I'JAZ DAN MUKJIZAT



I’JAZ DAN MUKJIZAT




Pengertian Mukjizat

Pengertian mukjizat diambil dari bahasa Arab a’jaza-i’jaz yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu.

Dari segi bahasa, kata i’jaz berasal dari kata a’jaza, yu’jizu, i’jaz yang berarti melemahkan atau memperlemah. Juga dapat berarti menetapkan kelemahan.

Secara normatif, I’jaz adalah ketidakmampuan seseorang melakukan sesuatu yang merupakan lawan dari ketidakberdayaan. Sedangkan yang dimaksud dengan i’jaz secara terminologi ilmu al-Qur’an adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa ahli, seperti yang dikemukakan oleh Khalil al-Qaththan :

“I’jaz adalah menampakkan kebenaran Nabi s.a.w. dalam pengakuan orang lain sebagai seorang rosul utusan Allah SWT , dengan menampakkan kelemahan orang-orang Arab untuk menandinginya atau menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu al-Qur’an dan kelemahan-kelemahan generasi-generasi  sesudah mereka.”

Sedang mukjizat adalah perkara luar biasa yang disertai dengan tantangan yang tidak mungkin dapat ditandingi oleh siapapun dan kapanpun.

Muhammad Bakar Ismail menegaskan :

“Mukjizat adalah perkara luar biasa yang disertai dan diikuti dengan tantangan yang diberikan oleh Allah SWT., kepada nabi-nabiNya sebagai hujjah dan bukti yang kuat atas misi dan kebenaran terhadap apa yang diembannya, yang bersumber dari Allah SWT.”

Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa antara i’jaz dan mukjizat itu dapat dikatakan searti, yakni melemahkan. Hanya saja pengertian i’jaz diatas mengesankan batasan yang lebih bersifat spesifik, yaitu hanya al-Qur’an.

Sedangkan pengertian mukjizat mengesankan batasan yang lebih luas, yakni bukan hanya berupa al-Qur’an, tetapi juga perkara-perkara lain yang tidak mampu dijangkau oleh segala daya dan kemampuan manusia secara keseluruhan.

Dengan demikian, dalam konteks ini antara pengertian i’jaz dan mukjizat itu saling isi mengisi dan saling lengkap melengkapi, sehingga dari batasan-batasan tersebut tampak dengan jelas keistimewaan dari ketetapan-ketetapan Allah yang khusus diberikan kepada rasul-rasul pilihan-Nya, sebagai salah satu bukti kebenaran misi kerasulan yang dibawanya itu.

Al-Qur’an adalah mukjizat dan Allah menunjukkan kelemahan orang Arab untuk menandingi Al-Qur’an, padahal mereka memiliki faktor-faktor dan potensi untuk itu.

Pelakunya (yang melemahkan) dinamakan mukjiz dan pihak yang mampu melemahkan pihak lain sehingga mampu membungkamkan lawan, dinamakan mukjizat.

Mukjizat sendiri digolongkan menjadi 2 yaitu;


1.
Mukjizat Hissiyah / Rohani



Adalah mukjizat yang hanya dapat dipahami menurut pengalaman spiritual nabi yang bersangkutan.
Misalnya peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW.

Mukjisat jenis ini diderivasikan pada kekuatan yang muncul dari segi fisik yang mengisyaratkan adanya kesaktian seorang nabi. Secara umum dapat diambil contoh nabi Musa a.s dapat membelah lautan, mukjizat nabi Daud dapat melunakkan besi serta mukjizat nabi-nabi Bani Israil lainnya

2.
Mukjizat Aqliyah / Rasional



Adalah mukjizatyang berhubungan dengan penalaran manusia,yaitu dengan penalaran yang sederhana sekalipun,suatu peristiwa dapat langsung diterima oleh akal,seperti berita-berita ghaib dan Al-Qur’an.

Mukjizat ini tentunya sesuai dengan namanya lebih banyak ditopang oleh kemampuan intelektual yang rasional. Dalam kasus a—Quran sebagai mukjizat nabi Muhammad S.A.W atas ummatnya dapat dilihat dari segi keajaiban ilmiah yang rasional dan oleh karena itulah mukjizat al-Quran ini bisa abadi sampai hari kiamat. Hikmah pembagian mukjizat : Imam Jalaluddin as-Suyuthi, berkomentar mengenai hikmah pembagian mukjizat tersebut dimana beliau berpendapat bahwa kebanyakan mukjizat yang ditampakkan oleh Allah pada diri nabi yang diutus kepada bani Israil adalah mukjizat jenis fisik. Beliau menambahkan hal ini dikarenakan atas lemah dan keterbelakangan tingkat intelegensi bani Israil. Sementara sebab yang melatar belakangi diberikannya mukjizaat rasional atas umat nabi Muhammad SAW. Adalh keberadaan mereka yang sudah relatif matang dibidang intelektual. Beliau menambahkan, karena al-Quran adalah mukjizat rasional, maka sisi i’jaznya hanya bisa diketahui dengan kemampuan intelektual, lain halnya dengan mukjizat fisik yang bisa diketahui dengan instrument indrawi. Meskipun al-Quran diklasifikasian sebagai mukjizat rasional ini tidak serta merta menafikan mukjizat-mukjizat fisik yang telah dianugerahkan Allah kepadanya untuk memperkuat dakwahnya.

Kemukjizatan yang terdapat dalam Al-Qur’an lebih bersifat maknawi (abstrak), bukan sebagai mukjizat fisik seperti mikjizat-mukjizat para Rasul sebelumnya.

Faedah dari mukjizat maknawi yang diberikan kepada Rasulullah SAW diantaranya kelanggengan syariat yang dibawanya.

Apabila syariat Nabi bersifat universal bagi semesta alam seta langgeng sampai hari kiamat,maka mukjizat yang menguatkan  dan melanggengkan kebenaran yang tercakup di dalamnya bersifat abadi pula.

Segi - Segi Kemukjizatan Al-Qur’an

Kemukjizatan Al-Qur’an antara lain terletak pada segi fashahah dan balaghahnya, susunan dan gaya bahasanya, serta isinya yang tiada tandingannya.

Menurut Syeikh Muhammad Ali al-Shabuniy menegaskan, bahwa diantara segi – segi kemukjizatan al-Qur’an yang nampak adalah :

1.
Keindahan sastranya yang sama sekali berbeda dengan keindahan sastra yang dimiliki oleh orang-orang Arab.


2.
Gaya bahasanya yang unik yang sama sekali berbeda dengan semua gaya bahasa yang dimiliki bangsa Arab.


3.
Kefasihan bahasanya yang tidak mungkin dapat ditandingi dan dilakukan oleh semua makhluk termasuk jenis manusia.


4.
Kesempurnaan syari’at yang dibawanya yang mengungguli semua syariat dan aturan-aturan lainnya.


5.
Menampilkan berita-berita yang bersifat eskatalogis yang tak mungkin dapat dijangkau oleh otak manusia kecuali melalui pemberitaan wahyu al-Qur’an itu sendiri.


6.
Tidak adanya pertentangan antara konsep-konsep yang dibawakannya dengan kenyataan kebenaran hasil penemuan dan penyelidikan ilmu pengetahuan.


7.
Terpenuhinya setiap janji dan ancaman yang diberitakan al-Qur’an.


8.
Ilmu pengetahuan yang dibawanya mencakup ilmu pengetahuan syariat dan ilmu pengetahuan alam (tentang jagad raya).


9.
Dapat memberikan pengaruh yang mendalam dan besar pada para pengikut dan musuh – musuhnya.


10.
Susunan kalimat dan gaya bahasanya terpelihara dari paradoksi dan kerancuan.


Secara garis besar, segi – segi kemukjizatan Al-Qur’an adalah

a.
Segi bahasa dan susunan redaksinya



Sejarah telah menyaksikan bahwa bangsa Arab pada saat turunnya al-Qur’an telah mencapai tingkat yang belum pernah dicapai oleh bangsa satupun yang ada di dunia ini, baik sebelum dan sesudah mereka dalam bidang kefashihan bahasa (balaghah). Kehalusan ungkapan bahasanya membuat  banyak diantara mereka masuk Islam. Al-Qur’an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasanya sehingga membuat kagum, bukan saja orang-orang mukmin, tetapi juga bagi orang-orang kafir.

Orang bangsa Arab juga telah meramba jalan yang belum pernah diinjak orang lain dalam kesempurnaan menyampaikan penjelasan (al-bayan), keserasian dalam menyusun kata-kata, serta kelancaran logika. Susunan Al-Qur’an tidak dapat disamakan oleh karya sebaik apapun.

b.
Segi isyarat ilmiah



Pemaknaan kemukjizatan al-Qur’an dalam segi ilmiyyahnya adalah dorongan serta stimulasi al-Qur’an kepada manusia untuk selalu berfikir keras atas dirinya sendiri dan alam semesta yang mengitarinya.

Al-Qur’an memberikan ruangan sebebas-bebasnya pada pergulatan pemikiran ilmu pengetahuan sebagaimana halnya tidak ditemukan pada kitab-kitab agama lainnya. Pada akhirnya, teori ilmu pengetahuan yang telah lulus uji kebenaran ilmiahnya akan selalu koheren dengan al-Qur’an. Al-Qur’an dalam mengemukakan dalil-dalil, argumen serta penjelasan ayat-ayat ilmiah, menyebutkan isyarat-isyarat ilmiah yang sebagiannya baru terungkap pada zaman atom, planet dan penaklukan angkasa luar sekarang ini.

Firman Allah dalam Qs. Yunus[10]:5 menjelaskan tentang : “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu, melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaranNya) kepada orang-orang yang mengetahui.”


c.
Segi pemberitaan yang ghaib



Surat-surat dalam al-Qur’an mencakup banyak berita tentang hal ghaib. Kapabilitas al-Qur’an dalam memberikan informasi-informasi tentang hal-hal yang ghaib seakan menjadi prasyarat utama penopang eksistensinya sebagai kitab mukjizat. Akan tetapi memonopoli seluruh aspek kemukjizatan al-Qur’an itu sendiri.

Berita-berita ghaib yang terdapat pada al-Qur’an, merupakan mukjizat. Berita ghaib dalam wahyu Allah itu membuat manusia merasa takjub karena akal manusia tidak sampai pada hal-hal tersebut. Salah satu mukjizat Al-Qur’an adalah bahwa di dalamnya banyak terdapat ungkapan dan keterangan yang rahasianya baru terungkap oleh ilmu pengetahuan dan sejarah pada akhir abad ini dan makna yang terkandung di dalamnya pun sama sekali tidak terbayangkan oleh pikiran orang yang hidup pada masa Al-Qur’an diturunkan.



d.
Segi petunjuk penetapan hukum syara’



Diantara hal-hal yang mencengangkan akal dan tak mungkin dicari penyebabnya selain bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah, adalah terkandungnya syari’at paling ideal bagi umat manusia. Undang-undang yang paling lurus bagi kehidupan, yang dibawa al-Qur’an untuk mengatur kehidupan manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.

Al-Qur’an menjelaskan pokok-pokok akidah, norma-norma keutamaan, sopan-sopan, undang-undang ekonomi, politik, sosial dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Tentang akidah, Al-Qur’an mengajak umat manusia pada akidah yang suci dan tinggi, yakni beriman kepada Allah Yang Mahaagung ; menyatakan adanya nabi dan rasul, serta mempercayai semua kitab samawi.

Dalam bidang undang-undang, Al-Qur’an telah menetapkan kaidah-kaidah mengenai perdata, pidana, politik, dan ekonomi. Apapun mengenai hubungan internasional, Al-Qur’an telah menetapkan dasar-dasarnya yang paling sempurna dan adil, baik dalam keadaan damai ataupun perang.

Al-Qur’an menggunakan dua cara tatkala menetapkan sebuah ketentuan hukum, yakni :

a.
Secara global



Persoalan ibadah umumya diterangkan secara global, sedangkan perinciannya diserahkan kepada para ulama melalui ijtuhad.

b.
Secara terperinci



Hukum yang dijelaskan secara terperinci adalah yang berkaitan dengan utang-piutang, makanan yang halal dan yang haram, memelihara kehormatan wanita, dan masalah perkawinan.

                  
Perbedaan mukjizat Al-Quran dengan nabi-nabi sebelumnya :

Ada beberapa perbedaan besar antara mukjizat Al-Quran dengan mukjizat para Nabi-nabi sebelumnya, antara lain : a) Mukjizat Nabi sebelumnya bersifat fisik (hissiyah), maka habis sesuai dengan berlalunya zaman. Generasi setelahnya tidak lagi bisa menyaksikan mukjizat tersebut. Sementara Al-Quran adalah mukjizat yang terjaga, abadi dan berkelanjutan. Karenanya hingga hari ini masih banyak temuan-temuan tentang mukjizat Al-Quran. b) Mukjizat Nabi-nabi sebelumnya terfokus pada ‘penakjuban pandangan’, sementara mukjizat Al-Quran mengarah pada ‘pembukaan hati dan penundukan akal’, karena itu daya pengaruhnya lama dan bertahan. Sementara mukjizat ‘pandangan’ kadang begitu mudah terlupakan. c) Mukjizat Nabi sebelumnya di luar konteks isi risalah mereka dan tidak bersesuain, karena fungsinya utamanya hanya untuk menguatkan kenabian atau membuktikan bahwa mereka adalah utusan Allah SWT. Contoh :

Menghidupkan orang mati, tongkat menjadi ular, tidak ada hubungan langsung dengan isi kitab Taurat dan Injil. Sementara Al-Quran benar-benar mukjizat yang bersesuaian dan menguatkan isi risalah kenabian.



Pasted From :
http://alzammakassar.blogspot.com/2012/04/ijaz-dan-mukjizat-al-quran.html
http://religiousstudy.heck.in/pembahasan-makalah-mukjizat-al-quran.xhtml









0 Comments:

Post a Comment