidikan menyebarkan dan mengajarkan aliran filsafat kepada manusia. Sedangkan filsafat membatasi tujuan sistem pendidikan serta menggariskan faktor-faktor penunjang di dalam mencapai tujuan ini.

Untuk mencapai dari tujuan dari sistem pendidikan apa pun, dua faktor asasi berikut ini mutlak adanya :

1.
Aspek- aspek ilmu pengetahuan yang harus dibekalkan kepada murid atau dengan makna lain ialah kurikulum pelajaran yang harus dicapai oleh murid.

2.
Metode yang telah digunakan untuk menyampaikan ilmu-ilmu atau materi-materi kurikulum sehingga benar-benar menaruh perhatiannya kepada kurikulum dan dapat menyerap faedahnya. Dengan ini, murid akan sampai kepada tujuan pendidikan dan pengajaran yang dicarinya.

     Al Ghazali telah menggariskan tujuan pendidikan berdasarkankan pandangannya tentang hidup dan nlli-nilai hidup, dengan kata lain, sesuai dengan falsafah hidupnya. Kemudian dia meletakkan kurikulum yang dipandangnya sejalan dengan sasaran dan tujuan pendidikannya. Dia mengklasifikasikan ilmu-ilmu serta menerangkan nilai-nilai dan faidah-faidahnya kepada murid. Dia menyusun ilmu-ilmu berdasarkan kepentingan dan faidahnya. Selanjutnya, ia menerangkan dasar-dasar yang harus diterapkan oleh guru dalam menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah metode mengajar secara umum yang digariskan oleh Al Ghazali.

     Pendidikan Agama dan akhlaq merupakan sasaran Al Ghazali yang paling penting. Dia memberikan metode yang benar untuk pendidikan agama, pembentukan akhlaq dan pensucian jiwa. Dia berharap dapat membentuk individu-individu yang mulia dan bertqwa, selanjutnya dapat menyebarkan keutamaan kepada seluruh umat manusia.

     Oleh karena akal manusia merupakan alat untuk mencapai ilmu, maka Al Ghazali menempatkannya pada kedudukan yang terhormat. Secara khusus dia telah mengadakan pengkajian tentang akal, tabi’at dan kekuatan fithrah manusia. Dia telah menulis tabi’at-tabi’at manusia dan perbedaan-perbedaan individual, seperti kemampuan berfikir dan tingkat kecerdasan serta materi-materi lain yang secara langsung berhubungan erat dengan masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.

1.
Kepentingan Ilmu Dan Pengajaran

     Ada hal-hal yang paling penting untuk diperhatikan di dalam mengkaji pemikiran Al Ghazali dalam lapangan paedagogik, antara lain ialah besarnya perhatian Al Ghazali terhadap ilmu dan pengajaran, serta kuatnya keyakinan bahwa pengajaran yang benar merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dan mencapai kebahagiaan, baik kebahagiaan dunia maupun kebahagiaan akhirat. Atas dasar itulah, maka Al Ghazali  menempatkan guru pada kedudukan yang tinggi dan menaruh kepercayaan kepada guru yang salah, yang dipandangnya sebagai pembimbing dan pendidik yang paling baik.

     Al Ghazali memulai bukunya “ Ihya ‘Ulumuddin “, juz I dengan menerangkan keutamaan ilmu dan pengajaran. Selanjutnya dia menggambarkan kedudukan tinggi para ahli ilmu dan ulama dengan menyitir firman-firman Allah swt. sabda Rasulullah saw. serta perkatan-perkataan orang-orang bijaksana dan ahli fikir. Pandangannya tentang perkara ini sangat kuat. Ini terbukti dengan seringnya menerangkan kedudukan ulama dam juz-juz berikutnya dan buku-buku yang lain. Sebagai contoh dia mengatakan :

“ ...Makhluk yang paling mulia di muka bumi ini adalah manusia. Sedangkan bagian tubuh manusia yang paling mulia adalah hatinya. Guru sibuk menyempurnakan mengagungkan dan mensucikannya, serta menuntunnya untuk dekat dengan Allah swt. Oleh karena itu, mengajarkan ilmu bukan hanya termasuk aspek ibadah kepada Allah swt. belaka, melainkan juga termasuk khilafah swt. Dikatakan termasuk khilafah Allah swt. karena hati orang alim telah dibukakan oleh Allah swt. untuk menerima ilmu yang merupakan sifat-sifat_Nya yang paling khusus. Orang alim adalah bendaharawan yang mengurusi khasanah Allah swt. yang paling berharga ... “

Di dalam Fatihatul ‘Ulum disebutkan :

“ ...Kesempurnaan manusia dalam bertaqarrub kepada Allah swt. sebenarnya ditentukan oleh ilmu. Jika ilmunya lebih banyak dan lebih sempurna, maka dia pun akan lebih dekat dan lebih menyerupai Malaikat ... “

     Kemudian Al Ghazali menerangkan keutamaan dan kepentingan ilmu dengan menyitir ayat-ayat Alqur’an dan Hadits Nabi saw. Dia meneragkan keutamaan mengajar dan kewajiban para ahli ilmu. Dia mengatakan bahwa apabila seorang alim tidak merasa gembira dengan ilmunya, tidak mengamalkannya serta tidak mengajarkannya, maka tak obahnya bagaikan orang yang menumpuk harta, tetapi tidak ada manfaatnya.

     Kepentingan dan kewajiban mengajar serta perlunya ada keikhlasan di dalam melaksanakannya, seraya mengatakan :

“ ...seluruh manusia akan binasa, kecuali orang-orang yang berilmu. Orang-orang yang berilmu akan binasa kecuali orang-orang yang mengamalkan ilmunya. Dan orang-orang yang mengamalkan ilmunya akan binasa kecuali orang-orang yang ikhlas ... “

Dalam Ihya ‘Ulumuddin lebih lanjut Al Ghazali  menegaskan :

“ ... barangsiapa berilmu dan mengamalkan ilmunya, maka dialah yang disebut agung di kerajaan langit. Dia bagaikan matahari yang selain menerangi dirinya sendiri juga menerangi orang lain. Dia bagaikan minyak kasturi yang harum dan memercikkan keharuman kepada orang yang berpapasan dengannya. Barangsiapa yang menyibukkan dirinya dalam mengajar dalam mengajar, berarti dia telah meraih perkara yang agung. Oleh karena itu, hendaklah seorang guru memperhatikan tatakrama dan tugas-tugasnya ...”

2.
Tujuan Pendidikan Menurut Al Ghazali

     Dalam lembaran yang terdahulu telah disinggung bahwa suatu sistem pendidikan apa pun harus mempunyai filsafat khusus yang mengarahkannya, serta menggariskan langkah-langkah dan metode-metodenya. Secara alami, filsafat dan pandangan Al Ghazali tentang hidup secara umum telah menjadi pendorong kepadanya untuk berfikir tentang sistem pendidikan tertentu yang dibatasi dengan tujuan yang jelas. Setelah mengkaji tulisan Al Ghazali tentang pengajaran dan pendidikan, dapat diketahui secara jelas bahwa dia mengarah kepada dua sasaran, yakni : Kesempurnaan insani yang tujuannya adalah taqarrub kepada Allah swt. dan kesempurnaan insani yang tujuannya kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, Al Ghazali gigih mengajar masyarakat hingga mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan.

     Pada umumnya, pendidikan Islam menonjol dengan karakteristik relijius moralisnya, yang tampak secara jelas dalam tujuan-tujuan dan metode-metodenya. Dengan tidak mengesampingkan urusan-urusan duniawi, pandangan Al Ghazali tentang pendidikan secara umum sesuai dengan konsepsi pendidikan Islam, konsepsi yang relijius moralis. Al Ghazali tidak mengabaikan urusan-urusan keduniaan. Dia telah mempersiapkan urusan-urusan ini dalam pendidikan. Dia memandang bahwa persiapan untuk urusan-urusan dan kebahagiaan hidup di akhirat yang lebih utama dan lebih utama dan lebih kekal dari kebahagiaan hidup di dunia. Dia mengatakan :


“ ...Dunia adalah ladang tempat persemaian benih-benih akhirat. Dunia adalah alat yang menghubungkan seseorang dengan Allah. Sudah barang tentu, bagi orang yang menjadikan dunia hanya sebagai alat dan tempat persinggahan, bukan bagi orang yang menjadikannya sebagai tempat persinggahan, bukan bagi orang-orang yang menjadikannya sebagai tempat tinggal yang kekal dan negeri yang abadi ...”

     Hanya saja bila ditinjau dari warna agamisnya yang menampilkan corak tersendiri bagi pendidikan Islam, pendapat-pendapat Al Ghazali lebih banyak cenderung kepada pendidikan rohaniah. Kecenderungan ini sejalan dengan filsafatnya yang sufi. Jadi menurut Al Ghazali, tujuan pendidikan ialah kesempurnaan melalui pencaharian keutamaan dengan menggunakan ilmu. Keutamaan itu akan memberinya kebahagiaan di dunia serta mendekatkannya kepada Allah, sehingga dia akan mendapatkan pula kebahagiaan di akhirat.

     Keadaan Al Ghazali  sebagai orang yang taat beragama dan ahli tasawuf telah mempengaruhi pandangannya tentang hidup dan nilai-nilai hidup. Keadaan ini juga telah mendorong dia untuk menjadikan pendekatan diri kepada Allah dan pencapaian kebahagiaan akhirat sebagai tujuannya. Meskipun demikian, keadaan ini tidak membuat dia lupa akan pentingnya menuntut ilmu yang murni ( pure science ). Ilmu itu sendiri memiliki beberapa keistimewaan dan kebaikan. Dia mengatakan :

“ ...Baik secara khusus ( tercapainya ilmu itu sendiri maupun secara umum, ilmu adalah keutamaan ...”

     Beranjak dari sini, Al Ghazali memandang bahwa pencapaian ilmu sudah merupakan suatu tujuan pendidikan. Ilmu mempunyai nilai-nilai, dan dengan ilmu seseorang akan mendapatkan kenikmatan dan kesenangan. Al Ghazali berkata :

“ ...Apabila aku melihat ilmu, maka kulihat ada kenikmatan di dalamnya. Oleh karena itu secara khusus, ilmu harus dituntut. Aku mendapatkan bahwa ilmu merupakan alat untuk mencapai kebahagiaan akhirat, dan ia satu-satunya pendorong untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sebenarnya, kedudukan yang paling agung bagi manusia ialah kebahagiaan yang abadi. Sedangkan perkara yang paling utama ialah jalan yang menyampaikan seseorang kepada kebahagiaan itu. Jalan itu hanya akan dicapai dengan lmu dan amal, sedangkan amal hanya akan dapat diperoleh dengan memilki ilmu tentang cara-cara beramal. Pangkal kebahagiaan di dunia dan di akhirat ialah ilmu. Jadi ilmu adalah amal yang paling utama ...”



ARSIP ARTIKEL
Menengok Kembali Pemikir Masa Lampau

0 Comments:

Post a Comment