(Sejarah, Mitos, dan Jejak
Penyebaran Islam Di Banyumas)
Seputar Wilayah
Kecamatan Cilongok terletak di bagian barat
Kabupaten Banyumas. Cilongok merupakan kecamatan dengan jumlah desa
terbanyak, yaitu 20 desa. Mempunyai pasar yang cukup besar yaitu pasar
manis. Pasar ini selalu membludak setiap manisan (nama pasaran di Jawa).
Kecamatan Cilongok menjadi jalur besar ke arah Tegal, Brebes, hingga
Jakarta.
Posisi ini menjadikan Cilongok cukup terkenal
sebagai jalur distribusi produk ke berbagai pasar besar.
Produk khas dari kecamatan Cilongok adalah gula
kelapa (gula Jawa). Mayoritas penduduk di Kecamatan Cilongok adalah
produsen Gula Kelapa. Konon dulu bp. Nasution pernah mengunjungi Kopersi
Pageraji di kecamatan Cilongok karena kesuksesannya mengelola gula kelapa.
Berikut adalah daftar nama-nama Desa di
kecamatan Cilongok:
1. Langgong sari, baca lebih lanjut
2. Pejogol,
3. Pageraji,
4. Cilongok,
5. Pernasidi,
6. Ranca maya,
7. Panembangan,
8. Gunung Lurah,
9. Sambirata,
10. Sokawera,
11. Sudimara,
12. Jatisaba ,
13. Panusupan,
14. Cipete,
15. Kali Sari,
16. Cikidang,
17. Batuanten,
18. Karang Tengah
19. Karang Lo
20. Cikidang
Tulisan ini barangkali akan menjadi rintisan
penggalian sejarah penyebar Islam di Banyumas, yang selama ini sangat
dibutuhkan dalam mengelola berbagai informasi kekayaan sejarah lokal
khususnya di wilayah Banyumas dan keterterkaitan dengan wilayah luar
banyumas.
Dengan dikelolanya cagar budaya yang berkaitan
dengan peristiwa masa lalu sejarah tempat dan para pelaku sejarah yang
menghiasi peradaban, tentu akan sangat berguna bagi generasi yang akan
datang dalam menerima berbagai warisan informasi. Perjalanan para pembawa
agama khususnya di Banyumas, juga akan menjadi catatan sejarah yang
berharga, bahwa agama-agama yang ada di wilayah Banyumas diperkenalkan dan
di dakwahkan melalui waktu yang panjang dan kesabaran yang luar biasa dari
para pelaku sejarah.
PENDAHULUAN
Jombor merupakan nama Grumbul di Desa Cipete
Kecamatan Cilongok di Kabupaten Banyumas. Nama Desa ini selalu dikaitkan
dengan keberadaan Syaikh Abdus Shomad yang merupakan ulama abad ke-16 dalam
melakukan penyebaran Islam di Banyumas pada umumnya dan peranannya dalam
meng-Islamkan masyarakat wilayah Cipete dan sekitarnya pada khususnya.
Terdapat beberapa versi tentang asal usul nama “JOMBOR” sebagai grumbul di mana Syaik Abdus Shomad
berdakwah dan mengajarkan agama Islam khususnya di wilayah Cipete dan di
Kabupaten Banyumas pada umumnya. Adapun versi-versi ini berdasar dari
informasi baik keturunan / trah maupun masyarakat setempat antara lain :
1.
|
Lokasi yang sekarang didirikan Masjid Baitus Shomad di RT. 02 RW. 03 Desa
Cipete, adalah merupakan tilas yang konon pernah tumbuh sebuah pohon yang
sangat lebat, rimbun dan besar. Tidak jauh dari pohon tersebut terdapat
sungai yang mengalir dengan kejernihan air yang masih bersifat alami.
Kehadirannya di wilayah ini disambut warga
dengan sikap positif. Sebelum mendirikan Padepokan ia harus menginap dan istirahat di rumah warga.
Meski penduduk setempat juga menyediakan tempat tinggal untuk beliau,
namun ada hal yang dianggap masih kurang dimana dalam setiap rumah dan
tidak ada tempat yang tersedia untuk beribadah menjalankan ibadah shalat,
karena pada saat itu warga masih memiliki beragam kepercayaan.
Usaha lahir terus dilakukan oleh beliau
melalui sillaturrahim (ngendong bahasa Jawa) dari rumah ke rumah ibarat
sebagai orang pendatang, berbaur dengan warga dalam kerukunan
bermasyarakat. Sedangkan usaha batin beliau melakukan mujahadah,
berkhalwat atau menyepi mendekatkan diri terhadap Allah SWT, memohon
pertolongan dan diberi kemudahan dalam melakukan dakwah dan penyebaran
agama Islam terhadap warga setempat.
Mujahadah ini tentu membutuhkan ketenangan
bathin, sehingga beliau memanfaatkan pohon besar yang rimbun sebagai
tempat untuk menyepi, tanpa ada yang mengganggu ketenangannya. Konon di
atas pohon sebagaimana yang disebutkan di atas, terdapat cabang yang
datar yang memudahkan beliau duduk bersila melakukan dzikir. Cabang – cabang pohon
yang masih rendah memudahkan beliau naik turun tanpa harus menggunakan
tangga untuk naik ke atas.
Jalan antara pohon terdapat lokasi mata air
berupa sumur yang dibuat beliau, yang setiap saat digunakan untuk
berwudlu. Kegiatan naik turun pohon menuju ke lokasi air ini menyebabkan
jalan setapak ini menjadi becek atau dalam bahasa Banyumas disebut Jember. Orang kemudian menyebutnya Jombor, sehingga
terjadilah Jombor sebagai nama grumbul.
|
2.
|
Hampir di setiap wilayah, sebelum Islam
diperkenalkan kepada masyarakat khususnya di Banyumas dan umumnya di luar
wilayah, kebudayaan, adat istiadat serta kepercayaan masyarakat beragam
dan bermacam-macam. Budaya membuat sesaji, (nyajeni bahasa Jawa) di
tempat-tempat keramat, mengkultuskan batu besar, pohon, berjudi, main,
minum serta perbuatan tercela lainnya masih sangat subur. Sebagai seorang
musafir Syaikh Abdus Shomad tentu tidak serta merta melarang, membenci,
atau pun mencemooh bagi pelakunya mengingat Sebagai seorang pendakwah
Syaikh Abdus Shomad harus tetap istiqomah menunjukkan akhlak yang mulia
terhadap mereka, mengingat mereka belum mengerti.
Jombor pada versi
terbentuknya asal mula tempat adalah merupakan sebagian isi dari dakwah
beliau, yang berupa ajakan yang di dalamnya terkandung keselamatan bagi
manusia bagi yang menuruti nasehat-nasehatnya.
Beberapa orang menafsirkan bahwa asal-usul
nama Jombor yang selalu
dikaitkan dengan Nama Syaikh Abdus Shomad adalah merupakan isi misi
dakwah beliau yang mengandung larangan. Misalnya kata Jo dalam kalimat
Jawa “Ojo” (Jangan atau tidak boleh dalam bahasa Indonesia),
diartikan sebagai larangan dan dikaitkan dengan sebuah ajakan.
JO
|
Ojo / Jo
|
M
|
Musyrik / munafik/
.............................dst
|
BOR
|
jo Boros
|
Jo
musyrik, Jo Munafik, Jo Mungkar, Jo Maca Qur’an Lan nyenggol nek ra suci,
Jo main, Jo medok Jo mabuk-mabukan, madat, Jo metani alane wong liyo, Jo
mateni / mepet dalan pangane wong liyo, Jo meneih sesaji kanggo syetan,
Jo merek-merek barang haram, Jo muwur , Jo mangan riba, Jo maling dunyo
wong liyo, Jo mikir kumed sodaqoh, Jo mbelani perkoro salah, Jo Mbalelo,
Jo mriksani barang kang haram, Jo mburu maksiyat, Jo mekso kekarepan ala,
Jo mikir ninggal shalat wajib, Jo mikir ninggal puoso wajib, Jo mulang
barang kang ala, Jo mituruti bisikan syetan, Jo moni padudon karo
tetonggo, Jo mentelantarkan cah yatim, Jo masang sesrangkah dalan
tetonggo, Jo mungkir, Jo mutus tali paseduluran, Jo mati ra nggowo iman,
Jo melak-melik dunyo wong liyo, Jo mempeng golet dunyo nanging lali gusti
Allah, Jo mbetitil, merem ngamal kanggo akherat, Jo mbanggel karo
nasehate kyai, Jo mblenjani janji, Jo moni nyupatani karo sepada-pada, Jo
minteri sepada-pada, Jo mbebani tanggungjawab marang wong kang ora mampu,
Jo mbeler nggolet pangupa jiwo (kasab/pahal), Jo mangas ketipu nikmate
dunyo, Jo mbeber alaning manungsa, Jo mlanggar toto aturaning masyarakat,
Jo milih urip sesrawung, Jo Mubadzir. Dan dakwah-dakwah yang lain,
karena hal tersebut hanya sekedar pendapat.
BOR
dalam kalimat jomBOR diartikan
sebagai ajakan oJo Boros. Pemborosan waktu yang
berkaitan dengan umur manusia, jika dikonsentrasikan hanya untuk
kepentingan dunia tanpa dibarengi dengan ibadah adalah kerugian yang
besar. Bila manusia telah diperbudak harta maka hubungan dengan Tuhan
menjadi jauh. Kehidupan manusia di dunia hanyalah sebentar karena umur
manusia juga telah ditentukan Tuhan. Penghaburan harta untuk kesenangan
duniawi menyebabkan seorang
terjebak dalam israf. Apabila manusia telah jatuh pada kebangkrutan atau
pailit maka ia lebih dekat kepada kefakiran dan kefakiran mendekatkan
pada kekufuran.
|
Batas wilayah Jombor dari arah barat ditandai
dengan sungai Kuyuk dan bagian timur dibatasi dengan sungai lembarang,
bagian selatan berbatasan dengan grumbul Pejaten dan di bagian utara
berbatasan dengan Desa Cirangkok.
Lokasi yang dulu digunakan untuk mujahadah
sekarang didirikan Masjid dan Pondok Pesantren. Bangunan Masjid dan
Pesantren yang dibangun oleh Syaikh Abdus Shomad, berupa panggung dengan
bahan dasar kayu dan bambu, tepat di sebelah utara
|
|
|
NAMA
CIPETE
|
Cipete merupakan nama Desa dimana Syaikh Abdus
Shomad tinggal memiliki sejarah nama yang menarik. Ada dua versi untuk
mengetahui asal-usul nama desa ini, antara lain :
|
1.
|
Wilayah Cipete pernah menjadi perebutan antara
Kawedanan Karanglewas dengan (Pasir Luhur) dengan Kawedanan Ajibarang.
Tarik menarik antara siapa yang berhak menguasai. Dengan berbagai
kesepakatan dan perundingan diantara dua Kawedanan tersebut diambil
kesepakatan bahwa wilayah yang sempit “Cupet” menjadi wilayah tersendiri,
bukan bagian dari wilayah Kawedanan Ajibarang maupun Karanglewas (Pasir
Luhur). Tokoh pendiri Desa saat itu hanya memberikan jawaban tentang
tidak adanya keterpihakan dan ketidakkesiapannya untuk tunduk kepada
kedua Kawedanan, dengan mengatakan, “ Panggonan
Kaya
Kiye Cupete Kok Degawe Rageg” ( Wilayah yang
segini sempitnya kenapa menjadi keributan). Berawal dari kata Cupete
berubahlah ungkapan menjadi Cipete.
|
2.
|
Bahwa kata Cipete berasal dari kata dalam
bahasa Sunda. Hal ini beralasan mengingat Syaikh Abdus Shomad berasal
dari Cirebon dan Sunda Kelapa, menantu-menantu beliau juga berasal dari
Cirebon Sunda, sehingga terpengaruh budaya dan tradisi Sunda. Berdasarkan
penelitian bahwa terdapatnya Kali Mengaji dan Kali Logawa, (di wilayah
Ketapang Karanglewas) menjadi batas wilayah barat banyak dipengaruhi
budaya Sunda atau Kerajaan Galuh Pakuwan atau Padjajaran. Bukti-bukti itu
dapat di lihat dari nama-nama desa yang berawalan ci, seperti Cilongok,
Cikawung, Cipete, Citamo, Ciberung dan lainnya.
|
|
|
SILSILAH
ASY-SYAIKH ABDUSH SHOMAD JOMBOR
|
Dari Ayahnya
|
1.
|
Prabu Munding Sari
|
2.
|
Ratu Galuh
|
3.
|
Situng Winara
|
4.
|
Prabu Lingga Wastu
|
5.
|
Prabu Lingga Hayang
|
6.
|
Prabu Lingga Wastu
|
7.
|
Prabu Lingga larang
|
8.
|
Prabu Munding Kawanti
|
9.
|
Prabu Siliwangi
|
10.
|
Prabu Cathra
|
11.
|
Banyak Roma
|
12.
|
Banyak Wiratha
|
13.
|
Banyak Kesumba
|
14.
|
Pangeran Senopati Mangkubumi
|
15.
|
Panembahan Kertalangu
|
16.
|
Nyi Ageng Kembangan
|
17
|
Kyai Singawedhana
|
18.
|
Asy-Syaikh Abdush Shomad Jombor
|
|
|
Dari garis Ibu
|
1.
|
Rasulullah Muhammad SAW
|
2.
|
Fatimatuzzahrah
|
3.
|
Sayyidina Husain
|
4.
|
‘Ali Zainal Abidin
|
5.
|
Muhammad Al-Baqir
|
6.
|
Ja’far As-Shadiq
|
7.
|
‘Ali Al’ridhi
|
8.
|
Muhammad
|
9.
|
Isya Albasyari
|
10.
|
Ahmad Al Muhajir
|
11.
|
‘Ubaidilah
|
12.
|
‘Uluwi
|
13.
|
‘Abdul Malik
|
14.
|
‘Abdullah
|
15.
|
Imam Ahmad Syah
|
16.
|
Jamaludin Akbar
|
17
|
Najmudin
|
18.
|
‘Abdullah
|
19
|
Syarif Hidayatullah (Sunan Gungjati)
|
20.
|
Maulana Hasanudin
|
21.
|
Pangeran Sakheti
|
22.
|
Panembahan Kertalangu
|
23.
|
Nyai Ageng Kembangan
|
24.
|
Kyai Singawedana
|
25.
|
Syaikh Abdus Shomad Jombor
|
|
|
RIWAYAT
KELAHIRANNYA
|
Syaikh Abdus Shomad lahir di Jawa Barat.
Tanggal dan tahun kelahiran belum ditemukan. Beliau diperkirakan lahir
pada abad ke-16 M. Data yang mendukung terdapat pada bekas prasasti kayu
dengan huruf Jawa yang tertulis “Gebyog Iki Dibangun Ing Tahun 1817
Masehi. Gebyog adalah Cungkup makam Syaikh Abdus Shomad. Sedangkan
bangunan makam tersebut dibangun oleh Mbah Kyai Muhammad Noer Zaman, yang
dalam catatan silsilah keluarga Jombor merupakan keturunan ketujuh dari
Syaikh Abdus Shomad.
Petunjuk lain yaitu antara Syaikh Abdus Shomad
dengan Adipati Joko Kaiman terdapat hubungan besan. Hasanudin putra
Syaikh Abdus Shomad dinikahkan dengan putri dari Adipati Joko Kaiman.
Hubungan ini mengindikasikan adanya rentang masa kehidupan mereka dalam
kurun waktu yang sama.
Beberapa tahun kenudian bangunan makam yang
semula terbuat dari ijuk diganti dengan seng atas prakarsa Syaikh Abdul
Malik (Kedung Paruk Purwokerto), seorang ulama Kharismatik dan Guru Besar
Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan Asy-Syadziliyah Indonesia,
putra dari Syaikh Muhammad Ilyas Sokaraja, keturunan ke-empat Pangeran
Diponegoro, bangswan dari Kesultanan Yogyakarta. Syaikh Abdul Malik Dari
pihak ayah yaitu Syaikh Muhammad
Ilyas keturunan Kasultanan Yogyakarta, sedang dari pihak ibu keturunan
Syaikh Abdus Shomad keturunan Padjajaran.
Setelah dari Makkah Syaikh Muhammad Ilyas
dinikahkan dengan adik dari Syaikh Abdullah Kepatihan Tegal akan tetapi
tidak dikaruniai keturunan, kemudian dinikahkan kembali dengan cucu
Syaikh Andus Shomad yaitu Nyai Zainab, dan dikaruniai empat orang anak.
Anak pertama laki-laki yang diberi nama Muhammad Asy’ad yang kemudian
dikenal
|
MASA
PENDIDIKAN
|
|
|
Masa muda Syaikh Abdus Shomad dihabiskan di
Pondok Pesantren di Gunung Jati Cirebon Jawa Barat. Peluang karir untuk
menjadi pejabat di lingkungan keraton seperti halnya suadara-saudaranya,
tidak menarik perhatian bagi Syaikh Abdus Shomad muda.
Orangtuanya menyebutnya dengan filsafat tabuh
beduk. Syaikh Abdus Shomad tidak tertarik menerima tongkat estafet
pemimpin namun lebih tertuju kepada cita-citanmya menjadi seorang santri
yang kelak mampu memberi manfaat kepada ummat dalam penyebar agama Islam
dengan memilih tongkat tabuh / pemukul beduk yang adanya di longkungan
pesantren / masjid.
Kehidupan keraton yang penuh dengan berbagai
kesenangan dan berada di dalamnya adalah tingkat strata kehidupan yang
tinggi, tentu tidak sama dengan kehidupan komunitas di Pondok Pesantren.
Kehidupan serta kebutuhan diri memperpanjang kehidupan di Pondok dengan
seluruh suka dan duka tidak merubah pendirian untuk terus “ngalap berkah
ilmu sang kyai” hingga pada akhirnya sang kyai menganggap sebagai santri terbaik
dengan menguasai ilmu-ilmu agama sebagai bekal pengembaraan melakukan
dakwah Islam.
|
PERJALANAN
DAN PERJUANGAN DAKWAH ISLAM
|
|
|
Setelah Syaikh Abdus Shomad dinyatakan lulus
dengan prestasi terbaik, beliau pamit pulang dan oleh gurunya diberi
petunjuk untuk berjalan ke timur ke arah selatan, setelah sebelumnya ia
menetap beberapa tahun di Sunda Kelapa dan Cirebon, untuk melakukan
dakwah di sana.
Kebiasaan Syaikh Abdus Shomad untuk
bermujahadah seperti yang dilakukan di pesantren terus dilakukan, hingga
satu waktu ketika beliau sedang menyepi bermujahadah di bawah pohon
kelapa dalam suasana malam yang gelap serta rimbunnya tumbuhan disekitar
hutan, telah merubah konsentrasi beliau ketika seekor ular besar
mendekat. Dalam menghadapi ancaman tentu Syaikh Abdus Shomad tidak
menyandarkan pada takdirnya sendiri. Bagaimana pun ia harus berusaha
menghindar dari berbagai kemungkinan ancaman yang dihadapi dengan naik ke
atas pohon kelapa agar konsentrasi mujahadah terus dapat dilakukan.
Hingga menjelang pagi ular bukan malah pergi tetapi malah melilit pohon
kelapa dimana beliau berada di atas.
Perjalanan selanjutnya menuju Pantai Selatan,
yaitu Cilacap, menuju Kampung laut Kelapa Kerep. Kelapa Kerep konon
adalah kelapa yang dirapatkan yang digunakan sebagai rakit.
|
SINGGAH
DI JINGKANG-SAWANGAN
|
Sebelum Syaikh Abdus Shomad sampai di Jingkang
Sawangan yang saat ini masuk wilayah Ajibarang, telah terjadi penyebaran
Islam yang dilakukan oleh Mbah Munhasir, yang diyakini merupakan
pendatang dari Sriwijaya-Palembang dan menetap di wilayah ini.
Mbah Munhasir dengan demikian adalah tokoh
yang berperan dalam membuka hutan menjadi wilayah desa dibantu beberapa
orang lokal, hingga kemudian Mbah Munhasir mendapat jodoh putri Redja
Wikrama tokoh lokal yang telah memberikan fasilitas selama melakukan
dakwah.
Pembukaan hutan menjadi areal desa telah
menarik perhatian penduduk di luar wilayah Jingkang-sawangan sekitar
berdatangan menuju kepada kehidupan baru di tempat ini.
Keadaan tersebut berlangsung dalam waktu yang
lama, sehingga Mbah Munhasir merasa perlu untuk mendirikan Padepokan di
wilayah Jingkang-Kalisari sebagai tempat berbagi ilmu-ilmu agama Islam
dan ilmu-ilmu kanuragan. Setelah Mbah Munhasir wafat kepemimpinan
padepokan diserahkan kepada putranya Mbah Sahidin. Setelah dua tokoh
tersebut wafat tidak ada generasi berikutnya yang menyiarkan Islam di
Ajibarang, sampai hadirnya Syaikh Abdus Shomad.
Syaikh Abdus Shomad sendiri sebenarnya hanya
berniat singgah karena statusnya adalah sebagai musafir. Namun ketika
keberadaan di tempat ini banyak diminta penduduk lokal akhirnya beliau
bertahan beberapa tahun melanjutkan dakwah dari para pendahulu tokoh
agama di wilayah ini.
Bersama dua pengikutnya yang merupakan santri
Syaikh Abdus Shomad, yakni Mbah Bagus santri dan Mbah Bujang Santri,
terus menerus melakukan dakwah sambil terus membuka lokasi hutan menjadi
areal perkampungan. Ketika perjalanan masih terus berlanjut kedua
santrinya wafat dan dimakamkan di Sawangan-Jingkang.
|
SINGGAH
DI PEJATEN
|
|
|
Pejaten sekarang adalah grumbul di wilayah
Desa Cipete Kecamatan Cilongok Banyumas. Grumbul Pejaten merupakan alas
hutan jati, sebelum dibuka menjadi areal tempat tinggal.
Setibanya di Pejaten beliau melakukan laku
ritual mujahadah di atas batu cadas Sungai Tenggulun. Bersamaan dengan
itu, Nyai Sakheti putri tunggal Mbah Kroya atau Mbah Sukma Sejati,
seorang tokoh yang tinggal di Bantuanten (2 km dari wilayah Pejaten)
tengah mengalami sakit keras dan belum mendapatkan obat yang mampu
menyembuhkan penyakit yang diderita putrinya.
Satu hari Mbah Kroya mendengar suara seperti
gemuruh ombak, mirip suara kawanan lebah. Untuk memastikan bahwa sumber
suara bukan ombak atau suara lebah namun berasal dari suara manusia, maka
Mbah Kroya mengutus para pembantunya untuk mencari. Para pembantunya
merasa tertegun setelah menemukan sumber suara itu adalah lafadz dzikir
yang dilakukan oleh Syaikh Abdus Shomad yang duduk melakukan mujahadah di
atas batu cadas sungai Tenggulun.
Percakapan para pembantunya di hadapan Syaikh
Abdus Shomad telah mengundang naluri kemanusiaan Syaikh Abdus Shomad
untuk bersilaturrahmi bertemu dengan Mbah Kroya dengan membawa air
menggunakan daun talas dari sungai Tenggulun.
Pertemuan antara Mbah Kroya dengan Syaikh
Abdus Shomad menumbuhkan rasa bangga diantara keduanya, karena mereka
sama-sama bersasal dari wilayah Jawa Barat. Sampai beberapa hari kemudian
Nyai Sakheti binti binti Mbah Kroya / Mbah
Sukma Sejati dinikahkan dengan beliau Mbah Abdus Shomad.
Bantuanten berasal
dari kata Bantuan atau Pertolongan dan Banten. Menilik dari sejarah
terbentuknya desa Bantuanten tidak terlepas dari sosok Mbah Kroya
sendiri. Mbah Kroya beserta beberapa pengikutnya pernah turut memberikan
bantuan dalam sebuah peperangan yang melibatkan Kesultanan Banten.
“Mbantu Banten”. Julukan Mbah
Kroya atau Mbah Sukma Sejati tidak lain karena Kroya merupakan grumbul
tempat dimana beliau dimakamkan di pinggiran Sungai Tenggulun. Sedangkan
adik laki-lakinya yang bernama Mbah Jati Kusuma dimakamkan di Kedung
Makam Desa Bantuanten.
|
|
|
BERMUKIM
DI JOMBOR
|
|
|
Setelah tinggal beberapa lama di Tempat Mbah
Kroya bersama istri, maka Syaikh Abdus Shomad melanjutkan perjalanan ke
wilayah Desa Cipete tepatnya di grumbul Jombor.
Perjalanan dari Bantuanten ke wilayah Cipete,
harus melalui jalan setapak penghubung antara grumbul Pejaten, Jombor
Selatan dan Jombor Kauman. Dengan
menyusuri jalan yang jarang dilalui, Syaikh Abdus Shomad sesekali harus
memastikan bahwa jalan yang sedang dilalui bukan jalan yang dilalui
hewan-hewan buas.
Dalam perjalanan tersebut secara tidak sengaja
beliau melihat anak harimau yang jatuh ke jurang sempit dan tidak mampu
melompat ke atas karena tubuhnya terbelit akar. Terlihat sudah
berhari-hari anak harimau itu tidak mampu melompat dan induknya tidak
mampu menolongnya. Melihat ketidakberdayaan anak harimau tersebut Syaikh
Abdus Shomad segera menurunkan barang bawaan sementara sang istri
menunggu sambil berharap penuh kecemasan, karena berada di tengah hutan
yang gelap oleh rimbunnya pohon-pohon besar.
Anak harimau yang terus bergerak agaknya cukup
menyulitkan beliau untuk mengangkat ke atas. Pada saat tubuhnya hampir
sampai di ujung jurang, anak harimau terus meronta hingga menimbulkan
suara yang mengundang perhatian induk semangnya. Istrinya yang melihat
kehadiran induknya yang bertubuh besar datang dan langsung hendak
menerkam Syaikh Abdus Shomad. Namun beberapa saat harimau yang besar itu
dapat ditaklukkan.
Di Jombor inilah menjadi tempat mukim Syaikh
Abdus Shomad hingga akhir hayatnya. Konon Syaikh Abdus Shomad sempat menikah lagi dengan Nyai Saketi binti Mbah
Abdul
Salam, kakak seperguruan
yang pernah bersama nyantri di Pesantren Cirebon.
Syaikh Abdus Shomad pada saat masih bersama di
Pesantren pernah membuat perjanjian pada saat akan meninggalkan
Pesantren, bahwa bila pada saat nanti Mbah Abdul Salam memiliki anak
perempuan, maka akan dinikahkan dengan
Syaikh Abdus Shomad. Barangkali perjanjian itu hanya obrolan biasa
sebagai seorang santri. Waktu telah berlalu dan Syaikh Abdus Shomad
hampir sudah melupakan perjanjian yang tidak resmi tersebut. Namun
perjanjian tersebut barangkali terdengar oleh Allah, sehinga merupakan
do’a bagi Syaikh Abdus Salam. Rupanya perjanjian tersebut terus dipegang
oleh Mbah Abdul salam, sehingga beliau mencari Syaikh Abdus Shomad untuk
menepati perjanjiannya menuju Jombor bersama puterinya Nyai Sakheti (
nama sakheti adalah gelar bagi wanita bangsawan yang memiliki strata
sosial tinggi). Setelah Mbah Abdul salam berada di Jombor, oleh Syaikh
Abdus Shomad diminta untuk tetap tinggal di Jombor.
Penggalian
informasi tentang istri dan keturunan yang di tinggal di Cirebon, sebelum
mukim di Jombor juga belum tergali, dan lacak informasi keterangan
tentang pernikahan Syaikh Abdus Shomad dengan Nyai Sakethi binti Mbah
Abdus Salam, terutama pada anak keturunan dan sejarah Mbah Abdus Salam.
Apakah silsilah keturunan syaikh Abdus Shomad hingga sekarang adalah
pernikahan dengan Nyai Saketi binti Mbah Kroya / Mbah Sukma Sejati ataukah keturunan
pernikahannya dengan Nyai Saketi binti Abdus Salam, namun besar
kemungkinan adalah pernikahan dengan Nyai Sakheti binti Mbah Kroya / Mbah
Sukma Sejati, yang telah menerunkan ulama-ulama besar di Banyumas dan
sekitarnya.
Mbah Abdus Salam sendiri disamping sebagai
seorang ulama beliau juga seorang yang ahli dalam urusan tata pemerintahan
. Dan seorang yang pandai berpidato atau ketib. Gagasan tentang tata
aturan pemerintahan saat itu menjadi Inspirasi para pengelola wilayah
baik Kesultanan maupun tingkat pemerintahan kawedanan.
Peran agama dan pemerintahan dijalani oleh
Mbah Abdus Salam di wilayah Gununglurah saat itu. Kehebatannya dalam
mendidik calon-calon pemipin, telah menerbitkan nama harum
Gununglurah-Cilongok sebagai basis kampung para pemimpin, sehingga
dinamakan Gunung Lurah.
Selama tinggal di Gununglurah ini, Mbah Abdus
Abdul Salam banyak menerima tamu yang sengaja tukar kawruh tentang
ilmu-ilmu pemerintahan. Beliau wafat dimakamkan di pekuburan umum Desa
Gununglurah. Makamnya tidak pernah sepi dari para peziarah, terutama
mereka yang memiliki hajat ingin mencalonkan diri mengabdi kepada negara
atau pun Kepala Desa.
Setelah Abdus Shomad merasa bahwa Jombor
adalah pilihan terakhir untuk mengemban amanat sang guru dalam
menyebarkan Islam di wilayah Kabupaten Banyumas, maka dengan bantuan
warga sekitar diberi tanah sesuai dengan kebutuhan untuk mendirikan
bangunan berupa Padepokan sebagai rumah berbagi ilmu agama Islam dan
ilmu-ilmu yang lain yang diperlukan masyarakat saat itu.
Sebelum Syaikh Abdus Shomad menetap di Jombor
dan mendirikan Padepokan telah ada seseorang yang dianggap tokoh /
Kamitua / Sesepuh yang cukup disegani, meski dia sendiri bukan seorang
kyai dan hanya seorang kamitua yang ahli dalam ilmu-ilmu kejawen. Agaknya
sang kamitua ini merasa tersaingi dengan kehadiran beliau Syaikh Abdus
Shomad. Dengan berbagai keilmuan “Kejawen” kamitua ini terus menanam
permusuhan meski sebenarnya Syaikh Abdus Shomad tidak pernah berfikir
untuk mengalahkan, namun karena kesombongan sang kamitua ini akhirnya
kalah pamor.
Latar belakang keilmuan Kejawen yang diperoleh
Kamitua / Sesepuh tersebut juga tidak jelas, bahkan berseberangan dengan
ilmu-ilmu yang diajarkan Syaikh Abdus Shomad. Apakah keilmuan yang
diajarkan diperoleh melalui guru atau pun dipelajari dari nenek
moyangnya. Dalam bidang ilmu agama Islam yang dimiliki agaknya masih
dangkal, karena tidak mampu mengangkat dirinya dalam status julukan kyai
saat itu. Namun dari segi pamor agaknya luar biasa. Rumahnya tidak pernah
sepi dari kehadiran warga sekitar untuk memohon petunjuk atau pepadang.
Kehebatan dalam menguasai ilmu klenik /
Kejawen ini cukup untuk menarik perhatian sampai di luar Jombor. Pamor
yang dimiliki kamitua ini juga menyebabkan kedudukan keluarga dan dirinya
semakin kuat bertahan puluhan tahun di grumbul Jombor.
Dengan mukimnya Syaikh Abdus Shomad, Sang
Kamitua menganggap bahwa kehadiran Syaikh Abdus Shomad di Jombor dianggap
sebagai tandingan pamor bagi dirinya. Melalui propaganda yang dihembuskan
kepada warga dan orang-orang yang datang di kediamannya, Kamitua ini
terus memperkuat keadaan dirinya.
Dengan berbagai alasan Syaikh Abdus Shomad dianggap telah merubah
adat tradisi dan tatanan yang telah berlaku dari generasi ke generasi,
dan itu merupakan sebuah ancaman yang bersifat pribadi di mata
masyarakat. Namun demikian dakwah tetap dilakukan dengan kesabaran hingga
masyarakat setempat benar-benar meninggalkan tradisi-tradisi musyrik
serta mengembangkan tradisi yang disentuh dengan ruh Islami, sebagai
upaya media dakwah saat itu.
|
SYAIKH ABDUS SHOMAD DAN PENGELOLAAN PADEPOKAN
|
|
|
Ketika Syaikh Abdus Shomad menetap di Jombor
usianya memang mendekati usia-usia 60 tahun. Usia tersebut tergolong usia
senja menuju usia masa tua.
Kegiatan dakwah dilakukan di lingkungan
Padepokan, karena secara fisik Syaikh Abdus Shomad tidak lagi sekuat dan
memiliki energi yang penuh untuk melakukan keliling di wilayah Jombor dan
sekitarnya.
Namun demikian Syaikh Abdus Shomad mendapat
perhatian masyarakat di lingkungan di luar Desa Cipete sangat luar biasa,
karena berita dari mulut ke mulut tentang kehadiran seorang ulama pembawa
agama Islam semakin banyak yang singgah dan menetap di Kabupaten Banyumas
saat itu. Para penuntut ilmu pun datang silih berganti hingga Syaikh
Abdus Shomad wafat.
|
|
|
PENERUS
PERJUANGAN
|
|
|
Dari sumber silsilah keluarga Jombor,
disebutkan bahwa Syaikh Abdus Shomad memiliki tiga orang keturunan, dua
laki-laki dan satu perempuan, masing-masing bernama, Nyai ‘Ali,
Nadzmudidin dan Hasanudin (Mbah Lambak).
Nyai ‘Ali nikah dengan Kyai Zainal Ali dari
Cirebon. Keturunan dari Nyai ‘Ali dengan Kyai Zaenal inilah yang kemudian
meneruskan perjuangan Islam di Jombor dan turun temurun menjadi perawat
(kuncen) makam Syaikh Abdus Shomad, sampai sekarang.
Anak keturunan Nyai ‘Ali dengan Kyai Zaenal
Ali tersebar di beberapa wilayah, seperti di Ajibarang, Pasiraman,
Cikawung, Kali Benda, Citomo, Kroya, Sumpiuh, Sokaraja,
Sawangan-Purwokerto, Wangon, Purbalingga, Bajarnegara, Blitar (Jawa
Timur) sampai ke Lampung (Sumatera). Sedangkan Hasanudin atau yang
dikenal dengan Julukan Mbah Lambak tinggal menetap di Banyumas dan
dimakamkan di Dawuhan Banyumas.
Mbah Ketib Arum (Ketib Arum adalah putera dari
Kyai Ali Muhammad dan Kyai Ali Muhammad adalah putera dari Kyai Muhammad
dan Kyai Muhammad adalah putera tunggal dari Nyai ‘Ali sedang Nyai ‘Ali
adalah puteri dari Syaikh Abdus Shomad). Dikenal sebagai tokoh ulama
sekaligus orang yang pandai dalam berpidato (ketib). Pernah menjadi
penghulu, sebuah lembaga pemerintahan bentukan Kolonial Belanda serta
giat menekuni olah kanoragan.
Setelah semua keturunan Mbah Ketib Arum ini
wafat, Padepokan dipindahkan ke Jombor Tengah atau kauman, karena
pertimbangan keluarga / kerabat sebagian menetap di tempat ini, dan awal
Syaikh Abdus Shomad pertama kali sering melakukan mujahadah juga di
tempat ini. Selanjutnya Padepokan di asuh oleh Mbah Kyai Muhammad
Sulaiman, yang merupakan menantu sebelumnya. Mbah Kyai Sulaiman ini
adalah keturunan dari Adipati Mruyung Ajibarang.
Berikut adalah generasi penerus yang
mengembangkan Pondok Pesantren di Jombor :
1.
|
Mbah Kyai Zainal ‘Ali
|
2.
|
Mbah Kyai Achmad Muhammad
|
3.
|
Mbah Kyai ‘Usman ‘Ali
|
4.
|
Mbah Kyai ‘Ali Muhammad
|
5.
|
Mbah Kyai Ketib Arum
|
6.
|
Mbah Kyai Zainal ‘Ali
|
7.
|
Mbah Kyai Munadha
|
8.
|
Mbah Kyai Marhani
|
9.
|
Mbah Kyai Muhammad Ikhsan
|
10.
|
Mbah Kyai Muhammad Sulaiman
|
11.
|
Mbah Kyai Muhammad Noer Zaman
|
12.
|
Kyai Abdurrahman
|
Sekitar tahun 1960 an keberadaan Pondok
Pesantren, mengalami masa-masa fakum. Pengelolaan peninggalan Syaikh
Abdus Shomad berkisar pada perawatan makam Syaikh Abdus Shomad,
pengelolaan masjid, pengembangan lembaga pendidikan seperti Madin, Majlis
Taklim, dan Madrasah Ibtidaiyah. Dari kepemimpinan Kyai Abdurrahman
menurun pada generasi berikutnya
seperti :
1.
|
Kyai Muhiddin - Menantu
|
2.
|
Kyai Mas’ud (puetra pertama
Kyai Abdurrahman)
|
3.
|
Kyai Humam Mas’udi (putera Kyai
Mas’ud)
|
4.
|
Kyai Abdullah Sajad (keturunan
kesembilan Syaikh Abdus Shomad)
Koordinator pengurus makam, yang merupakan putera dari Kyai Muhammad
Hasan Tayyib (kuncen terdahulu) dengan puteri ketiga dari Kyai Muhammad
Noer Zaman yaitu Nyai Kusrinah.
|
|
|
Setelah waktu berlalu lama akhirnya Pondok
Pesantren kembali dibangun di wilayah Jombor oleh Kyai Muhdi bin Kyai
Muhidin. Kyai Muhdi adalah keturunan kesepuluh dari Syaikh Abdus Shomad
Jombor. Sementara di Jombor Kauman menjadi pusat pengelolaan lembaga pendidikan
seperti, Madin, Madrasah, Majlis taklim.
|
|
|
KAROMAH
SYAIKH ABDUS SHOMAD
|
1.
|
Menimba Emas
|
|
Dikisahkan setiap kali beliau berhadast,
beliau turun untuk mengambil air wudlu. Ketika Syaikh Abdus Shomad menggunakan periuk
atau kendi sebagai timba untuk mengambil air, kemudian secara perlahan
diangkat ke atas terdapat keanehan, sebab periuk atau kendi yang sedang
diangkat ke atas terasa berat dan harus mengeluarkan tenaga yang lebih.
Alangkah terkejutnya ketika periuk yang telah menyentuh bibir sumur,
terlihat bukan hanya berisi air tetapi sebagian dari badan periuk berisi
bongkahan emas yang lebih besar dari periuk yang digunakan untuk timba.
Sadar bahwa beliau sedang diuji oleh Allah,
SWT segera ia beristighfar dan berdo’a, mengadu bahwa bukan harta duniawi
yang beliau pinta, namun pertolongan, kekuatan, kesabaran serta ridlo
Allah SWT dalam memperjuangkan Agama Islam, di tempat yang baru, budaya
masyarakat yang bermacam-macam serta kepercayaan yang beragam, hingga
kemudian beliau melemparkan kembali emas tersebut ke dalam sumur.
|
2.
|
Membungkam Gong
|
|
Konon tradisi kesenian seperti wayang, kuda
lumping dan kesenian yang mempergunakan gong, kenong atau benda lain
sebagai alat musiknya, tidak akan berfungsi atau berbunyi apabila di
bunyikan di wilayah Jombor. Dalam sejarahnya sampai hari ini, belum
pernah di jombor ada pagelaran wayang, ronggeng, tayub ataupun kuda
lumping.
Keadaan ini mengisyaratkan sejarah tersendiri
bagi warga setempat. Bagi kebanyakan orang hal tersebut mungkin sudah
mafhum, bahwa itu merupakan Karomah yang dimiliki Syaikh Abdus Shomad,
mengingat jasad beliau dimakamkan di tanah ini. Karomah tersebut pada
dasarnya tidak bisa dinalar sebab itu kekuasaan Allah. Namun bagi
kebanyakan orang tentu hal ini menjadi sesuatu yang menarik untuk dikaji
akar peristiwa yang melatar belakangi.
|
|
|
3.
|
MEMBUAT “KEDER” SERDADU BELANDA
|
|
Karomah ini tidak saja terjadi ketika Syaikh
Abdus Shomad masih hidup, bahkan setelah beliu wafat pun masih dapat
dirasakan di lingkungan sekitar Jombor. Diantara karomah yang terjadi
setelah beliau meninggal antara lain membuat bingung atau Keder. Keder
yang sering terjadi pada kita terkadang seputar arah dan tempat serta
menjadi linglung meskipun kita sebenarnya sadar.
Pada masa penjajahan Belanda, para serdadu
Belanda bukan hanya berusaha merebut dan menguasai pusat-pusat kota di
sekitar Banyumas, namun seluruh pelosok di wilayah Banyumas ini tidak
lepas dari kegiatan operasi, untuk memburu para tentara Indonesia yang
bersembunyi di wilayah pedesaan.
Para serdadu Belanda ini konon mengalami hal
aneh dan tidak mampu membuat keputusan operasi penyergapan atau pun
penyerangan terhadap markas tentara Republik, ketika akan masuk ke Desa
Cipete.
Semua jalan yang menuju Desa Cipete, dianggap
sebagai jalan buntu, yang tidak memungkinkan untuk dilalui mobil-mobil
perang serta terhamparnya jurang dan bukit yang tidak memungkinkan
serdadu yang berjalan kaki untuk turun dan mendaki. Dengan
keaneha-keanehan tersebut para serdadu Belanda kemudian mengalihkan dan
berbalik mencari jalan yang lain.
Meski telah menemukan jalan lain menuju Desa
Cipete, namun para Serdadu Belanda ini mengalami keanehan lain yang sama
pada peristiwa kejadian pertama. Akhirnya para tentara Belanda ini hanya
bisa berhenti di perbatasan desa, bingung karena jalan yang dilalui
terlihat seperti jalan yang pertama kali dilalui.
Hal itu berlaku bagi seluruh Serdadu Belanda,
meskipun kompi / pasukan yang berbeda-beda pasti akan mengalami hal yang
sama, baik mereka yang datang dari arah barat (Ajibarang) maupun mereka
yang datang dari arah timur (Purwokerto).
|
PENINGGALAN-PENINGGALAN
SYAIKH ABDUS SHOMAD
|
|
1.
|
Masjid Baitus Shomad Jombor,
yang merupakan petilasan beliau melakukan kegiatan mujahadah.
|
2.
|
Pohon Kayu Nagasari yang berada
di lokasi makam Syaikh Abdus Shomad, yang telah berusia ratusan tahun
yang di tanam di kompleks makam dan digunakan sebagai tanda di tempat
tersebut dimakamkan pula keturunan Syaikh Abdus Shomad. Hal yang sama
juga ditemukan pada komplek makam Mbah Lambak (Mbah Hasanudin) di sebelah
selatan makam Joko Kaiman.
|
3.
|
Sebuah Bedug yang terbuat dari
kayu sidagurih. Terdapat tiga bedug yang dibuat, satu bedug di bawa ke
ke Demak, satu di bawa ke Purwokerto dan satu ada di Jombor.
|
|
|
|
Demikian sejarah singkat perjalanan Syaikh Abdus
Shomad Jombor, ulama yang memiliki karomah yang tinggi yang telah berperan
dalam menyebarkan Agama Islam di Banyumas.
Penampilannya yang bersahaja, akhlaknya tinggi,
kedalaman ilmu dalam bidang Tasawuf / Tarekat, Aqidah, Fiqih / mu’amalah,
telah menempatkan beliau sebagai ulama yang disegani pada zamannya.
Sedangkan karya-karya beliau yang bersifat tertulis dan sebagainya juga
belum tergali.
Karomah dan do’a-do’anya telah memberi
pencerahan bagi penduduk setempat baik ketika masih hidup maupun setelah
beliau wafat. Maqamnya yang berada di Jombor tidak pernah sepi dari para
pengunjung yang sengaja datang untuk berziarah, mendo’akan dan berdo’a di
dekat maqam seorang wali yang memiliki karomah.
Mudah-mudahan tulisan rintisan ini akan menjadi
berkembang menuju pada penggalian Koreksi dan informasi yang lebih lengkap
dan sangat berguna bagi Masyarakat Banyumas dan sekitarnya.
Dari Berbagai Sumber
|
Daftar Tokoh dan Ulama / Kyai
Wilayah Banyumas dan Sekitarnya
Mbah Joko Kahiman
Dawuhan
Syaikh Mbah Abdus
Shomad Jombor Cilongok
Syaikh Muhammad Makhdum
Wali Karanglewas
Pangeran Senopati
Karanglewas
Makam Adipati Mrapat
Banyumas
Makam Kyai Mranggi Semu
Banyumas
Makam Nyai Mranggi
Banyumas
Mbah Abdul Salam Gunung
Lurah Cilongok
Mbah Muhammad Nur/
Ahmad Muhammad Kutaliman
Syaikh Imam Puasa Kali
Kesur
Syaikh Hamzah Kesuma
Baseh
Syaikh Abdus Salam
Gunung Lurah
Syaikh Wali Haji
Tabihul Akbar Gunung Lurah
Syaikh Nur Kalam Brobot
Syaikh Sela Kerti
Gunung Lurah
Mbah Singa Kerti
Singasari Karanglewas
Mbah Singadipa
Panembahan Gununglurah Cilongok
Eyang kalibening
Dawuhan Kedungbanteng
Eyang Purwohandiko, /
Syekh Muhammad Irfa’i bin Arsa Jiwa, atau Eyang Sujana Karangnangka
Syeikh Muhammad Ilyas
Sokaraja,
Syeikh Abdul Malik bin
Syeikh Muhammad Ilyas Kedung Paruk Mersi,
syeikh abdul ghoni
sokaraja, Mbah Wali Tunteng Pliken,
Syeikh abdullah sogra
pliken,
syeikh Abdul Qodir
Kedung Paruk Mersi,
Kyai Mbah Ngisomudin
Elyas Babakan Karanglewas
Syaikh Salafuddin
Salmad Kalipagu
Syaikh Atas Angin
Pancuran Pitu
Syaikh Tapa Angin
Pancuran Telu,
Mbah Tekad Kendali Sada
Mbah Pager Welad
Purbalingga
Mbah Danurji
Purbalingga
Adipati Mersi – Mersi
Syaikh Gusti Setiaji
Karang Delima
Mbah Setana Buju Karang
Wangkal
Mbah Daun Lumbung
Cilacap
Mbah Kendil Wesi
Cilacap
Mbah Santri Udik
Cilacap
Mbah Sapujagad Cilacap
Syaikh Simalodra
Cilacap
Syaikh Abu Muntaram
Adipala
Syaikh Lalang Jagad
Srandil
Syaikh Agung Ciliwet
Jipang Karanglewas Banyumas
Makam Mbah Agung Kediri
Karanglewas
Mbah Pertiwi Sesepuh
Jipang Karanglewas Banyumas
Mbah Purwokarta (Hotel Besari)
Pasar Wage
Syaikh Ragas Mangsang
Alun-Alun Banyumas
Syaikh Klirjati Stasiun
Banyumas
Mbah Pranadika
Pangebatan
Mbah Kadal Weteng
Pabuaran
Mbah Pendek Pandak,
Mbah Lewo Pabuaran
Mbah Brahma Pabuaran
Syaikh Tambak Baya
Tambak Sogra
Syaikh Setana Rawen
Karang Wangkal
Mbah Muqri Sirau
Kemranjen
Syaikh Abdul Malik
Karanglewas
Mbah Kyai Mukmin Beji
Makam Syeh Kencana Kali
Salak
Mbah Kyiai Masruri
Kebumen
Mbah Mustolih Cikakak
Wangon Masjid Saka Tunggal
Mbah Wangsakrama Curah
Kaliputih Purwojati
Syekh Nur ‘Afiyah
Kaliputih Purwojati
Mbah Mangku Jagat
Kaliputih Purwojati
Mbah KH. Nahrowi
Pamijen – Sokaraja
KH.Muhammad Minhajul
Adzkiya’ Kroya
Mbah Munhasir Jingkang
– Kalisari – Ajibarang
Mbah Sahidin Jingkang –
Kalisari – Ajibarang
Mbah Bagus santri Sawangan
– Jingkang
Mbah Bujang Santri
Sawangan Jingkang
Mbah Kroya / Mbah Sukma
Sejati Bantuanten
Mbah Jati Kusuma ( Adik
Mbah Kroya) di Kedung Makam Desa Bantuanten
Syaikh Hasanudin / Mbah
Lambak Dawuhan Kedungbanteng Banyumas.
Mbah Ragan Tali ( Putra
Mbah Lambak ) Kali Pandan Gerduren Purwojati
Mbah Kyai Noer Zaman
Kompleks Pemakaman Syaikh Abdus Shomad Hombor
Mbah Nuh Pageraji
Cilongok
Syeh Ahmad Nurzuki
Sokawera Cilongok
Mbah Kerti Djaja
Sokawera Cilongok
Kiai Slamet Klinting
Somagede
KH. Syamsul Ma’arif Bulakan
Langgongsari Cilongok
KHA. Sa’dullah Majdi
Pasir Purwokerto
KH. Hisyam Leler
KH. Umar Jalil Bobosan
Purwokerto Utara
KHA. Shodiq Pasiraja
KH. Cusnan Sidabowa
KHM. Mukhlis Lesmana
KH. Muslich Karangsuci
KH. Alwi Panembangan
KHA. Bunyamin Kauman
KH. Ilyas Suharja
Sidamulih Rawalo
KHA. Masruri Kebumen
Baturaden
KH. Bajuri Rejasari
Purwokerto
KHM. Sami’un Parakan
Onje
KH. Badawi Kesugihan
Mbah Rangga Laut (
Tilas di Pengempon) Babakan Karanglewas
Mbah Haji Ilyas
Saunyalangu Karanglewas
Tokoh Agama Dan Tokoh Pemerintahan Kabupaten
Banyumas Dan Sekitarnya. Tidak Berdasar Urut Kelahiran. Pada saat Diposting
Belum ada Koreksi Ulang dan masih akan bertambah. Makamnya sebagian masih
dapat dikunjungi, namun ada pula yang makamnya telah sulit dilacak sehingga
orang menyebut tilas.
|