FILSAFAT DAN PENDIDIKAN


KAJIAN FILSAFAT PENDIDIKAN
MAKALAH



BAB I
Pendahuluan

1.
Latar Belakang


     Filsafat dimulai dari rasa ingin tahu dan dari rasa ragu-ragu. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum diketahui. Karakteristik berfikir filsafat adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuwan tidak puas hanya mengenal ilmu dari segi pandang ilmu itu sendiri, tapi ingin melihat hakikat ilmu dalam konsentrasi pengetahuan yang lainnya.

     Dalam kehidupan manusia filsafat tidak terpisahkan, karena sejarahnya yang panjang dan juga karena ajaran filsafat malahan menjangkau masa depan umat manusia dalam bentuk-bentuk ideologi. Pembangunan dan pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa pun bersumber pada inti sari ajaran filsafat. Oleh karena itu filsafat telah menguasai kehidupan umat manusia, manjadi norma negara, menjadi filsafat hidup suatu bangsa.

     Filsafat adalah suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas (komprehensif). Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikir manusia. Filsafat mencoba mengerti, menganalisis, menilai dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan dalam jangkauan rasio manusia, secara kritis, rasional dan mendalam. Kesimpulan-kesimpulan filsafat manusia yang selalu cenderung memiliki watak subjektivitas. Faktor inilah yang melahirkan aliran-aliran filsafat dan perbedaan-perbedaan dalam filsafat.

     Dapat disimpulkan filsafat adalah ilmu pengetahuan hasil pemikiran manusia dari seperangkat masalah mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga diperoleh budi pekerti. Adapun tujuan berfilsafat adalah untuk mencari kebenaran sesuatu baik dalam logika (kebenaran berfikir), etika (berperilaku), maupun metafisika (hakikat keaslian).

     Dari periode ke periode, filsafat mampu terus tumbuh dan melewati batasan-batasan ruang dan waktu yang rumit dan sulit dijelaskan. Filsafat selalu eksis sehingga dalam situasinya yang terburuk dan tergelap, ia selalu mampu hadir menjadi sesuatu yang berlimpah serta mengagumkan siapa pun yang memahaminya.

     Begitulah dari waktu ke waktu, filsafat terus menerus berkembang sesuai dengan perkembangan-perkembangan dan perubahan-perubahan yang terjadi pada dunia manusia, termaksud salah satunya sesuatu yang begitu pragmatis bernama pendidikan. Sesuatu yang jika dilacak pun sesungguhnya memiliki akar gen yang sama dengan berbagai bidang lainnya, lahir dan bermula dari filsafat. Oleh karena itu, relevan jika pendidikan tidak lain adalah spekulasi filsafat akan hidup manusia. Tepatnya, saat filsafat menemukan satu pandangan bahwa hidup manusia harus baik, bermakna, dan makin berkualitas.

     Pada periode-periode awal perkembangannya, pendidikan tidak hidup secara terpisah dari filsafat, pendidikan justru menjadi bagian yang masuk dalam filsafat karena pendidikan adalah bidang yang lahir dalam ruang etika atau filsafat nilai. Oleh karena itu, apa yang hendak dicapai oleh pendidikan selalu menjadi hal yang tak berbeda dengan apa yang hendak dicapai oleh etika, yaitu berupaya membangun hidup manusia baik dalam makna abstrak, yaitu dalam ruang kesadaran ataupun makna empiris atau dalam ruang-ruang yang bersifat mekanis.

     Dalam kepentingan itulah, pendidikan kemudian lahir sebagai proses pengajaran atau transformasi nilai-nilai keteladanan hidup di satu sisi dan peningkatan nilai-nilai keteladana hidup di sisi yang lain. Makna pendidikan di dalam filsafat tidak pernah menjadi sesuatu yang lain selain sebuah upaya untuk membangun tata hidup dan berkehidupan manusia yang ada. Makna fungsi ini memiliki kemiripan yang hampir sama dengan makna fungsi ilmu dan pengetahuan bagi hidup manusia, yaitu membangun hidup manusia semakin baik dan ideal di satu sisi, dan mampu menjaga kualitas-kualitas hidup yang telah dicapai di sisi yang lain.

     Dari itu, secara genealogi-histori, pendidikan pada dasarnya bukanlah sesuatu hal yang baru sehingga ia dapat diklaim sebagai temuan manusia modern, sebaliknya pendidikan adalah sesuatu yang sudah tua dan klasik, setua usia filsafat, karena pendidikan merupakan bagian dari filsafat. Kenyataan ini menjadi argumen mengapa di era klasik para filsuf tidak pernah melahirkan istilah filsafat pendidikan, karena ketika istilah pendidkan disebutkan maka secara otomatis mengasosiasikan makna filsafat.

     Berdasarkan penjabaran tentang munculnya filsafat pendidikan di atas, maka penulis tertarik mencaritahu tentang keterkaitan filsafat dan pendidikan dan bagaimana peranan filsafat pendidikan terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2.
Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang coba dikemukakan penulis dalam makalah ini adalah.

1.       Apakah pengertian Filsafat pendidikan.
2.       Bagaimanakah peranan filsafat dalam pendidikan.
3.       Bagaimanakah hubungan filsafat dalam pendidikan dan manfaat keberadaan filsafat dalam pendidikan.
4.       Bagaimanakah fungsi pendidikan dalam kehidupan manusia sebagai mahluk biologis.

3.
Tujuan


Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah.

1.       Mendeskripsikan pengertian filsafat pendidikan.
2.       Mendeskripsikan peranan filsafat dalam pendidikan.
3.       Mendeskripsikan hubungan filsafat dalam pendidikan dan manfaat keberadaan filsafat dalam pendidikan.
4.       Mendeskripsikan fungsi pendidikan dalam kehidupan manusia sebagai mahluk sosial.

4.
Manfaat

     Manfaat yang ingin diperoleh dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran umum tentang  filsafat pendidikan, fungsi filsafat pendidikan, sejauhmana hubungan antara filsafat dan pendidikan serta perannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


BAB II
PEMBAHASAN


1.
Pengertian Filsafat Pendidikan


     Eksistensi suatu bangsa adalah eksis dengan ideologi atau filsafat hidupnya, maka demi kelangsungan eksistensi itu dilakukan pewarisan nilai ideologi itu kepada generasi selanjutnya. Jalan yang efektif untuk itu hanya melalui pendidikan, kesadaran moral dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia ideal dalam sistem nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran filsafat yang dianut. Untuk menjamin supaya pendidikan itu benar dan prosesnya efektif, maka dibutuhkan landasan filosofis dan landasan ilmiah sebagai asas normatif dan pedoman pelaksanaan pembinaan.

     Menurut Hasan Langgulung, filsafat pendidikan merupakan teori atau ideologi pendidikan yang muncul dari sikap filsafat seorang pendidik dari pengalaman-pengalaman dan pendidikan. Jadi, filsafat pendidikan adalah ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemerahan mengenai masalah pendidikan.

     Pendidikan adalah pelaksanaan dari ide filsafat. Ide filsafat yang memberi kepastian bagi nilai peranan pendidikan. Seorang filsuf Amerika, Jhon Deway mengatakan bahwa filsafat itu adalah teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pikiran mengenai pendidikan.

     Filsafat pendidikan juga dapat didefinisikan sebagai teori yang mendasari alam pikiran ihwal pendidikan atau suatu kegiatan pendidikan yang memiliki tugas untuk membawa para pelajar pada situasi ketika mereka secara cerdas menilai tujuan-tujuan akhir alternatif, mengaitkan dengaan tujuan-tujuan yang diinginkan, dan menyeleksi metode-metode pengajaran sesuai dengan tujuan. Secara holistik, tugas filsafat pendidikan itu membantu para pendidik berpikir secara bermakna tentang totalitas pendidikan dan proses hidup sehingga mereka selalu berada dalam posisi yang tepat dan dapat mengembangkan program yang konsisten serta menyeluruh sehingga para pelajar mampu menjadi diri manusia yang berkualitas.
Filsafat pendidikan adalah ilmu filsafat yang mengambil objek kajian tentang pendidikan. Filsafat dikatakan sebagai induk atau ibu dari ilmu-ilmu karena filsafat menguji ilmu-ilmu yang ada di bawahnya. Demikian juga dengan pendidikan, pendidikan adalah ilmu yang lahir dari rahim filsafat, pendidikan bukanlah suatu hal yang baru sehingga dapat diklaim sebagai temuan manusia modern, tetapi pendidikan adalah sesuatu yang sudah lama ada bahkan setua usia filsafat karena pendidikan merupakan bagian dari filsafat.

     Jadi dapat disimpulkan bahwa filsafat pendidikan adalah filsafat terapan dimana cara pandang filsafat masuk dan mengambil objek pendidikan sebagai materi kajiannya.

2.
Peranan Filsafat Pendidikan


Peranan filsafat pendidikan dapat ditinjau dari tiga hal, yaitu:

1.
Metafisika


Metafisika merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat: hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat anak (dalam hal ini peserta didik). Metafisika secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Memahami filsafat ini diperlukan secara implisit untuk mengetahui tujuan pendidikan.
Seorang guru seharusnya tidak hanya tahu tentang hakekat dunia dimana ia tinggal, tetapi harus tahu hakekat manusia, khususnya hakekat anak yang menjadi peserta didiknya. Hakekat manusia yang perlu dipahami dalam hal ini adalah:

a.       Manusia adalah makhluk jasmani rohani
b.       Manusia adalah makhluk individual sosial,
c.       Manusia adalah makhluk yang bebas,
d.       Manusia adalah makhluk yang bersejarah.

2.
Epistemologi


Kumpulan pertanyaan berikut yang berhubungan dengan para guru adalah epistemologi. Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu berlangsung? Bagaimana kita mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan antara dua pandangan pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran itu konstan, ataukah kebenaran itu berubah dari situasi satu ke situasi lainnya? dan akhirnya pengetahuan apakah yang paling berharga?.

Bagaimana menjawab pertanyaan epistemologis tersebut, itu akan memiliki implikasi signifikan untuk pendekatan kurikulum dan pengajaran. Pertama guru harus menentukan apa yang benar mengenai muatan yang diajarkan, kemudian guru harus menentukan alat/media yang paling tepat untuk membawa muatan ini bagi siswa. Meskipun ada banyak cara mengetahui, setidaknya ada lima cara mengetahui sesuai dengan minat/kepentingan masing-masing guru, yaitu mengetahui berdasarkan otoritas, wahyu Tuhan, empirisme, nalar, dan intuisi.

Guru tidak hanya perlu mengetahui bagaimana siswa memperoleh pengetahuan, melainkan juga bagaimana siswa belajar. Dengan demikian epistemologi memberikan sumbangan bagi teori pendidikan dalam menentukan kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak dan bagaimana cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut, begitu juga bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut.

3.
Aksiologi

Cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah, erat kaitannya dengan pendidikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan atau akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan. Langsung atau tidak langsung, nilai akan menentukan perbuatan pendidikan. Nilai merupakan hubungan sosial. Pertanyaan-pertanyaan aksiologis yang harus dijawab guru adalah: Nilai-nilai apa yang dikenalkan guru kepada siswa untuk diadopsi? Nilai-nilai apa yang mengangkat manusia pada ekspresi kemanusiaan yang tertinggi? Nilai-nilai apa yang bener-benar dipegang orang yang benar-benar terdidik?.

Pada intinya aksiologi menyoroti fakta bahwa guru memiliki suatu minat tidak hanya pada kuantitas pengetahuan yang diperoleh siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang dimungkinkan karena pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan untuk kebaikan.

Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru mengenai pendidikan, atau merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional guru. Setiap guru baik mengetahui atau tidak memiliki suatu filsafat pendidikan, yaitu seperangkat keyakinan mengenai bagaimana manusia belajar dan tumbuh serta apa yang harus manusia pelajari agar dapat tinggal dalam kehidupan yang baik.

Filsafat pendidikan secara fital juga berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan masalah pendidikan.
Terdapat hubungan yang kuat antara perilaku guru dengan keyakinannya:

1.
Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran


Komponen penting filsafat pendidikan seorang guru adalah bagaimana memandang pengajaran dan pembelajaran, dengan kata lain, apa peran pokok guru ? Sebagian guru memandang pengajaran sebagai sains, suatu aktifitas kompleks. Sebagian lain memandang sebagai suatu seni, pertemuan yang spontan, tidak berulang dan kreatif antara guru dan siswa. Yang lainnya lagi memandang sebagai aktifitas sains dan seni. Berkenaan dengan pembelajaran, sebagian guru menekankan pengalaman-pengalaman dan kognisi siswa, yang lainnya menekankan perilaku siswa.

2.
Keyakinan mengenai siswa akan berpengaruh besar pada bagaimana guru mengajar?


Seperti apa siswa yang guru yakini, itu didasari pada pengalaman kehidupan unik guru. Pandangan negatif terhadap siswa menampilkan hubungan guru-siswa pada ketakutan dan penggunaan kekerasan tidak didasarkan kepercayaan dan kemanfaatan. Guru yang memiliki pemikiran filsafat pendidikan mengetahui bahwa anak-anak berbeda dalam kecenderungan untuk belajar dan tumbuh.

3.
Keyakinan mengenai pengetahuan berkaitan dengan bagaimana guru melaksanakan


pengajaran. Dengan filsafat pendidikan, guru akan dapat memandang pengetahuan secara menyeluruh, tidak merupakan potongan-potongan kecil subyek atau fakta yang terpisah.

4.
Keyakinan mengenai apa yang perlu diketahui, guru menginginkan para siswanya belajar


sebagai hasil dari usaha mereka, sekalipun masing-masing guru berbeda dalam meyakini apa yang harus diajarkan.

3.
Filsafat dalam Pendidikan dan Manfaatnya


     Secara sederhana filsafat pendidikan ialah nilai dan keyakinan-keyakinan filosofis yang menjiwai, mendasari dan memberikan identitas (karakteristik) suatu sistem pendidikan. Artinya filsafat pendidikan adalah jiwa, roh dan kepribadian sistem pendidikan nasional.

     Sebagaimana telah disampaikan di atas, eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dan ideologi atau filsafat hidupnya, maka demi kelansungan eksistensi itu ialah dengan mewariskan nilai-nilai ideologi itu kepada generasi selanjutnya. Adalah realita bahwa jalan dan proses yang efektif untuk ini hanya melalui pendidikan. Setiap masyarakat, setiap bangsa melaksanakan aktivitas pendidikan secara prinsipil untuk membina kesadaran nilai-nilai filosofis nasional bangsa itu, baru sesudah itu untuk pendidikan aspek-aspek pengetahuan dan kecakapan-kecakapan lain.

     Pendidikan sebagai suatu usaha membina dan mewariskan kebudayaan, mengemban satu kewajiban yang luas dan menentukan prestasi suatu bangsa, bahkan tingkat sosio-budayanya. Sehingga pendidikan bukanlah usaha dan aktivitas spekulatif semata-mata. Pendidikan secara fundamental didasarkan atas asas-asas filosofis dan ilmiah yang menjamin pencapaian tujuan yakni meningkatkan perkembangan sosio-budaya bahkan martabat bangsa, kewibawaan dan kejayaan negara.

     Sedangkan filsafat pendidikan sesuai peranannya, merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan. Adapun hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan dapat diuraikan :

1.
Analisis filsafat merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan. Aliran filsafat tertentu akan mempengaruhi dan memberikan bentuk serta corak tertentu terhadap teori-teori pendidikan yang dikembangkan atas dasar aliran filsafat tersebut.

2.
Filsafat berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan ahlinya dapat mempunyai relavansi dengan kehidupan nyata.

3.
Filsafat pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau paedagogik.

4.
Fungsi Pendidikan dalam Kehidupan Manusia sebagai Makhluk Biologis

1.
Fungsi Pendidikan dalam Hidup dan Kehidupan Manusia


     Peranan pendidikan dalam hidup dan kehidupan manusia sangatlah penting, di mana pendidikan diakui sebagai satu kekuatan (education as power) yang menentukan prestasi dan produktivitas di bidang lain. Hubungan dan interaksi sosial yang terjadi dalam proses pendidikan di masyarakat mempengaruhi perkembangan kepribadian manusia.

     Menurut Prof. Richey (dalam Djumransjah, 2004: 140), istilah pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas mengenai pemeliharaan dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama mengenai tanggungjawab bersama di dalam masyarakat. Jadi, pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas dari pada proses yang berlangsung di dalam sekolah. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang.

     Menurut Prof. Lodge (dalam Djumransjah, 2004: 142), kata pendidikan kadang dipakai dalam pengertian yang luas dan kadang dalam arti yang lebih sempit. Dalam pengertian luas, semua pengalaman dapat dikatakan sebagi pendidikan. Dalam pengertian yang lebih luas ini, hidup adalah pendidikan dan pendidikan adalah proses hidup dan kehidupan berjalan bersama, tidak terpisah satu dan yang lainnya karena berlangsung dalam proses bermasyarakat, sehingga tiap pribadi manusia terlibat dengan pengaruh pendidikan.

     Sedangkan dalam pengertian yang lebih sempit, Lodge menguraikan bahwa pendidikan dibatasi pada fungsi tertentu di dalam masyarakt yang terdiri atas penyerahan adat istiadat (tradisi) dengan latar belakang sosialnya dengan pandangan hidup dari masyarakat ke generasi berikutnya, dan demikian seterusnya.

     Pendidikan identik dengan sekolah, yaitu pengajaran formal dalam kondisi dan situasi yang diatur, yang hanya menyangkut pribadi yang secara sukarela mengikutinya. Kendati pun dalam kenyataannya pada masyarakat dan negara-negara maju serta tiap-tiap warga negara dikenakan wajib belajar untuk tingkat-tingkat tertentu. Hal ini merupakan perwujudan betapa urgensinya pendidikan bagi manusia.

     Jika diteliti lebih lanjut, aktivitas mendidik tentu harus ada materi yang dididikkan yaitu yang disebut dengan ilmu pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan berupa materi mengandung nilai didik. Adapun letak perbedaan antara nilai pendidikan dan efek paedagogis suatu ilmu dan materi, pada hakikatnya hanya tergantung kepada tujuan yang hendak dicapai sebagai tujuan akhir pendidikan.

2.
Peranan Lembaga Pendidikan


     Adanya lembaga-lembaga pendidikan sebenrnya merupakan jawaban manusia atas problema perkembangan manusia itu sendiri. Jika pendidikan akan membina bentuk-bentuk tertentu dengan tingkah laku tertentu, maka lembaga pendidikan menghendaki perlakuan yang tertentu pula.

     Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting setelah keluarga, yang berfungsi membantu keluarga untuk mendidik anak-anak. Salah satu tugas pendidikan anak-anak oleh orang tua, diserahkan kepada guru sebagai pendidik profesional untuk memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan dan disiplin ilmu lainnya kepada anak.



3.
Pendidikan sebagai Suatu Keharusan Bagi Manusia Sebagai Makhluk Biologis


     Dididik dan mendidik adalah hal yang unik bagi makhluk manusia yang tidak dapat disangkal lagi. Namun, kita juga sering mendengar bahwa istilah mendidik itu juga dipergunakan dalam dunia kehewanan, seperti yang dikemukanan Prof. Lodge dalam bukunya “Philosophy of education” mengatakan bahwa seekor anjing dapat mendidik tuannya. Ungkapan Prof. Lodge tersebut dapat pula kita amati pada seekor kucing. Seekor kucing yang beranak, menyusui anaknya dan membersihkan anaknya dengan air ludahnya, seiring bertumbuhnya sang anak kucing dilatih dengan berbagai macam gerakan, menerkam dan lari seperti induknya, setelah besar dan bisa mencari makan sendiri barulah anak kucing itu dilepas oleh induknya.

     Contoh tadi rupanya melatar belakangi pendapat Lodge bahwa binatang juga mendidik anak-anaknya. Binatang juga memelihara, melindungi dan mengajarkan anak-anaknya hingga mampu berdiri sendiri atau mandiri. Pertanyaanya adalah, samakah pendidikan yang dilakukan oleh hewan tadi dengan manusia terhadap manusia (orang tua kepada anaknya)? Jawabannya tentu tidak sama. Manusia tentu memiliki kelebihan dari binatang, dimana binatang hanya mendidik anak-anaknya dengan instingtif.

     Tindakan mendidik adalah hal yang khusus hanya terdapat dalam dunia “kemanusiaan”. Salah satu ciri mendasar tentang gambaran manusia adalah manusia itu makhluk yang harus dididik, dapat dididik dan dapat pula mendidik. Dr. M. J. Langeveld melukiskan hal itu dengan kalimat singkat, animal educandum (manusia adalah makhluk yang harus dididik), animal educable (manusia adalah makhluk yang dapat dididik), dan Homo edocandus (manusia adalah makhluk yang dapat mendidik).

     Jika direnungkan kembali dengan seksama, maka proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia tidak akan berkembang denngan baik tanpa bantuan, bimbingan dan dorongan orang lain. Seorang bayi yang baru lahir dalam keadaan lemah dan tak berdaya, dalam perkembangannya memerlukan bantuan orang lain, baik ibunya, perawat atau orang lain yang memeliharanya. Jika anak tidak diberi makan dan minum maka anak akan mall. Jika anak tidak diberi bimbingan dan pendidikan, baik pendidikan jasmanai maupun rohani berupa pendidikan intelek, susila, dan sosial, maka si anak tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya dan tidak dapat memenuhi fungsinya sebagai manusia yang berguna dalam hidup dan kehidupannya.

     Dengan kata lain, manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan, seperti yang dikemukakan Immanuel Kant. Tanpa pendidikan manusia tidak akan menjadi manusia. Pengangkatan harkat manusia ke arah insani itu hanya menjelma dalam semua perbuatan mendidik. Hal ini telah dikenal luas dan dibenarkan oleh hasil-hasil penyelidikan pada orang-orang yang terlantar dan menjadi liiar. Contohnya, Victor, seorang anak liar yang tertangkap di Distrik Averyron Prancis Selatan pada tahun 1799 dan Peter si anak liar, yang ditemukan dekat Kampala, Midnapur India pada tahun 1920 oleh Mr. Singh. Kedua anak tersebut diasuh oleh serigala, sehingga akibatnya segala gerak-gerik dan tingkah lakunya menyerupai serigala.

     Contoh tadi, merupkan bukti bahwa jika anak yang tidak memperoleh pendidikan, maka kemampuan dasar yang dimilikinya tidak dapat tumbuh dan berkembang, baik jasmani maupun rohani sebagaimana manusia pada umumnya.

     Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa pendidikan itu berusaha untuk mengembangkan potensi-potensi manusia yang utuh, yang merupakan aspek-aspek kepribadian termaksud di dalamnya aspek individualitas, morlitas, seimbang antara kebutuhan jasmani dan rohani dan antara duniawi serta ukhrowi. Pada umumnya, manusia selalu ingin memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Tetapi, karena kehidupan ini selalu berubah sesuai dengan perkembangan sosial budaya sebagai ciri manusia modern yang tak pernah berhenti menaklukkan kondisi-kondisi lingkungan yang baru, maka kemampuan dan kebutuhan biologis, psikis, sosial, dan bersifat paedagogis semakin tampak bertambah. Pendidikan telah memberikan sumbangannya kepada nasib manusia dan masyarakat dari semua tahap perkembangannya dan tidak pernah berhenti berkembangan, untuk mendukung cita-cita kemanusiaan yang paling mulia.

     Dari sudut pandangan kebutuhan-kebutuhan manusia yang bersifat biologis, fisiologis, dan naluriah telah dibuktikan oleh peran yang dimainkan pendidikan dalam kelangsungan hidup umat manusia. Sejak zaman prasejarah, umat manusia dalam proses penyesuaian diri mereka terhadap berbagai cara hidup, mengatur hidup, dan menciptakan masyarakatnya untuk usaha bersama yang dimulai dari satuan keluarga dan suku primitif, kemudian terus maju dan memperoleh pengetahuan dan pengalaman. Dengan pendidikan, manusia mempelajari dan menyelidiki, serta menyatakan keinginan dan cita-citanya untuk memenuhi kebutuhan sebagai bekal hidup di hari depan.

     Dengan demikian, jelas kita menginginkan bahwa dunia ini menjadi sebuah tempat yang lebih baik untuk persiapan masa depan, maka pendidikan merupakan hal yang utama dan universal serta sebagai satu keharusan bagi manusia dalam mencapai kesejahteraan hidupnya. Tercapainya kesejahteraan hidup adalah pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia secara biologis yang diperoleh dari pendidikan dan belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan selama manusia berupaya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan hidup sejahtera, maka pendidikan tetap menjadi penentu dan menjadi satu keharusan (imperative) bagi manusia sebagai makhluk biologis.


BAB III
PENUTUP

1.
Kesimpulan


1.
Filsafat pendidikan merupakan teori atau ideologi pendidikan yang muncul dari sikap filsafat seorang pendidik dari pengalaman-pengalaman dan pendidikan. Filsafat pendidikan adalah ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemerahan mengenai masalah pendidikan.

2.
Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru mengenai pendidikan, atau merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional guru.

3.
Eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dan ideologi atau filsafat hidupnya, maka demi kelansungan eksistensi itu ialah dengan mewariskan nilai-nilai ideologi itu kepada generasi selanjutnya.

4.
Pendidikan identik dengan sekolah, yaitu pengajaran formal dalam kondisi dan situasi yang diatur, yang hanya menyangkut pribadi yang secara sukarela mengikutinya. Kendati pun dalam kenyataannya pada masyarakat dan negara-negara maju serta tiap-tiap warga negara dikenakan wajib belajar untuk tingkat-tingkat tertentu. Hal ini merupakan perwujudan betapa urgensinya pendidikan bagi manusia.

5.
Tercapainya kesejahteraan hidup adalah pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia secara biologis yang diperoleh dari pendidikan dan belajar. Dengan demikian, dapat dikatakan selama manusia berupaya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan hidup sejahtera, maka pendidikan tetap menjadi penentu dan menjadi satu keharusan (imperative) bagi manusia sebagai makhluk biologis.


2.
Saran


     Kajian filsafat pendidikan yang penulis jelaskan di atas sesungguhnya masih sangat jauh dari kesempurnaan, mengingat peran filsafat dalam dunia pendidikan sangat luas. Dengan keterbatasan kemampuan penulis, penulis mengharapkan bagi pembaca yang ingin mengkaji lebih dalam mengenai filsafat pendidikan agar bisa menambah referensi lebih banyak untuk kesempurnaan kajian dan semoga tulisan sederhana ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan pembacanya.




ARSIP TUGAS AKADEMIK

0 Comments:

Post a Comment