PRIBADI SEORANG MUSLIM



PRIBADI MUSLIM





Profil Seorang Muslim

Untuk semuanya Al-Qur’an dan sunnah merupakan dua pusaka Rasulullah SAW yang harus selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki Al-Qur’an dan sunnah adalah pribadi yang saleh. Pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah SWT.

Persepsi (gambaran) masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda. Bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah. Padahal itu hanyalah satu aspek saja dan masih banyak aspek lain yang harus melekat pada pribadi seorang muslim. Oleh karena itu standar pribadi muslim yang berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah merupakan sesuatu yang harus dirumuskan, sehingga dapat menjadi acuan bagi pembentukan pribadi muslim.Bila disederhanakan, setidaknya ada sepuluh karakter atau ciri khas yang mesti melekat pada pribadi muslim.

1.
Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)


Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT. Dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam” (QS. 6:162). Karena aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman dan tauhid.

2.
Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)



Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.

3.
Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)


Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah SAW diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah SWT di dalam Al Qur’an. Allah berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung” (QS. 68:4).

4.
Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani)


Qowiyyul jismi merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.

Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi. Namun jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk hal yang penting, maka Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah (HR. Muslim)

5.
Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berfikir)


Mutsaqqoful fikri merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang juga penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ” pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir” (QS 2:219)

Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas.

Bisa dibayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu.

Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman Allah yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?”‘, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS 39:9)

6.
Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)


Mujahadatul linafsihi merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)” (HR. Hakim)

7.
Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)


Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.

Allah SWT memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: “Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu”. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi.

Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk pandai mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.

8.
Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)


Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.

Dengan kata lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat , berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.

9.
Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)


Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.

Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.

10.
Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)


Nafi’un lighoirihi merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.

Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berfikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain” (HR. Qudhy dari Jabir).


Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al Qur’an dan sunnah. Sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing.


                                    





SANG BIDADARI


SANG BIDADARI





Wanita shalihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia, mengalahkan tumpukan Emas, intan dan permata serta perhiasan dunia apapun. hanya wanita shalihlah yang mampu melahirkan generasi rabbani yang selalu siap memikul risalah Islamiyah menuju puncak kejayaan

Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri. mulialah wanita shalihah. Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan. Jika ia wafat, Allah akan menjadikannya bidadari di surga. Kemuliaan wanita shalihah digambarkan Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam dalam sabdanya, “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah”.(HR.Muslim).

Dalam Al-Quran surat An-Nur: 30-31, Allah Swt. memberikan gambaran wanita shalihah sebagai wanita yang senantiasa mampu menjaga pandangannya. Ia selalu taat kepada Allah dan Rasul Nya. Make up- nya adalah basuhan air wudhu. Lipstiknya adalah dzikir kepada Allah. Celak matanya adalah memperbanyak bacaan Al-Quran.

Wanita shalihah sangat memperhatikan kualitas kata-katanya. Tidak ada dalam sejarahnya seorang wanita shalihah centil, suka jingkrak-jingkrak, dan menjerit-jerit saat mendapatkan kesenangan. Ia akan sangat menjaga setiap tutur katanya agar bernilai bagaikan untaian intan yang penuh makna dan bermutu tinggi. Dia sadar betul bahwa kemuliaannya bersumber dari kemampuannya menjaga diri (iffah).

Seperti indahnya pelangi yang menghiasi sore hari, begitulah mungkin perumpamaan wanita sebagai penghias dunia ini. Dan bahkan lebih penting dan berarti lagi dari hanya sekedar perhiasan. Kita mungkin tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya dunia ini tanpa adanya wanita..?

Sungguh tak terbayangkan bagaimana indahnya hidup bersama istri shalihah. Istri yang sejuk dipandang mata, menentramkan hati dan jiwa. Istri yang pandai membahagiakan hati suaminya. Ia tahu apa yang harus ia lakukan sebagai seorang istri terhadap suaminya, sebagai seorang ibu terhadap anak-anaknya, sebagaimana ia dahulu menjadi anak yang berbakti kepada orang tuanya. Kata-katanya santun penuh hikmah. Jika ia senang, tampak dari raut wajahnya yang berseri-seri bak bidadari. Jika marah, ia berusaha menahannya agar tidak diketahui suaminya. Ia selalu meminta maaf meskipun bukan ia yang bersalah. Dan ia selalu memaafkan kesalahan orang lain sebelum mereka memintanya. Itulah ciri wanita shalihah.

Wanita shalihah pandai menjaga lisan, mata dan hatinya. Ia tidak berbicara kecuali yang bermanfaat, tidak melihat kecuali yang halal untuk dilihat, dan tidak pernah menyimpan rasa benci ataupun dendam kepada siapapun. Hatinya luas bak samudera. Jiwanya lembut laksana sutera, namun sikapnya tegas seperti ksatria.

Sungguh tak berlebihan ketika Rasulullah Shalallahualaihi wassalam menyebut wanita shalihah sebagai perhiasan terindah yang ada di dunia. Ya, bahkan ia lebih dari itu. Wanita shalihah adalah tulang punggung bangkitnya generasi baru Islam yang akan memimpin dunia. Berapa banyak para ulama dan mujahid yang terlahir dari rahim seorang wanita shalihah. Tanpa belaian dan kasih sayang wanita shalihah, sangat sulit dibayangkan mereka semua bisa menjadi seperti itu.

Sungguh mengagumkan kehidupan yang dilalui wanita shalihah. Ketika masih kecil, ia menjadi anak yang berbakti kepada orang tua. Ketika beranjak dewasa ia menjadi remaja yang pandai menjaga kehormatan dirinya. Ia tidak terbawa arus pergaulan yang dapat merusak akhlaknya. Ketika menikah ia menjadi istri yang tulus dan setia dengan suaminya. Ia tidak pernah mengkhianatimya, baik ketika pergi maupun berada di dalam rumahnya. Setelah dikaruniai anak, ia menjadi seorang ibu yang bijaksana dalam mendidik anak-anaknya. Ia paham bagaimana harus bersikap semestinya. Ia juga mengerti bagaimana menjaga hak dan kewajibannya, baik terhadap Tuhannya maupun sesama manusia.

Namun meskipun demikian, ia tetaplah manusia. Kadangkala benar, kadang pula salah. Ia juga masih memiliki hati nurani dan air mata, sehingga tak jarang hatinya menangis karena terluka. Ia juga membutuhkan seseorang yang sanggup membimbingnya menuju jalan-Nya. Ia juga ingin berbagi cerita tentang kisah hidupnya, baik dalam mengurus anak maupun mengelola keuangan rumah tangga. Ia juga butuh teman yang selalu berada di sisinya dan mengusap air mata di pipinya di kala ia bersedih.

Sungguh wanita shalihah adalah manusia luar biasa yang pernah ada di dunia. Tak heran jika Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersabda, “Surga berada di bawah telapak kaki ibu”. Dalam hadits lain ketika ditanya tentang orang yang berhak dilayani beliau bersabda, “Ibumu”, beliau mengulainya sebanyak tiga kali, baru setelah itu beliau melanjutkan, “Ayahmu”. Bahkan dalam Al-Quran, Allah mengabadikan keagungan wanita dengan sebuah surat bernama An-Nisa (wanita-wanita). Tak hanya itu, bahkan nama salah seorang wanita shalihah pun diabadikan menjadi nama surat, Maryam. Allahu Akbar, Walillahil Hamd. Itulah balasan bagi wanita shalihah.

Dua orang gadis, putri Nabi Syuaib yang berjalan malu-malu adalah contoh wanita shalihah di zaman Nabi Musa. Sebelumnya, Asiah, istri Fir’aun yang telah mengasuh Nabi Musa sewaktu kecil pernah menyembunyikan keimanannya. Begitu juga Ratu Balqis ketika memilih beriman dan akhirnya menjadi istri Nabi Sulaiman. Zulaikha yang semula menggoda dan memfitnah Nabi Yusuf pun akhirnya mengakui kesalahannya dan bertaubat kepada Robbnya. Istri Imran yang pernah berdoa dan akhirnya dikabulkan doanya sehingga lahirlah Maryam, ibunda Nabi Isa. Istri Nabi Zakariya yang semula disangka mandul, namun ternyata ditakdirkan melahirkan Nabi Yahya. Istri Nabi Ibrahim yang melahirkan Nabi Ismail di usia tua. Semuanya adalah contoh wanita-wanita shalihah yang kisahnya diabadikan dalam Al-Quran. Subhanallah.

Belum lagi Khadijah, Aisyah, Fathimah, Ummu Sulaim, Khansa dan wanita-wanita shalihah lainnya pada zaman Nabi Shalallahu alaihi wassalam.

Bahkan kita bisa mencontoh istri-istri Rasulullah Saw. seperti Aisyah. Ia terkenal dengan kekuatan pikirannya. Seorang istri seperti beliau bisa dijadikan gudang ilmu bagi suami dan anak-anak.

Khadijah, figur istri shalihah penentram batin, pendukung setia, dan penguat semangat suami dalam berjuang di jalan Allah Swt. Beliau berkorban harta, kedudukan, dan dirinya demi membela perjuangan Rasulullah. Begitu kuatnya kesan keshalihahan Khadijah, hingga nama beliau banyak disebut-sebut oleh Rasulullah walau Khadijah sendiri sudah meninggal.

Mungkin dunia ini takkan berwarna tanpa hadirnya wanita. Bahkan kenikmatan surga terasa tak lengkap tanpa ditemani wanita. Jika tidak, mengapa Nabi Adam harus ditemani oleh Siti Hawa? Memang wanita bukan segalanya, namun hampir seluruh manusia telahir dari rahim seorang wanita. Maka beruntunglah bagi wanita shalihah. Wanita yang mengerti kemuliaan dirinya.

Salah satu indikasinya bahwa ia imannya kuat adalah kemampuannya memelihara rasa malu. Dengan adanya rasa malu, segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu terkontrol. Ia tidak akan berbuat sesuatu yang menyimpang dari bimbingan Al-Quran dan Sunnah. Ia sadar bahwa semakin kurang iman seseorang, makin kurang rasa malunya. Semakin kurang rasa malunya, makin buruk kualitas akhlaknya.

Pada prinsipnya, wanita shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Rambu-rambu kemuliaannya bukan dari aneka aksesoris yang ia gunakan. Justru ia selalu menjaga kecantikan dirinya agar tidak menjadi fitnah bagi orang lain. Kecantikan satu saat bisa jadi anugerah yang bernilai. Tapi jika tidak hati-hati, kecantikan bisa jadi sumber masalah yang akan menyulitkan pemiliknya sendiri.

Saat mendapat keterbatasan fisik pada dirinya, wanita shalihah tidak akan pernah merasa kecewa dan sakit hati. Ia yakin bahwa kekecewaan adalah bagian dari sikap kufur nikmat. Dia tidak akan merasa minder dengan keterbatasannya. Pribadinya begitu indah sehingga make upapa pun yang dipakainya akan memancarkan cahaya kemuliaan. Bahkan, kalaupun ia “polos” tanpa make up sedikit pun, kecantikan jiwanya akan tetap terpancar dan menyejukkan hati orang-orang di sekitarnya.

Jika ingin menjadi wanita shalihah, maka belajarlah dari lingkungan sekitar dan orang-orang yang kita temui. Ambil ilmunya dari mereka.

Bisa jadi wanita shalihah muncul dari sebab keturunan. Seorang anak yang baik akhlak dan tutur katanya, bisa jadi gambaran seorang ibu yang mendidiknya menjadi manusia berakhlak. Sulit membayangkan, seorang wanita shalihah ujug-ujug muncul tanpa didahului sebuah proses. Di sini, faktor keturunan memainkan peran. Begitu pun dengan pola pendidikan, lingkungan, keteladanan, dan lain-lain. Apa yang tampak, bisa menjadi gambaran bagi sesuatu yang tersembunyi. Banyak wanita bisa sukses., Namun tidak semua bisa shalihah.

Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri. Tidak akan rugi jika seorang remaja putri menjaga sikapnya saat mereka berinteraksi dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Bertemanlah dengan orang-orang yang akan menambah kualitas ilmu, amal, dan ibadah kita. Ada sebuah ungkapan mengatakan, “Jika kita ingin mengenal pribadi seseorang maka lihatlah teman-teman disekelilingnya. ”

Peran wanita shalihah sangat besar dalam keluarga, bahkan negara. Kita pernah mendengar bahwa di belakang seorang pemimpin yang sukses ada seorang wanita yang sangat hebat. Jika wanita shalihah ada di belakang para lelaki di dunia ini, maka berapa banyak kesuksesan yang akan diraih.

Beruntunglah bagi setiap lelaki yang memiliki istri shalehah, sebab ia bisa membantu memelihara akidah dan ibadah suaminya. Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa diberi istri yang shalehah, sesungguhnya ia telah diberi pertolongan (untuk) meraih separuh agamanya. Kemudian hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam memelihara separuh lainnya.” (HR Thabrani dan Hakim).

Wanita Shalehah adalah ibu dari manusia tulang punggung bangkitnya generasi baru Islam yang akan memimpin dunia. Berapa banyak para ulama dan mujahid yang terlahir dari rahim seorang wanita shalihah. Tanpa belaian dan kasih sayang wanita shalihah, sangat sulit dibayangkan mereka semua bisa menjadi seperti itu.

Sungguh mengagumkan kehidupan yang dilalui wanita shalihah. Ketika masih kecil, ia menjadi anak yang berbakti kepada orang tua. Ketika beranjak dewasa ia menjadi remaja yang pandai menjaga kehormatan dirinya. Ia tidak terbawa arus pergaulan yang dapat merusak akhlaknya. Ketika menikah ia menjadi istri yang tulus dan setia dengan suaminya. Ia tidak pernah mengkhianatimya, baik ketika pergi maupun berada di dalam rumahnya. Setelah dikaruniai anak, ia menjadi seorang ibu yang bijaksana dalam mendidik anak-anaknya. Ia paham bagaimana harus bersikap semestinya. Ia juga mengerti bagaimana menjaga hak dan kewajibannya, baik terhadap Tuhannya maupun sesama manusia.

Namun meskipun demikian, ia tetaplah manusia. Kadangkala benar, kadang pula salah. Ia juga masih memiliki hati nurani dan air mata, sehingga tak jarang hatinya menangis karena terluka. Ia juga membutuhkan seseorang yang sanggup membimbingnya menuju jalan-Nya. Ia juga ingin berbagi cerita tentang kisah hidupnya, baik dalam mengurus anak maupun mengelola keuangan rumah tangga. Ia juga butuh teman yang selalu berada di sisinya dan mengusap air mata di pipinya di kala ia bersedih.

Sungguh wanita shalihah adalah manusia luar biasa yang pernah ada di dunia. Tak heran jika Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersabda, “Surga berada di bawah telapak kaki ibu”. Dalam hadits lain ketika ditanya tentang orang yang berhak dilayani beliau bersabda, “Ibumu”, beliau mengulainya sebanyak tiga kali, baru setelah itu beliau melanjutkan, “Ayahmu”. Bahkan dalam Al-Quran, Allah mengabadikan keagungan wanita dengan sebuah surat bernama An-Nisa (wanita-wanita). Tak hanya itu, bahkan nama salah seorang wanita shalihah pun diabadikan menjadi nama surat, Maryam. Allahu Akbar, Walillahil Hamd. Itulah balasan bagi wanita shalihah.

Dua orang gadis, putri Nabi Syuaib yang berjalan malu-malu adalah contoh wanita shalihah di zaman Nabi Musa. Sebelumnya, Asiah, istri Fir’aun yang telah mengasuh Nabi Musa sewaktu kecil pernah menyembunyikan keimanannya. Begitu juga Ratu Balqis ketika memilih beriman dan akhirnya menjadi istri Nabi Sulaiman. Zulaikha yang semula menggoda dan memfitnah Nabi Yusuf pun akhirnya mengakui kesalahannya dan bertaubat kepada Robbnya. Istri Imran yang pernah berdoa dan akhirnya dikabulkan doanya sehingga lahirlah Maryam, ibunda Nabi Isa. Istri Nabi Zakariya yang semula disangka mandul, naun ternyata ditakdirkan melahirkan Nabi Yahya. Istri Nabi Ibrahim yang melahirkan Nabi Ismail di usia tua. Semuanya adalah contoh wanita-wanita shalihah yang kisahnya diabadikan dalam Al-Quran. Subhanallah.

Belum lagi Khadijah, Aisyah, Fathimah, Ummu Sulaim, Khansa dan wanita-wanita shalihah lainnya pada zaman Nabi Shalallahu alaihi wassalam.

Bahkan kita bisa mencontoh istri-istri Rasulullah Saw. seperti Aisyah. Ia terkenal dengan kekuatan pikirannya. Seorang istri seperti beliau bisa dijadikan gudang ilmu bagi suami dan anak-anak.

Khadijah, figur istri shalihah penentram batin, pendukung setia, dan penguat semangat suami dalam berjuang di jalan Allah Swt. Beliau berkorban harta, kedudukan, dan dirinya demi membela perjuangan Rasulullah. Begitu kuatnya kesan keshalihahan Khadijah, hingga nama beliau banyak disebut-sebut oleh Rasulullah walau Khadijah sendiri sudah meninggal.

Mungkin dunia ini takkan berwarna tanpa hadirnya wanita. Bahkan kenikmatan surga terasa tak lengkap tanpa ditemani wanita. Jika tidak, mengapa Nabi Adam harus ditemani oleh Siti Hawa? Memang wanita bukan segalanya, namun hampir seluruh manusia telahir dari rahim seorang wanita. Maka beruntunglah bagi wanita shalihah. Wanita yang mengerti kemuliaan dirinya.

Salah satu indikasinya bahwa ia imannya kuat adalah kemampuannya memelihara rasa malu. Dengan adanya rasa malu, segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu terkontrol. Ia tidak akan berbuat sesuatu yang menyimpang dari bimbingan Al-Quran dan Sunnah. Ia sadar bahwa semakin kurang iman seseorang, makin kurang rasa malunya. Semakin kurang rasa malunya, makin buruk kualitas akhlaknya.

Pada prinsipnya, wanita shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Rambu-rambu kemuliaannya bukan dari aneka aksesoris yang ia gunakan. Justru ia selalu menjaga kecantikan dirinya agar tidak menjadi fitnah bagi orang lain. Kecantikan satu saat bisa jadi anugerah yang bernilai. Tapi jika tidak hati-hati, kecantikan bisa jadi sumber masalah yang akan menyulitkan pemiliknya sendiri.

Saat mendapat keterbatasan fisik pada dirinya, wanita shalihah tidak akan pernah merasa kecewa dan sakit hati. Ia yakin bahwa kekecewaan adalah bagian dari sikap kufur nikmat. Dia tidak akan merasa minder dengan keterbatasannya. Pribadinya begitu indah sehingga make upapa pun yang dipakainya akan memancarkan cahaya kemuliaan. Bahkan, kalaupun ia “polos” tanpa make up sedikit pun, kecantikan jiwanya akan tetap terpancar dan menyejukkan hati orang-orang di sekitarnya.

Jika ingin menjadi wanita shalihah, maka belajarlah dari lingkungan sekitar dan orang-orang yang kita temui. Ambil ilmunya dari mereka.

Bisa jadi wanita shalihah muncul dari sebab keturunan. Seorang anak yang baik akhlak dan tutur katanya, bisa jadi gambaran seorang ibu yang mendidiknya menjadi manusia berakhlak. Sulit membayangkan, seorang wanita shalihah ujug-ujug muncul tanpa didahului sebuah proses. Di sini, faktor keturunan memainkan peran. Begitu pun dengan pola pendidikan, lingkungan, keteladanan, dan lain-lain. Apa yang tampak, bisa menjadi gambaran bagi sesuatu yang tersembunyi. Banyak wanita bisa sukses., Namun tidak semua bisa shalihah.

Shalihah atau tidaknya seorang wanita bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi wanita yang sudah menikah, tapi juga bagi remaja putri. Tidak akan rugi jika seorang remaja putri menjaga sikapnya saat mereka berinteraksi dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Bertemanlah dengan orang-orang yang akan menambah kualitas ilmu, amal, dan ibadah kita. Ada sebuah ungkapan mengatakan, “Jika kita ingin mengenal pribadi seseorang maka lihatlah teman-teman disekelilingnya. ”

Peran wanita shalihah sangat besar dalam keluarga, bahkan negara. Kita pernah mendengar bahwa di belakang seorang pemimpin yang sukses ada seorang wanita yang sangat hebat. Jika wanita shalihah ada di belakang para lelaki di dunia ini, maka berapa banyak kesuksesan yang akan diraih.

Beruntunglah bagi setiap lelaki yang memiliki istri shalehah, sebab ia bisa membantu memelihara akidah dan ibadah suaminya. Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa diberi istri yang shalehah, sesungguhnya ia telah diberi pertolongan (untuk) meraih separuh agamanya. Kemudian hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam memelihara separuh lainnya.” (HR Thabrani dan Hakim).


Akhlaq bagi seorang Istri dari kalangan kaum muslimin yang mencari kemulian sejati. Seorang isteri idaman harus memahami arti pentingnya aqidah islamiyah yang shahihah, karena sah tidaknya suatu amal tergantung kepada benar dan tidaknya aqidah seseorang. Isteri idaman adalah sosok yang selalu bersemangat dalam menuntut ilmu agama sehingga dia dapat mengetahui ilmu-ilmu syar’i baik yang berhubungan dengan aqidah, akhlak maupun dalam hal muamalah sebagaimana semangatnya para shahabiyah dalam menuntut ilmu agama Islam, mereka bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk menghilangkan kebodohan mereka dan beribadah kepada Allah di atas cahaya ilmu.

Sebagaimana riwayat dibawah ini:

Dari Abu Said Al Khudri dia berkata: Pernah suatu kali para wanita berkata kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Kaum laki-laki telah mengalahkan kami, maka jadikanlah satu hari untuk kami, Nabi pun menjanjikan satu hari dapat bertemu dengan mereka, kemudian Nabi memberi nasehat dan perintah kepada mereka. Salah satu ucapan beliau kepada mereka adalah: “Tidaklah seorang wanita di antara kalian yang ditinggal mati tiga anaknya, kecuali mereka sebagai penghalang baginya dari api nereka. Seorang wanita bertanya: “Bagaimana kalau hanya dua?” Beliau menjawab: “Juga dua.” (HR. Al-Bukhari No 1010)

Seorang isteri yang aqidahnya benar akan tercermin dalam tingkah lakunya misalnya:  Dia hanya bersahabat dengan wanita yang baik. Selalu bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Rabbnya. Bisa menjadi contoh bagi wanita lainnya.

Akhlak Isteri Idaman.

Berusaha berpegang teguh kepada akhlak-akhlak Islami yaitu: Ceria, pemalu, sabar, lembut tutur katanya dan selalu jujur. Tidak banyak bicara, tidak suka merusak wanita lain, tidak suka ghibah (menggunjing) dan namimah (adu domba).

Selalu berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan isteri suaminya yang lain (madunya) jika suaminya mempunyai isteri lebih dari satu.

Tidak menceritakan rahasia rumah tangga, diantaranya adalah hubungan suami isteri ataupun percekcokan dalam rumah tangga. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya di antara orang yang terburuk kedudukan-nya disisi Allah pada hari kiamat yaitu laki-laki yang mencumbui isterinya dan isteri mencumbui suaminya kemudian ia sebar luaskan rahasianya.” (HR. Muslim 4/157)

Isteri idaman di rumah suaminya

Membantu suaminya dalam kebaikan. Merupakan kebaikan bagi seorang isteri bila mampu mendorong suaminya untuk berbuat baik, misalnya mendo-rong suaminya agar selalu ihsan dan berbakti kepada kedua orang tuanya, sebagaimana firman Allah Ta’ala, yang artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah.” (Al Ahqaf 15)

Membantunya dalam menjalin hubungan baik dengan saudara-saudaranya.
Membantunya dalam ketaatan.
Berdedikasi (semangat hidup) yang tinggi.
Ekonomis dan pandai mengatur rumah tangga.
Bagus didalam mendidik anak.

Penampilan:

Di dalam rumah, seorang isteri yang shalehah harus selalu memperhatikan penampilannya di rumah suaminya lebih-lebih jika suaminya berada di sisinya maka Islam sangat menganjurkan untuk berhias dengan hal-hal yang mubah sehingga menyenangkan hati suaminya.

Jika keluar rumah, seorang isteri yang sholehah harus memperhati-kan hal-hal berikut: Harus minta izin suami, Harus menutup aurat dan tidak menampakkan perhiasannya, Tidak memakai wangi-wangian, Tidak banyak keluar kecuali untuk tujuan syar’i atau keperluan yang sangat mendesak.

                                     Sang Bidadari 

Mereka sangat cangat cantik, memiliki suara-suara yang indah dan berakhlaq yang mulia. Mereka mengenakan pakaian yang paling bagus dan siapapun yang membicarakan diri mereka pasti akan digelitik kerinduan kepada mereka, seakan-akan dia sudah melihat secara langsung bidadari-bidadari itu. Siapapun ingin bertemu dengan mereka, ingin bersama mereka dan ingin hidup bersama mereka.

Semuanya itu adalah anugrah dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang memberikan sifat-sifat terindah kepada mereka, yaitu bidadari-bidadari surga.  Alloh Subhanahu wa Ta’ala mensifati wanita-wanita penghuni surga sebagai kawa’ib, jama’ dari ka’ib yang artinya gadis-gadis remaja. Yang memiliki bentuk tubuh yang merupakan bentuk wanita  yang paling indah dan pas untuk gadis-gadis remaja. Alloh Subhanahu wa Ta’ala mensifati mereka sebagai bidadari-bidadari, karena kulit mereka yang indah dan putih bersih. Aisyah RadhiAllohu anha pernah berkata: “warna putih adalah separoh keindahan”

Bangsa Arab biasa menyanjung wanita dengan warna puith. Seorang penyair berkata:

Kulitnya putih bersih gairahnya tiada diragukan
laksana kijang Makkah yang tidak boleh dijadikan buruan
dia menjadi perhatian karena perkataannya lembut
Islam menghalanginya untuk mengucapkan perkataan jahat

Al-’In jama’ dari aina’, artinya wanita yang matanya lebar, yang berwarna hitam sangat hitam, dan yang berwarna puith sangat putih, bulu matanya panjang dan hitam. Alloh Subhanahu wa Ta’ala mensifati mereka sebagai bidadari-bidadari yang  baik-baik lagi cantik, yaitu wanita yang menghimpun semua pesona lahir dan batin. Ciptaan dan akhlaknya sempurna, akhlaknya baik dan wajahnya cantk menawan. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang suci. Firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya:  ”Dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci.” (QS: Al-Baqarah: 25)

Makna dari Firman diatas adalah mereka suci, tidak pernah haid, tidak buang air kecil dan besar serta tidak kentut. Mereka tidak diusik dengan urusan-urusan wanita yang menggangu seperti yang terjadi di dunia. Batin mereka juga suci, tidak cemburu, tidak menyakiti dan tidak jahat. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang dipingit di dalam rumah. Artinya mereka hanya berhias dan bersolek untuk suaminya. Bahkan mereka tidak pernah keluar dari  rumah suaminya, tidak melayani kecuali suaminya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga mensifati mereka sebagai wanita-wanita yang tidak liar pandangannya. Sifat ini lebih sempurna lagi. Oleh karena itu bidadari yang seperti ini diperuntukkan bagi para penghuni dua surga yang tertinggi. Diantara wanita memang ada yang tidak mau memandang suaminya dengan pandangan yang liar, karena cinta dan keridhaanyya, dan dia juga tidak mau memamndang kepada laki-laki selain suaminya, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair: Ku tak mau pandanganmu liar ke sekitar jika kau ingin cinta kita selalu mekar.

Di samping keadaan mereka yang dipingit di dalam rumah dan tidak liar pandangannnya, mereka juga merupakan wanita-wanita gadis, bergairah penuh cinta dan sebaya umurnya. Aisyah RadhiAllohu anha, pernah bertanya kepad Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam, yang artinya: “Wahai Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam, andaikata engkau melewati rerumputan yang pernah dijadikan tempat menggembala dan rerumputan yang belum pernah dijadikan tempat menggambala, maka dimanakah engkau menempatkan onta gembalamu?”  Beliau menjawab,”Di tempat yang belum dijadikan tempat gembalaan.” (Ditakhrij Muslim) Dengan kata lain, beliau tidak pernah menikahi perawan selain dari Aisyah.

Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bertanya kepada Jabir yang menikahi seorang janda, yang artinya: ”Mengapa tidak engkau nikahi wanita gadis agar engkau bisa mencandainya dan ia pun mencandaimu?” (Diriwayatkan Asy-Syaikhany)

Sifat bidadari penghuni surga yang lain adalah Al-’Urub, jama’ dari al-arub, artinya mencerminkan rupa yang lemah lembut, sikap yang luwes, perlakuan yang baik terhadap suami dan penuh cinta. Ucapan, tingkah laku dan gerak-geriknya serba halus.

Al-Bukhary berkata di dalam Shahihnya, “Al-’Urub, jama’ dari tirbin. Jika dikatakan, Fulan tirbiyyun”, artinya Fulan berumur sebaya dengan orang yang dimaksudkan. Jadi mereka itu sebaya umurnya, sama-sama masih muda, tidak terlalu muda dan tidak pula tua. Usia mereka adalah usia remaja. Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyerupakan mereka dengan mutiara yang terpendam, dengan telur yang terjaga, seperti Yaqut dan Marjan. Mutiara diambil kebeningan, kecemerlangan dan kehalusan sentuhannya. Putih telor yang tersembunyi adalah sesuatu yang tidak pernah dipegang oleh tangan manusia, berwarna puith kekuning-kuningan. Berbeda dengan putih murni yang tidak ada warna kuning atau merehnya. Yaqut dan Marjan diambil keindahan warnanya dan kebeningannya.

Semoga para wanita-wanita di dunia ini mampu memperoleh kedudukan untuk menjadi Bidadari-Bidadari yang lebih mulia dari Bidadari-Bidadari yang tidak pernah hidup di dunia ini. Wallahu A’lam